• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Prostate Specific Antigen dan Digital Rectal Examination dengan Keganasan Prostat yang dilakukan dengan cara Transrectal Biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H.Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Prostate Specific Antigen dan Digital Rectal Examination dengan Keganasan Prostat yang dilakukan dengan cara Transrectal Biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H.Adam Malik Medan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Juliana Sanjaya

Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 11 Mei 1993

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Cirebon No.4

Medan 20212

Riwayat Pendidikan : 1. SD Sutomo I Medan 1999 2. SMP Sutomo I Medan 2005 3. SMA Sutomo I Medan 2008 4. Fakultas Kedokteran USU 2011

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Sirkumsisi SCOPH FK USU

2. Seminar dan Workshop Vital Sign SCOPH FK USU

(2)

Lampiran 2

(3)

Lampiran 3

(4)

Lampiran 4

(5)

Lampiran 5

(6)

Lampiran 6

(7)
(8)
(9)

79. 55.86.10 77 21 Tidak ada Jinak

80. 54.42.07 62 24.8 Tidak ada Ganas

81. 50.25.15 66 24.7 Tidak ada Jinak

(10)

Lampiran 8 Output SPSS 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Hasil PA

HASIL PA

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid

GANAS 39 47.6 47.6 47.6

JINAK 43 52.4 52.4 100.0

Total 82 100.0 100.0

2. Analisa Bivariat

a. Crosstab Kelompok PSA dengan Hasil PA

PSA1 * HASIL PA Crosstabulation

HASIL PA Total

b. Crosstab DRE (Nodul) dengan Hasil PA

NODUL * HASIL PA Crosstabulation

(11)

% within NODUL

47.6% 52.4% 100.0%

c. Analisa PSA dengan Hasil PA Chi-Square Tests

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.43. b. Computed only for a 2x2 table

d. Analisa DRE (Nodul) dengan Hasil PA

Chi-Square Tests

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.99.

(12)

Catmaker

(13)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2013. Prostate Cancer.

American Cancer Society. 2013. Prostate Cancer: Early Staging.

American Joint Committee on Cancer. 2009. Prostate Cancer Staging 7 th ed.

Arneth, B.M. 2009. Clinical Significance of Measuring Prostate-Specific Antigen.

Labmedicine 40 (8).

Carter, et al. 2013. Early Detection of Prostate Cancer. AUA Guideline.

Cobas. 2014. Free PSA. USA: Elecsys Free PSA Immunoassay.

Connor, C., et al. 2013. Prostate-Specific Antigen (PSA) Testing in Asymptomatic

Men: Evidence Evaluation Report 2013. National Health and Medical

Research Council, Commonwealth of Australia: 1-92.

De, S., et al. 2013. Role Of Prostate Specific Antigen, Digital Rectal Examination

And Transrectal Ultrasonography In The Diagnosis Of Prostate Cancer In

Patients With Lower Urinary Tract Symptoms 2(3).

Goldman, L. dan Schafer, A.I. 2012. Goldman’s Cecil Medicine. 24 th ed. USA: Saunders, 932, 1511-1514.

Gomez-Guerra, L.S., et al. 2009. Population Based Prostate Cancer Screening in

North Mexico Reveals a High Prevalence of Aggressive Tumors in Detected

(14)

Heidenreich, A., et al. 2011. EAU Guidelines on Prostate Cancer. Part 1:

Screening, Diagnosis, and Treatment of Clinically Localised Disease.

European Urology 5 9: 6 1 – 7 1.

Irawan, Y. dan Sihombing, A.T. 2013. Effect of Testosterone Replacement on

Epithelial and Stromal Tissue . Indonesian Journal of Urology 20(1): 15-20.

Jabaly, S.S. dan Mohammad, M.A. 2008. Prostate-Specific Antigen Versus

Digital Rectal Examination in the Diagnosis of Prostate Cance. Dohuk

Medical Journal 2(1): 6-7.

Junqueira, L.C. dan Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. Edisi X. Jakarta: Kedokteran EGC, 428-430.

Kobayashi, D. , Takahashi, O. , Fukui, T., dan Glasziou, P. P. 2011. Optimal

Prostate-Specific Antigen Screening Interval for Prostate Cancer. Annals of

Oncology. Available from: http://annonc.oxfordjournals.org. [Accessed 28th

March 2014]

Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis

of Disease. 7 th ed. USA: Elsevier Saunders, 1102-1115.

Mazhar, D. dan Waxman, J. 2002. Prostate Cancer. Postgrad Med J 78: 590–595.

Mistry, K. dan Cable, G. 2003. Meta-Analysis of Prostate-Specific Antigen and

Digital Rectal Examination as Screening Tests for Prostate Carcinoma. J Am

Board Fam Pract 16: 95–101.

Mottet, N., et al. 2 01 1. EAU Guidelines on Prostate Cancer. Part II: Treatment

of Advanced, Relapsing, and Castration-Resistant Prostate Cancer. European

(15)

Park, Y.H., et al. 2014. Prostate Cancer Detection Rate in Patients with

Fluctuating Prostate Specific Antigen Levels on the Repeat Prostate Biopsy.

Prostate International 2(1): 26-30.

Purnomo, B.B. 2012. Dasar-dasar Urologi. Edisi III. Jakata: Sagung Seto, 33, 263-270.

Rashid, M.M., et al. 2012. Efficacy of Lower Cut Off Value of Serum Prostate

Specific Antigen in Diagnosis of Prostate Cancer 38: 90-93.

Riede, U. 2004. Color Atlas of Pathology. New York : Thieme, 396-397.

Rindiastuti,Y. 2007. Mekanisme Kalsium dalam Meningkatkan Resiko Kanker

Prostat pada Usia Lanjut. Solo: Fakultas Kedokteran Universitas Negeri

Sebelas Maret: 24.

Roobol, M.J. 2 0 1 2. Prediction of Prostate Cancer Risk: The Role of Prostate

Volume and Digital Rectal Examination in the ERSPC Risk Calculators.

European Urology 6 1: 5 7 7 – 5 8 3.

Sastroasmoro, S. dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi IV. Jakarta: Sagung Seto.

Sihombing, A.F., Sugandi, S. dan Safriadi, F. 2007. Perbandingan Sensitifitas dan

Spesifisitas antara Age Adjusted PSA dan PSA Density dalam Mendeteksi

Kanker Prostat. JURI 14(1): 16-18.

(16)

Taneja ,S.S. 2003. Optimizing Prostate Biopsy Strategies for the Diagnosis of

Prostate Cancer. Rev Urol.5(3):149–155.

Tortora, G.J. dan Derrikson, B. 2012. Principles of Anatomy and Physiology. 13 th ed. USA: Biological Science Textbooks, Inc., 1139-1141.

Turner, B., et al. 2011 Evidence-based Guidelines for Best Practice in Health

Care Transrectal Ultrasound Guided Biopsy of the Prostate. European

Association of Urology Nurses.

Umar, M. dan Agoes, A. 2007. Evaluasi Hasil Pemeriksaan Colok Dubur pada

Pasien Pembesaran Prostat untuk Mendeteksi Kanker Prostat, 14(1): 10-12.

Wahyuni, A.R. 2007. Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication.

