• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

B. Profil Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

4. Struktur Organisasi

Gambar 2.1

Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Sleman

Sumber : http://bpbd.slemankab.go.id diakses pada Tanggal 14 Juli 2016, Pukul 19.40 WIB

Keterangan :

I. Kepala Badan yang secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah. II. Unsur Pengarah yang terdiri dari:

a) Ketua yang dijabat oleh Kepala BPBD, dan b) Anggota yang berasal dari :

1. lembaga/instansi pemerintah daerah yakni dari badan/dinas terkait dengan penanggulangan bencana.

2. masyarakat profesional yakni dari pakar, profesional dan tokoh masyarakat di daerah.

III. Unsur Pelaksana, terdiri dari:

1. Kepala Pelaksana 2. Sekretariat, terdiri dari :

a. Sub bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub bagian Keuangan; dan

c. Sub bagian Perencanaan dan Evaluasi

d. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, yang terdiri dari 2 seksi yaitu: Seksi Mitigasi Bencana, Seksi Kesiapsiagaan

e. Bidang Kedaruratan dan Logistik, terdiri dari 2 seksi yaitu: Seksi Kedaruratan dan Operasional Penanggulangan Bencana, Seksi Penanganan Pengungsi dan Logistik Bencana

f. Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, terdiri dari 2 seksi yaitu: g. Seksi Rehabilitasi

h. Seksi Rekonstruksi

i. Unit Pelaksana Teknis Pemadam Kebakaran, terdiri dari: Kepala UPT; Subbagian Tata Usaha; dan Kelompok Jabatan Fungsional.8

8

Gambar 2.2

Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Sleman

Sumber : http://bpbd.slemankab.go.id diakses pada Tanggal 11 Agustus 2016, 17.00 WIB

Kepala Badan Drs. H. Julisetiono Dwi Wasito,.SH.,MM Unsur Pengarah Asih Kushartati,.S.TP,.M.T Kelompok Jabatan Fungsional

Esty,.S.IP,.M.Eng Dra. Sri Suratini B.setyo Sriharjono,

S.IP,.M.MG.M.Eng

Heru Saptono, S.TP, MM Makwan,.S.TP,MT Taufiq Wahyudi,ST,MT

Djokolelana Julianto,ST

Rini Isdarwati, A.Md

Makwan,.S.TP,MT

Dwi Harjo, SE

Saiful Bachri,.ST,M.Eng Yohanes Dwi Ari Hariyanto,ST,M.Eng

BAB III

PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan partisipasi perempuan dalan proses kesiapsiagaan Gunung Merapi di Kabupaten Sleman

1. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana. Di dalam Undang-Undang inipun telah diatur secara rinci dan sangat jelas.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman sebagai organisasi yang berwenang terhadap kebencanaan menetapkan visi, misi pembangunan yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2008-2025.

BPBD Kabupaten Sleman melakukan penyusunan tentang penanggulangan bencana awalnya dengan usulan dari SKPD lain sehingga dimasukkan yang sesuai dengan tupoksi BPBD Kabupaten Sleman. Hal ini diperjelas oleh Kepala Seksi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sleman:1

“Program Pemerintah di BPBD itu punya cantelan, itu ada nama, itu sudah event dari sananya. Itu adalah awalnya usulan. Usulan dari masing-masing SKPD. Kita punya kewenangan, dasarnya adalah tupoksi (tugas dan fungsi) masing-masing itu apasih yang dikerjakan. Makanyalah menyusun program kegiatan. Didalam program kegiatan itu nanti ada muncul kegiatan yang macem-macem itu. Tahun ini

1

Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab.Sleman) pada Tanggal 31 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB.

(2016) ada 7 (tujuh) program prioritas BPBD Kabupaten Sleman, program ini

awalnya adalah usulan kepada BPBD.”

Salah satu program tujuan BPBD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 adalah meningkatkan partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana yang sejalan dengan sasaran BPBD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 yaitu meningkatnya partisipasi perempuan dalam penanggulangan bencana.

Dalam proses penanggulangan bencana, penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan bencana merupakan tahap awal yang harus dilakukan oleh BPBD Kabupaten Sleman sebagai wadah yang menaungi masalah kebencanaan di Kabupaten Sleman.

