• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Denpasar (1)Kekerabatan

Dengan Angka Normal di Kota Denpasar dan Sekitarnya Tahun 2009

B. Struktur Sosial Budaya Masyarakat Kota Denpasar (1)Kekerabatan

Kekerabatan di Kota Denpasar terbentuk oleh kesamaan darah (keturunan), kesamaan teritorial, kesamaan agama, dan kesamaan kepentingan lainya. Didasarkan atas kesamaan darah di Kota Denpasar dapat diidentifikasi adanya kelompok-kelompok yang disebut soroh. Soroh-soroh ini mengalami perkembangan kejamakan karena di samping soroh-soroh “orang Bali” yang sudah lama eksis diperjamak lagi dengan terhimpunnya kelompok-kelompok pendatang sehingga terbentuk soroh-soroh“baru” seperti soroh arab, soroh cina, soroh jawa, soroh bugis, soroh bule, dan lain sebagainya. Soroh-soroh yang didasarkan atas kesamaan darah dan/atu etinis mengakibatkan terjadinya pluraritas budaya yang semakin meningkat. Di Kota Denpasar masih teridentifikasi adanya kekerabatan keluarga puri, adanya pengakuan kelompok sebagai panjak puri, kekerabatan pendukung puri (lokal-Hindu maupun pendatang non Hindu), kekerabatan brahmana dan sorohnya yang mendukung puri, kekerabatan orang Bali asal luar Denpasar, dan lain-lainnya. Masyarakat yang tinggal dalam satuan-satuan wilayah terkecil terikat oleh institusi kedinasan dan juga ada yang terikat dengan institusi pakraman. Kelompok-kelompok pemeluk agama non Hindu memiliki peguyuban keagamaannya sendiri-sendiri yang sangat berperan dalam urusan-urusan pemakaman dan ibadah. Kesamaan-kesamaan kepentingan apakah bersifat sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain-lainnya juga membentuk kekerabatan-kekerabatan dalam bentuk himpunan, persatuan, ikatan, dan lain sebagainya.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 35

(2) Pelapisan sosial

Pelapisan sosial dapat dibedakan atas pelapisan sosial tradisional dan pelapisan sosial modern. Pelapisan sosial tradisional pada awalnya didasarkan atas kesamaan profesi yang terstruktur dalam catur warna (brahmana, ksatrya, wesia, dan sudra).

Kemudian muncul kelompok-kelompok keturunan yang disebut wangsa seperti wangsa brahmana siwa, wangsa satrya dalem, wangsa satrya arya, wangsa pasek, wangsa bujangga, dan lain-lainnya. Dari wangsa kemudian muncul kelompok yang dikenal dengan sebutan soroh yang serupa dengan wangsa namun lebih rinci dari

wangsa sepertisoroh pradewa, pragusti, pasek , pande, bujangga, bendesa mas, dan lain-lainnya. Dari pelapisan tradisional yang semula ditangkap terstruktur secara vertikal, kemudian memasuki masa republik vertikalisme nampak memudar kearah horizontal, karena segi-segi kemanusiaan diletakkan di atas wangsa/maupun soroh. Sebaliknya, saat ini ada kecenderungan menguatnya konsolidasi soroh dengan terbentuknya himpunan-himpunan yang berbasis soroh. Pelapisan sosial modern di Bali tidak ada sejelas pelapisan seperti yang pernah terdapat di Eropah dengan adanya kelas borjuis dan proletar. Di Bali secara samar-samar dapat dibaca dalam masyarakat adanya kelompok penguasa, kelompok pengusaha, karyawan, dan kelas buruh.

(3) Kelembagaan

Kelembagaan dalam komponen struktur sosial masyarakat dibedakan atas kelembagaan tradisional masyarakat dan kelembagaan non tradisional.

Kelembagaan tradisional

Lembaga yang hidup pada masyarakat Kota Denpasar pada garis besarnya ada beberapa lembaga yaitu : Majelis Desa Pakraman, Forum Bendesa Adat Kota Denpasar, desa pakraman, banjar, subak, dan sekaa.

