3.2. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.2. Kerangka Konsep
3.3. Hipotesis
Ada hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian otitis media akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik yang bertujuan untuk menilai hubungan antara dua variabel, yaitu faktor usia dan angka kejadian otitis
media akut. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional dengan pendekatan retrospektif dimana data yang diambil merupakan data-data yang telah ada sebelumnya.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2016 - November 2016 di RSUP H. Adam Malik, Medan.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis sebagai penderita otitis media akut pada tahun 2014-2015 berdasarkan pendataan dari Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik.
4.3.2. Sampel penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah penderita OMA yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi. Sampel akan diambil secara total sampling. Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu :
a. Kriteria inklusi :
Rekam medis pasien yang didiagnosis otitis media akut di Departemen
b. Kriteria eksklusi :
• Pasien memiliki kelainan cleft palate
• Pasien memiliki kelainan kongenital pada tuba Eustachius
• Status rekam medis yang tidak lengkap
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh melalui pencatatan rekam medis pasien otitis media akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015. Hal-hal yang dicantumkan dalam pengambilan data yaitu usia, jenis kelamin, dan stadium.
4.5. Definisi Operasional
Hasil ukur : Angka kejadian otitis media akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015
Skala ukur : Rasio
2. Variabel : Usia Definisi
operasional
3. 13-17 tahun THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015 Cara ukur : Analisis rekam medis
Alat ukur : Rekam medis
Hasil ukur : 1. Oklusi tuba Eustachius 2. Hiperemis
4.6.Alur Penelitian
4.7. Pengolahan dan Analisa Data
4.7.1. Pengolahan data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) editing, dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan dari data-data yang dikumpulkan, (2) coding yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan, (3) entry, yakni memasukkan data-data ke dalam program atau software komputer, (4) cleaning, pengecekan kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
4.7.2. Analisa data
Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solutions) menggunakan uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan faktor usia dengan angka kejadian otitis media akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode 2014-2015.
Mengumpulkan rekam medis penderita OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik
periode 2014-2015
Kriteria inklusi dan eksklusi
Mencatat data yang diperlukan (usia, jenis kelamin, dan stadium)
Analisis hubungan faktor usia dengan angka kejadian OMA
Nilai p value menginterpretasikan ada atau tidak adanya hubungan antar variabel. Nilai p value ≤ 0,05 menginterpretasikan H0 ditolak artinya terdapat hubungan antar variabel penelitian ini, sedangkan nilai p value > 0,05 menginterpretasikan H0 diterima, hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan antar variabel pada penelitian ini.29
Koefisien korelasi yang bernilai negatif (-) menginterpretasikan kedua variabel penelitian berbanding terbalik, apabila usia sampel meningkat, angka kejadian OMA akan menurun dan sebaliknya. Koefisien korelasi yang bernilai positif (+) menginterpretasikan kedua variabel penelitian berbanding lurus,
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan. Sesuai dengan SK Menkes No. 355/Menkes/SK/VII/1990, rumah sakit ini resmi menjadi rumah sakit umum kelas A. Selain itu, RSUP H. Adam Malik juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991, RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
RSUP H. Adam Malik memiliki instalasi rekam medis yang terletak di lantai 1 gedung A dan merupakan lokasi pengambilan data pada penelitian ini.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Berdasarkan hasil peninjauan rekam medis, terdapat 101 kasus otitis media akut pada tahun 2014-2015. Setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi, 25 kasus tidak memenuhi ketentuan sehingga sampel pada penelitian ini berjumlah 76 kasus.
5.1.2.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Tahun Kunjungan
Tabel 5.1. Distribusi Kasus Otitis Media Akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Berdasarkan Tahun 2014-2015
Tahun Kunjungan Frekuensi Persentase (%)
2014 49 64,5
2015 27 35,5
Total 76 100
5.1.2.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Berdasarkan Rentang Usia
Sampel pada penelitian ini dikelompokan sesuai dengan rentang usia yang telah ditentukan. Seperti yang terlihat pada Tabel 5.2, kejadian OMA pada usia ≤2 tahun berjumlah 10 kasus atau 13,2% dari seluruh kasus yang ada sedangkan pada usia 3-7 tahun terdapat 11 kasus (14,5%) dan 14 kasus (18,4%) pada rentang usia 8-12 tahun. Pada rentang usia 13-17 tahun terdapat 15 kasus (19,7%) dan distribusi terbanyak ada pada kelompok usia ≥18 tahun dengan jumlah kejadian sebanyak 26 kasus (34,2%). Terdapat beberapa data statistik tambahan, seperti Mean (rata-rata) usia sampel adalah 19,67 (SD±19,106) dan usia paling muda (minimum) yang tercatat pada penelitian ini terjadi di usia 1 bulan sedangkan paling tua (maksimum) 76 tahun sehingga perbedaan usia minimum dan maksimum (Range) adalah 75,92.