Wein, A.J., Kavoussi, L.R., Novick, A.C., Partin, A.W., dan Peters, C.A. 2012.

Campbell-Walsh Urology. 10 th ed. USA: Elsevier Saunders.

(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Definisi

PSA adalah Prostate Specific Antigen yang dicantumkan pada data rekam medik dengan satuan ng/dL dalam bentuk skala sebagai berikut:

1. ≤ 4 ng/dL : normal. 2. > 4 ng/dL : meningkat.

DRE adalah hasil Digital Rectal Examination yang dicantumkan dari data rekam medik berupa nodul teraba ”ada” atau ”tidak”.

Transrectal biopsy adalah pengambilan biopsi secara transrectal yang

dicantumkan pada data rekam medik.

Hasil Patologi Anatomi adalah hasil histopatologi berupa ”jinak” atau ”ganas” transrectal biopsy prostat yang dicantumkan dari data rekam medik.

3.2.2. Cara Ukur

Cara ukur dalam penelitian adalah dengan mengolah dan menganalisis data pada rekam medis.

PSA

Hasil Patologi Anatomi DRE

(18)

3.2.3. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah data rekam medik.

3.2.4. Hasil Pengukuran

Hasil pengukuran yang diperoleh kemudian dibuat dalam tabel dan disimpulkan hasil biopsi.

3.2.5. Skala Pengukuran

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan

cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bagian Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik Medan selama bulan Agustus 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi target penelitian ini adalah seluruh rekam medik pasien suspect kanker prostat di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3.2. Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh rekam medik pasien yang melakukan

transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik

Medan. Sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah : 1. Kriteria Inklusi

a. Pria ≥ 50 tahun.

b. Nilai PSA > 4 ng/dL atau pada saat DRE didapati nodul pada prostat.

(20)

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien yang dibiopsi dengan teknik lain, seperti transurethral

prostate biopsy, transperineal prostate biopsy, dan fine-needle

aspiration biopsy.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu mengambil seluruh rekam medik pasien yang melakukan transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan sampel penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini berupa data sekunder yaitu rekam medik pasien yang melakukan transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut: (1)

editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding,

data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data (Wahyuni, 2007).

4.5.2. Analisa Data

(21)

Analisa data yang dimaksud adalah analisa bivariat. Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada analisa bivariat digunakan uji

Chi-Square karena seluruh variabel dependen dan independen merupakan data

kategorik (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Bivariat yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Variabel dependent yang dimaksud adalah hasil biopsi dengan skala variabel kategorik (nominal).

2. Variabel independent berupa PSA dengan skala variabel kategori (ordinal) dan DRE dengan skala variabel kategori (nominal).

Pada uji diagnostik, peneliti menggunakan program cat maker untuk menghitung sensitivitas, spesifisitas, nilai predictive values (PV), prevalensi,

likelihood ratio (LR) (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang beralamat di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan, RSUP H.Adam Malik juga ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Penelitian ini dilakukan di sub bagian rekam medis Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

5.1.2. Hasil Analisa Deskriptif

Penelitian dilakukan pada 82 rekam medis pasien yang melakukan

transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik

Medan. Karakteristik yang diamati terhadap sampel adalah hasil patologi anatomi prostat dan usia.

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Hasil Patologi Anatomi Prostat

Hasil Patologi Anatomi Frekuensi (n) Persentase (%)

Ganas 39 47,6

Jinak 43 52,4

(23)

Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa pasien dengan hasil histopatologi anatomi jinak yang merupakan sampel terbanyak, yaitu sebanyak 43 orang (52,4%) dan sampel ganas sebanyak 39 orang (47,6%).

5.1.3. Hasil Analisa Analitik a. Analisa Bivariat

Tabel 5.2. Analisa Kelompok PSA dengan Hasil Patologi Anatomi

PSA

Berdasarkan tabel 5.2. didapati bahwa dari 39 orang pasien keganasan prostat, nilai PSA ≤ 4 ada sebanyak 2 orang (66,7%) dan nilai PSA > 4 ada sebanyak 37 orang (46,8%). Dikarenakan terdapat dua cells yang mempunyai

expected count kurang dari 5 dan minimum expected count adalah 1,43 maka nilai

P yang diambil adalah dari Fisher’s Exact Test sebesar 0,602.

Tabel 5.3. Analisis DRE (Nodul) dengan Hasil Patologi Anatomi

DRE

(24)

5.1.4. Hasil Nilai Diagnostik

Dengan menggunakan aplikasi Catmaker, didapati nilai diagnostik dari PSA dan DRE dengan hasil PA, seperti tercantum pada tabel 5.4.

Tabel 5.4. Hasil Nilai Diagnostik Menggunakan Aplikasi Catmaker

Uji Diagnostik

Berdasarkan tabel 5.4. didapati bahwa sensitivitas dari PSA (95%) lebih tinggi dari DRE (31%). Spesifisitas dari DRE (83%) lebih tinggi dari PSA (2%). Prevalensi dari PSA (48%) sedikit lebih tinggi dari DRE (43%). Positive

Predictive Value (+PV) dari DRE (57%) lebih tinggi dari PSA (47%). Negative

Predictive Value (-PV) dari DRE (61%) lebih tinggi dari PSA 33%. Likelihood

Ratio positive (LR+) dari DRE (1,78) lebih tinggi dari PSA (0,97). Likelihood

Ratio negative (LR-) dari PSA (2,21) lebih tinggi dari DRE (0,84).

5.2. Pembahasan

Berdasarkan tabel 5.1. didapati bahwa pasien dengan hasil histopatologi anatomi jinak yang merupakan sampel terbanyak, yaitu sebanyak 43 orang (52,4%) dan sampel ganas sebanyak 39 orang (47,6%).

Hal ini sesuai dengan Cobas (2014) bahwa dari 664 orang yang melakukan

transrectal biopsy, ada sebanyak 463 orang (69,7%) dengan hasil PA jinak dan

(25)

Berdasarkan tabel 5.2. didapati bahwa dari 39 orang pasien keganasan prostat, nilai PSA ≤ 4 ada sebanyak 2 orang (66,7%) dan nilai PSA > 4 ada sebanyak 37 orang (46,8%). Dikarenakan terdapat dua cells yang mempunyai

expected count kurang dari 5 dan minimum expected count adalah 1,43 maka nilai

P yang diambil adalah dari Fisher’s Exact Test sebesar 0,602.

Hal ini sesuai dalam De et al. (2013) didapati bahwa dari 20 orang pasien keganasan prostat, nilai PSA ≤ 4 ada sebanyak 1 orang (4,5%) dan nilai PSA > 4 ada sebanyak 19 orang (50%). Dalam Park et al. (2014) dituliskan bahwa nilai P dari PSA adalah sebesar 0,035 sedangkan Nilai P dari DRE adalah sebesar 0,426.

Berdasarkan tabel 5.3. didapati bahwa dari 39 orang pasien keganasan prostat, pada saat DRE teraba nodul ada sebanyak 12 orang (57,1%) dan tidak teraba nodul ada sebanyak 27 orang (44,3%). Nilai P dari DRE adalah 0,308.