Dalam melakukan penyusunan tentunya BPBD telah melakukan identifikasi terlebih dahulu untuk dapat menyusun kemudian menganalisis resiko yang akan terjadi setelah itu dilakukan pengkajian uji coba dengan kebijakan tersebut.

BPBD Kabupaten Sleman telah menjelaskan didalam program kegiatannya yang mengacu kepada RPJP Kabupaten Sleman tahun 2008-2025, misalnya program kegiatannya yaitu program pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana alam yang kegiatannya pencegahan dini. Selain itu ada juga program lainnya yaitu program mengembangkan data dan informasi, yang kegiatannya berisi tentang kegiatan penyusunan dan analisis data.

Dalam tahapan kesiapsiagaan, BPBD Kabupaten Sleman melakukan proses penyusunan serta uji coba rencana dalam penanggulangan bencana ini dengan melibatkan SKPD lain di Kabupaten Sleman.

BPBD sebagai penanggung jawab masalah kebencanaan di Kabupaten Sleman tidak memberikan batasan terhadap perempuan karena BPBD menilai perempuan

lebih mengetahui kebutuhan apa yang sangat dibutuhkan ketika berada di barak pengungsian serta dibagian yang paling sibuk ketika terjadinya bencana yaitu dapur umum. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Seksi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Sleman:2

“Pada bencana terdapat tahapan pra, saat, dan pasca. Diharapkan setiap tahapannya semua melibatkan perempuan. Diutamakan pada tahap pra bencana, kegiatan di BPBD Kabupaten Sleman di fokuskan kepada tahap pra bencana.”

Namun hal ini berbanding dengan informasi yang dijelaskan oleh staff Badan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Sleman:3

“Belum pernah ada kerja sama. Kan BPBD juga berdirinyakan baru, tahun

berapa itu BPBD. Pelatihan perempuan kalau dikita, kebetulan belum masuk di bencana. Kalau bencanakan disana simulasi. Simulasi kalau kita kan pelatihannya dalam rangka pemberdayaan perempuan. Kalau yang bencana itu kita belum merintis yang program pemberdayaan perempuan yang ada di Sleman”.

Dari uraian diatas terlihat bahwa informasi yang diberikan oleh kedua narasumber ini memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi serta koordinasi antar SKPD yang saling bekerja sama dalam menjalankan suatu program.

Dari tahapan penyusunan dan uji coba rencana dalam penanggulangan bencana, partisipasi perempuan hamper tidak terlihat, dikarenakan pada tahapan ini lebih dominan kepada kinerja pemerintah. Yang dimaksud oleh BPBD berkoordinasi dengan perempuan adalah dengan terjun langsung kepada masyarakat dan melalui jalur sosialisasi tentang bahaya bencana.

2

Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab.Sleman) pada Tanggal 31 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB.

3

Hasil Wawancara dengan Ibu Arfy Staff Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, dan Pemberdayaan Perempuan, Bidang Seksi Pemberdayaan Perempuan, Pada Tanggal 04 Mei 2016, Pukul 13.00 WIB

Tabel 3.1

Tahapan Penyusunan dan Uji Coba Rencana Penanggulangan Bencana

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Yang terlibat hanya BPBD, pada tahapan ini partisipasi perempuan hampir tidak terlihat

Penyusunan lebih baik melibatkan perempuan secara terbuka, sehingga apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan yang selama ini belum terpenuhi dapat menjadi rekomendasi. 2. Kesetaraan dan

kemitraan

Minimnya partisipasi perempuan dalam tahapan ini masih dimobilisasi oleh Pemerintah

Sosialisasi pentingnya partisipasi

perempuan dalam

penanggulangan harus lebih banyak lagi. Sehingga ketika adanya ikutsertaan partisipasi perempuan dalam setiap tahapan tidak dipandang sebelah mata. 3. Transparansi Keterbukaan terhadap

perempuan masih belum dilaksanakan.

Pelaksanaan prinsip ini harus ditingkatkan lagi oleh BPBD Kabupaten Sleman, karena transparansi penyusunan akan berpengaruh pada proses pelaksanaan penanggulangan bencana yang tertib dan lancar. 4. Kesetaraan

Kewenangan

Dalam tahapan ini, partisipasi perempuan tidak berjalan karena kewenangan pada tahapan penyusunan dan uji coba adalah kewenangan dari BPBD sebagai pelaksana.

