• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menjelaskan mengenai struktur nafkah rumahtangga petani di wilayah banjir dan wilayah tidak banjir. Struktur nafkah on farm, off farm, dan non farm digambarkan dalam bentuk grafik yang dibagi ke dalam tiga lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Selain itu, dijelaskan pula struktur pengeluaran dan struktur pendapatan sehingga mengambarkan saving capacity rumahtangga petani di wilayah banjir dan wilayah tidak banjir.

Pendahuluan

Menurut Ellis (2000), terdapat tiga aspek pembentuk strategi nafkah, yakni dari on-farm, off-farm, dan non-farm. On-farm merupakan sumber nafkah yang diperoleh dari hasil pertanian dalam arti luas, mencakup pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dan sebagainya. Off-farm merupakan aktifitas nafkah yang diperoleh dalam bentuk upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), dan lain-lain. Non-farm adalah sumber pendapatan yang diperoleh dari luar kegiatan pertanian. Berbagai bentuk struktur nafkah tersebut diterapkan oleh rumahtangga petani di wilayah banjir dan wilayah tidak banjir.

Bentuk strukrtur nafkah yang dijalankan oleh rumahtangga petani dipengaruhi oleh pola penguasaan lahan pertanian. Petani yang memiliki lahan pertanian menjalankan struktur nafkah on farm, petani yang hanya sebagai buruh tani atau menjalankan sistem maro menjalankan struktur nafkah off farm, sedangkan petani yang bekerja diluar sektor pertanian menjalankan struktur nafkah pertanian non farm. Masing-masing struktur nafkah memberikan kontribusi pendapatan yang berbeda pada masing-masing rumahtangga petani. Penelitian ini juga melihat bagaimana pola kontribusi dari masing-masing struktur nafkah terhadap masing-masing lapisan rumahtangga petani yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Berikut pemaparan struktur nafkah rumahtangga petani pada masing-masing lapisan di dua komunitas.

Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Di Wilayah Banjir

Rumahtangga petani di wilayah banjir memiliki struktur nafkah yang berbeda dengan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir. Bencana banjir yang terjadi setiap musim hujan membuat rumahtangga petani tidak dapat mengandalkan sektor pertanian sebagai tumpuan hidup mereka. Rumahtangga petani di wilayah banjir harus berusaha mencari sumber pendapatan lain khususnya pada sektor non farm untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Masing-masing lapisan pada rumahtangga petani di wilayah banjir memiliki sebaran struktur nafkah yang berbeda. Berikut pemaparan struktur nafkah rumahtangga petani di wilayah banjir berdasarkan lapisan.

Gambar 7 Struktur nafkah rumahtangga petani rata-rata per tahun menurut lapisan di wilayah banjir, di Desa Sukabakti tahun 2013 - 2014

Berdasarkan Gambar 7, diketahui besarnya pendapatan dari struktur nafkah yang dibangun oleh rumahtangga petani di wilayah banjir. Terlihat bahwa di masing-masing lapisan sektor non farm mendominasi sebagai sumber pendapatan rumahtangga petani di wilayah banjir. Aktivitas non farm yang biasa dilakukan oleh rumahtangga petani di wilayah banjir diantaranya berdagang, menjadi buruh panggul, buruh bangunan, dan buruh pabrik.

Gambar 8 Komposisi pendapatan rata-rata rumahtangga petani menurut lapisan di wilayah banjir, Desa Sukabakti tahun 2013 - 2014

41

Berdasarkan Gambar 8, diketahui bahwa kontribusi struktur nafkah pada tingkatan pendapatan rumahtangga berbeda. Selain itu, masing-masing lapisan rumahtangga petani memiliki ciri yang berbeda antar lapisan. Berikut penjelasan struktur nafkah dari masing-masing lapisan.