Dalam De et al. (2013) didapati bahwa dari 20 orang pasien keganaan prostat, pada saat DRE teraba nodul ada sebanyak 12 orang (80%) dan tidak ada nodul ada sebanyak 8 orang (17,78%). Dalam Park et al. (2014) dituliskan bahwa nilai P dari DRE adalah sebesar 0,426.

Berdasarkan tabel 5.4. didapati bahwa sensitivitas dari PSA (95%) lebih tinggi dari DRE (31%). Spesifisitas dari DRE (83%) lebih tinggi dari PSA (2%). Prevalensi dari PSA (48%) sedikit lebih tinggi dari DRE (43%). Positive

Predictive Value (+PV) dari DRE (57%) lebih tinggi dari PSA (47%). Negative

Predictive Value (-PV) dari DRE (61%) lebih tinggi dari PSA 33%. Likelihood

Ratio positive (LR+) dari DRE (1,78) lebih tinggi dari PSA (0,97). Likelihood

Ratio negative (LR-) dari PSA (2,21) lebih tinggi dari DRE (0,84).

(26)

adalah sebesar 27,73% dan nilai prediktif negatif dari PSA adalah sebesar 25,05%, Likelihood Ratio (LR) + dari PSA adalah sebesar 1,33 dan Likelihood

Ratio (LR) – dari PSA adalah sebesar 0,61. Dalam De et al. (2013) dituliskan

(27)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Hipotesa ditolak yaitu tidak ada hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat.

2. Sensitivitas PSA adalah sebesar 95%, sedangkan sensitivitas DRE yaitu sebesar 31%, dan spesifisitas DRE adalah sebesar 83%, sedangkan spesifisitas PSA yaitu sebesar 2% dalam mendiagnosa keganasan prostat.

3. Positive Predictive Value (+PV) dari PSA adalah sebesar 47%, sedangkan

Positive Predictive Value (+PV) dari DRE adalah sebesar 57% dan

Negative Predictive Value (-PV) dari DRE adalah 61%, sedangkan

Negative Predictive Value (-PV) dari PSA adalah sebesar 33%.

4. Prevalensi terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA adalah sebesar 48%, sedangkan prevalensi terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan DRE adalah sebesar 43%.

5. Likelihood ratio (LR) + terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA

adalah sebesar 0,97, sedangkan Likelihood ratio (LR) + terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan DRE adalah sebesar 1,78 dan Likelihood

ratio (LR) - terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA yaitu sebesar

2,21, sedangkan Likelihood ratio (LR) - terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan DRE yaitu sebesar 0,84.

6.2. Saran

Dari seluruh proses dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:

(28)

penelitian sehingga dapat lebih bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran dan kesehatan.

2. Disarankan kepada pihak RSUP H.Adam Malik Medan, khususnya yang bertanggung jawab dalam kelengkapan data rekam medis, seperti dokter dan paramedis untuk melengkapi data rekam medis serta menulis dengan rapi dan jelas sehingga pembaca dapat memahami dengan benar dan tepat. 3. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk mencari cutoff point dari PSA

yang sesuai diterapkan khususnya di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik medan.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prostat

2.1.1. Anatomi dan Fisiologi

Prostat mempunyai berat sekitar 18-20 g, panjangnya sekitar 2,5-3 cm, lebarnya sekitar 4 cm, dan kedalamannya sekitar 2 cm menurut Wein et al. (2012) dengan Tanagho dan McAninch (2008). Menurut Wein et al. (2012) prostat dilapisi oleh kapsul yang terdiri dari kolagen, elastin dan otot polos sedangkan pada strukturnya terdiri dari 70% glandular dan 30% fibromuskular. Prostat terletak di dalam true pelvis, terpisah dari pubic symphysis oleh retropubic space (space of retzius) pada sisi depannya. Pada lateral dibatasi levator ani muscle. Prostat dipendarahi oleh arteri iliaka interna dan dorsal venous complex yang akan diteruskan ke vena iliaka interna (Tanagho dan McAninch, 2008).

Prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran uretra. Kelenjar prostat secara perlahan membesar dari saat lahir sampai pubertas. Kemudian, prostat berekspansi secara cepat sampai umur 30 tahun, setelah itu ukuran prostat akan stabil sampai umur 45 tahun, dimana pembesaran lanjutan akan terjadi. Prostat mensekresikan cairan yang seperti susu, sedikit asam (pH sekitar 6.5) yang mengandung beberapa substansi, seperti: (1) Asam sitrat dalam cairan prostat digunakan oleh sperma untuk memproduksi ATP (Adenosine

Triphosphate) melalui siklus krebs; (2) Beberapa enzim proteolitik, seperti: PSA,

(30)

Gambar 2.1. Organ Reproduksi dan Aksesori pada Pria Sumber: Tortora dan Derrickson (2012).

Gambar 2.2. Kelenjar Prostat Jinak dengan Sel Basalis dan Sel Sekretorius.

Central zone (CZ), peripheral zone (PZ), dan transitional zone (TZ).

(31)

2.1.2. Histologi

Prostat merupakan suatu kumpulan 30-50 kelenjar tubuloalveolar yang bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, yang menembus prostat. Prostat mempunyai tiga zona yang berbeda zona perifer, zona sentral dan zona transisional. Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas pada orang dewasa (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Menurut Wein et al. (2012), prostate zone terbagi atas empat, yaitu: (1)

Anterior fibromuscular, terdiri atas 30% massa prostat, tidak ada elemen

glandular, otot polos; (2) Peripheral (60-70% kanker prostat), merupakan zona terbesar dan terdiri atas 75% dari glandular prostat (tempat dari kanker prostat); (3) Central (5-10%) terdiri atas 25% elemen glandular prostat, mengelilingi

ejaculatory spinchter; (4) Transitional (10-20% kanker prostat), merupakan zona

terkecil, mengelilingi upper urethra complex, merupakan tempat dari BPH

(Benign Prostatic Hyperplasia) dan terdiri dari 5% prostat glandular, menduduki

15-30% PV (prostate volume).

2.2. Kanker Prostat 2.2.1. Definisi

(32)

2.2.2. Insidensi dan Epidemiologi

Sebelum tes PSA bisa dilakukan, sekitar 19.000 kasus baru dari kanker prostat dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat; angka ini mencapai 84.000 pada tahun 1993 dan mencapai puncaknya sekitar 300.000 kasus baru pada tahun 1996. Sejak tahun 1996, laporan setiap tahun dari insidensi kanker prostat di Amerika Serikat menurun menjadi sekitar 190.000. Laju kematian karena kanker prostat telah menurun dengan persentase sekitar 1% setiap tahun sejak 1990. Faktor spesifik karena umur, telah menurun angka mortalitasnya pada pria yang kurang dari 75 tahun. Pria lebih dari 75 tahun masih terhitung 2 per 3 dari semua kematian kanker prostat. Studi epidemiologi menyatakan bahwa faktor nutrisi, seperti: penurunan asupan lemak dan makanan tinggi protein kedelai dapat memproteksi diri terhadap kanker prostat (Goldman dan Schafer, 2012).