a) Majelis Desa Pakraman

Majelis desa pakraman terdiri atas tiga tingkatan sejajar dengan tingkat wilayah administratif. Di tingkat kecamatan terdapat Majelis Alit Desa Pakraman, di tingkat kota terdapat Majelis Madya Desa Pakraman, sedangkan di tingkat provinsi Bali terdapat Majelis Utama Desa Pakraman. Majelis-majelis ini merupakan kelembagaan pakraman tertingi di wilayahnya masing-masing.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 36 Tugas Majelis Desa Pakraman:

 mengayomi adat-istiadat;

 memberikan saran, usul dan pendapat kepada berbagai pihak baik perorangan, kelompok/lembaga termasuk pemerintah tentang masalah-masalah Adat;

 melaksanakan setiap keputusan paruman sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan;

 membantu penyuratan awig-awig; dan

 melaksanakan penyuluhan adat-istiadat secara menyeluruh. Wewenang Majelis Desa Pakraman:

 memusyawarahkan bebagai hal yang menyangkut masalah-masalah adat dan agama untuk kepentingan Desa Pakraman;

 sebagai penengah dalam kasus-kasus adat yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat desa; dan

 membantu penyelenggaraan upacara keagamaan di Kecamatan, di Kabupaten/Kota, dan di Provinsi.

b) Forum Bendesa Adat Kota Denpasar

Forum Bendesa Adat Kota Denpasar merupakan forum para Bendesa Adat Desa-desa Pakraman yang ada di Denpasar yang berjumlah 35 Desa Pakraman. Forum ini befungsi sebagai wadah tukar menukar informasi antara bendesa adat dan menyatukan pendapat berkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi Desa Pakraman.

c) Desa Pakraman

Desa Pakraman adalah kesatuan masyarakat Hukum Adat di Provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Desa Pakraman memiliki setra sebagai tempat penguburan dan pembakaran jenazah, dan memiliki pusat (puser) untuk penyelenggaraan tawur tingkat Desa berupa

catuspatha (atau persimpangan lain yang diperankan sebagai catuspatha),

halaman Pura Desa, atau yang lainnya. Di kota Denpasar saat ini terdapat 35

Desa Pekraman, namun tidak seluruhnya memiliki dan menggunakan

catuspatha untuk pelaksanaan tawur kesanga. Tugas Desa Pakraman :

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 37

 mengatur krama Desa;

 megatur harta kekayaan Desa;

 bersama-sama pemerintah melaksanakan pembangunan di segala bidang terutama bidang keagamaan, kebudayaan, dan kemasyarakatan;

 membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya Bali dalam rangka memperkaya, melestarikan, dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya berdasarkan paras-paros, sagilik saguluk, salunglung-sabayantaka; dan

 mengayomi krama desa. Wewenang Desa Pakraman :

 menyelesaikan sengketa Adat dan agama (Hindu) dalam lingkunan wilayahnya dengan tetap membina kerukunan dan toleransi antar krama Desa sesuai dengan Awig-awig dan adat kebiasaan setempat;

 turut serta menentukan setiap keputusan dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di wilayahnya terutama yang berkaitan dengan falsafah Tri Hita Karana; dan

 melakuan perbuatan hukum di dalam dan di luar Desa Pakraman.

Desa Pakraman dipimpin oleh Prajuru Desa Pakraman. Prajuru Desa Pakraman dipilih dan/atau ditetapkan oleh krama Desa Pakraman menurut aturan yang ditetapkan dalam Awig-awig Desa Pakraman masing-masing. Tugas-tugas prajuru Desa Pakraman adalah:

 melaksanakan Awig-awig;

 mengatur penyelenggaraan upacara keagamaan di Desa Pakraman sesuai sastra agama dan tradisi masing-masing;

 mengusahakan perdamaian dan penyelesaian sengketa-sengketa Adat;

 mewakili Desa Pakraman dalam bertindak untuk melakukan perbuatan hukum baik di dalam maupun di luar peradilan atas persetujuan paruman Desa;

 mengurus dan mengatur pengelolaan harta kekayaan Desa Pakraman; dan

 membina kerukunan umat beragama dalam wilayah Desa Pakraman.