Tabel 5.2. Distribusi Kasus Otitis Media Akut Berdasarkan Rentang Usia di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015
Usia Frekuensi Persentase (%)
≤2 tahun 10 13,2
3-7 tahun 11 14,5
8-12 tahun 14 18,4
13-17 tahun 15 19,7
≥18 tahun 26 34,2
5.1.2.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 34 kasus (44,7%) terjadi pada laki-laki, sedangkan 42 kasus (55,3%) lainnya terjadi pada perempuan.
Tabel 5.3. Distribusi Kasus Otitis Media Akut Berdasarkan Jenis Kelamin di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Periode 2014-2015
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki 34 44,7
Perempuan 42 55,3
Total 76 100
5.1.2.4. Distribusi Kasus Berdasarkan Stadium
Angka kejadian berdasarkan stadium OMA (Tabel 5.4.) menunjukan bahwa stadium yang paling sering terjadi adalah perforasi dengan jumlah kejadian sebanyak 52 kasus (68,4%). Selanjutnya diikuti oleh stadium hiperemis sebanyak 15 kasus (19,7%). Pada stadium supurasi terdapat 5 kasus (6,6%) sedangkan pada stadium oklusi tuba Eustachius dan resolusi masing-masing berjumlah 2 kasus (2,6%).
Tabel 5.4. Distribusi Kasus Otitis Media Akut Berdasarkan Stadium di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015
Stadium Frekuensi Persentase (%)
Oklusi tuba Eustachius 2 2,6
Hiperemis 15 19,7
Supurasi 5 6,6
Perforasi 52 68,4
Resolusi 2 2,6
5.1.3. Hasil Analisis Data
Hasil analisis data diawali dengan membuat diagram tebar (scatter plot) untuk melihat bagaimana pola hubungan antara kedua variabel yaitu faktor usia dan angka kejadian OMA. Diagram tebar adalah diagram yang memakai garis koordinat X dan Y dan tiap pengamatan diwakili oleh satu titik. Data kelompok usia ditampilkan pada sumbu X (aksis), sedangkan angka kejadian OMA disajikan pada sumbu Y (ordinat). Setelah data-data dimasukan dan diolah menggunakan aplikasi SPSS, akan terlihat apakah pola yang muncul bersifat linier (menurut garis lurus), menurut garis lengkung, atau tidak terlihat suatu pola tertentu. Bila polanya adalah lurus, maka dapat ditelusuri lebih lanjut, apakah linier positif atau negatif. Uji hipotesis korelasi yang digunakan pada data dengan distribusi normal atau linier adalah uji korelasi Pearson, sedangkan pada data dengan distribusi abnormal uji yang digunakan adalah uji korelasi Spearman.
Sesuai dengan Gambar 5.1., maka dapat dilihat bahwa faktor usia dan angka kejadian OMA pada penelitian ini memiliki pola hubungan linier yang ditandai adanya garis lurus pada bagan. Pola garis pada diagram tersebut juga menunjukan adanya hubungan linier positif yang berarti makin tinggi nilai satu variabel, makin tinggi pula nilai variabel yang lain. Berdasarkan hal tersebut, uji korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson dan hasil pengolahan data dapat dinyatakan melalui Tabel 5.5. berikut.
Tabel 5.5. Hasil Analisis Hubungan Faktor Usia dengan Angka Kejadian OMA Berdasarkan Uji Korelasi Pearson
Angka Kejadian OMA Faktor Usia Angka
Kejadian OMA
Pearson Correlation 1 .892*
Sig. (1-tailed) .021
N 6 5
Faktor Usia Pearson Correlation .892* 1 Sig. (1-tailed) .021
N 5 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Penelitian ini menggunakan hipotesis satu arah (one-tailed) dengan tingkat kepercayaan 95% yang berarti jika didapati nilai p < 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hipotesis nol penelitian adalah tidak adanya hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015. Sesuai dengan Tabel 5.5., didapati nilai p = 0,021. Oleh karena itu, hipotesis nol ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian otitis media akut di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015.
