• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORETIK

A. Hakikat novel

2. Struktur Novel

Analisis struktur merupakan prioritas pertama sebelum yang lain-lain. Tanpa analisis yang demikian, kebulatan makna intrinsik yang hanya dapat digali dari karya sastra itu sendiri tidak akan tertangkap. Tujuan analisis struktural adalah membongkar dan memaparka secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua analisis dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.

Menurut Sangidu sebuah struktur mempunyai tiga sifat, yaitu totalitas, transformasi dan pengaturan diri.3 Totalitas yang dimaksud bahwa struktur terbentuk dari serangkaian unsur, tetapi unsur itu tunduk kepada kaidah-kaidah yang mencirikan sistem sebagai sistem. Dengan kata lain, susunannya sebagai kesatuan akan menjadi konsep lengkap dalam dirinya. Transformasi dimaksudkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah struktur unsur akan mengakibatkan hubungan antar unsur menjadi

3

Sangidu. Metode Penelitian Sastra, Pendekatan Teori, Metode, Teknik dan Kiat. 2004 (Yogyakarta: Gajah Mada University Press). h. 16.

berubah pula. Pengaturan diri dimaksudkan bahwa struktur itu dibentuk oleh kaidah-kaidah intrinsik dari hubungan antar unsur akan mengatur sendiri bila ada unsur yang berubah atau hilang.

Analisis struktural karya sastra, dalam hal ini novel non-fiksi dilakukan dengan cara mengidentifikasikan, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik.

Langkah kerja dalam teori Strukturalisme adalah:4

a. mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra secara lengkap dan jelas mana tema dan mana tokohnya.

b. mengkaji unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui tema, tokoh, alur, penokohan, latar dalam sebuah karya sastra.

c. mendeskripsikan masing-masing unsur sehingga fungsi tema, alur, penokohan latar dalam sebuah karya sastra.

d. menghubungkan masing-masing sehingga fungsi tema, alur, penokohan latar dalam sebuah karya sastra.

Stanton menjelaskan bahwa unsur-unsur pembangun struktur itu di sebut fakta sastra terdiri atas tema, alur, penokohan, dan latar, sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya bahasa, suasana,

4

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2007), h. 36.

simbol-simbol, imajinasi di dalam tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.5 Berikut adalah uraian unsur intrinsik novel: a. Tema

Tema dapat diartikan sebagai gagasan yang menjiwai sebuah karangan. Menurut Brooks yang dikutip oleh Guntur Tarigan tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari karya sastra.6 Tema kadang-kadang didukung oleh pelukisan latar, di dalam karya yang tersirat di dalam lakuan lakonya, atau di dalam penokohan. Tema bahkan dapat menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa di dalam alur. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat. Banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap dirinya sendiri, atau bahkan usia lanjut. Sama seperti makna pengalaman manusia, tema membuat cerita lebih fokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema.

5

Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Staton Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.

6

Adapun cara yang paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya sastra adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya.

b. Latar

Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, dengan pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar terdiri dari latar fisik dan spiritual. Latar fisik bisa berupa latar tempat dan latar waktu. Latar fisik menunjuk pada lokasi, seperti nama kota, desa, jalan dan lain sebagainya, sebagai tempat peristiwa berlangsung. Latar waktu menunjuk pada waktu seperti pagi, siang, sore, malam atau kejadian yang mengarah pada tipikal waktu tertentu dan sebagainya. Latar spiritual memperkuat kehadiran fisik, atau deskripsi latar spiritual menyebabkan latar tertentu. Latar spirirtual ini bisa berupa latar sosial budaya, perilaku sosial masyarakat tertentu dalam cerita, kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, status sosial tokoh yang bersangkutan dan sebagainya.7

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan latar adalah bagian cerita yang berhubungan dengan waktu, tempat dan lingkungan terjadinya peristiwa dalam cerita.

7

c. Alur

Jalinan antara satu peristiwa ke peristiwa lain dalam cerita disebut alur atau sering juga disebut plot. Todorov mengatakan bahwa sebuah peristiwa yang membangun cerita dibagi dalam alur dan pengaluran.8 Alur merupakan rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat dan utuh. Sedangkan pengaluran adalah kelompok hubungan waktu dan kronologis.

Dalam novel juga ada urutan waktu yaitu alur maju atau alur mundur, alur maju (progresif) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita atau biasa juga disebut alur lurus. Sedangkan alur mundur (flash back progresif) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung atau juga disebut alur yang tidak urut. 9 Tasrif mengemukakan dalam Nurgiyantoro bahwa alur terdiri atas lima tahap. Tahap pertama, penyituasian (situation) mengenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap kedua, pemunculan konflik (generating circumstances)

memunculkan masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyalut terjadinya konflik. Tahap ketiga, peningkatan konflik (rising action) pengembangan konflik yang ada sebelumnya dengan membuat peristiwa-peristiwa makin mencekam. Tahap keempat, klimaks (climax)

8

Tzevtan Todorov, Tata Sastra, (Jakarta : Djambatan, 1985), h.8

9

Kinayati Djojosuroto, Noldy Pelenkahu, Teori Apresiasi dan Pembelajaran Sastra, (Jakarta: Pustaka Book Publisher, 2010), h. 114.

merupakan tahap ketika konflik dan peristiwa yang terjadi mencapai intensitas puncak. Tahap kelima, penyelesaian (denuement) menyelesaikan semua rangkaian cerita dengan mengakhiri konflik yang terjadi.10

d. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan hal yang sangat penting di dalam cerita yang mempunyai peranan yang berbeda-beda, ada tokoh utama dan tokoh pelengkap. Menurut Sudjiman yang dikutip oleh Kinayati Djojosuroto bahwa tokoh yang memegang peranan penting disebut tokoh utama atau protagonist.11 Penokohan atau karakterisasi adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh ceritanya, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita, sehingga penggambaran yang jelas dapat diterima pembaca. Penokohan menggambarkan karakter untuk pelaku. Pelaku bisa diketahui karakternya dari cara bertindak, ciri fisik, dan lingkungan tempat tinggal.

10

Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h.17

11

Dokumen terkait