Tabel 2.1. Insidensi dan Kematian karena Kanker Prostat dengan Ras/Etnis, Amerika Serikat, 2000–2004

Insidensi Mortalitas

White

African-American

Hispanic/ Latino

Asian-American dan Pacific Islander

American Indian dan Alaska Native

161.4 Sumber: Wein et al. (2012).

2.2.3. Genetik Molekular dan Patobiologi

(33)

karena produk dari pengaruh lingkungan. RNASEL, mengkode sebuah interferon penginduksi ribonuklease dan MSR1, mengkode subunit dari reseptor

macrophage scavenger, adalah kandidat turunan dari gen yang rentan untuk

menjadi kanker prostat. Menggunakan sebuah bioinfarmatika yang baru, Tomlins dan koleganya mengidentifikasikan 2 faktor transkrip ERG (Erythroblast

transformation-specific transcription factor) dan EtV1 yang diekspresikan secara

berlebihan di jaringan kanker prostat. Pengaturan genetik muncul sebagai identifikasi yang paling mendasari dalam kanker prostat. Beberapa dari ekspresi gen yang berlebihan ini atau kombinasi dari gen mungkin penting dalam hal biomarker yang berperan dalam hal tidak hanya mengidentifikasikan kanker dalam equivocal biopsy samples (alpha-methylacyl coenzyme A racemase atau AMACR dan EPCA), tetapi juga dalam hal prediksi respon pada. Jumlah kanker prostat berkontribusi dalam hal faktor herediter mungkin tinggi dari pemikiran seseorang (Tanagho dan McAninch, 2008).

2.2.4. Faktor Resiko 2.2.4.1. Usia

Kanker prostat sangat jarang terjadi pada pria kurang dari 40 tahun, tetapi kemungkinan untuk terkena kanker prostat meningkat secara cepat setelah umur 50 tahun. Sekitar 6 dari 10 kasus dari kanker prostat ditemukan pada pria lebih dari 65 tahun (American Cancer Society, 2013).

2.2.4.2. Ras

(34)

2.2.4.3. Kebangsaan

Kanker prostat adalah paling sering di Amerika Utara, Eropa sebelah barat laut, Australia, dan Pulau Caribbean. Kurang sering di Asia, Afrika, Amerika Pusat, and Amerika Selatan. Alasan untuk ini masih belum jelas.

Screening yang lebih intensif pada beberapa negara maju mungkin dapat menjadi

alasan. Alasan lain adalah faktor seperti perbedaan gaya hidup (American Cancer

Society, 2013).

2.2.4.4. Riwayat Keluarga

Kanker prostat terlihat diturunkan dari beberapa keluarga, yang menyatakan bahwa beberapa kasus mungkin diturunkan atau faktor genetik. Mempunyai saudara atau ayah yang terkena kanker prostat mempunyai resiko dua kali lipat berkembangnya penyakit ini (American Cancer Society, 2013).

2.2.4.5. Gen

Peneliti telah menemukan beberapa gen yang diwariskan, diketahui bahwa kelihatannya meningkatkan resiko kanker prostat. Bebarapa gen yang diwariskan meningkatkan resiko dari mutasi gen BRCA1 atau BRCA2, menjadi alasan bahwa kanker payudara dan kanker ovarium lebih sering terjadi pada beberapa keluarga. Mutasi pada gen ini mungkin juga meningkatkan resiko kanker prostat pada beberapa pria, tetapi mereka menemukan persentase kecil dari kasus kanker prostat (American Cancer Society, 2013).

2.2.4.6. Diet

(35)

Makanan berbahan dasar susu (cenderung mempunyai kadar kalsium lebih tinggi) mungkin juga meningkatkan resiko. Kebanyakan studi belum menemukan hubungan dengan peningkatan kadar kalsium pada diet dan perlu diingat bahwa kalsium juga mempunyai kelebihan yang penting (American Cancer Society, 2013).

2.2.4.7. Faktor-Faktor Lainnya

Obesitas, merokok, eksposur dari tempat kerja, inflamasi prostat, infeksi menular seksual, dan vasektomi merupakan faktor-faktor lain yang dianggap berperan sebagai faktor penyebab kanker prostat, namun tetap membutuhkan penelitian lebih lanjut. (American Cancer Society, 2013).

2.2.5. Patogenesis

Kemungkinan tahapan patogenesis kanker adalah: kelenjar prostat normal  PIN (prostate intraepithelial neoplasia)  karsinoma prostat  karsinoma prostat stadium lanjut  karsinoma prostatmetastasis  HRPC (hormone

refractory prostate cancer). Jenis histopatologi karsinoma prostat sebagian besar

adalah adenokarsinoma. Kurang lebih 75% terdapat pada zona perifer prostat dan 15-20% terdapat pada zona sentral dan zona transisional (Purnomo, 2012).

Menurut Riede (2004), patogenesis dari kanker prostat biasanya adalah adenokarsinoma multisenter yang merupakan hasil defek dari gen berikut ini;

− kehilangan heterozigot dalam gen supresor 1p, 8p, 10q, dan BRCA11 yang merupakan pemicu progresi tumor dan kehilangan diferensiasi.

− Aktivasi onkogen: kelebihan androgen pada jaringan dengan peningkatan densitas dari reseptor androgen. Selanjutnya akan memicu ekspresi berlebihan dari c-erb B2 (epidermal growth factor receptor) dengan formasi berlebihan dari pertumbuhan epitel dari reseptor faktor pertumbuhan. Ini memicu proliferasi lebih lanjut.

(36)

2.2.6. Manifestasi Klinis

Pada kanker prostat stadium dini, sering kali tidak menunjukkan tanda atau gejala klinis. Gejala itu biasanya muncul setelah kanker berada pada stadium yang lebih lanjut. Kanker prostat stadum dini biasanya ditemukan pada saat pemeriksaan colok dubur (DRE) berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan ditemukan adanya peningkatan PSA (prostate spesific antigens) pada saat pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, nyeri kencing, atau hematuria yang menandakan bahwa kanker telah menekan uretra. Meskipun jarang, kanker dapat menekan rektum dan menyebabkan keluhan buang air besar. Kanker prostat yang sudah mengadakan metastasis ke tulang memberikan gejala nyeri tulang, fraktur pada tempat metastasis, atau kelainan neurologis jika metastasis pada tulang vertebra (Purnomo, 2012).

2.2.7. Derajat

Sistem penilaian stadium menurut Gleason adalah yang paling sering digunakan di Amerika serikat. Stadium berkisar dari 1 sampai 5. Skor Gleason dan penjumlahan Gleason didapati dengan penjumlahan stadium primer dan sekunder secara bersamaan. Tumor yang well-differentiated mempunyai penjumlahan Gleason dari 2-4, tumor yang moderately differentiated mempunyai penjumlahan Gleason dari 5-6, dan tumor yang poorly differentiated mempunyai penjumlahan Gleason dari 7-10 menurut Tanagho dan McAninch (2008).