Lapisan Bawah

Rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah banjir memiliki pendapatan kurang dari Rp 28 juta setiap tahunnya. Rumahtangga petani lapisan bawah memiliki struktur nafkah yang didominasi oleh kegiatan on farm dan off farm. Pendapatan Rumahtangga petani lapisan bawah sebanyak 21 persen bergantung pada sektor on farm. Pendapatan pada sektor on farm pada rumahtangga petani lapisan bawah rata-rata yaitu Rp 7,4 juta setiap tahun. Jumlah ini tentu saja sangat kecil dan sangat kurang untuk pendapatan rumahtangga selama satu tahun. Petani yang berada pada struktur nafkah on farm merupakan petani dengan lahan sempit yaitu kurang dari 0,25 hektar. Uang hasil panen hanya cukup untuk modal bersawah kembali. Keuntungan yang sedikit biasanya digunakan untuk menghadiri acara-acara hajatan tetangga atau kerabat yang biasa ramai pada saat musim panen tiba. Namun, setelah produktivitas pertanian semakin menurun karena banjir dan hama, petani dengan lahan sempit semakin kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Rumahtangga petani lapisan bawah pada sektor off farm hanya sebagai buruh tani atau kuli. Sektor off farm menyumbang pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan bawah sebesar Rp 8,6 juta setiap tahun. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh masyarakat Desa Sukabakti disebut dengan sistem maro. Sebanyak 28 persen pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah bergantung pada sektor off farm. Pembagian hasil panen dari sistem maro yang didapatkan oleh buruh tani dapat berupa uang atau padi. Kesepakatan pembagian dalam sistem maro yaitu hasil panen dikurangi modal kemudian dibagi dua antara majikan dan buruh tani.

Rumahtangga petani yang melakukan struktur nafkah non farm melakukan aktivitas nafkah seperti menjadi kuli panggul di pasar. Kuli panggul tersebut bekerja setiap tiga hari sekali dan dibayar sebesar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per tiga hari. Berdasarkan hasil penelitian di lapang, jumlah pendapatan dari sektor non farm paling besar menyumbang pada pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah yaitu sebesar Rp 16,8 juta setiap tahunnya. Pendapatan pada sektor non farm rata-rata menyumbang sebesar 51 persen dari total pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi paling besar pada pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah banjir adalah sektor non farm. Hal tersebut dilakukan karena sektor on farm dan off farm sudah tidak dapat memberikan penghasilan yang mencukupi kebutuhan rumahtangga.

Lapisan Menengah

Rumahtangga petani lapisan menengah memiliki pendapatan rata-rata sebesar Rp 28 juta hingga Rp 52,4 juta setiap tahun. Rumahtangga petani lapisan menengah sudah mulai didominasi oleh sektor non farm, hanya sedikit rumahtangga

yang masih bergantung pada sektor on farm dan off farm. Berdasarkan data di lapang, pendapatan dari sektor non farm lebih tinggi daripada sektor on farm dan off farm. Hal ini disebabkan sektor pertanian hanya menghasilkan pada saat panen saja.

Pendapatan pada sektor on farm menyumbang hanya sebesar 15 persen dari total pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Gagal panen akibat bencana banjir dan serangan hama membuat banyak petani yang menjual sawahnya. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan memengah dari sektor on farm sebesar Rp 6,9 juta per tahun. Jumlah tersebut tentu saja sangat sedikit untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga selama satu tahun. Biasanya penghasilan dari sektor on farm pada saat panen hanya mencukupi untuk modal bersawah berikutnya. Bencana banjir dan serangan hama membuat semakin menurunnya produktivitas pertanian padi sawah di wilayah banjir.

Rumahtangga petani lapisan menengah pada sektor off farm hanya sebagai buruh tani atau kuli. Sektor off farm menyumbang pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan menengah sebesar Rp 12 juta setiap tahun. Sistem bagi hasil yang diterapkan oleh masyarakat Desa Sukabakti disebut dengan sistem maro. Sebanyak 25 persen pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah bergantung pada sektor off farm. Pembagian hasil panen dari sistem maro yang didapatkan oleh buruh tani dapat berupa uang atau padi. Kesepakatan pembagian dalam sistem maro yaitu hasil panen dikurangi modal kemudian dibagi dua antara majikan dan buruh tani.

Rumahtangga petani lapisan menengah paling banyak bergantung pada sektor non farm. Berdasarkan data di lapang, pendapatan dari sektor non farm menyumbang sebesar Rp 27 juta per tahun. Jumlah ini tentu saja sangat besar dibandingkan sektor on farm dan off farm. Sebanyak 59 persen pendapatan rumahtangga berasal dari sektor non farm. Aktivitas sektor non farm rumahtangga petani lapisan menengah biasanya adalah berdagang skala menengah. Rumahtangga petani lapisan menengah melakukan aktivitas dari sektor non farm seperti berdagang bubur keliling. Penghasilan harian dari berdagang bubur lebih menguntungkan daripada hasil panen yang didapatkan setiap empat bulan sekali. Selain itu, permasalahan pertanian seperti gagal panen yang disebabkan oleh banjir dan serangan hama membuat sektor non farm lebih diminati dan ditekuni oleh rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah banjir.

