• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur naratif karya Instalasi berjudul Gombor

KAJIAN NARASI SIMBOLIK KARYA SENI RUPA TIGA SENIMAN MEDAN

4.1 Struktur dan Pola Naratif karya Seni Rupa Tiga Seniman Medan

4.1.2 Struktur dan Pola Naratif Karya Mangatas Pasaribu 1 Struktur naratif karya seni rupa Mangatas Pasaribu

4.1.2.1.4 Struktur naratif karya Instalasi berjudul Gombor

Gambar 4.9

Karya instalasi Mangatas Pasaribu, ―Gombor”, 2007, media seng, 3 dimensi Sumber foto: Fitri Evita.

Karya instalasi Mangatas Pasaribu yang berjudul ―Gombor” di atas, memang sama sekali tidak mengangkat tema budaya tradisi Batak Toba, melainkan lebih bersifat nasional. Apalagi dari objek yang ditampilkannya, merupakan benda yang berasal dari tanah Jawa, dan diberikannya judul dengan bahasa Jawa, yaitu “Gombor”. Karya yang pernah lulus seleksi dan dipamerkan pada Pameran Seni Rupa Nusantara di Galeri Nasional Jakarta pada tahun 2007.

Gombor merupakan sebuah benda yang berfungsi sebagai alat untuk menyiram bunga, dan tanaman sayur-sayuran. Mangatas membuatnya dengan ukuran yang cukup besar, berbeda dari ukuran biasanya, yaitu mencapai setinggi pinggul orang dewasa. Mangatas mendesain gombor tersebut menjadi memiliki pintu yang dapat dibuka dan di tutup, dan memilki kunci pengait untuk menguncinya. Di dalam gombor tersebut terdapat rak tiga tingkat pada sisi kanan dan kirinya, yang dapat menata dan menyimpan gombor-gombor lainnya yang

berukuran sangat kecil, dan jumlahnya mencapai puluhan. Dimana pada tingkat paling atas, gombor-gombor kecil tersebut tidak diletakkan olehnya. Setelah gombor utama ditutup, gombor-gombor kecil tersebut tidak tampak. Seolah-olah pada tingkatan lantai atas pada gombor besar merupakan lantai dasarnya.

Membaca tanda-tanda simbolis yang dibuat oleh Mangatas dalam karya instalasinya ini, sarat akan makna dan kritik. Melihat secara semiosis dari gombor yang didesain memiliki tiga lantai dan menyimpan gombor-gombor kecil lainnya dengan gombor yang bisa ditutup dan dibuka, ini menggambarkan tentang sebuah benda yang berfungsi untuk menyiram air ke tanaman sayur-sayuran atau bunga yang dijadikan alat oleh pemiliknya, yaitu manusia sekaligus orang yang mendesainnya.

Dari judulnya “Gombor” yang merupakan bahasa Jawa, dan benda yang berasal dari Jawa, dapat dikonotasikan bahwa Mangatas bermaksud menunjukkan

tentang seseorang yang ―besar‖ yang berasal dari pulau Jawa. Seseorang ―besar‖,

dapat dikonotasikan sebagai sseorang yang memilki jabatan tinggi dan kekuasaan tinggi, yang mungkin berasal dari pulau Jawa.

Konotasi lainnya yang bisa diperoleh adalah bahwa gombor tersebut merupakan alat yang sebenarnya memiliki fungsi pemberi kehidupan, membawa air, dan menyiramkannya bagi tanaman yang membutuhkanya. Tetapi dengan gombor yang dimanipulasi dengan mendesainnya menjadi memilki tiga lantai, dan dengan menyimpan gombor-gombor kecil lainnya di lantai dasar dan dua. Hal tersebut menyiratkan bahwa benda tersebut tidak berfungsi dengan sepenuhnya, karena terdapat kecurangan dengan meyalurkan air yang cuma sedikit, sehingga

kurang bisa mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan oleh tanaman lainnya. Bila benda gombor tersebut dipersonifikasikan sebagai manusia, bisa dikonotasikan bahwa manusia atau orang ―besar‖ tersebut mencurangi kinerjanya, dengan memanipulasinya, dan memiliki orang-orang kecil lainnya di dalam kecurangan tersebut, yang semuanya tersusun dan tersimpan rapi. Dan bila air diibaratkan sama dengan uang yang bisa membawa dampak kesejahteraan bagi orang banyak, bisa jadi merupakan wujud kerjasama untuk memanipulasi data keuangan yang seharusnya memang harus dikeluarkan (anggaran), yang uang-uang hasil penipuan (korupsi) tersebut disimpan secara apik atau sudah masuk ke gombor-gombor kecil (orang-orang kecil) lainnya.

