• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

Bagan 5.2 Struktur Organisasi Divisi SHE

SHE MANAGER DEPUTY SAFETY MANAGER CP 101 PARAMEDIC CHIEF ENVIRONMENTAL DEPUTY SAFETY MANAGER CP 102 ENVIRONMENTAL ENGINEER SAFETY ENGINEER SAFETY OFFICER 5R FLAGMAN

Masing-masing jabatan yang terdapat di divisi SHE TWJO memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja baik di site, site office maupun main office.

Safety, health and environmental manager memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Memimpin, merencanakan dan memberikan motivasi di dalam pelaksanaan keselamatan, kesehatan dan pengendalian kerugian.

b. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau prosedur-prosedur dan merancang sistem untuk memfalisitasi pekerjaan yang aman.

c. Konsultasi dengan manajemen proyek untuk meninjau prosedur-prosedur kerja yang aman, secara langsung mengkomunikasikan dan melaporkan kepada project management dan semua member TWJO serta bertindak sebagai penghubung dengan pengawas regulator.

d. Mengatur dan menyusun aktifitas-aktifitas pekerjaan secara umum dan mengarahkan seluruh jabatan di divisi SHE, memberikan program-program pelatihan keselamatan dan memantau keselamatan, kesehatan dari lingkungan kerja.

e. Menginstruksikan atau mengambil tindakan yang tepat didalam memberhentikan aktifitas pekerjaan di site yang dapat menyebabkan cidera atau luka, memastikan bahwa semua pelaporan kecelakaan-kecelakaan dan insiden-insiden serius

dilaporkan kepada project management, employer’s representative dan engineer.

f. Menyiapkan laporan-laporan bulanan yang diperlukan oleh

project manager mengenai keseluruhan project safety performance dan menjaga safety diary record, semua yang berkaitan dengan kejadian-kejadian dan aktifitas pekerjaan sehari-hari.

Deputy safety manager (DSM) baik di CP 101 maupun CP 102 memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Membantu di dalam mengembangkan dengan meninjau prosedur-prosedur dan sistem kerja termasuk pihak subkontraktor serta memastikan bahwa prosedur-prosedur keselamatan dan kesehatan kerja diusulkan oleh para subkontraktor kepada semua tingkatan yang akan meninjau dan memahami contractor’s site safety plan.

b. Memantau semua kegiatan kerja perusahaan dan subkontraktor, melakukan inspeksi rutin di lapangan serta menghadiri semua site safety meeting.

c. Mengkonsultasikan secara rutin dengan site management

terkait SMK3 perusahaan.

d. Mengumpulkan dan mengajukan informasi statistik keselamatan kepada SHE manager setiap bulan.

e. Menginstruksikan safety officer untuk memastikan setiap area memahami safety plan dan memastikan semua record terkait

first aid, cidera atau luka.

f. Menyelidiki pelaporan kecelakaan dan menyiapkan laporan- laporan yang telah disepakati oleh SHE manager serta memperbaiki, menginstruksikan atau mengambil tindakan yang tepat didalam memberhentikan aktifitas pekerjaan di area kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka,

Chief environmental memiliki tugas dan tanggung jawab didalam memantau, meginstruksikan environmental engineer dan tim 5R (resik, rawat, ringkas, rajin, rapih) dalam menjaga lingkungan di area kerja agar terbebas dari dampak-dampak pencemaran yang ditimbulkan oleh aktifitas pekerjaan proyek. Environmental engineer

memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pengukuran di area kerja proyek yang berupa pengukuran kebisingan, getaran, dll. Selain itu berkaitan dengan administrasi di dalam membuat pelaporan harian, mingguan maupun bulanan tentang aktifitas kerja atau performa lingkungan proyek. Sama halnya dengan environmental engineer, safety engineer bertugas dan bertanggung jawab terhadap administrasi dalam membuat pelaporan harian, mingguan maupun bulanan tentang keselamatan dari aktifitas kerja proyek.