Lapisan Atas

Rumahtangga petani lapisan atas memiliki pendapatan paling besar yaitu lebih dari Rp 52,4 juta per tahun. Rumahtangga petani lapisan atas didominasi oleh struktur nafkah on farm dan non farm. Lahan yang dimiliki oleh rumahtangga petani lapisan atas cukup luas sehingga ketika tanaman padi tidak menghasilkan karena serangan hama, petani lapisan atas dapat mengubah sawah mereka menjadi kebun sayuran seperti terong dan timun. Akses yang besar terhadap lahan yang luas membuat rumahtangga petani lapisan atas masih mempertahankan sawah-sawah mereka walaupun banjir selalu terjadi setiap musim hujan.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor on farm sebesar Rp 24,6 juta per tahun. Sebanyak 25 persen pendapatan rata-rata rumahtangga petani

43

lapisan atas berasal dari sektor on farm. Hal tersebut menunjukkan akses rumahtangga petani lapisan atas di wilayah banjir terhadap modal alam masih cukup tinggi. Petani lapisan atas yang masih memiliki lahan pertanian yang luas biasanya menjadi majikan dan memperkerjakan beberapa bujang sawah atau buruh tani di sawah mereka. Sistem yang digunakan adalah sistem maro atau bagi hasil. Lahan yang luas membuat keuntungan yang didapatkan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor on farm masih cukup tinggi. Selain itu, pengebunan yang dilakukan untuk mengantisipasi serangan hama juga menghasilkan keuntungan lebih bagi rumahtangga petani lapisan atas.

Rumahtangga petani lapisan atas masih memanfaatkan sektor off farm sebagai sumber pendapatan mereka. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas dari sektor off farm sebesar Rp 19,2 juta per tahun. Biasanya aktivitas nafkah off farm yang dilakukan petani lapisan atas hanya sebagai sambilan di luar aktivitas non farm mereka. Berikut penuturan dari Bapak As (41):

“Saya sehari-hari dagang bubur. Biasanya sehari untungnya bisa dapat 100 ribu sampai 150 ribu. Dagangnya setiap hari, kecuali senin saya libur. Kalau libur biasanya baru ke sawah, mengurusi sawah majikan juga 2 hektar”

Berdasarkan penuturan Bapak As (41) tersebut, sektor off farm yang dijalankan oleh petani lapisan atas hanya sebagai sambilan dan bukan merupakan sumber pendapatan pokok rumahtangga petan lapisan atas. Oleh karena itu, sektor off farm menyumbang paling sedikit dari total pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas di wilayah banjir.

Pendapatan dari sektor non farm menyumbang paling tinggi dari pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas. Pendapatan dari sektor non farm menyumbang Rp 47,5 juta pertahun. Kontribusi sektor non farm pada total pendapatan rata-rata rumahtangga petani lapisan atas yaitu sebesar 51 persen dari seluruh pendapatan rumahtangga petani lapisan atas. Aktivitas nafkah rumahtangga petani lapisan atas dari sektor non farm kebanyakan adalah berdagang skala menengah hingga besar. Selain itu, beberapa petani lapisan atas juga bekerja sebagai karyawan pabrik di Kabupaten Bekasi sehingga penghasilan perbulan cukup besar.

Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Di Wilayah Tidak Banjir

Rumahtangga petani di wilayah tidak banjir tergantung pada struktur nafkah on farm, off farm, dan non farm dengan pola sebaran yang berbeda. Berdasarkan data di lapang, tingkat pendapatan rumatangga petani di wilayah tidak banjir lebih rendah daripada rumahtangga petani di wilayah banjir. Hal ini disebabkan rumahtangga petani wilayah tidak banjir lebih banyak hanya mengandalkan pada sektor pertanian saja. Pertanian di wilayah tidak banjir cukup menghasilkan dan tidak diganggu oleh bencana banjir yang terjadi setiap musim hujan. Namun, ketika penelitian ini dilakukan, pertanian di wilayah tidak banjir sedang mengalami penurunan produktivitas. Penurunan produktivitas tersebut disebabkan oleh serangan hama yang

mengakibatkan panen rusak hingga gagal panen selama dua tahun berturut-turut. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani di wilayah tidak banjir juga dibagi berdasarkan lapisan yaitu lapisan bawah, lapisan menengah, dan lapisan atas. Berikut pemaparan struktur nafkah rumahtangga petani di wilayah tidak banjir berdasarkan lapisan.