Kesetaraan kewenangan seharusnya ada pada setiap tahapan kesiapsiagaan sehingga partisipasi perempuan lebih merata.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Proses penyusunan dan uji coba kurang memenuhi prinsip ini, karena kewenangan dan tanggung jawab penuh pada tahapan ini pada BPBD sehingga partisipasi perempuan tidak berjalan, ketentuan didapat dari BPBD secara langsung.

BPBD seharusnuya dapat menyamaratakan tanggung jawab perempuan dalam setiap kesempatan sehingga kebutuhan penyusunan serta uji coba penanggulangan bencana dapat juga diisi oleh perempuan.

6. Pemberdayaan Pemberdayaan perempuan hanya diberlakukan pada saat pelatihan

Setiap orang mempunyai keahlian yang beragam, BPBD sebagai yang mempunyai kewenangan harusnya

memberikan pelatihan seperti dalam menyusun kebijakan apa yang pantas sehingga perempuan juga dapat berpartisipasi

7. Kerja Sama Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana sudah menerapkan kerja sama terhadap SKPD yang lainnya yang turut dalam penanggulangan bencana dan sesuai dengan tupoksinya.

Kerja sama ini belum sepenuhnya melibatkan partisipasi perempuan dalam penyusunan dan uji coba rencana dalam penanggulangan kedaruratan bencana namun kerja sama dengan SKPD lainnya sudah berjalan.

2. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini

Peringatan dini merupakan penyampaian informasi yang tepat, waktu dan efektif, melalui kelembagaan yang jelas, sehingga memungkinkan setiap individu yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko dan mempersiapkan diri untuk melakukan upaya tanggap darurat yang efektif.

Peringatan dini merupakan faktor utama dalam pengurangan risiko bencana. Adanya pengorganisasian didalam penanggulangan bencana memudahkan proses penanggulangan bencana.

BPBD sebagai salah satu SKPD di Kabupaten Sleman memiliki kewenangan dalam pengorganisasian kebencanaan di Kabupaten Sleman. Dalam pengorganisasian, BPBD melakukan penanggulangan bencana dengan cara bekerja sama dengan SKPD Kabupaten Sleman lainnya, seperti Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Bappeda Kabupaten Sleman, Badan Keluarga berencana, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan perempuan Kabupaten Sleman, Dinas Perumahan dan Pekerjaan Umum Kabupaten Sleman, serta PKK di Kabupaten Sleman. Tahap pra bencana ini banyak melibatakan SKPD guna

memaksimalkan kinerja dalam hal penanggulangan bencana yang sudah dibagikan dalam masing-masing tupoksi.

Dalam tahapan pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini, BPBD melakukan dengan cara melakukan pengamatan gejala bencana, menganalisis hasil pengamatan gejala bencana, setelah dianalisis lalu BPBD mengambil keputusan dan menyebarluaskan informasi tentang peringatan bencana sehingga masyarakat dalam mengambil keputusan untuk bertindak.

BPBD melakukan pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini secara bertahap. Setelah mengetahui daerah atau lokasi yang berpotensi dan rawan bencana maka disiapkanlah alat pendeteksi bencana yang dilakukan melalui pengorganisasian untuk dapat segera dilakukan pemasangan serta diuji pada sistem peringatan dini.

Peringatan dini dimaksudkan sebagai penyampaian informasi yang tepat waktu. Penyampaianpun harus melalui kelembagaan yang jelas sehingga masyarakat yang terancam bahaya dapat mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko bencana.

Tabel 3.2

Tahapan Pengorganisasian, Pemasangan, dan Pengujian Sistem Peringatan Dini

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan BPBD melakukan

pengorganisasian dengan dibantu oleh SKPD lain. Partisipasi perempuan tidak menonjol. Dalam pengorganisasian seharusnya bisa memasukkan perempuan didalamnya, perempuan mampu bersikap cekatan sehingga pengorganisasian dapat bertambah SDMnya

2. Kesetaraan dan Kemitraan

Sama halnya pada tahapan penyusunan, prinsip ini masih dimobilisasi oleh laki-laki dan pemerintah.

Perlu adanya kesadaran pentingnya kesetaraan dan kemitraan sehingga perempuanpun dapat ikut andil.