d) Banjar

Banjar Pakraman adalah kelompok masyarakat yang merupakan bagian dari Desa Pakraman. Krama Banjar adalah mereka yang menempati karang Banjar Pakraman dan/atau bertempat tinggal di wilayah Banjar Pakraman atau di tempat lain yang menjadi warga Banjar Pakraman. Di dalam banjar ini terpadu status seorang anggota banjar yaitu sebagai anggota sebuah desa pakraman, desa dinas, banjar dinas, dan banjar pakraman. Jumlah Banjar Pekraman di kota Denpasar tahun 2012 adalah 357 banjar.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 38

e) Subak

Subak adalah organisasi masyarakat petani yang bersifat sosio-agraris-religius, pada suatu areal persawahan yang mendapat air dari satu sumber. Subak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

subak merupakan organisasi petani yang mengelola irigasi untuk anggota-anggotanya yang disebut krama subak (pawongan). Sebagai suatu organisasi subak mempunyai aturan-aturan keorganisasian (awig-awig), baik secara tertulis maupun tidak tertulis;

subak mempunyai sumber air bersama, sumber air ini dapat berupa bendung (empelan) disungai, mata air, air tanah ataupun saluran utama sistem irigasi;

subak mempunyai areal persawahan (palemahan);

subak mempunyai otonomi baik internal maupun eksternal; dan

subak mempunyai satu atau lebih Pura Bedugul utnuk pemujaan manifestasi Tuhan dalam kapasitasnya sebagai penguasa persawahan dan pengairan (prahyangan).

Dalam rangka pengelolaan subak untuk mengadakan hubungan dengan instansi pemerintah, maka subak dikelola oleh pasedahan yang melingkupi beberapa organisasi subak yang area subaknya mendapatkan pengairan dari satu sungai.Jumlah subak di Kota Denpasar berdasar Denpasar Dalam Angka Tahun 2012 sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 bertahan sebanyak 41 subak. Namun dari segi luas tahun 2000 seluas 3.147 hektar kemudian tahun 2012 hanya tinggal 2.519 hektar. Jadi dalam kurun waktu 12 tahun terjadi pengurangan luas sebesar 628 hektar. Rata-rata pengurangan per tahun adalah 53,3 hektar.

f) Sekaa

Sekaa dibentuk berdasarkan asas sukarela berdasarkan atas tujuan-tujuan tertentu yang sangat khusus sesuai dengan bidang-bidang yang ada dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan sekaa dapat dibagi dua yaitu :

sekaa yang berbentuk permanen yang berlangsung terus menerus (dari gene- rasi-kegenerasi); dan

sekaa yang dibentuk secara temporer.

Sekaa yang berbentuk permanen misalnya : sekaa teruna-teruni, sekaa pemangku, sekaa patus, sakaa dadia, sekaa gong dan sekaa kesenian lainnya. Sedangkan sekaa yang bersifat sementara seperti : sekaa manyi, sekaa mamula, dan lain-lain.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 39  Kelembagaan non taradisonal

Kelembagaan non tradisional dibedakan atas kelembagaan pemerintahan, kelembagaan bisnis, kelembagaan sosial masyarakat, dan kelembagaan pembangunan. Lembaga pemerintahan di Kota Denpasar saat ini terdiri atas Walikota sebagai kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang wakil walikota. Di bawah institusi ini terdapat sekretaris daerah beserta jajarannya para kepala bagian. Di luar sekretariat daerah terdapat badan dan dinas. Di wilayah kecamatan terdiri atas camat sebagai kepala wilayah kecamatan yang didampingi oleh seorang sekretaris kecamatan. Di bawah camat terdapat kepala desa/lurah dan dibawahnya lagi ada kepala lingkungan/kepala dusun. Sebagai mitra dalam pelaksanaan pemerintahan Kota terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Denpasar. Sistem pemerintahan lokal didukung oleh sistem pemerintahan pusat yang merupakan instansi/institusi vertikal di bidang peradilan (pengadilan dan kejaksaan), pertahanan/ keamanan (kepolisian dan ketentaraan), perhubungan, pendidikan, dan lain-lainnya.

Lembaga bisnis banyak ragamnya terkait dengan bidang usaha. Lembaga-lembaga bisnis yang terdapat di Kota Denpasar antara lain terdiri atas: Kamar Dagang dan Industri (KADIN); Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo); Gabungan Pelaksanawan Nasional Indonesia (Gapensi); Ikatan Advokat Indonesia (IAI) ; Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI); Ikatan Pengusaha Wanita Indonesia (IWAPI); Asosiasi Rekanan Dagang dan Indonesia (ARDIN), Asosiasi Konsultan Listrik Indonesia (AKLI), dan lain-lain. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), merupakan lembaga yang bergerak di bidang sosial yang berorientasi untuk menunjang kepentingan-kepentingan masyarakat melalui gerakan ataupun jasa-jasa yang ditawarkan. Bappeda Kota berperan sebagai katalisator sekaligus penyelaras sistim koordinasi pembangunan (kususnya pemerintah) antar instansi terkait dan antar daerah. Sedankan Dinas Tata Kota sangat terkait dengan pengendalian pembangunan fisik di Kota Denpasar. Hal ini sesuai dengan Permendagri No. 9 tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah. Dalam penataan ruang dan proses pembangunan di Kota Denpasar yang berbasis budaya Bali, maka keterlibatan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lembaga keagamaan dan instansi pemerintah perlu terintegrasi dengan baik mulai dari proses perencanaan, pemanfaatan ruang pengendalian pemanfaatan ruang, da pembangunan fisik.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 40 Lembaga-lembaga pembangunan yang ada di Kota Denpasar sangat beragam terkait dengan pembangunan berbagai aspek kehidupan.