5.2. Pembahasan
Jenis kelamin yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah perempuan (55,3%). Tidak berbeda jauh dengan angka kejadian pada laki-laki (44,7%). Hal ini dikarenakan tingkat kepedulian perempuan terhadap dirinya sendiri lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga perempuan lebih cepat mencari pertolongan tenaga medis. Sesuai dengan pernyataan Weisberg, dkk30 sifat extraversion dan agreeableness pada wanita lebih tinggi.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa stadium OMA yang paling sering terjadi adalah perforasi (68,4%) dikarenakan gejala klinis sewaktu membran timpani ruptur sangat jelas yaitu keluarnya cairan dari dalam telinga. Hal ini sesuai dengan penelitian Marom, dkk31 yang menyatakan insidensi perforasi membran timpani secara bertahap meningkat dari 3.721 per 100.000 pasien pada tahun 2001 menjadi 4.542 pada tahun 2011. Berger G.32 dalam studinya juga menemukan 80 (29,5%) dari 271 pasien mengalami perforasi dan peningkatan prevalensi tersebut berhubungan dengan riwayat penyakit OMA sebelumnya. Namun, pada penelitian yang dilakukan Giles & Asher33 pada suku Maori di New Zealand didapati insidensi perforasi membran timpani dari tahun 1978-1987 mengalami penurunan sebanyak 5%. Perbedaan tersebut kemungkinan terjadi karena perbedaan jumlah sampel, etnis, dan periode penelitian.
Dari 76 kasus yang terdapat dalam penelitian ini, distribusi angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik paling banyak terjadi pada kelompok usia ≥18 tahun dan paling sedikit pada usia ≤2 tahun. Hal ini menunjukan perbedaan dengan apa yang dikemukakan oleh Post & Kerschner8 bahwa rentang usia yang paling sering terkena OMA adalah usia 6 bulan – 2 tahun. Donaldson3 juga berpendapat bahwa insiden puncak OMA terjadi pada usia 3-18 bulan dan 70% anak-anak akan mengalami 1 atau lebih serangan OMA sebelum usia 2 tahun.
penatalaksaan secara mandiri hingga tuntas.34 Selain itu, penegakan diagnosis pada anak memang cukup sulit sehingga dokter umum kadang salah mendiagnosis OMA dengan infeksi saluran pernafasan atas. Dari beberapa penelitian juga telah dikemukakan bahwa pemberian ASI eksklusif memberikan dampak yang cukup signifikan dalam penurunan frekuensi kejadian OMA pada anak. Hal-hal tersebut diperkirakan menjadi alasan mengapa kasus OMA yang ditemukan cenderung terjadi pada usia dewasa.
Diagnosis OMA membutuhkan tiga kriteria yang harus dipenuhi: gejala onset akut, tanda inflamasi telinga tengah, dan efusi.35 Kesulitan penegakan diagnosis pada anak terjadi karena gejala seperti otalgia, ear-rubbing, demam, iritabilitas, susah tidur, penurunan nafsu makan, dan menangis terus-menerus tidak spesifik, gejala-gejala ini juga tidak membantu membedakan OMA dengan infeksi saluran pernafasan.36 Bahkan setelah pemeriksaan lebih lanjut, OMA tetap sulit ditegakan, hal ini diungkapkan dalam studi terbaru pada dokter umum di Perancis dengan misdiagnosis rate sebesar 22%.37 Pemeriksaan warna, posisi, mobilitas, dan translucency membran timpani mungkin sulit dilakukan karena anak yang tidak kooperatif atau adanya obstruksi serumen.38
dkk.41 menyebutkan bahwa ASI eksklusif setidaknya 4 bulan cukup untuk melindungi bayi dari satu atau episode berulang OMA sedangkan menurut Daly, dkk.42 anak yang diberi ASI eksklusif selama 6 bulan memiliki episode OMA yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan anak yang tidak diberi ASI selama itu. Studi lain bahkan menunjukan bahwa pemberian ASI dalam jangka waktu yang lama tidak memiliki efek terhadap kesehatan bayi dan tidak memberikan perlindungan ekstra terhadap OMA.43World Health Organization (WHO) sendiri merekomendasikan pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan dan dilanjutkan bersama makanan pendamping hingga usia 2 tahun atau lebih. Di Indonesia, meskipun keberhasilan program ASI eksklusif di berbagai daerah bervariasi, secara keseluruhan pelaksanaan program ini mengalami peningkatan sebanyak 1-13% di daerah perkotaan dan 2-1-13% di daerah pedesaan.44 Hal ini tentunya mendukung peningkatan sistem imun pada anak sehingga kecenderungan untuk mengalami infeksi telinga tengah menurun.