3. Transparansi Pada tahapan ini transparansi dilakukan melalui pelaporan kegiatan dan pembelian alat prediksi bencana.

Pelaksanaan prinsip ini harus dipertahankan oleh BPBD Kabupaten Sleman, karena transparansi akan berpengaruh terhadap kesiapan daerah dalam mengahadapi bencana. 4. Kesetaraan

Kewenangan

Masih banyaknya yang menganggap perempuan dan kesetaraan kewenangan itu hanya milik laki-laki, apalagi untuk masalah penanggulangan bencana.

Perlu banyaknya sosialisasi yang dilakukan guna menyadarkan

masyarakat yang masih menganggap

penanggulangan

bencana ini hanya dilakukan oleh laki-laki. 5. Kesetaraan

tanggung jawab

Sama halnya dengan kewenangan. tanggung jawab juga diberikan lebih cenderung kepada laki-laki

Sebaiknya partisipasi perempuan harus lebih didorong lagi untuk dapat ikut andil dalam

semu tahapan

penanggulangan bencana.

6. Pemberdayaan Pemberdayaan perempuan dilakukan hanya pada tahap tertentu

BPBD sebagai wadah kebencanaan untuk masyarakat harus memberikan jadwal yang seimbang untuk pelatihan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan.

7. Kerja Sama Kerja sama ini merupakan salah satu tahapan yang sangat baik dalam pelaksanaannya. Semua SKPD saling bahu membahu untuk bekerja sama dalam tahapan kesiapsiagaan ini.

BPBD Kabupaten

Sleman harus

mempertahankan kerja sama yang baik dengan SKPD yang lain sehingga pelaksanaan selalu berjalan dengan lancar.

3. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar Proses penyediaan dan penyiapan barang pasokan BPBD Kabupaten Sleman bekerja sama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Sosial. Hal ini dimasukkan kedalam tupoksi bidang sosial yang merupakan salah satu program kebencanaan yaitu rehabilitasi dan pelayanan kesejahteraan.

Dinas sosial mempunyai bafestok atau yang biasa disebut dengan beras penyangga. Ketika terjadi kedaruratan maka bafestok ini yang akan diberikan. Bafestok ini sudah menyangkut kedalam logistic sehingga ada pangan dan pakaian.

Sebagai SKPD yang bertanggung jawab terhadap penyediaan serta penyediaan barang logistik, Dinas sosial juga berupaya memberikan pelatihan kepada satuan kerja sosial seperti pelatihan keterampilan dapur umum, menjelaskan pengertian tentang bagaimana manajemen logistik serta pengertian tentang masalah kebencanaan. Hal ini juga berdasarkan keterangan yang disampaikan langsung oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial:4

“Nggak kan kita punya 86 desa di prioritaskan, ini KRB (Kawasan rawan bencana)

dulu, karna apa ? nanti disini ini paling ndak ini untuk desa biar desa itu dalam pelatihan ini untuk penanggulangan bila terjadi kedaruratan. Maka itu dilaksanakan pelatihan satuan kerja sosial ini ya di ini istilahnya ada suatu pelatihan keterampilan dapur umum, pengertian tentang manajemen logistik, karena kaitannya ini dapur umum dengan logistik jadi satu. Trus secara umum tentang pengertian-pengertian masalah kebencanaan, penanganan masalah bencana.”

Penyediaan dan penyiapan barang pasokan ini dilakukan oleh Dinas Sosial melalui kerja sama. Hal ini juga sering mengalami hambatan seperti keterbatasan personil. Hal ini membuat kesulitan pada saat pengecekan barang yang masuk ke

4

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

gudang sudah expired atau belum. Hal yang sama juga dijelaskan oleh Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial:5

“Terbatasnya personil yang ada. pada saat bencana pasti ada donator atau bantuan

dari luar, relawan. Dan relawan itu kalau mau membantu, kan biasanya membantu yang wilayah bawah. Kalau yang wilayahnya kabupaten kan biasanya dari instansi, Karena bagaimanapun nanti untuk pengecekan barang yang masuk ini sudah expired tidak, kalau memang sudah expired, kalau sudah terlalu banyak pada waktu itu untuk liat expired kan ndak sempat mau liat expired atau belom yang jelas hanya menulis jenis bantuan, apa jenisnya, banyaknya berapa, kan cuma gitu aja, bantuan dari mana, kan nulisnya gitu. Tapi untuk pembenahan-pembenahan yang akan datang ini memang kita liat ada bantuan dari mana, jenisnya apa, sudah expired atau belom, kalau menjelang expired kita kurang berapa lama, semuanya tergantung keperuntukannya itu. Menjelang expired ini harus di taroh di tempat yang strategis. Karena harus didistribusikan dan dibawa ke bawah untuk segera

dimasak. Atau dibagikan atau digunakanlah istilahnya sepert itu.”

