• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH LITERATUR

2.1 Struktur Modal

Menurut Primantara & Dewi (2016), struktur modal mengindikasikan bagaimana perusahaan membiayai kegiatan operasionalnya atau bagaimana perusahaan membiayai asetnya. Menurut Widianti & Andayani (2015), struktur modal adalah masalah yang sangat penting karena baik buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap kondisi keuangan perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. Sedangkan menurut Ross et al. (2016), struktur modal adalah kombinasi pendanaan antara utang (debt) dan ekuitas (equity) yang digunakan perusahaan. Menurut Tansyawati dan Asyik (2015), equity (ekuitas) berasal dari saham, modal disetor, retained earning, dan dikurangi treasury stock. Sedangkan, debt berasal dari utang kepada kreditur maupun penerbitan obligasi perusahaan. Adanya beberapa alternatif sumber pendanaan perusahaan, menuntut manajer keuangan agar dapat memenuhi komposisi sumber pendanaan yang tepat bagi perusahaan. Menurut Ambarsari & Hermanto (2017), pemenuhan akan kebutuhan dana dapat diperoleh dengan baik secara internal perusahaan maupun secara eksternal. Bentuk pendanaan secara internal (internal financing) adalah laba ditahan. Pemenuhan kebutuhan yang dilakukan secara eksternal dapat dibedakan menjadi pembiayaan utang (debt

financing) dan pendanaan modal sendiri (equity financing). Pembiayaan utang

dapat diperoleh dengan melalui pinjaman, sedangkan pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dari sumber modal sendiri berasal dari modal saham. Jika dalam pendanaan perusahaan yang berasal dari modal sendiri masih mengalami kekurangan (defisit) maka perlu dipertimbangkan pendanaan perusahaan yang berasal dari luar, yaitu dari utang (debt financing). Namun dalam pemenuhan kebutuhan dana, perusahaan harus mencari allternatif-alternatif pendanaan yang efisien (Martono dan Harjito (2005) dalam Widianti & Andayani (2015)). Menurut Bhawa dan Dewi (2015), kekurangan pendanaan akan berakibat terhadap laju perusahaan, sehingga perusahaan perlu memperhatikan masalah struktur modal perusahaan.

Menurut Suci & Rachmawati (2016), dalam menetapkan sumber dana manakah yang akan dipilih oleh perusahaan, perusahaan harus menghitungkan dengan cermat agar dapat diperoleh kombinasi struktur modal yang optimal agar perusahaan dapat meminimalisir besaran risiko yang berasal dari utang yaitu dengan mengoptimalkan modal dari luar (utang) untuk digunakan untuk meningkatkan keuntungan perusahaan itu sendiri. Sedangkan, menurut Agustini & Budiyanto (2015), struktur modal yang optimal adalah struktur modal perusahaan yang akan memaksimalkan harga sahamnya. Terlalu banyak utang akan dapat menghambat perkembangan perusahaan yang juga akan membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk tetap menanamkan modalnya. Jadi perusahaan harus pandai menentukan keputusan dalam mengambil seberapa besar dana dari luar yang dibutuhkan agar tidak menghambat perkembangan perusahaan.

Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan struktur modal. Teori tentang struktur modal bertujuan memberikan landasan berpikir untuk dapat membantu perusahaan dalam menemukan kombinasi struktur modal yang tepat. Berikut ini adalah beberapa teori mengenai struktur modal:

1. The Modigliani-Miller Theory

Menurut Ross et al. (2016), Modigliani-Miller (MM) mengemukakan 2 preposisi dalam teorinya. Preposisi yang pertama menyatakan bahwa kebijakan struktur modal yang dipilih perusahaan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Preposisi yang kedua menyatakan bahwa biaya ekuitas perusahaan merupakan linier positif dari struktur modal perusahaan. Biaya utang yang cenderung lebih rendah daripada biaya ekuitas terimbangi oleh kenaikan biaya modal dari utang. Dengan kata lain, tidak ada pengaruh yang ditimbulkan dari perubahan struktur modal perusahaan.

Selanjutnya MM memasukkan unsur pajak ke dalam teorinya. Biaya bunga yang dibayarkan perusahaan dengan menggunakan sumber dana dari utang bisa menjadi tax shield (penghematan pajak) bagi perusahaan. Dengan adanya pajak, nilai perusahaan yang menggunakan utang dalam pendanaannya menjadi lebih tinggi, sehingga kebijakan struktur modal menjadi berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sehingga berdasarkan teori ini dapat disimpulkan bahwa struktur modal yang optimal bagi perusahaan adalah menggunakan 100% utang dalam struktur modalnya.

2. Pecking Order Theory

Menurut Ross et al. (2016), teori pecking order adalah suatu hirarki pendanaaan perusahaan dimana perusahaan akan terlebih dahulu menggunakan laba ditahan, dilanjutkan dengan utang, dan selanjutnya ekuitas dari eksternal perusahaan.