Tabel 2.2. Sistem Stadium TNM untuk Kanker Prostat

Kanker Prostat Tumor Primer [T] TNM Clinical Staging System AJCC 2010 TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada bukti suatu tumor primer

T1 Secara klinis tumor tidak teraba atau terlihat dengan imaging T1a Pemeriksaan DRE normal; secara insidentil tumor, ditemukan ≤5 %

pada jaringan yang direseksi dalam tes histopatologi

(37)

spesimen, grade apapun, <5% pada jaringan yang direseksi T1c Pemeriksaan DRE normal; tumor diidentifikasi oleh jarum biopsi

prostat (contoh: nilai PSA meningkat) T2 Tumor terbatas dalam kelenjar prostat [1]

T2a Tumor dibatasi setengah dari satu lobus prostat atau kurang T2b Tumor lebih dari satu lobus tetapi tidak kedua lobus dari prostat T2c Tumor berada dalam kedua lobus

T3 Tumor menyebar melalui kapsul prostat [2] T3a Extensi ekstrakapsular (unilateral atau bilateral) T3b Tumor menginvasi seminal vesicle(s)

T4 Tumor menetap atau menginvasi ke struktur yang berdekatan selain

seminal vesicles (contoh: bladder, rectum)

Regional Lymph Nodes (N) klinis

NX Regional lymph nodes tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis regional lymph node N1 Metastasis regional lymph node(s)

Distant Metastasis (M) [3]

M0 Tidak ada metastasis jauh M1 Metastasis jauh

M1a Nonregional lymph node(s) metastasis

M1b Metastasis ke tulang

M1c Metastasis ke tempat lain atau tanpa penyakit tulang

Grade

G1 Well differentiated (Gleason score 2 -4)

G2 Moderately differentiated (Gleason score 5-6)

G3-4 Poorly differentiated atau undifferentiated (marked anaplasia) (Gleason score 7-10)

(38)

[2] Invasi ke dalam, ke apex dari prostat atau di dalam (tapi tidak melebihi) kapsul prostat diklasifikasikan bukan sebagai T3, tetapi T2.

[3] ketika ditemukan lebih dari satu sisi dari metastasis, kategori paling lanjut digunakan. pM1c adalah kategori yang paling lanjut.

Sumber : American Joint Committee on Cancer (2009) 2.2.8. Diagnosis

2.2.8.1. DRE (Digital Rectal Examination)

Screening kanker prostat pada pasien yang tidak bergejala dilakukan pada

pria berusia lebih dari 50 tahun (Wein et al., 2012). Kanker prostat jarang pada pria dibawah 50 tahun dan usia rata-rata terdiagnosis adalah 75 tahun (Arneth, 2009). Menurut Mistry dan Cable (2003), kanker prostat beresiko pada pria tua karena hampir 10% pria lebih dari 50 tahun sering menderita kanker prostat.

Kebanyakan urolog menggunakan PSA dan DRE untuk deteksi kanker prostat. Pemeriksaan PSA meningkatkan nilai positif dalam hal prediksi dari DRE untuk kanker prostat. Positif dalam hal prediksi dari DRE dengan rentang dari 4-11% pada pria dengan nilai PSA 0-2.9 ng/dL dan 33-83% pada pria dengan nilai PSA 3-9.9 ng/dL atau lebih. Karena DRE dan PSA tidak selalu deteksi kanker yang sama, tes tersebut adalah komplemen dan direkomendasikan sebagai metode kombinasi dalam menyimpulkan seseorang resiko kanker prostat (Wein et al., 2012).

Jika dilakukan pemeriksaan hanya dengan nilai PSA, hasilnya tidak optimal. Hal ini dapat ditingkatkan dengan menambahkan hasil dari DRE. Tambahan peningkatan dapat dengan mudah didapat, dengan penambahan informasi prostate volume (PV) dan oleh karena itu, tidak hanya lebih akurat dalam prediksi resiko tapi juga lebih mudah diimplementasikan ke pemeriksaan urologi harian dan juga sesuai untuk dokter umum (Roobol, 2 0 1 2).

(39)

tanda keganasan pada saat DRE, maka hampir semua kasus memang terbukti kanker prostat karena nilai prediktifnya 80 %. DRE spesifik hanya untuk kanker prostat dengan stadium T3 atau lebih. Sedangkan untuk T1 atau T2 diperlukan pemeriksaan PSA (Umar dan Agoes, 2007).

2.2.8.2. PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA adalah serum protease yang diproduksi dari sel epitel dari kelenjar prostat, dibebaskan dari epitel prostat, dan beredar di darah. PSA dianggap sebagai tumor marker untuk mendiagnosa dan penatalaksanaan pada kanker prostat. Namun, PSA tidak spesifik terhadap kanker prostat. Karena peningkatan PSA juga terjadi pada keadaan seperti prostatic intraepithelial neoplasia, acute prostatitis, prostatic ischemia, dan nodular prostatic hyperplasia (NPH). Lebih

lanjut, tidak semua kanker prostat menyebabkan peningkatan PSA (Jabaly dan Mohammad, 2008).

Nilai PSA bervariasi dengan umur, ras, indeks massa tubuh, dan volume prostat (Carter, 2013). Nilai PSA normal ≤4 ng/dL (Tanagho dan McAninch, 2008). Menurut Carter (2013), nilai PSA yang meningkat mengindikasikan suatu prostatitis, BPH (Benign Prostatic Hyperplasia), atau manipulasi prostat (prostate

massage atau biopsi). Studi yang dilakukan oleh Sihombing, Sugandi, dan

Safriadi (2007), menunjukkan bahwa age adjusted PSA lebih sensitif dari PSA

density dalam mendeteksi kanker prostat, meskipun tingkat positif kesalahan age

adjusted PSA lebih tinggi dibandingkan dengan PSA density. Hal ini akan

menyebabkan lebih digunakannya biopsi dan menambah beban finansial untuk mendiagnosa kanker prostat. PSA density lebih spesifik dalam mendeteksi kanker prostat dan sensitifitas hanya sedikit berdeda dibandingkan age adjusted PSA.

PSA density adalah salah satu pilihan tes, untuk meminimalkan biopsi tanpa

mempertimbangkan kanker prostat (Sihombing, Sugandi, dan Safriadi, 2007).

Free PSA dan Percent Free PSA. Walaupun kebanyakan serum PSA

(40)

dilakukannya suatu proses proteolitik. Oleh karena itu, pria dengan kanker prostat mempunyai fraksi serum PSA lebih besar dari ACT (α1-antichymotrypsin) dan

persen rendah dari total PSA yang bebas dibandingan pria tanpa kanker prostat. Sebanyak 20-65% dari biopsi yang tidak perlu, dapat dihindari ketika menggunakan %fPSA cutoff values berkisar antara 14-28%, ketika mempertahankan sensitifitas dari 70- 95% diantara tPSA (Total Prostate Specific

Antigen) berkisar dari 4-10 ng/dL. Pria dengan nilai PSA <4 ng/dL, %fPSA cutoff

value 27% akan mendeteksi sampai 90% of kanker dan mencegah 18% biopsi

yang tidak perlu. PV (Prostate Volume) juga menunjukkan pengaruh ke rasio serum dari free sampai total PSA (Wein et al., 2012).

Tabel 2.3. Rentang Nilai Normal PSA berdasarkan Rentang Umur Umur (tahun) Rentang Nilai Normal PSA (ng/dL)

40-59 0-2.5

50-59 0-3,5

60-69 0-4,5

70-79 0-6,5

Sumber: Tanagho dan McAninch (2008).