 Untuk pembangunan di bidang keagamaan terdapat majelis dari berbagai agama seperti PHDI untuk agama Hindu, MUI untuk agama Islam, Walubi untuk agama Budha, dan DGI untuk agama Kristen.

 Untuk pembangunan di bidang politik terdapat sejumlah partai yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan di bidang politik.

 Untuk pembangunan di bidang sosial-kemanusiaan, terdapat institusi KB, PPTI., dan institusi dalam penanganan Narkoba.

 Untuk Pembangunan di bidang budaya, terdapat Listibya, Yayasan Sabha Budaya Bali , dan Taman Budaya.

 Untuk Pembangunan di bidang ekonomi bahwa lembaga adat telah mampu melayani warganya melalui Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

 Pembangunan di bidang ketertiban dan keamanan, untuk menjaga keamanan dan ketertiban suatu wilayah desa adat terutama berkaitan dengan kegiatan adat/keagamaan digunakan lemaga keamanan adat,

pecalang.

 Untuk pembangunan di tingkat Desa, terdapat 43 (empat puluhtiga) LKMD kategori III tahun 2004, yang merupakan lembaga kemasyarakatn di tingkat Desa yang ikut berperan dalam menyukseskan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) untuk pembangunan kesejahteraan keluarga, di Denpasar terdapat 20.095 kader.

(4) Infrastruktur Sosial Budaya

Rona infrastruktur sosial budaya Kota Denpasar yang dipaparkan berikut terdiri atas pola permukiman sebagai lingkugan hidup buatan dan prasarana keagamaan yang terdiri atas tempat suci, kawasan suci, dan lintasan prosesi budaya/keagamaan.

(a) Pola permukiman

Fisik desa pakraman merupakan satuan permukiman tradisional memiliki pola yang bervariasi. Desa-desa adat/pakraman di Bali yang memiliki struktur dan pola linier yang kuat antara lain: desa Tenganan, Timrah, dan desa Bugbug di Karangasem; Desa Singapadu dan Desa Singakerta di Gianyar; Desa Pengotan dan Penglipuran di Bangli; desa Jullah dan Sidatapa di Buleleng. Orientasi

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 41 desa-desa berpola linier ini adalah kaja-kelod yang didasarkan atas posisi gunung-laut. Di samping pola desa tradisional yang linier, terdapat pula desa-desa di daerah pedesa-desaan yang memakai pola pusat catuspatha seperti desa Tihingan dan Desa Nyalian di Klungkung. Pengaruh pola catuspatha lama kelamaan semakin menguat, terlebih-lebih lagi ditetapkan sebagai pusat untuk penyelenggaraan tawur kesanga, maka terjadi modifikasi desa linier yang dilengkapi dengan pola catuspatha. Desa-desa di pusat negara kerajaan (perkotaan tradisional) menggunakan pola catuspatha sebagai tata ruang pusat pemerintahaannya yandilaksanakan di puri-puri raja pemegang kekuasaan tertinggi di suatu kerajaan di Bali.

Dari perjalanan sejarah Badung dapat diketahui pusat-pusat kekuasaan (puri) yang ada di Denpasar menggunakan pola catuspatha sebagai bingkai tata ruang pusat pemerintahan-nya. Hal ini dapat dilihat dari kedudukan Puri Benculuk, Satrya, Tegal Agung, Puri Denpasar, Puri Kesiman, dan Puri Pemecutan. Pola permukiman kota pada masa kerajaan Badung di Kota Denpasar sangat kental dengan tata ruang berpola grade di mana jaringan jalan membentuk petak-petak hunian. Catuspatha sebagai pola tata ruang pusat pemerintahan terstruktur seajar dengan struktur pemerintahan masa kerajaan. Catuspatha Puri Denpasar (sekarang dengan Patung Empat Muka) merupakan catuspatha agung sebagai kedudukan puri teragung istana raja tertinggi di masa kejayaan kerajaan Badung. Catus-patha agung ini dilengkapi dengan fasilitas pusat perkotaan seperti kalangan dengan bangunan wantilan dengan fungsi pokok penyelenggaraan tajen di sudut barat laut pusat catuspatha, pasar agung di sudut barat daya, dan taman yang dilengkapi dengan bale lantang (bangsal panjang) di sudut tenggara. Puri Agung Denpasar sebagai kedudukan raja menempati lokasi utama di timur laut pusat catuspatha. Catuspatha-catuspatha

