• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Hakikat Puisi

3. Struktur Puisi

Struktur berarti bentuk keseluruhan yang kompleks objek dan peristiwa adalah sebuah struktur yang terdiri dari berbagai unsur yang di dalam unsur-unsur tersebut menjalin hubungan. Setiap karya sastra termasuk puisi dibentuk dari beberapa unsur yang saling berhubungan yang membangun struktur tersebut.

Struktur puisi terdiri dari unsur fisik dan unsur batin. Struktur fisik secara tradisional disebut elemen bahasa, sedangkan struktur batin secara tradisional disebut makna puisi. Berikut ini unsur-unsur puisi yaitu:

1. Struktur fisik puisi (bahasa yang digunakan), meliputi unsur-unsur pembangun puisi yaitu:

a. Diksi

Diksi mengandung dua makna. Pertama, pilihan kata merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan situasi dan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Kedua, pilihan kata yang tepat dan sesuai dengan konteks

27

kosa kata bahasa itu sendiri. Keraf menyatakan diksi bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan.28 Pemilihan kata begitu penting digunakan dalam menulis puisi karena pemilihan kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-kata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya bersifat absolut dan tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya tidak berbeda.

Jadi diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penyair di dalam karyanya yang berfungsi untuk membangun dan memperindah karya tersebut. Contoh:

HANYUT AKU (Amir Hamzah) Hanyut aku, kekasihku!

Hanyut aku!

Ulurkan tanganmu, tolong aku

Dari kutipan puisi di atas, terdapat kata-kata kiasan dalam merasakan kesedihannya, ungkapan putus asa dan permintaan tolong yang digunakan oleh Amir Hamzah.

b. Irama atau Ritme

Irama adalah turun dan naiknya suara dalam puisi. Waluyo mengatakan dalam buku Kajian Puisi, irama atau ritme adalah “turun naik suara secara teratur.” 29

Djojosuroto pun menyatakan dalam buku Kajian Puisi, irama dibagi atas tempo, dinamik, nada, periodenosasi.

Jadi irama atau ritme adalah tinggi rendahnya suara saat melafalkan dan mengekspresikan puisi yang dibaca. Dengan menggunakan irama yang benar, puisi akan lebih indah untuk dibacakan.

28

Sukino, Op.cit., h.117-118 29

Contoh:

DOA (Chairi Anwar) Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin dikelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Pada puisi di atas, terdapat keindahan bahasa yang digunakan oleh penyair sehingga ketika puisi ini dibacakan akan sangat terasa apa yang ingin disampikan oleh penyair.

c. Kata Konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk merujuk kepada arti yang menyeluruh.30 Kata konkret juga merupakan kata-kata yang

30

digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca.

Jadi dapat disimpulkan, kata nyata atau konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh seorang penyair untuk menimbulkan imajinasi pembaca tentang karyanya tersebut.

Contoh:

IKAN (Wahyudi S.) Aku lihat ikan di akuarium Tidak pernah tidur

Lalu bagaimana ia menghitung hari dan kematian Barangkali memang tidak perlu dirisaukannya Karena ia selalu berdzikir dengan mata dan siripnya

Pada puisi di atas, kata konkret ditunjukkan pada kata ikan, akuarium, mata dan sirip. Kata konkret berhubungan dengan kiasan atau lambing. Pada puisi di atas, menggambarkan seekor ikan yang berada di akuarium. Ikan tidak pernah tidur dan tidak akan memejamkan matanya, ia hanya dapat berkedip. Ikan tidak mengenal waktu sehingga tidak akan tahu kapan kematiannya akan tiba. Dengan menggunakan mata dan siripnya ikan dapat hidup tentram di air.

d. Rima

Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk musikalitas atau orkestrasi.31 Salah satu yang mencakup rima adalah onomatope. Onomatope merupakan tiruan terhadap bunyi. Dalam puisi, bunyi-bunyi ini memberikan warna suasana tertentu seperti yang diharapkan oleh penyair.