2.2.8.3 Transrectal Ultrasound (TRUS)

Ultrasound penting untuk memeriksa tekstur dan ukuran kelenjar prostat

(41)

2.2.8.4. Biopsi Prostat

Teknik biopsi terbagi menjadi empat, yaitu transrectal prostate biopsy,

transperineal prostate biopsy, transurethral prostate biopsy, dan fine-needle

aspiration biopsy (Wein et al., 2012). Menurut Wein et al. (2012) yang menjadi

gold standard teknik biopsi adalah jenis transrectal biopsy. Suatu abnormalitas

pada saat DRE merupakan indikasi tindakan biopsi, tanpa melihat ada tidaknya peningkatan PSA. Menggunakan baseline yang rendah (2.5–4.0 ng/dL) untuk indikasi biopsi dapat meningkatan deteksi, namun rasio antara harga atau keuntungan harus juga menjadi pertimbangan (Taneja, 2003). Di luar negeri digunakan level PSA 2,5-3 ng/dL sebagai indikasi biopsi (Wein et al., 2012).

Indikasi dilakukannya biopsi menurut Wein et al. (2012) adalah sebagai berikut:

Diagnosa dari pasien suspect kanker prostat symptomatic (contoh: metastasis tulang dan cord compression).

Screening kanker prostat pada asymptomatic patient > 50 tahun dengan >

10-year life expectancy (jika ada riwayat keluarga atau jika orang

African-American, pertimbangkan screening pada umur 45).

o Terdapat nodul pada prostat atau asimetri tanpa memandang nilai PSA.

o PSA > 4.0 ng/dL tanpa memandang umur.

o Pria < 60-65 tahun, pertimbangkan biopsi jika PSA > 2.5 ng/dL. o Jika PSA > 0.6 ng/dL pada umur 40.

o Peningkatan PSA velocity (>0.75 ng/dL/tahun).

o Free PSA dalam mempertimbangkan permulaan biopsi dengan

PSA < 10 ng/dL: >25% tidak biopsi jika >10% dan <15%, pertimbangkan biopsi, jika <10%, biopsi.

(42)

2.2.9. Penatalaksanaan 2.2.9.1. Active Surveillance

Active surveillance (AS) harus dibedakan dengan watchful waiting (WW).

WW adalah symptom tipe lambat sehingga pada penatalaksanaan diperuntukkan pada pasien yang bukan kandidat untuk terapi lokal yang bersifat agresif., sedangkan AS adalah suatu terapi yang sesuai untuk ditawarkan sebagai terapi kuratif. Pasien yang didapati kanker prostat yang beresiko rendah, awalnya tidak diobati, namun di follow-up dan diterapi dengan metode kuratif jika progresi atau ancaman progresi terjadi selama follow-up berlangsung (Heidenreich et al., 2011).

2.2.9.2. Radical Prostatectomy

Indikasi dilakukannya radical prostatectomy menurut Heidenreich et al.

(2011) adalah sebagai berikut:

− Pada pasien dengan resiko rendah atau sedang kanker prostat (cT1a-T2b, Gleason score 2-7, dan PSA ≤20) dan ekspektasi kehidupan >10 tahun.

− Pasien dengan stadium T1 dan ekspektasi kehidupan >15 tahun atau

Gleason score 7.

− Pasien yang diseleksi dengan volume yang rendah dan resiko tinggi kanker prostat (cT3a atau Gleason score 8-10 atau PSA >20).

− Pasien yang diseleksi dengan kanker prostat yang beresiko tinggi (cT3b-T4 N0 atau T apapun N1) dalam konteks dari tatalaksana multimodalitas.

Radical prostatectomy pada pria dengan kanker prostat dapat mengurangi

(43)

2.2.9.3. Definitive Radiation Therapy

Indikasi dilakukannya definitive radiation therapy menurut Heidenreich et

al. (2011) adalah sebagai berikut:

Dalam kanker prostat tipe T1c-T2c N0 M0, 3D-CRT

(three-dimensional conformal radiotherapy) dengan atau tanpa IMRT

disarankan bahkan untuk pasien muda yang menolak intervensi operasi. Ada bukti kuat bahwa pasien yang beresiko rendah, sedang, dan berat beruntung dari eskalasi dosis.

Transperineal interstitial brachytherapy dengan permananent

implants adalah pilihan untuk pasien dengan cT1-T2a, Gleason

score <7, PSA ≤10 ng/dL, volume prostat ≤50dL, tanpa

pemeriksaan TURP dan dengan sebuah IPSS yang baik.

External radiation langsung setelah operasi, setelah RP dari pasien

dengan patologis tumor stadium T3 N0 M0 meningkatkan biokimia dan klinis dari disease-free survival.

Pada kanker tumor lanjut T3-4 N0 M0 dan yang beresiko tinggi, OS (overall survival) ditingkatkan dengan kontaminan dan terapi hormon adjuvant dari total durasi 3 tahun, dengan external

iiradiation dari pasien dengan performa status oleh WHO sebesar

0-2.

Radiation therapy pada pria dengan kanker prostat dapat mengurangi

resiko dari mortalitas spesifik kanker prostat dan semua penyebab kematian dibandingkan dengan metode watchful waiting. Akan tetapi, terdapat komplikasi dari tatalaksana ini yaitu urinary incontinence jangka panjang, disfungsi ereksi,

bowel dysfunction dan komplikasi lainnya yang mempengaruhi kualitas hidup,

(44)

2.2.9.4. Transperineal Low-Dose Rate Brachytherapy

Transperineal brachytherapy merupakan teknik yang aman dan efektif

untuk kanker prostat yang beresiko rendah. Menurut Heidenreich et al. (2011) ada konsensus yang membuat kriteria sebagai berikut:

− Stadium cT1c–T2a N0, M0

− Gleason score 6 dengan jumlah biopsi acak yang cukup

− Nilai PSA awal f _10 ng/dL

50% dari biopsy cores dijumpai sel kanker

− Volume prostate <50 ml

2.2.9.5. Teknik Inovatif

Radioterapi dengan teknik inovatif dan modulasi intensitas memungkinkan para onkologis meningkatkan dosis radiasi secara homogen sampai 86 Gy diantara volume yang ditargetkan dengan tetap juga memperhatikan toleransi dosis organ yang beresiko. Sebagai contoh, terapi proton beam dan

carbon ion beam. Secara teori, terapi proton beams merupakan suatu terapi

alternatif menarik sebagai photon beam radiotherapy untuk kanker prostat karena mereka mendepositkan hampir semua dosis radiasi pada partikel akhir dari jalur suatu jaringan (the Bragg peak) kontras dengan foton yang mendepositkan radiasi sepanjang jalurnya. Secara tradisional, ada sebuah proton jatuh sangat cepat lebih dari deposisi kedalamannya, yang artinya bahwa jaringan normal melebihi kedalaman ini dapat secara efektif terpisah. Sebaliknya, photon beams berlanjut untuk mendepositkan energi sampai mereka meninggalkan tubuh, termasuk sebuah dosis untuk keluar (Heidenreich et al.,2011).