Safety officer (SO) baik di CP 101 maupun CP 102 memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu untuk memantau semua kegiatan kerja yang berkaitan dengan keselamatan termasuk subkontraktor,

menghadiri semua site safety meeting, memantau secara langsung aktifitas pekerjaan dari tim konstruksi (site engineer, supervisor,

foreman, daily worker) di lapangan, memberhentikan aktifitas pekerjaan di area kerja yang dapat menyebabkan cidera atau luka, mencatat dan melaporkan hasil temuan di lapangan kepada safety engineer dan DSM. Hal ini tentunya sejalan dengan pernyataan wawancara yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Tim flagman CP 101 dan CP 102 bertugas dan bertanggung jawab untuk mengatur aktifitas-aktifitas pekerjaan di jalan atau fasilitas umum, mengatur lalu lintas kendaraan proyek dan mengawasi keluar masuknya kendaraan proyek. Sedangkan untuk tim 5R CP 101 dan CP 102 bertugas dan bertanggung jawab untuk memindahkan, mengangkut material yang sudah tidak terpakai dan membersihkan lingkungan di area kerja dari sampah atau limbah-limbah proyek yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan kemudian melaporkannya kepada environmental engineer serta chief environmental. Paramedic bertugas dan bertanggung jawab untuk mengobati para pekerja apabila dalam keadaan sakit dan kecelakaan kerja, mengurus jaminan kesehatan dan membantu tugas SHE di lokasi kerja untuk mencari temuan.

Jadi, komponen input berupa sumber daya manusia yang terdapat di perusahaan semuanya terlibat di dalam melaksanakan sistem pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition hanya saja yang

banyak berperan adalah divisi SHE dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki masing-masing jabatan.

3. Metode

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Lebih banyak di observasi ya jadi kalau metode yang digunakan petugas yang ada di lapangan yaitu investigasi ke lapangan, jadi dari investigasi itu nanti muncul penyebab utamanya apa sih, ini yang dicari kan akar masalahnya”– (IU1)

“Metode pelaporan yang digunakan yakni reporting tapi pelaporannya sesempatnya dikirim dan masih banyak kekurangan dalam sisi reporting sehingga banyak revisi atas pelaporan tersebut”– (IU2)

“Kalau metode yang kita laporkan dan yang kita gunakan adalah apabila anda melihat anda laporkan. Berdasarkan observasi atau juga patrol yg dilakukan. Karena kalau kita observasi berarti kan keinginan kita atau tekad kita sedang mengawasi orang bekerja. Sedangkan patrol adalah pada saat kita melakukan perlintasan atau keliling untuk mengamati lingkungan kerja kita secara tidak langsung kita mengamati ada sesuatu yg membahayakan dan near miss. Itu bisa kita jadikan kategori yang lain. Karena observasi adalah kita meniatkan diri, kita mengawasi orang lain. Kalau patroli adalah pada saat kita patroli ternyata didalam patrol itu ada yg kita ketemukan. Nah itu ada dua metode ya, satu metode observasi kedua adalah metode patrol”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah berupa observasi di lapangan, reporting dan juga patroli. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang mengumpulkan, mengolah dan membuat laporan yang menyatakan bahwa :

“Metodenya sih yang saya alami selama 11 bulan disini komunikasi ya. Nanti yang bikin datanya saya sendiri, kaya kecelakaan- kecelakan diarea misalnya 101 gitu ya kan saya sendiri yang laporin nanti, saya yang buat. Saya bikin investigasinya, saya bikin rektifikasinya baru nanti kita laporlah ke SHE manager dan masuklah nanti ke laporan bulanan, seperti itu”– (IU4)

“Melihat temuan di lapangan di foto trus di share dan dicatet. Untuk laporannya saya yang buat, intinya sih melihat kemudian mencatat dan melaporkan”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan melihat temuan, melaporkan atau mengkomunikasikan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang melaksanakan pekerjaan di lapangan yang menyatakan bahwa :

“Yang pertama melihat ya memantau berkomunikasi dengan supervisor atau pekerja trus kita catetin dan kita laporin”– (IU6) “Kalo disini metode pelaporannya ya disini ada form. Sebenernya prinsipnya sama antara di jalan ataupun di gedung contohnya dia ditulis tanggal pokonya waktu tanggal kejadiannya, itu dimana posisinya”– (IU7)

“Metodenya ya saya melihat di lapangan, saya foto untuk bukti lalu saya melaporkan”– (IU8)

Pernyataan wawancara dari safety officer bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan cara melihat, memantau, mengkomunikasikan dan melaporkan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :

“Metode yang dilakukan adalah dengan observasi dan kemudian membuat report yang akan di submit ke kami pihak konsultan”