Contoh:

BULAN TERANG (J.E Tatengkeng) Sunyi lengang alam terbang

Udara jernih tenang

Dilangit mengerlip ribuan bintang

31

Ibid., h.39

Bulan memancar caya senang

Angin mengembus tertahan-tahan Dan berbisik rasa kesukaan Bulan beralih perlahan-lahan Menuju magrib peraduan

Hati yang masygul menjadi senang Sukma riang terbang melayang Karna lahir kerinduan semalam Ribaan Hua yang kukenang Kudapat t’rang, kasih dan sayang Serta damai hati di dalam

Pada puisi di atas, terdapat rima akhir pada setiap baris puisi. Pada bait pertama terdapat bunyi / ang/ dalam empat baris, bait kedua terdapat bunyi /an/ dalam empat baris, dan pada bait ketiga terdapat bunyi /ang/ dalam dua baris, baris ketiga terdapat bunyi /am/, baris kelima dan enam terdapat bunyi /ang/, dan baris keenam terdapat bunyi /am/.

2. Struktur batin puisi merupakan wujud kesatuan makna puisi yang berupa pokok pikiran. Untuk memahami makna dari unsur batin puisi, pembaca harus melibatkan diri dengan nuansa puisi, konteks, sosiologi, dan psikologi penyair. Unsur-unsur batin puisi, yaitu:

a. Tema atau Sens

Tema adalah hal yang paling utama dilihat oleh para pembaca dari sebuah tulisan. Tema merupakan “pengungkapan pokok pikiran dan persoalan manusia yang hakiki yang mengandung arti (cinta, benci, dendam, duka, keserakahan, keadilan, kesengsaraan, penindasan, dan kebahagiaan).”32

Tema puisi dapat diketahui melalui hubungan kata-kata yang semakna yang ada di dalamnya.

32

Jadi dapat disimpulkan, tema adalah ide pokok dari sebuah tulisan. Sebelum membuat sebuah puisi, lebih baik menentukan tema terlebih dahulu agar isi puisi tersebut tidak meluas dan tetap berpacu ke tema tersebut.

Contoh:

DOA (Chairi Anwar) Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namaMu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin dikelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk Remuk

Tuhanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Di pintuMu aku mengetuk Aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Pada puisi di atas, bertemakan ketuhanan. Penyair memberi judul “DOA” dan puisi ini berisikan tentang Tuhan. Dimana pun, kapan pun, harus selalu ingat Tuhan, walau dalam keadaan susah maupun senang.

b. Perasaan

Perasaan adalah “segala yang dirasakan atau dialami penyair secara imajinatif.”33

Puisi merupakan karya yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Jadi dapat disimpulkan, bahwa perasaan adalah sesuatu yang dirasakan oleh penyair dan disampikan melalui puisi.

Contoh:

TUHAN (Bahrum Rangkuti)

Tuhan, tiada kasih melainkan Kaulah Kaulah pelita hatiku Nyinari batinku gelisah menderita rintih

Selama ini hampir remuk jiwaku tapi kau datang, Datang Tuhanku,

Bawalah aku meninggi ke langit rohani Tempat geta mu damai

Biar segar dijiwa yang rindu berisi batin yang kosong “Tuhanku”, 1943

Aku,

Hilang aku oleh Belaian bisikmu Lunak-merdu

Hanyut aku, Tuhanku Dalam lautan kasihMu.

Tuhanku tiada kasih Melainkan Kaulah “Tuhanku”, 1943

Puisi di atas, tentang bagaimana seorang penyair mengeskpresikan bentuk-bentuk perasaan dan kerinduannya kepada Tuhan melalui puisi. Dalam penggalan puisi /Hanyut aku, Tuhanku/Dalam lautan KasihMu/Datang, Tuhanku/ bawalah aku meninggi ke langit rohani/. Kerinduannya diekspresikan melalui kata hanyut, kasih, meninggi, langit rohani. Nuansa makna dari kata-kata itu

33

memancarkan isi batin, kedalaman penghayatan penyair terhadap ekspresi rohaniah dan pesan-pesan ketuhanan.

c. Amanat

Amanat merupakan hal yang mendorong untuk menciptakan puisi. Amanat ialah “pesan atau kesan yang ingin disampikan oleh pengarang melalui jalan cerita.”34

Jadi dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin disampikan oleh penyair dalam puisinya.

Contoh:

DIPONEGORO (Chairil Anwar) Di masa pembangunan ini

Tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentara. Lawan banyaknya seratus kali. Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti Sudah itu mati

MAJU

Bagimu Negeri Menyediakan api.

34

Punah di atas menghamba Binasa di atas ditinda

Sungguhpun dalam ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai.

Maju. Serbu. Serang. Terjang.