Narasi yang peneliti jabarkan dengan mengkaji dan menganalisis karyanya di atas secara semiotis dan hermenutik, bergaris lurus dengan narasi yang dipaparkan oleh Mangatas ketika mewawancarainya. Mangatas menjelaskan:

Munculnya ide ini ketika kejadian di Aceh tsunami, sangking susahnya membagikan bantuan makanan, minuman sampai memanfaatkan helikopter, karena tempat pendaratan helipet gak punya, sementara jalan darat juga susah untuk menempuhnya. helekopter memberikannya dengan dijatuhkannya ke bawah, artinya itukan bantuan, bantuan yang dicurahkan dari atas. Lantas aku teringat lagi ketika musim kemarau di Jawa, petani-petani akan menyirami tanamannya dengan gombor (bahasa Jawanya), itu ku kaitkan. Artinya bantuan itu kan dicurahkan (istilahnya kan), lantas bantuan ke daerah-daerah tertinggal juga kan istilahnya dicurahkan. Pemerintah juga membuat itu. Tetapi apa yang terjadi? Kadang-kadang bantuan yang dikucurkan (berarti dari ketinggian). Yang dikucurkan itu tidak semuanya sampai kepada masyarakat yang membutuhkannya. Kadang-kadang malah membuat kroni-kroninya, bantuan itu kroni-kroninya dulu yang mendapatkan. Dibagi-bagi, paling tidak pejabat itu (dia), anaknya, keluarganya, kroni- kroni dia. Setelah dapat semua itu, barulah sisanya yang dikucurkan. Tetapi mereka selalu mengemas itu dengan baik kan? Aku membuat kuncinya sangat cantik, seperti pejabat itu mengemas korupsinya agar tidak akan nampak, mereka membuat mungkin proposal ini-ini, sangat dikemas baik-baik, sehingga orang susah menuduhnya korupsi, lantas

kalau orang melihat ini, kalau ini di isi air, tetapikan hanya sepertiga, orang tidak akan mungkin meraba-merabanya ini. kalau diisi air, ternyata yang dibagikan/yang dikucurkan hanya sepertiga, ternyata kalau dibongkar semua, sudah dibagi-bagi.76

Jadi, karya yang berjudul ―Gombor‖ dibuat berdasarkan kritik terhadap bantuan yang disalurkan pemerintah kepada korban tsunami di Aceh, dan korban bencana-bencana alam lainnya. Konsep atau gagasannya mengambil dari sifat gombor yang menyimpan air dan untuk mengucurkan air kepada tanaman- tanaman yang membutuhkannya, tetapi hanya sepertiga saja yang dikucurkan, selebihnya sudah dikorupsi bersama.

Kendati demikian, karya Mangatas yang berjudul ―Gombor” tersebut, dapat juga diterapkan terhadap kritik terhadap pemerintah yang memiliki anggaran-anggaran dalam segala bidang, bukan hanya tentang bencana alam saja. Pada kenyataannya, dan yang seharusnya dikeluarkan, malah tersimpan di dalam kantong oknum-oknum yang duduk di dalam dinas-dinas pemerintahan.

Bidang-bidang tersebut bisa saja dalam bidang pendidikan, kesenian, pembangunan infrastruktur, kesehatan, serta pelayanan kepada masyarakat (sosial). Andaikan bisa berandai-andai, Indonesia akan jauh lebih baik lagi bila tidak ada oknum-oknum yang korup.

Karya Mangatas yang berjudul ―Gombor‖ tersebut, merupakan karya- karya yang tak lekang oleh waktu. Karya yang sarat akan kritik dan terus mengingatkan kepada kita: bangsa Indonesia dan jajaran orang-orang yang menduduki kursi kepemimpinan di segala bidang dalam pemerintahan Indonesia.

76

Wawancara dengan Pangatas Pasaribu pada hari Senin, tanggal 19 Juni 2017, di rumahnya di jl. Damai (STM), no. 6, Medan, pukul 10.39 WIB.

Sayang, Mangatas tidak menampakkan identitas dirinya pada karya instalasi yang

berjudul ―Gombor‖ ini. Misalnya, dengan mewarnai gombor dengan warna merah, sebagai simbol berhati-hati dan bahaya sekaligus warna yang ada pada kosmologi budaya Batak Toba, yang menyimbolkan dunia tengah (Bonua Tongah), sebagai arena politik dan tragedi kehidupan berlangsung.

4.1.2.1.5 Struktur naratif karya performance art dan seni instalasi berjudul