Pernyataan wawancara dari konsultan tersebut (informan kunci) bahwa metode yang digunakan dalam sistem pelaporan adalah dengan cara observasi dan kemudian membuat report atau laporan. Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung yang menyatakan bahwa :

“Ya caranya mungkin diberitahu dulu ke safety nanti safety memberitahukan yang di lapangan itu kaya gimana baru pelaporan ke atasannya safety dari safety ke bagian lainnya disosialisasikan”

(IP1)

“Melihat atau observasi, mencatat kemudian memberikan solusi dengan mengambil tindakan yang tepat di lapangan”– (IP2)

Jadi, komponen input berupa metode pelaporan yang dimiliki perusahaan berdasarkan pernyataan wawancara dari semua informan utama, informan pendukung dan informan kunci bahwa bentuk metode yang digunakan dalam sistem pelaporan near miss, unsafe act,

dan unsafe condition adalah dengan cara melihat atau observasi, memantau, mengkomunikasikan lalu membuat laporan.

C. Hasil Gambaran Tahap Proses dalam Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act dan Unsafe Condition MRTJ TWJO Tahun 2016

Hasil ini merupakan gambaran pada tahap proses di dalam penelitian untuk mengetahui sistem pelaporan near miss, unsafe act dan

unsafe condition. Informasi yang diperoleh untuk mengetahui gambaran proses berdasarkan wawancara dengan sebelas informan yaitu dengan mengajukan sejumlah pertanyaan, melakukan observasi dan telaah dokumen. Telaah dokumen yang dilakukan terhadap beberapa data dan informasi diperoleh dari hasil laporan yang ada di perusahaan.

Komponen proses penelitian ini terdiri dari pelaksanaan pelaporan, pemantauan pelaksanaan pelaporan dan evaluasi pelaksanaan pelaporan.

1. Pelaksanaan Pelaporan

Proses pelaksanaan ini terdiri dari sistem pelaporan perusahaan, alur atau sistematika pelaporan, komitmen perusahaan atau top manajemen terhadap sistem pelaporan, partisipasi petugas, amnesti (reward & punishment), sumber dan penyebab kejadian near miss,

unsafe act dan unsafe condition. a. Sistem Pelaporan Perusahaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Sistem sudah baik namun orang-orangnya yang terkadang belum sepenuhnya melaporkan”– (IU1)

“Form atau sistem ini sudah disosialisasikan akan tetapi masih terdapat kekurangpahaman diantara officer dalam proses penulisan dan penjabaran kejadian dan masih belum bisa mengkategorikan kejadian ke dalam near miss, unsafe act, atau unsafe condition. Hal ini juga mengakibatkan laporan jarang dibuat padahal kenyataannya di proyek tidak mungkin tidak terjadi kejadian-

kejadian tersebut”– (IU2)

“Kalau diperusahaan ini bagus, pelaporan disini sudah bagus hanya satu kekurangannya orang-orang yang terlibat mencari near miss itu minim, satu. Kedua, harus disuruh-suruh. Ya near miss itu ga perlu di training bisa dibaca baca diinternet segala macam”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,

unsafe act dan unsafe condition sudah baik dan bagus namun kekurangannya hanya pada orang-orang yang terlibat dan

ketidakpahaman akan pelaporan tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Kalau sistem pelaporan yang kita lakuin sih terkait near miss dan lain-lain itu udah jalan dan tapi kadang ya SO ngga ngelaporin”–

(IU5)

“Belum sama sekali berjalan dengan baik, kalau dari kemaren- kemaren itu dalam arti udah ada, sistemnya sih udah ada cuman ya gitu orang-orang kita ini ya kan reaktif harus dikasih tau gitu loh baru bekerja”– (IU4)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe condition sudah ada dan sudah dilakukan hanya saja belum berjalan dengan baik dan petugasnya masih reaktif dan tidak melapor. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer

(informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Sudah berjalan adapun safety yang sering melanggar”– (IU8) “Sistem pelaporannya saya bilang tadi sudah berjalan sesuai dengan form cuma yg amat saya sayangkan, saya juga pribadi sendiri apa ya perlu disosialisasikan kembali lebih di detailkan lagi kepada SO-SO nya agar pengertian near miss-nya aja dulu dasarnya kan baru nanti dia kalau sudah mengerti apa itu near miss baru bisa melaporkan gitu”– (IU7)

“Masih simpang siur masih belum jelas dan belum ada ketegasan dari perusahaan baru-baru ini”– (IU6)

Pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 6) bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan

unsafe condition masih belum jelas pernyataannya tidak sejalan dengan pernyataan wawancara dari safety officer (informan utama 7 dan 8) bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe

act dan unsafe condition sudah berjalan hanya saja SO kurang memahami dan yang sering melanggar. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung yang menyatakan bahwa :

“Sistem sudah ada lumayanlah ya cuma masih banyak yang perlu diperbaiki mungkin dari sumber daya manusianya”– (IP2)

“Ya kalau untuk sistem pelaporannya sudah baik tapi masih ada yang kita kurang ketahui. Contohnya ada yang near miss kaya gini jadi mereka yang tau itu near miss belum menerapkan. Sama teman- temannya belum dikasih tau kadang mungkin atau lupa atau gimana belum dan dianggap itu ah sepele, ah biarin ajalah kaya gitu”–

(IP1)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe conditions sudah baik namun dari sumber daya manusianya yang belum mengetahui. Hal ini belum sejalan dengan hasil wawancara kepada informan kunci yang menyatakan bahwa :

“Belum baik. Mulai meeting kemaren saya marah-marahin itu selama ini saya bikin bebas mereka ya setelah evaluasi 1 tahun ternyata ya salah satu perangkat untuk mencabut sumber bahaya itu kita harus menemukan sendiri bahaya itu dan membuangnya”– (IK)

Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe conditions belum baik setelah di evaluasi selama 1 tahun. Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan informan diantaranya tujuh informan utama dan dua informan pendukung yang menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss,

unsafe act dan unsafe condition sudah baik namun sumber daya manusianya yang belum mengetahui, sering melanggar dan tidak

melaporkan. Sedangkan yang belum sejalan yaitu dua informan yaitu informan utama 6 dan informan kunci yang menyatakan bahwa sistem pelaporan perusahaan terkait near miss, unsafe act dan unsafe condition masih belum baik dan belum jelas.

b. Alur atau Sistematika Pelaporan

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak manajemen divisi SHE TWJO yaitu SHE manager, DSM CP 101 dan CP 102 (informan utama 1-3) menyatakan bahwa :

“Alur dari pelapor yang melihat kejadian, data awal diambil dia

langsung ke deputi dari deputi ke manajer dengan berikan laporan primary jadi ya SO buat catatan trus dikumpulkan di admin lapor ke deputi dan saya setelah itu saya komunikasikan ke manajemen”–

(IU1)

“Alurnya dari SO yang di lapangan mencatat trus mengumpulkan ke admin saya ya SHE engineer lalu ke saya dan nanti ke manajer saya baru ke top manajemen”– (IU2)

“Segala apa yang kita lakukan yang berkaitan dengan near miss serta pelaporan di kumpulkan di dalam suatu ploting safety admin kita, setelah itu diproses abis diproses di input datanya, diverifikasi ulang kepada pelapornya. Kedua, kepada deputinya sendiri dan juga manajernya sebelum itu dilaporkan setiap bulannya pada saat kita monthly HSE meeting di konsultan”– (IU3)

Pernyataan wawancara dari ketiga informan utama diatas menyatakan bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu dari pelapor atau SO yang melihat kejadian lalu deputi manajer setelah itu buat laporan ke admin di input datanya diverfikasi ulang lalu diserahkan kembali kepada deputi selanjutnnya diserahkan ke manajer lalu dikomunikasikan ke top manajemen dan konsultan. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara

dengan SHE engineer (informan utama 4 dan 5) yang menyatakan bahwa :

“Jadi, alurnya ke SO terus admin atau SHE engineer ke DSM. Yang penting ke DSM”– (IU4)

“Sistem pelaporan kalau di dalam sistemnya pastinya yang mencatat dan ke lapangan SO itu juga kerjasama sama pelaksana dan pekerja di lapangan. Trus manajer dari safety nya sendiri trus biasanya koordinator sampe ke project manager-nya juga melapor atau minimal ke manager-manager setiap divisi apa yang ada di lapangan orang yang di kantor juga tau”– (IU5)

Pernyataan wawancara dari SHE engineer bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu dari SO bekerjasama dengan pelaksana dan pekerja di lokasi kerja lalu ke admin setelah itu ke DSM ke manajer, dari manajer nanti dilaporkan kepada PM atau minimal manajer divisi. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada safety officer (informan utama 6-8) yang menyatakan bahwa :