Menurut Husnan (1996) dalam Juliantika & Dewi (2016), pecking order

theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya

meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai utang yang lebih besar karena dua alasan, yaitu :

a. dana internal tidak cukup, dan

b. utang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai

Menurut Agustini & Budiyanto (2015), pecking order theory dan kajian empiris dapat diidentifikasi faktor-faktor utama yang mempengaruhi struktur modal perusahaan yaitu firm size, tangible asset, profitability. Struktur modal yang dimiliki perusahaan itu baik maka akan berpengaruh baik pula pada keuangan perusahaan. Teori Pecking Order ini bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil. Menurut Ross et al. (2016), pecking

a. Tidak ada target struktur modal

Dalam pecking order theory, tidak ada target untuk DER yang optimal. Sebaliknya, struktur modal perusahaan ditentukan berdasarkan kebutuhan perusahaan akan pendanaan eksternal, yang menentukan jumlah utang yang akan dimiliki perusahaan.

b. Perusahaan yang menguntungkan menggunakan utang yang lebih sedikit. Karena perusahaan yang menguntungkan memiliki arus kas internal yang lebih baik, maka akan memerlukan pendanaan eksternal yang lebih sedikit dan akan memiliki utang yang lebih sedikit.

c. Perusahaan menginginkan financial slack

Untuk menghindari menjual ekuitas baru, perusahaan akan mencadangkan kas yang dihasilkan secara internal. Pencadangan kas seperti ini dikenal dengan financial slack. Financial slack memberikan kemampuan kepada menajemen untuk membiayai proyek dan bergerak dengan cepat apabila dibutuhkan.

3. Trade Off Theory

Menurut Wati & Budiyanto (2015), trade off theory merupakan teori yang menjelaskan tentang adanya pertukaran antara laba atau keuntungan yang didapatkan dengan risiko yang akan ditanggung.

Teori ini menyatakan bahwa rasio utang yang optimal ditentukan berdasarkan pada perimbangan antara manfaat dan biaya yang timbul akibat penggunaan utang. Tambahan utang masih dapat dilakukan perusahaan selama manfaat yang diberikan masih jauh lebih besar dan adanya aset tetap

sebagai jaminan, tetapi jika biaya utang sudah terlalu tinggi, perusahaan seharusnya tidak menambah utang lagi untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Di sisi lain, menurut teori ini perusahaan tidak akan mencapai nilai optimal jika semua pendanaan dibiayai oleh utang atau tidak menggunakan utang sama sekali didalam membiayai kegiatan perusahaan sehingga untuk itu manajer perusahaan harus secara cermat dan tepat dalam mengelola komposisi modal perusahaan. Selain itu, teori ini juga menyatakan terdapat hubungan antara penggunaan utang, pajak, dan biaya kebangkrutan dikarenakan dari keputusan struktur modal yang ditetapkan perusahaan (Astini, 2015).

Struktur modal dalam penelitian ini diproksikan dengan Debt to Equity

Ratio (DER) menunjukkan perbandingan antara pembiayaan dan pendanaan

melalui utang (liabilites) dengan pembiayaan atau pendanaan melalui ekuitas (equity) (Nisa, 2017). Menurut Keiso et al. (2014), struktur modal diukur dengan membandingkan total utang (liabilities) perusahaan dengan total ekuitas (equity) perusahaan. Menurut Subramanyam (2014), skala pengukuran pada penelitian ini dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

Keterangan:

Total liabilities = Utang jangka pendek + utang jangka panjang Total Shareholder’s equity = Modal pemegang saham

Debt to Equity Ratio

Menurut Weygandt (2015), liability adalah kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomik.

Liabilities dibagi 2 yaitu current liabilities dan non-current liabilities. Current liabilities adalah kewajiban yang diharapkan perusahaan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun atau siklus operasi normal. Contoh current liabilities, yaitu:

accounts payable, wages payable, bank loans payable dan interest payable. Non-current liabilities adalah kewajiban yang diharapkan perusahaan akan diselesaikan lebih dari satu tahun. Contoh non-current liabilities, yaitu: bond

payable, mortgages payable, long-term notes payable, dan lease liabilities.

Menurut Weygandt (2015), ekuitas merupakan residual atas aset entitas setelah dikurangi dengan semua kewajiban entitas. Equity pada umumnya terdiri dari share capital-ordinary dan retained earnings. Share capital-ordinary merupakan jumlah yang dibayarkan pemegang saham atas saham biasa yang mereka beli. Retained earnings dihitung dengan cara retained earnings pada periode sebelumnya (beginning retained earnings) ditambah/dikurangi dengan net

income dan dikurangi dengan dividends. Retained earnings merupakan

kumpulan/akumulasi laba perusahaan yang tidak dibagikan dan dipertahankan didalam bisnis.

Debt to Equity Ratio membandingkan antara total utang dengan modal

sendiri perusahaan. Menurut Houston (2001) dalam Kartika (2016), DER dapat menunjukkan tingkat risiko suatu perusahaan. Semakin rendah rasio DER perusahaan menggambarkan risiko perusahaan yang rendah karena semakin

rendah penggunaan utang daripada modal sendiri perusahaan. Jika semakin tinggi rasio DER, akan semakin tinggi pula risiko yang akan terjadi dalam perusahaan karena pendanaan perusahaan dari unsur utang lebih besar daripada modal sendirinya. Mengingat DER dalam perhitungannya adalah utang dibagi dengan modal sendiri, artinya jika utang perusahaan lebih tinggi dari modal sendirinya berarti rasio DER lebih dari satu atau penggunaan utang lebih besar dalam mendanai aktivitas perusahaan.

Keputusan dalam penentuan struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh terhadap struktur modal antara lain profitabilitas, struktur aset, risiko bisnis dan penghematan pajak yang dijelaskan sebagai berikut.

Dokumen terkait