2.2.9.6. Terapi Hormon

Berikut ini adalah terapi hormon menurut Mottet et al., 2011:

Luteinising hormone-releasing hormone: analog dan antagonis

Antiandrogens

Maximum androgen blockade

(45)

Androgen deprivation therapy adalah tatalaksana primer pada pasien

dengan kanker prostat tahap lanjut. Talalaksana ini juga ada efek sampingnya yaitu peningkatan resiko disfungsi ereksi, impotensi, dan kelelahan. Selain itu juga, terapi ini dapat menyebabkan hot flushes, peningkatan berat badan, emosi dan perubahan kognitif, kehilangan massa otot dan osteoporosis (Connor, 2013).

Testosterone deprivation menyebabkan atrofi prostat dengan atrofi

dominan ditemukan di lobus daerah ventral and lateral. Lebih lanjut, testosterone

replacement ditemukan untuk mencegah atrofi pada semua lobus prostat tanpa

(46)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keganasan prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 70-80 tahun. Karena ini jarang menyerang pria sebelum berusia 45 tahun (Purnomo, 2012).

Tidak seperti kanker kulit, kanker prostat adalah kanker yang paling sering diderita oleh pria Amerika. Estimasi untuk kanker prostat di Amerika Serikat pada tahun 2014 adalah akan terdiagnosa sekitar 233.000 kasus baru dari kanker prostat dan sekitar 29.480 pria akan meninggal karena kanker prostat. Sekitar 6 dari 10 kasus didiagnosa pada pria usia 65 tahun atau lebih dan jarang terjadi pada pria sebelum umur 40 tahun. Rata-rata usia terdiagnosa kanker prostat adalah sekitar 66 tahun. Kanker prostat berada pada posisi urutan kedua penyebab kematian yang disebabkan karena kanker pada pria Amerika (American Cancer Society, 2013).

Diagnosa kanker prostat dapat dilakukan atas kecurigaan pada saat pemeriksaan colok dubur yang abnormal atau peningkatan Prostate Specific

Antigen (PSA). Kecurigaan ini kemudian dikonfirmasi dengan biopsi, dibantu

dengan Trans Rectal Ultrasound Scanning (TRUSS). Ada 50% lebih lesi yang dicurigai pada saat colok dubur terbukti sebagai kanker prostat. Nilai prediksi colok dubur untuk mendeteksi kanker prostat 21,53%, dimana besarnya tergantung pada tingkat kecurigaan pemeriksa dan populasi yang diteliti. Sensitifitas colok dubur tidak memadai untuk mendeteksi kanker prostat, tapi spesifisitasnya tinggi. Nilai sensitivitas colok dubur sebesar 66,66% sedangkan nilai spesifisitasnya sebesar 99,29%, yang artinya kanker prostat dapat disingkirkan pada 99,29% pasien pembesaran prostat yang bukan disebabkan kanker prostat (Umar dan Agoes, 2007).

Sensitivitas untuk PSA density adalah sebesar 57% dan 62% untuk age

(47)

61%. Tingkat kesalahan positif dari age adjusted PSA adalah 60% dan PSA

density 38%. Tingkat kesalahan negatif dari age adjusted PSA adalah 37% dan

PSA density 42% (Sihombing, Sugandi, dan Safriadi, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa PSA dan DRE berhubungan dengan keganasan prostat. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut:

Apakah ada hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3. Hipotesa

Ada hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

(48)

3. Menentukan nilai predictive values (PV) terdiagnosa kanker prostat berdasarkan PSA dan DRE.

4. Menentukan prevalensi terdiagnosa kanker prostat berdasarkan PSA dan DRE.

5. Menentukan likelihood ratio (LR) terdiagnosa kanker prostat berdasarkan PSA dan DRE.

1.4. Manfaat penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:

1. Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan indikasi suatu biopsi.

(49)

ABSTRAK

Keganasan prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 70-80 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan

cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu mengambil seluruh rekam medik pasien yang melakukan transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik

Medan yaitu ada sebanyak 82 sampel. Data kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS dan program cat maker.

Tidak ada hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat. Sensitivitas PSA adalah sebesar 95%, sedangkan DRE yaitu sebesar 31%. Spesifisitas DRE adalah sebesar 83%, sedangkan PSA yaitu sebesar 2%. Positive Predictive Value (+PV) dari PSA adalah sebesar 47%, sedangkan DRE adalah sebesar 57%.

Negative Predictive Value (-PV) dari DRE adalah 61%, sedangkan PSA adalah

sebesar 33%. Prevalensi terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA adalah sebesar 48%, sedangkan berdasarkan DRE adalah sebesar 43%. Likelihood ratio (LR) + terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA adalah sebesar 0,97, sedangkan berdasarkan DRE adalah sebesar 1,78. Likelihood ratio (LR) - terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA yaitu sebesar 2,21, sedangkan berdasarkan DRE yaitu sebesar 0,84.

(50)

ABSTRACT

Malignant prostate is the most malignant among malignancy of the urogenital system of men. The tumor attacks those who are 70-80 years old and 75% of them are more than 80 years old. The purpose of this research is to know the relation of PSA and DRE with malignant prostate that is done by transrectal biopsy in the Urology Polyclinic of RSUP H. Adam Malik Medan.

This research is an analytic study with cross sectional design. The sample of the research is by total sampling which is taking all medical records that the patients were doing transrectal biopsy during the year of 2011-2013 in the Urology Polyclinic of RSUP H. Adam Malik Medan as many as 82 samples. Then, the data were analyzed by the SPSS and cat maker programmes.

There is no relation of PSA and DRE with malignant prostate. The sensitivity of PSA is 95% while DRE is 31%. The specificity of DRE is 83% while PSA is 2%. The Positive Predictive Value (+PV) of PSA is 47% while DRE is 57%. The Negative Predictive Value (-PV) of DRE is 61% while PSA is 33%. The prevalence in diagnosing malignant prostate with PSA is 48% while DRE is 43%. The Likelihood ratio (LR) + with PSA is 0,97 while DRE is 1,78. Likelihood ratio (LR) - with PSA is 2,21 while DRE is 0,84.

(51)

Malik Medan

Oleh :

JULIANA SANJAYA 110100201

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

Malik Medan

KARYA TULIS ILMIAH

“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”

Oleh :

JULIANA SANJAYA 110100201

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Prostate Specific Antigen dan Digital Rectal Examination dengan Keganasan Prostat yang dilakukan dengan cara Transrectal Biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H.Adam Malik Medan

Nama : Juliana Sanjaya NIM : 110100201

Pembimbing Penguji I

dr. Ramlan Nasution, Sp.U

dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H, M.Sc, Sp.MK

Penguji II

dr.Juliandi Harahap, M.A

Medan, 19 Desember 2014 Dekan

(54)

ABSTRAK

Keganasan prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara keganasan sistem urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang berusia 70-80 tahun dan 75% pada usia lebih dari 70-80 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat yang dilakukan dengan cara transrectal biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan pendekatan

cross sectional. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu mengambil seluruh rekam medik pasien yang melakukan transrectal biopsy tahun 2011-2013 di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik

Medan yaitu ada sebanyak 82 sampel. Data kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS dan program cat maker.