kerajaan dan desa-desa pakraman berkedudukan sebagai puser-puser di wilayahnya masing-masing. Beberapa desa di daerah pinggiran Kota Denpasar seperti Desa Penatih, Tonja, Pedungan, Pemogan, Padangsambian, dan Peraupan berpola linier. Saat ini belum seluruh desa pakraman yang ada di Kota Denpasar memiliki catuspatha sebagai pusat wilayah, sehingga digunakan sosok lain seperti pertigaan jalan yang diperankan sebagai catuspatha atau Pura Desa/Bale Agung diperankan sebagai pusat desa pakraman.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 42

(b) Ruang untuk aktivitas keagamaan

Upacara keagamaan membutuhkan ruang dalam pelaksanaannya. Upacara-upacara tersebut terdiri atas lima jenis yang disebut dengan Panca Maha Yadnya yaitu : Dewa Yadnya, Rsi Yadnya, Pitra Yadnya, Manusa Yadnya dan

Bhuta Yadnya.

Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan Dewa Yadnya antara lain terhadap peruntukan tempat suci dan radius kesuciannya, peruntukan sarana-sarana upacara, disamping sarana pendukung seperti jalan-jalan yang dipakai prosesi upacara.

Kebutuhan ruang dalam pelaksanaan upacara Rsi Yadnya biasanya kebutuhan ruangnya sama dengan upacara Manusia Yadnya yaitu terbatas pada ruang permukiman. Namun juga ada dipergunakannya ruas-ruas jalan untuk prosesi tersebut.

Kebutuhan ruang untuk upacara Pitra Yadnya selain perumahan juga memanfaatkan ruas jalan dan perempatan agung sebagai tempat memutar

wadah (tempat mayat), setra (kuburan) yang biasanya terdapat pada setiap desa adat. Tempat-tempat seperti campuhan, pantai dimanfaatkan sebagai tempat membuang abu jenazah dalam rangkaian prosesi upacara pembakaran mayat. Lokasi-lokasi pantai yang dipergunakan sebagai tempat upacara antara lain : pantai Padanggalak, pantai Sanur, pantai Sindu, pantai Mertasari, pantai Purnama, pantai Sanggaran, pantai Suwung, pantai Tanah Kilap (di Kota Denpasar), pantai Kuta, dan pantai Peti Tenget (di Kabupaten Badung).

Kebutuhan ruang untuk upacara Manusia Yadnya, pada dasarnya di dalam rumah, namun dalam proses pengambilan dan mejauman ada yang dilakukan dengan berjalan kaki yang menambil ruang di jalan umum.

Kebutuhan ruang untuk upacara Bhuta Yadnya.Upacara Bhuta Yadnya yang paling utama dan secara mutlak membutuhkan ruang adalah upacara Bhuta Yadnya yang dilaksanakan secara berkala : Tawur Nangluk Merana, yang biasanya dilakukan pada tilem sasih kelima dan tilem sasih keenam (pada bulan mati, Nopember-Desember), yang mengambil lokasi di setiap catuspatha dari desa adat yang bersangkutan. Upacara Bhuta Yadnya Tawur Kesanga

(menjelang hari raya Nyepi) untuk tingkat Kota Denpasar dilaksanakan di alun-alun (Puputan Badung) semestinya di catuspatha agung, di setiap desa adat, banjar pekraman, dan di rumah tangga dilanjutkan dengan ngerupuk atau

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 43 mengelilingi desa yang disertai dengan tetabuhan dan kadang-kadang mengusung ogoh-ogoh. Sebelum upacara puncak tawur kesanga terlebih dahulu dilakukan upacara melasti ke pantai atau campuhan yang mempunyai makna sebagai tempat pembersihan segala kekotoran atau keletehan. Prosesinya biasanya dilakukan dengan berjalan kaki.