Ketika pemasokan atau penyediaan dan penyiapan barang pasokan sudah bisa memenuhi kebutuhan barak pengungsian, selanjutnya Dinas Sosial akan berkoordinasi dengan yang penanggung jawab yang berada di barak, sehingga Dinas Sosial akan mengetahui kekurangannya apa saja, kemudian dibuatlah catatan yang nantinya akan dilaporkan supaya tidak terjadi tumpang tindih di barak dan desa. Kebiasaan buruknya adalah terkadang permintaan barak dan desa selalu berbeda-beda sehingga yang terjadi adalah ketidak sesuaian dengan realita di lapangan.

Keterlibatan perempuan dalam tahap ini terlihat dari pelatihan yang dilakukan Satgasos. Hal ini karena adanya keterlibatan antara PKK, Karang Taruna, Tokoh Masyarakat serta Hansip atau Limas. Perempuan ikut berpartisipasi pada tahapan ini diharapkan untuk dapat melatih diri dengan ikut pelatihan dapur umum serta mampu memahami semua dalam pelatihan tersebut.

5

Hasil Wawancara dengan Bapak Budi Kepala Seksi Bantuan Sosial, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Sleman, Pada Tanggal 09 Mei 2016, Pukul 13.30 WIB

Tabel 3.3

Tahapan Penyediaan dan Penyiapan Barang Pasokan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

No. Elemen Temuan Rekomendasi/Saran

1. Cakupan Partisipasi perempuan ikut menyakut dalam pelatihan dapur umum bersama Satgasos.

Dalam tahapan penanggulangan ini diharapkan partisipasi perempuan tidak hanya sebatas dapur umum atau memasak, namun bisa secara keseluruhan tahapan dapat ikut berpartisipasi 2. Kesetaraan dan

kemitraan

Keterlibatan partisipasi perempuan yang sudah dianggap sangat penting untuk dilibatkan.

Pada tahapan ini sudah baik dan harus dipertahankan baik itu BPBD maupun Dinsos Kabupaten Sleman.

3. Transparansi Transparansi yang ditunjukkan oleh Dinsos Kabupaten Sleman pada tahapan ini adalah dengan memberikan setiap kegiatan pelaporan sehingga mengetahui apa saja yang dibutuhkan di lapangan, sesuai fakta lapangan atau tidak.

Prinsip transparansi pada tahapan ini sudah sangat baik dan harus selalu dipertahankan.

4. Kesetaraan kewenangan

Pemenuhan prinsip kesetaraan kewenangan pada

setiap tahapan

penanggulangan bencana memang agak sulit. Namun, untuk tahapan ini prinsip kesetaraan kewenangan sudah mulai berjalan, sehingga perempuan dapat dengan leluasa untuk ikut berpartisipasi dalam pelatihan.

Pada pelatihan berikutnya seharusnya partisipasi perempuan dalam penyediaan dan penyiapan logistik harus diikut sertakan, karena pada kenyataannya perempuan lebih mengetahui kondisi dan keperluan apa saja yang diperlukan di barak pengungsian.

5. Kesetaraan tanggung jawab

Respon Dinas Sosial sebagai penanggung jawab logistik sudah memenuhi kebutuhan apa saja yang diperlukan.

Tanggung jawab pada logistic seharusnya banyak sekali melibatkan perempuan.

6. Pemberdayaan Permberdayaan perempuan masih sebatas pelatihan dapur umum dan pengelolaan barak.

Seharusnya Dinsos atau BPBD bisa bekerja sama dengan PKK dalam tahapan ini dengan memberi keterampilan bagaimana cara kerja dalam

penyediaan dan penyiapan barang sehingga perempuan dapat ikut andil dalam pemenuhan kebutuhan barak. 7. Kerja Sama Kerja sama yang dilakukan

oleh BPBD, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, serta SKPD lainnya sudah berjalan dengan sangat baik, dan juga dalam hal ini melibatkan peran serta PKK.