Tidak ada hubungan PSA dan DRE dengan keganasan prostat. Sensitivitas PSA adalah sebesar 95%, sedangkan DRE yaitu sebesar 31%. Spesifisitas DRE adalah sebesar 83%, sedangkan PSA yaitu sebesar 2%. Positive Predictive Value (+PV) dari PSA adalah sebesar 47%, sedangkan DRE adalah sebesar 57%.

Negative Predictive Value (-PV) dari DRE adalah 61%, sedangkan PSA adalah

sebesar 33%. Prevalensi terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA adalah sebesar 48%, sedangkan berdasarkan DRE adalah sebesar 43%. Likelihood ratio (LR) + terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA adalah sebesar 0,97, sedangkan berdasarkan DRE adalah sebesar 1,78. Likelihood ratio (LR) - terdiagnosa keganasan prostat berdasarkan PSA yaitu sebesar 2,21, sedangkan berdasarkan DRE yaitu sebesar 0,84.

(55)

ABSTRACT

Malignant prostate is the most malignant among malignancy of the urogenital system of men. The tumor attacks those who are 70-80 years old and 75% of them are more than 80 years old. The purpose of this research is to know the relation of PSA and DRE with malignant prostate that is done by transrectal biopsy in the Urology Polyclinic of RSUP H. Adam Malik Medan.

This research is an analytic study with cross sectional design. The sample of the research is by total sampling which is taking all medical records that the patients were doing transrectal biopsy during the year of 2011-2013 in the Urology Polyclinic of RSUP H. Adam Malik Medan as many as 82 samples. Then, the data were analyzed by the SPSS and cat maker programmes.

There is no relation of PSA and DRE with malignant prostate. The sensitivity of PSA is 95% while DRE is 31%. The specificity of DRE is 83% while PSA is 2%. The Positive Predictive Value (+PV) of PSA is 47% while DRE is 57%. The Negative Predictive Value (-PV) of DRE is 61% while PSA is 33%. The prevalence in diagnosing malignant prostate with PSA is 48% while DRE is 43%. The Likelihood ratio (LR) + with PSA is 0,97 while DRE is 1,78. Likelihood ratio (LR) - with PSA is 2,21 while DRE is 0,84.

(56)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ”Hubungan Prostate

Specific Antigen dan Digital Rectal Examination dengan Keganasan Prostat yang

dilakukan dengan cara Transrectal Biopsy di Poliklinik Urologi RSUP H. Adam Malik Medan”.

Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Ramlan Nasution, Sp.U, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak dr. Gerben F. Hutabarat, DTM&H, M.Sc, Sp.MK, selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

5. Bapak dr. Juliandi Harahap, M.A, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.

(57)

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.

8. Semua pihak RSUP H. Adam Malik Medan yang telah membantu kelancaran dan terlaksananya penelitian ini.

9. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

10. Rekan satu tim bimbingan penelitian Andry Lukandy dan Yehezkiel B. Ginting yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, saran, kritik, dukungan materi dan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. 11. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2011 yang telah memberi

saran, kritik, dukungan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis hasil penelitian ini.

Medan, 8 Desember 2014

(58)

DAFTAR ISI

2.2.3. Genetik Molekular dan Patobiologi ... 7

(59)

2.2.4.1. Usia ... 8

2.2.4.7. Faktor-Faktor Lainnya ... 10

2.2.5. Patogenesis ... 10

2.2.6. Manifestasi Klinis ... 11

2.2.7. Derajat ... 11

2.2.8. Diagnosis ... 13

2.2.8.1. DRE (Digital Rectal Examination) ... 13

2.2.8.2. PSA (Prostate Specific Antigen) ... 14

2.2.8.3. TRUS (Transrectal Ultrasound) ... 16

2.2.8.4. Biopsi Prostat ... 16

2.2.9. Penatalaksanaan ... 17

2.2.9.1. Active Surveillance ... 17

2.2.9.2. Radical Prostatectomy ... 18

2.2.9.3. Definitive Radiation Therapy ... 18

2.2.9.4. Transperineal Low-Dose Rate Brachytherapy .. 19

2.2.9.5. Teknik Inovatif ... 20

2.2.9.6. Terapi Hormon ... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

3.2.1. Definisi ... 21

3.2.2. Cara Ukur ... 21

(60)

3.2.5. Skala Pengukuran ... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Jenis Penelitian ... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.3.1. Populasi ... 23

4.3.2. Sampel ... 23

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 24

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

5.1.2. Hasil Analisa Deskriptif ... 26

5.1.3. Hasil Analisa Analitik ... 27

5.1.4. Hasil Nilai Diagnostik ... 28

5.2. Pembahasan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1. Kesimpulan ... 31

6.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(61)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Insidensi dan Kematian karena Kanker Prostat

(62)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Organ Reproduksi dan Aksesori pada Pria 5 Gambar 2.2. Kelenjar Prostat Jinak dengan Sel Basalis dan

Sel Sekretorius 5

(63)

DAFTAR SINGKATAN

PSA Prostate Specific Antigen

TRUSS Trans Rectal Ultrasound Scanning

DRE Digital Rectal Examination

ATP Adenosine Triphosphate

CZ Central Zone

PZ Peripheral Zone

TZ Transitional Zone

BPH Benign Prostatic Hyperplasia

TNM Tumor Nodes Metastasis

AJCC American Joint Committee on Cancer

T Tumor Primer

N Regional Lymph Node

M Distant Metastasis

PV Prostate Volume

NPH Nodular Prostatic Hyperplasia

AS Active surveillance

SPSS Statistical Product and Service Solutions

PA Patologi Anatomi

PV Predictive Values

LR Likelihood Ratio

(64)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Surat Izin Survei Awal Penelitian LAMPIRAN 3 Surat Izin Studi Pendahuluan

LAMPIRAN 4 Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 5 Surat Izin Penelitian dari Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan

LAMPIRAN 6 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Hasil Patologi Anatomi Prostat  Hasil Patologi Anatomi Frekuensi (n) Persentase (%)
Tabel 5.2. Analisa Kelompok PSA dengan Hasil Patologi Anatomi Hasil Patologi Anatomi
Tabel 5.4. Hasil Nilai Diagnostik Menggunakan Aplikasi Catmaker
+4

Referensi

Dokumen terkait

Apabila Universitas Jenderal Soedirman dalam memberikan pelayanan di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat tidak sesuai dengan Standar

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati Bantul tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Bupati Bantul

(1) Guru yang bertugas pada satuan pendidikan layanan khusus, berkeahlian khusus, atau dibutuhkan atas dasar pertimbangan kepentingan nasional yang tidak dapat memenuhi

UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN KLATEN POKJA PENGADAAN JASA KONSULTANSI DAN JASA LAINNYA.. Klaten, 18 Juli 2011 Nomor : 027/06.J.ULP/083

Dengan keterampilan yang telah dilatih secara khusus, seorang Hypnotist dapat membuat filter orang lain terbuka, sehingga selanjutnya ia dapat memasukkan berbagai saran, mulai

Wonosari 95,200,000 Dispertan PEMENANG Nama Penyedia

I. Pengetahuan Umum Mayoritas agama Indonesia adalah agama ...Rukun Islam yang ke dua adalah ...Rukun iman ada ...Rukun iman yang pertama adalah

Sekretariat : Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klaten Jalan Sulawesi No .26 Klaten, Telpon