(c) Tempat Suci dan Kawasan Suci (1) Tempat suci

Tempat suci adalah tempat yang disakralkan untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai prabhawa-Nya (manifestasi-Nya) dan/atau Atma Sidha Dewata (roh suci leluhur). Tempat suci dapat berbentuk pura/ kahyangan/luhur atau bentuk-bentuk lain yang disetarakan statusnya dengan pura. Pura-Pura di Kota Denpasar menurut statusnya dibedakan atas empat jenis, yaitu: Kahyangan Jagat (Sad Kahyangan, Dang Kahyangan, dan Kahyangan Jagat lainnya), Kahyangan Desa ( Puseh, Dalem, Desa/ Bale Agung, dan Kahyangan Desa lainnya), Pura Swagina (Ulun carik/Ulun Swi, Segara, Melanting, Merajan Kantor), dan Pura Kawitan ( Panti, Paibon, Dadya, Batur, Pedarman). Pura Kahyangan Jagat adalah pura tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa dalam segala prabhawa-Nya (manifestasi-Nya) seperti Pura Sad Kahyangan, Dang Kahyangan, dan Pura Jagat lainnya. Pura Kahyangan Desa yaitu Pura yang disungsung oleh krama Desa Pakraman yaitu Pura Tri Kahyangan Desa atau pura kahyangan Desa lainnya. Pura Swagina yaitu pura yang penyiwinya terikat oleh swagina atau rumpun profesi yang sama dalam mata pencaharian/pekerjaan. Sedangkan Pura Kawitan yaitu pura yang penyiwinya ditentukan oleh ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis kelahiran.

Di samping tempat peribadatan umat Hindu, di Kota Denpasar terdapat peribadatan non Hindu yaitu 26 Masjid, 83 Mushola, tiga buah Gereja Katolik, 39 buah Gereja Protestan, dan 6 buah Wihara.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 44

(2) Kawasan suci

Kawasan suci adalah kawasan yang disucikan oleh umat Hindu seperti kawasan gunung, danau, mata air, campuhan, laut, dan pantai. Di Kota Denpasar tidak terdapat kawasan suci yang berwujud gunung dan danau. Di Denpasar terdapat 17 campuhan, tiga di antaranya dikeramatkan terkait dengan upacara keagamaan Hindu. Wujud-wujud fisik yang berupa karya manusia yang juga tergolong kawasan/areal suci adalah setra, catuspatha, dan areal subak. Pemilihan lokasi pembangunan tempat suci/pura mempertimbangkan nilai-nilai kesucian lahan dan lingkungannya dan kecocokannya dengan fungsi tempat suci yang dibangun. Tempat suci atau pura diamankan dan dilindungi di dalam kawasan yang berada pada radius kesucian pura sesuai dengan jiwa yang termuat dalam Keputusan Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor: 11/KEP/I/PHDIP/1994 tanggal 25 Januari 1994 tentang Bhisama Kesucian Pura. Radius kesucian Pura Sad Kahyangan adalah a paneleng agung setara dengan 5 (lima) kilometer, Dang Kahyangan a paneleng alit setara dengan 2 (dua) kilometer, dan Kahyangan Tiga apanyengker sampai a panimpug atau setara dengan 5-25 meter. Kawasan suci dan radius kesucian pura tergolong kawasan perlindungan setempat.

Rencana Terpadu Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2JM Bidang Cipta Karya IV - 45

Tabel 4.22

Kawasan Suci Di Kota Denpasar No. Lokasi

(Banjar/Desa) Nama Kawasan Keterangan

1.

Denpasar Timur

Ds. Kesiman Petilan Ds. Kesiman

Pantai Padanggalak

Campuhan Tukad Ayung & Tukad Pangengeh Tempat Melasti Tempat Melasi 2. Denpasar Selatan - Ds. Sanur Kauh - Ds. Sanur Kaja - Ds. Sanur - Ds. Sanur - Ds. Sidakarya - Ds. Pedungan - Ds. Pemogan - Ds. Pemogan Pantai Mertasari

Pantai Sanur (Jalan Mentari Terbit) Pantai Segara Pantai Semawang Pantai Karang Pantai Purnama Pantai Benoa Pantai Suwung

Pantai Muara Tanah Kilap

Tempat Melasti

Tempat Penganyutan & Tempat Melasti Tempat Melasti Tempat Melasti Tempat Nganyut Tempat Melasti Tempat Melasti Tempat Melasti

Dokumen terkait