Gambar 9 Struktur nafkah rumahtangga petani rata-rata per tahun menurut lapisan di wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013-2014

Berdasarkan Gambar 9, diketahui pendapatan rata-rata rumahtangga petani menurut lapusan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir dari sektor on farm, off farm, dan non farm. Berbagai aktivitas nafkah dilakukan oleh rumahtangga petani di wilayah tidak banjir untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Rumahtangga petani di wilayah banjir masih mengandal sektor pertanian sebagai sumber utama pendapatan rumahtangga. Terlihat pada struktur nafkah lapisan bawah tidak ada rumahtangga yang melakukan aktivitas nafkah non farm. Namun, ketika penelitian ini dilakukan, sektor pertanian di wilayah tidak banjir sedang mengalami penurunan produktivitas. Hal tersebut disebabkan serangan hama hingga mengakibatkan gagal panen selama setahun berturut-turut. Berikut pemaparan komposisi pendapatan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir.

45

Gambar 10 Komposisi pendapatan rata-rata rumahtangga petani per tahun menurut lapisan di wilayah tidak banjir, Desa Sukabakti tahun 2013-2014

Berdasarkan Gambar 10, diketahui komposisi pendapatan rumahtangga petani menurut lapisan rumahtangga petani di wilayah tidak banjir. Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah 45 persen berasal dari sektor on farm dan 55 persen sisanya berasal dari sektor off farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah 30 persen berasal dari sektor on farm, 29 persen berasal dari sektor off farm, dan 61 persen berasal dari sektor non farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas 41 persen berasal dari sektor on farm, 20 persen berasal dari sektor off farm, dan 40 persen berasal dari sektor non farm. Penjelasan dan analisis dari ketiga kondisi rumahtangga petani tersebut akan dijelaskan berikut ini.

Lapisan Bawah

Rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah tidak banjir memiliki pendapatan rata-rata di bawah Rp 20,3 juta per tahun. Jumlah tersebut tentu lebih sedikit dibandingkan rata-rata pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah banjir. Fakta tersebut dapat dijelaskan dari pola struktur nafkah rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah tidak banjir. Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah tidak banjir hanya berasal dari dua sektor yaitu sektor on farm dan off farm.

Rumahtangga petani lapisan bawah yang mengandalkan sektor on farm memiliki lahan yang sempit. Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah dari sektor on farm yaitu Rp 7,9 juta per tahun. Jumlah tersebut tentu saja sangat sedikit dan tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga. Ketika penelitian ini dilakukan, pendapatan dari sektor on farm sangat kecil karena panen rusak hingga

gagal panen yang disebabkan oleh serangan hama seperti wereng, kupu-kupu, dan tikus. Berikut pemaparan dari Bapak JJ (55):

“sawah saya sempit hanya 4000 m2

. Kalau panen hasilnya bagus biasanya saya bisa dapat 8 kwintal. Tapi sudah 2 tahun panen kurang menghasilkan karena hama wereng. Terakhir panen hanya dapat 2 kwintal, itu hanya cukup untuk makan saja”

Berdasarkan penuturan Bapak JJ (55) tersebut diketahui bahwa serangan hama di wilayah tidak banjir benar-benar merugikan petani lapisan bawah yang memiliki lahan sempit. Kondisi tersebut membuat rumahtangga petani lapisan bawah sangat rentan ketika terjadi krisis. Hasil sawah yang masih bisa digunakan untuk makan keluarga membuat rumahtangga petani lapisan bawah yang bergantung pada sektor on farm masih mempertahankan sawah mereka dan tidak menjualnya.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan bawah yang bergantung pada sektor off farm yaitu berjumlah 55 persen dari total pendapatan rumahtangga. Pendapatan rata-rata rumahtangga dari sektor off farm yaitu berjumlah Rp 8,2 juta per tahun. Pekerjaan yang dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan bawah pada sektor off farm yaitu sebagai kuli dan buruh tani. Pekerjaan sebagai kuli biasanya dibayar sebesar Rp 50.000 untuk laki-laki dan Rp 40.000 untuk perempuan selama satu hari bekerja. Pekerjaan sebagai kuli cangkul tentu tidak setiap hari atau yaitu pada musim tertentu saja. Sedangkan pekerjaan sebagai buruh tani atau biasa disebut sebagai bujang sawah menerapkan sistem maro (bagi hasil). Para bujang sawah bekerja di sawah majikan dengan modal yang berasal dari majikan atau pemilik sawah. Perjanjian bagi hasil yaitu hasil panen yang telah dijual dikurangi modal baru kemudian keuntungan bersih tersebut dibagi dua antara majikan dan bujangnya. Pendapatan dari sektor off farm sangat rendah karena kondisi sawah yang rentan terhadap serangan hama. Pada saat penelitian ini dilakukan, pendapatan pada sektor off farm tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup rumahtangga petani lapisan bawah. Biasanya strategi hutang dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan bawah untuk menghadapi krisis keuangan yang terjadi.