Pada tahapan ini, prinsip ini sudah terpenuhi.

4. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat

Dalam tahapan ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman berusaha untuk selalu tampil maksimal dalam setiap tahapan penanggulangan bencana, khusunya pada tahapan kesiapsiagaan.

BPBD melakukan pengorganisasian dengan membuat target sasaran kepada perempuan. Hal ini bertujuan agar pada saat kondisi bencana, perempuan bisa ikut andil. Seperti pada saat kondisi darurat, dapur umum, serta pengelolaan barak. BPBD hanya menargetkan kepada perempuan dengan persyaratan minimal 20%. Hal ini juga diperjelas oleh Bapak Djoko sebagai Kepala Seksi Mitigasi melalui wawancaranya:6

“Ancaman permanen di Sleman adalah merapi, sedangkan merapi bisa di prediksi kapan meletusnya dan setelahnya. Makanya sleman banyak kegiatan yang menargetkan kepada pra bencana, khususnya untuk menghadapi bencana merapi ini dengan menargetkan perempuan berperan besar dalam kegiatan tersebut. Harapannya adalah pada saat kondisi bencana mereka bisa ikut andil, yang pertama pada saat kondisi darurat, butuh dapur umum, itu butuh partisipasi peran besar perempuan, pengelolaan barak yang akan mengurusi orang banyak, perempuannya juga kurang. Makanya didalam pra bencana banyak mengikut sertakan perempuan dalam kegiatan pelatihan. BPBD hanya menargetkan kepada perempuan dengan

6

Hasil Wawancara dengan Bapak Djokolelana Juliyanto, ST (Kasi Mitigasi Bencana Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kab.Sleman) pada Tanggal 31 Maret 2016, Pukul 10.00 WIB.

persyaratan minimal 20% perempuan. Tidak ada organisasi yang bekerja sama,

tetapi BPBD Kabupaten Sleman melibatkan PKK karena PKK ada didalamnya.”

Penyuluhan atau yang sering disebut dengan sosialisasi dilakukan setiap tahunnya. Pemerintah Kabupaten Sleman menganggarkan setidaknya 5 desa dalam kurun waktu setahun. Penyuluhan ini dilakukan langsung ke tingkat desa tidak melalui kecamatan. Tujuan dilaksanakannya penyuluhan atau sosialisasi ini adalah untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya bencana serta menyadarkan mereka bahwa mereka hidup di kawasan rawan bencana, sehingga dapat mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam setiap pelatihan penanggulangan bencana.

Selain penyuluhan atau sosialisasi, tahapan pelatihan juga merupakan salah satu tahapan yang paling penting. Pelatihan ini dilakukan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukakan pada saat bencana terjadi. Dengan pelatihan, masyarakat khususnya perempuan menjadi mengerti dan dapat melakukan hal yang tepat disaat terjadinya bencana. Pada tahapan penyuluhan inilah BPBD berkesempatan memberikan pengetahuan kepada mereka terhadap ancaman bencana yang berada didepan mereka sehingga ketika mereka dilibatkan dalam pelatihan, mereka sudah mampu dan mengerti apa yang harus dilakukan.

Pemaparan diatas sudah menjelaskan bahwa BPBD Kabupaten Sleman hanya menargetkan kuota partisipasi perempuan 20% dalam pelatuhan. Hal ini disebabkan masih banyaknya anggapan bahwa kehadiran perempuan dalam pelatihan penanggulangan bencana tidak begitu penting. Masyarakat awam masih menganggap bahwa yang sepatutnya ikut dalam pelatihan bencana hanya kaum laki-laki.

Namun BPBD tidak kehabisan akal sampai disitu, kehadiran perempuan ini diganti dengan diberikannya ruang berbicara atau bebas memberikan pendapat oleh

perempuan untuk dapat berkontribusi pada saat penyuluhan atau sosialisasi yang dilakukan oleh BPBD.

Tahapan gladi dilakukan BPBD dan masyarakat dengan cara terjun langsung ke lapangan. BPBD mempraktekkan bagaimana nanti jika bencana terjadi. Dimana

Dokumen terkait