“Laporannya dari safety ke lapangan kita supervisor atau engineer trus dari mandoran yang kita ketahui terus kita lakuin semua selesai trus kita laporin ke admin HSE trus ke deputi”– (IU6)

“Alurnya apabila menemukan sesuatu yang near miss unsafe act, unsafe condition yang pertama sudah pasti SO dibekali yang namanya form dia mengisi kemudian sesudah itu yang terkait misalkan ada hubungan dengan leader misalkan mandor, ada hubungannya misalnya dengan pelaksana ada hubungannya yang terkait ya kita ada hubungannya gitu. “Kemudian setelah form itu kita buat hari ini segera laporkan ke engineriing bahwa tadi ada kejadian near miss, beritahu ke pelaksana, setelah itu langsung ke pihak HSE departemen. Disini ada safety engineering sama deputi nanti dari pihak engineering sama deputi di tindak lanjuti”– (IU7) “Ya jadi kita melaporkannya dari pihak seumpamannya pasti yang mengetahuinya pertama kali supervisor ya karena dia yang standby disitu mengawasi pekerjaannya jadi dia yang lapor ke safety. Dari safety ya kita menginfokan ke atasan kita ya ke deputy manager”–

Pernyataan wawancara dari ketiga safety officer (informan utama 6,7 dan 8) bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu dari SO menemukan kejadian bekerjasama dengan pelaksana kemudian membuat catatan laporkan ke admin dan deputi kemudian dikomunikasikan kembali pada orang di lapangan untuk ditindaklanjuti temuannya. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara kepada informan pendukung 1 yang menyatakan bahwa :

“Alurnya ya dari safety juga ya yang melakukan pelaporan. Kalau menurut saya itu di lapangan ya pelaksana, pelaksananya itu lapor ke safety dari safety lalu misalnya ke konstruksi atau ke safety baru ke bagian-bagian lainnya”– (IP1)

Pernyataan wawancara dari informan pendukung bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu dari divisi safety bekerjasama dengan pelaksana yang melapor kemudian kepada manajemen SHE dan ke bagian lainnya. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara kepada informan kunci dan informan pendukung 2 menyatakan bahwa :

“Alur dan sistematikanya ini harus ada instruksi keras ya. Karena saya bilang alurnya itu udah oke hanya mari mengajak semuanya tim construction, karena yang melihat pekerjaan langsung itu tim konstruksi bukan orang safety lalu mereka menganggapnya itu tanggung jawab safety. Alur atau pelaksananya lah, konstruksilah yang terlibat. Karena filosofinya orang safety kan hanya punya 4A assist, analyses, audit, advise ya membantu memeriksa dan menyelesaikan”– (IK)

“Hmm.. laporan ya? Gini kalau misalnya masalah pelaporan- pelaporan itu saya bisa paparkan kalau orang Indonesia itu ya paling alergi sama paperwork sama paperwork. Jadi mereka itu mau apa-apa cepet jadi kalau dokumentasi itu ya alur dokumen itu entah

ngga aware, ngga tau apa pura-pura ngga tau. Dokumen pun ga akan tercatat ngga akan rapih”– (IP2)

Pernyataan wawancara dari informan kunci bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition

yaitu harus ada instruksi yang keras bahwa alurnya itu dari pelaksana pihak konstruksi dulu yang terlibat, SHE hanya membantu memeriksa dan menyelesaikan. Sedangkan pernyataan wawancara dari informan pendukung 2 bahwa alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu bahwa petugas tidak peduli, tidak mengetahui dan tidak akan mencatat dokumen apapun.

Jadi berdasarkan pernyataan-pernyataan wawancara dari kesebelas informan tersebut yang sudah sejalan yaitu ada sembilan informan diantaranya delapan informan utama dan satu informan pendukung yang menyatakan alur atau sistematika pelaporan near miss, unsafe act dan unsafe condition yaitu alurnya dari petugas yang melihat bekerjasama dengan pelaksana konstruksi lalu di kumpulkan ke admin untuk di input datanya setelah itu ke deputi dari deputi ke manajer SHE lalu ke manajemen lainnya dan kembali ke divisi konstruksi untuk ditindaklanjuti temuannya. Sedangkan yang belum sejalan yaitu dua informan yaitu informan kunci dan informan pendukung pernyataannya yaitu sesuai dengan penjelasan sebelumnya terkait pernyataan informan kunci dan informan pendukung 2.

Dokumen terkait