Rumahtangga petani lapisan bawah tidak memiliki pendapatan dari sektor non farm. Hal tersebut disebabkan tidak adanya akses dan modal untuk bekerja pada sektor non farm. Pendidikan yang rendah membuat petani sulit untuk bekerja sebagai buruh pabrik. Selain itu, keterampilan yang rendah karena tidak biasa mengandalkan sektor non farm juga membuat petani tidak memiliki akses terhadap sektor tersebut. Selain pendidikan dan keterampilan rendah, rumahtangga petani lapisan bawah di wilayah tidak banjir tidak memiliki modal berupa uang untuk membuka usaha sendiri. Oleh karena itu, rumahtangga petani lapisan bawah kesulitan untuk mencapai sektor non farm disaat pendapatan dari sektor on farm dan off farm sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup rumahtangga.

47

Lapisan Menengah

Rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah tidak banjir memiliki pendapatan antara Rp 20,3 juta hingga Rp 43,2 juta per tahun. Rumahtangga petani lapisan menengah melakukan aktivitas nafkah pada sektor on farm, off farm, dan non farm. Berdasarkan data di lapang, rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah tidak banjir sudah melakukan aktivitas nafkah pada sektor non farm. Aktivitas nafkah pada sektor non farm tersebut memiliki kontribusi pendapatan yang cukup besar dibandingkan sektor on farm dan off farm.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor on farm yaitu Rp 19,9 juta per tahun. Rumahtangga petani lapisan menengah di wilayah tidak banjir merupakan pemilik lahan dengan skala menengah. Sebagian rumahtangga petani lapisan menengah melakukan pengebunan lahan sawah mereka menjadi kebun sayur seperti timun dan terong. Hal tersebut dilakukan karena hama yang menyerang tanaman padi sudah sulit untuk dikendalikan dan mengakibatkan penen gagal.

Rumahtangga petani lapisan menengah masih mengandalkan sektor off farm. Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah dari sektor off farm yaitu sebesar Rp 16,5 juta per tahun. Jumlah ini tentu lebih sedikit dari pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah yang berasal dari sektor on farm. Rumahtangga petani lapisan menengah yang mengandalkan sektor off farm biasanya menjadi bujang sawah atau bujang kebun sayur dari majikan dengan cangkupan lahan yang cukup luas. Selain itu, sektor off farm yang dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan menengah melengkapi sektor non farm yang dilakukan rumahtangga petani.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah yang berasal dari sektor non farm sebesar Rp 28,4 juta per tahun. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan pendapatan yang berasal dari sektor on farm dan off farm. Sektor non farm menyumbang sebesar 61 persen dari total pendapatan rumahtangga petani lapisan menengah. Aktivitas nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan menengah pada sektor non farm diantaranya adalah berdagang bubur keliling dengan keuntungan sekitar Rp 100.000 hingga Rp 150.000 perhari, membuka warung sembako dan berjualan bensin eceran. Skala usaha yang dimiliki oleh rumahtangga petani lapisan menengah yaitu skala kecil hingga menengah. Pekerjaan pada sektor non farm lebih menjanjikan dan lebih pasti daripada pendapatan yang berasal dari sektor on farm dan off farm.

Lapisan Atas

Rumahtangga petani lapisan atas memiliki pendapatan lebih dari Rp 43,2 juta dalam kurun waktu satu tahun. Rumahtangga petani lapisan atas didominasi oleh sektor on farm dan non farm. Aktivitas nafkah pada kedua sektor tersebut memberikan kontribusi pendapatan yang cukup besar pada rumahtangga petani lapisan atas dibandingkan dengan rumahtangga petani lapisan menengah.

Rumahtangga petani lapisan atas memiliki lahan pertanian yang cukup luas. Rumahtangga petani lapisan atas biasanya menjadi majikan yang memiliki beberapa bujang sawah. Para majikan tersebut juga memiliki aktivitas lain di sektor non farm.

Pendapatan rumahtangga petani lapisan atas dari sektor on farm yaitu sebesar Rp 43,1 juta per tahun. Ketika tanaman padi sedang bagus dan hasil panen tinggi, keuntungan dari sektor on farm cukup tinggi. Namun, ketika produktivitas sawah menuruh karena serangan hama, petani lapisan atas melakukan pengebunan sawah mereka menjadi kebun sayur seperti timun dan terong. Ketika penelitian ini dilakukan, di lokasi tidak

Dokumen terkait