Aktivitas merokok baik perokok pasif maupun aktif dan otitis-prone ternyata memberikan dampak dalam peningkatan angka kejadian OMA pada usia dewasa yang awalnya diprediksi rendah.
dengan jumlah perokok terbesar setelah Cina dan India. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, sebesar 85% rumah tangga di Indonesia terpapar asap rokok. Di Provinsi Sumatera Utara sendiri prevalensi perokok laki-laki usia > 15 tahun mencapai 61–67,1%.49 Tentu, hal ini berpengaruh terhadap peningkatan kejadian penyakit khususnya pada kalangan usia dewasa.
Kasus OMA pada usia dewasa ternyata ada yang cenderung terjadi secara berulang (otitis-prone) bahkan sejak masih anak-anak. Hal ini bisa terjadi kemungkinan karena kondisi tuba Eustachius yang hipotonus atau dikenal dengan patulous Eustachian tube. Penurunan tonus m. tensor veli palatini pada tuba Eustachius membuat tuba cenderung terbuka dan bakteri patogen yang sedang menginvasi saluran pernafasan atas lebih mudah masuk ke telinga tengah.50 Etiologi definitif dari kondisi tersebut masih belum diketahui dengan jelas, namun penurunan berat badan, dehidrasi, kehamilan, dan otitis media adalah beberapa faktor yang diduga kuat menyebabkan hal tersebut.51 Di Taiwan, Kuo & Wang52 menemukan seorang pasien laki-laki berusia 20 tahun dengan keluhan terdapat suara “popping” di kedua telinga apabila pasien menarik nafas dalam. Keluhan tersebut telah dialami sejak 6 tahun yang lalu. Melalui anamnesis, ternyata pasien memiliki riwayat otitis media berulang sejak masih anak-anak dan setelah diperiksa pasien tersebut didiagnosis dengan patulous Eustachian tube. Patel, dkk49 mengemukakan bahwa insidensi gangguan tuba Eustachius ini berkisar antara 0,3-6,6% dan hanya 10-20% yang merasa terganggu dengan kondisi tersebut hingga akhirnya mencari pertolongan tenaga medis. Kondisi ini juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dan biasanya ditemukan pada remaja atau orang dewasa; jarang ditemukan pada anak-anak.
Selain itu, kendala yang muncul pada penelitian ini meliputi tidak tersedianya rekam medis dan isi rekam medis yang tidak lengkap. Data di Instalasi Rekam Medis RSUP H. Adam Malik telah terkomputerisasi dan untuk melihat kasus OMA digunakan kode H66.9 sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh International Standard of Diseases and Related Helath Problems 10th Revision
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan karakteristik sampel dan hasil analisis data, kesimpulan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara faktor usia dengan angka kejadian OMA di Departemen
THT-KL RSUP H. Adam Malik periode 2014-2015 (p = 0,021, CI = 95%)
dengan derajat korelasi sangat kuat dimana semakin bertambah usia, semakin
tinggi angka kejadian OMA (koefisien korelasi Pearson r = (+) 0,892)
2. Angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik
periode 2014-2015 berjumlah 76 kasus dan paling banyak ditemukan pada
tahun 2014 dengan jumlah kejadian sebanyak 49 kasus (64,5%)
3. Angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik
periode 2014-2015 paling banyak ditemukan pada kelompok usia ≥18 tahun
(34,2%)
4. Angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik
periode 2014-2015 menunjukan jenis kelamin yang paling banyak ditemukan
adalah perempuan dengan jumlah kejadian sebanyak 42 kasus (55,3%)
5. Angka kejadian OMA di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik
periode 2014-2015 menunjukan stadium yang paling sering terjadi adalah
perforasi dengan jumlah kejadian sebanyak 52 kasus (68,4%)
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh peneliti, maka dapat
diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:
1. Bagi yang ingin melakukan penelitian yang sama, disarankan agar melakukan
penelitian di tingkat pelayanan kesehatan primer dan dilakukan dengan
pendekatan prospektif untuk melihat kebiasaan dan riwayat hidup pasien
2. Manajemen penyusunan dan pengisian rekam medis khususnya mengenai
otitis media akut sebaiknya lebih diperhatikan. Informasi lengkap baik dari
tanda dan gejala klinis pasien hingga laporan prosedur diagnostik yang telah
dilakukan akan membantu proses penegakan diagnosis sehingga dapat lebih
akurat.
3. Tanda dan gejala klinis otitis media akut pada anak umumnya tidak spesifik
sehingga sering terjadi misdiagnosis. Tenaga medis dan orang tua diharapkan
lebih kritis dan intensif dalam melakukan identifikasi gejala sehingga kasus