Februari 1943

Pada puisi di atas, bertemakan perjuangan, dengan amanat berupa semangat yang berapi-api disampaikan oleh penyair kepada generasi muda, yaitu setiap generasi tidak boleh putus asa dalam memperjuangkan hak yang terampas oleh bangsa asing. Demi menjaga harga diri dana martabat bangsa dilukiskan lebih baik mati daripada harus menjadi budak bangsa asing.

d. Imaji (Citraan)

Djojosuroto mengungkapkan, imaji adalah “segala yang dirasakan atau dialami penyair secara imajinatif.” Imaji atau pencitraan merupakan upaya menghidupkan suasana puisi dari pengalaman sensoris ke dalam suasana yang lebih konkret. Sayuti mengatakan bahwa “citraan dapat dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, citraan dilihat dari sisi pembaca adalah pengalaman indra yang terbentuk dalam rongga imajinasi pembaca, yang ditimbulkan oleh sebuah kata atau rangkaian kata. Kedua, citraan dilihat dari sisi penyair adalah bentuk bahasa yang dipergunakan oleh penyair untuk membangun komunikasi estetik atau untuk menyampaikan pengalaman indranya.”35

Jadi dapat disimpulkan bahwa imaji adalah gambaran dalam pikiran yang dihasilkan oleh penangkapan terhadap suatu objek yang dapat dilihat oleh panca

35

indera. Dengan pengimajian atau citraan dapat mengingatkan kembali apa yang telah dirasakan.

Contoh:

MATA PISAU (Sapardi Djoko Damono) Mata pisau itu tak berkejap menatapmu

Kau yang baru saja mengasahnya Berfikir: ia tajam untuk mengiris apel Yang tersedia di atas meja

Sehabis makan malam;

Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.

Pada puisi di atas, terdapat pengimajian atau citraan penglihatan yang ditunjukkan oleh kata “menatapmu”, “mengiris”. Dalam puisi ini, penyair membayangkan pisau yang tajam karena baru saja diasah, dan berfikir untuk digunakan memotong buah apel. Kemudian berfikir singkat untuk memotong urat lehermu.

e. Bahasa Figuratif atau Majas

Bahasa figuratif adalah “bahasa yang digunakan untuk mendapatkan kepuitisan.”36

Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatik, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. H.B. Jassin dalam Jabrohim mengatakan “pemakaian bahasa figuratif pada dasarnya bersifat spontan, langsung keluar dari kalbu penciptanya dan terdapat kesejajaran dengan lukisan yang dimaksud.”37

Penggunaan majas membantu penyair menghadirkan kesan puitis melalui pemilihan bunyi yang dapat menimbulkana imajinasi di dalam diri pembaca. 36 Ibid., h.25 37 Sukino, Op.cit., h.129

Jadi dapat disimpulkan bahwa majas adalah bahasa yang digunkan oleh penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara pengiasan, atau mengungkapkan makna secara tersembunyi.

Contoh:

MATA PISAU (Sapardi Djoko Damono) Mata pisau itu tak berkejap menatapmu Kau yang baru saja mengasahnya Berfikir: ia tajam untuk mengiris apel Yang tersedia di atas meja

Sehabis makan malam;

Ia berkilat ketika terbayang olehnya urat lehermu.

Pada puisi di atas, terdapat majas personifikasi yang ditunjukkan pada kalimat “mata pisau itu tak berkejap menatapmu”. Pada kalimat menatapmu, seolah-olah pisau itu mempunyai mata atau panca indera penglihatan sehingga dapat melihat seperti manusia.

f. Tata Wajah (Tipografi)

Tata wajah merupakan “pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait.”38

Tata wajah puisi atau wujud visual sebuah puisi merupakan “bentuk tampilan puisi yang ditulis oleh penyair.”39

Jadi dapat disimpulkan bahwa tata wajah (tipografi) merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Kata-kata dalam puisi membentuk larik-larik sajak dalam bait, tidak berbentuk kalimat dalam paragraf. Contoh:

DOA PERAHU (Ismed Natsir, 1974) Tuhanku Beritahu kini 38 Ibid., h.74 39

Ke manakah harus kupergi Ke muara menyongsong laut biru Ataukah melawan arus menuju hulu

Pada puisi di atas, ditulis seperti itu agar dapat memberikan warna dan dapat mempengaruhi daya tarik pembaca. Puisi ini berisikan tentang laut. Penyair meminta petunjuk kepada Tuhan kemanakah ia harus pergi. Apakah ke muara menyongsong langit biru atau pergi melawan arus.

Dokumen terkait