• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Perusahaan

2.3.1 Struktur Modal

Price to book value (PBV) menunjukkan seberapa jauh suatu perusahaan

mampu menciptakan nilai perusahaan yang relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan. Rasio ini juga mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Semakin tinggi rasio PBV dapat diartikan semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengar uhi Nilai Per usahaan

2.3.1 Struktur Modal

Menurut Riyanto (2010:282) struktur modal adalah pertimbangan

antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri.

Menurut Noor (2009:134) struktur modal adalah kombinasi dari

berbagai sumber dana jangka panjang yang digunakan perusahaan, dan menggambarkan modal (cost of capital) yang menjadi beban perusahaan tersebut. Sruktur modal sangat berpengaruh dalam pencapaian tujuan

perusahaan untuk memaksimumkan balas jasa investasi (return), sekaligus meminimumkan resikonya.

Menurut (Saidi, 2004 dalam Utami, 2009 ) struktur modal merupakan perbandingan antara hutang jangka panjang perusahaan (long term debt) dengan total aktiva (total asset). Struktur modal berkaitan dengan pengambilan keputusan mengenai pembelanjaan perusahaan. Struktur modal tercermin pada hutang jangka panjang dan unsur-unsur modal sendiri. Kebijakan strktur modal melibatkan (trade off) antara resiko dan tingkat pengembalian (Brigham dan Weston, 2006:150).

Dalam menjalankan kegiatannya perusahaan membutuhkan dana yang disebut dengan modal. Schwiedland (dalam Riyanto, 2010:18) memberikan pengertian modal dalam artian yang luas, dimana modal itu meliputi baik modal dalam bentuk uang mauapun dalam bentuk barang. Pada dasarnya modal yang dimiliki perusahaan seperti yang terlihat di sisi pasiva neraca perusahaan yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang

sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan, dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan “utang”, yang saatnya harus dibayar kembali.

2. Modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik

perusahaan dan yang tertanam didalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya .

Menurut Riyanto (2010:297) faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal antara lain:

1. Tingkat Bunga

Tingkat bunga yang berlaku saat perencanaan penentuan kebutuhan modal akan mempengaruhi pemilihan jenis modal apa yang ditarik, apakah perusahaan akan mengeluarkan saham atau obligasi

2. Stabilitas dari Earning

Stabilitas dan besarnya earning yang diperoleh suatu perusahaan akan menentukan apakah perusahaan dibenarkan untuk menaeik modal dengan beban tetap atau tidak.

3. Susunan dari Aktiva

Perusahaan industri yang sebagian besar modaknya tertanam dalam aktiva tetap (fixed asset) akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan modalnya dari modal sendiri, sedangkan modal dari hutang jangka panjang hanya sebagai pelengkap.

4. Kadar Risiko dari Aktiva

Tingkat risiko dari setiap aktiva perusahaan tidak sama, semakin panjang penggunaan suatu aktiva pada perusahaan maka semakin besar tingkat risikonya. Prinsip aspek risiko dalam pembelanjaan perusahaan menyatakan bahwa apabila ada aktiva yang peka risiko, maka perusahaan harus lebih banyak melakukan pembelanjaan dengan modal sendiri (modal yang tahan risiko), dan mengurangi

pembelanjaan dengan modal dari hutang jangka panjang (modal yang takut risiko).

5. Besarnya Jumlah Modal yang Dibutuhkan

Besarnya jumlah modal yang dibutuhkan mempunyai pengaruh terhadap jenis modal yang ditarik. Apabila jumlah modal yang dibutuhkan dapat dipenuhi dari satu sumber saja, maka tidak perlu mencari sumber lain.

Berikut ini adalah beberapa teori mengenai struktur modal, antara lain :

a. Pecking Order Theory

Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961 dalam Husnan (2000), pengamatanya terhadap perilaku struktur modal di Amerika Serikat menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan tinggi adalah perusahaan yang

cenderung menggunakan hutang lebih renda. Sedangkan

penanaman pecking order theory dilakukan oleh Myers (1984) dalam Husnan (2000). Teori ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hieraki sumber dana yang paling disukai, berdasarkan asumsi tentang perilaku keuangan perusahaan secara singkat teori ini menyatakan bahwa (Brealey and Myers, 1991 dalam Husnan, 2000)

a) Perusahaan menyukai internal financing ( pendanaan dari hasil

b) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran deviden secara drastis.

c) Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai

dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dana untuk investasi, meskipunpada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apabila dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi, maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.

d) Apabila pendanaan dari luar (external financing) diperlukan,

maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih dahulu yaitu dimulai dengan penerbitkan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi saham baru diterbitkan.

Implikasi pecking order theory adalah perusahaan tidak

menetapkan struktur modal optimal tertentu, tetapi perusahaan menetapkan kebijakan prioritas sumber dana. Pecking order theory

menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable

(menguntungkan) umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan karena perudahaan mempunyai target debt ratio

yang rendah, tetapi karena memerlukan external financing yang sedikit.

Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang lebih disukai dari pada modal sendiri karena dua alasan; pertama, pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah dari pada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbit saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pemodal, dan membuat harga saham akan turun, hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal ( Husnan, 2000).

b. Agency Theory

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976 (dalam Kodrat, 2009:13). Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan (Kodrat, 2009). Manajemen merupakan agen dari pemegang saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk

dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil.

Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Dengan kata lain, manajer sebagai manusia rasional dalm pengambilan keputusan perusahaan akan memaksimalkan kepuasan dirinya sendiri.

c. Signaling Theory

Isyarat atau signal adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntukan akan

cenderung untuk menjual sahamnya, yang berarti mencari investor baru untuk berbagi kegiatan.

Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru, lebih dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perusahaan cerah.

Dokumen terkait