• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struma Nodular Toksik

Dalam dokumen Diagnosis Banding Hipertiroid (Halaman 24-36)

Pendahuluan

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummer’s disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hepertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.

Patofisiologi

Struma nodular toksik menampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul hiperfungsi tunggal ( toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular thyroid ). Riwayat dari multinodular  struma melibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan fibrosis. Proses kalsifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan. Beberapa nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik terjadi oleh karena adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon TSH pada 20 – 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma. Fungsi otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik sama dengan tipe hipertiroid lainnya.

Internasional

Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi sekitar 58 % dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism

Morbiditas dan mortalitas

Kompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.

Jenis Kelamin

Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata –rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 –7 % dan 1 –2 %.

Umur

Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular toksik.

Klinis Riwayat

Thyrotoxic symptoms

Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna.

Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa ge jala atipikal diantaranya - Anoreksia dan konstipasi

- Komplikasi cardiovascular yang mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina

Obstructive symptoms

Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang berhubungan dengan oobstruksi mekanik seperti:

- Melibatkan saraf laryngeal superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara menjadi serak Asymptomatik

Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin. Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4) yang normal

Pemeriksaan Fisik

Terdapat pelebaran, fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Suara serak dan deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanis bisa menyebabkan terjadinya superior vena cava syndrome berupa penekanan vena di leher dan kepala sehingga menghasilkan Pemberton sign. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai.

Penyebab

Fungsi otonomik dari kelenjar tiroid berhubungan dengan kekurangan iodium. Berbagai variasi mekanisme telah diimplikasikan, akan tetapi pathogenesis molecular belum begitu jelas

Keadaan yang menjurus pada struma nodular toksik

- Defisiensi iodium berdampak pada penurunan kadar T4, yang mencetus hyperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi kadar T4 yang rendah

- Peningkatan replikasi sel tiroid merupakan factor predisposisi sel tunggal untuk mengalami mutasi somatic dari reseptor TSH. Aktifasi konstitutif dari reseptor TSH bisa membuat factor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan yang menghasilkan proliferasi klonal. Sel klon memproduksi nodul yang multiple

Mutasi Somatik dari reseptor TSH dan G α protein merubah aktifasi konstitutif menjadi kaskade cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dari jalur inostol phosphate

- Mutasi ini terdapat pada fungsi otonomik nodul tiroid, solid sampai pada kelenjar multinodu

- Laporan frekuensi mutasi ini bervariasi, sekitar 10 – 80 %. Insidensi tertinggi dilaporkan pada pasien dengan defisiensi iodium

Polimorphism dari reseptor TSH telah dilakukan penelitian pada pasien dengan struma nodular toksik - Mutasi ini terdapat pada jalur sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah satunya, D727E  memiliki

frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik dari orang yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai hubungan dengan penyakit ini

- Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor TSH manusia tidak berhubungan langsung pada struma nodular toksik. Sekitar 10 % dari individu yang sehat memiliki polymorphism

Mediator pertumbuhan yang terlibat diantaranya:

- Produksi Endhotelin 1 (ET – 1) meningkat pada kelenjar tiroid tikus yang mengalami hyperplasia, ini menunjukkan bahwa produksi ET-1 melinatkan pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasinya. Kontras antara sel tiroid yang normal dengan kanker papilari tiroid, jaringan tiroid pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi negative pada sel folikular. Signifikansi dari temuan ini belum jelas, akn tetapi ET-1 merupakan suatu vasokonstriktor, mitogen dari vascular endothelium, sel otot polos dan sel folkular tiroid.

- Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid dengan insulin-like growth  factor , epidermal growth factor dan fibroblast growth factor .

Diagnosis Banding

Diagnosis banding struma nodular toksik diantaranya: - Struma nodular non toksik

- Graves disease - Hashimoto disease

- Thyroid papillary carcinoma - Thyroiditis subakut

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium - Tes Fungsi tiroid

TSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari uji tapis untuk hipertiroid. Pasien dengan struma nodular toksik mengalami peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas akan meningkat ataupun dalam batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi diobservasi pada iodine-induced hyperthyroidism atau adanya agen untuk menghambat perubahan T4 menjadi T3 seperti propanolol, kortikosteroid, agen radiokontras, amiodarone. Beberapa pasien mungkin memiliki kadar T4 bebas yang normal dengan T3 yang meningkat (toksikosis), Ini bisa terjadi pada 5 –46 % pasien dengan nodul toksik.

Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal

Pemeriksaan pencitraan - Nuclear scintigrafi

Pemindaian nuclear bisa dilakukan pada pasien dengan hipertiroidism biomolekular. Nuclear medicine bisa dilakukan dengan radioaktif iodine – 123 (123 I) atau dengan technetium – 99m (99m Tc). Isotop ini dipilih karena memiliki waktu paruh yang pendek dan memiliki paparan radiasi yang kecil pada pasien  jika disbanding dengan Natrium iodide –131 (Na131I). 99mTc akan tertahan pada tiroid akan tetapi tidak mengalami organifikasi. Walaupun tersedia, pemindaian 99m Tc bisa menghasilkan hasil yang salah. Beberapa nodul menunjukkan hasil panas ataupun hangat pada pemindaian 99mTc dan hasil dingin pada pemindaian 123 I. Maka dari itu 123 I lebih dipilih. Pemindaian nuclear menunjukkan determinasi terjadinya hipertiroid, Pasien dengan Graves disease menunjukkan homogenous diffuse uptake, sedangkan throiditis menunjukkan low uptake. Pada pasien dengan struma nodular toksik hasil pemindaian menunjukkan  patchy uptake. Nilai uptake radioiodine dalam 24 jam rata – rata 20 – 30 %. Pemindaian tiroid sangat berguna untuk membantu mendeterminasi perubahan – perubahan pada kelenjar tiroid, dimana mengandung nodul toksis.

- Ultrasonografi

USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan. USG sangat membantu ketika dikorelasikan dengan pemindaian nuclear untuk mendeterminasikan dengan fungsi nodul. Dominasi nodul dingin bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive dari struma nodular toksik. Teknik ini bisa digunakan untuk mengetahui ukuran dari tiroid nodul.

- Pencitraan lainnya

CT – Scan pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma. Struma multinodular khususnya dengan komponen substernal biasanya merupakan temuan yang tidak sengaja pada radiografi thorax, CT scan atau MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bisa memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (Jod-Basedow effect).

Prosedur - BAJAH

BAJAH tidak selalu diindikasikan pada nodul tiroid fungsional otonomik (hot). Risiko terjadinya keganasan sangatlah kecil. Interpretasi dari specimen sangat sulit, karena tampilannya menyerupai keganasan pada sel folikular dan menimbulkan kerancuan antara lesi jinak dan lesi ganas tanpa

pemotongan jaringan untuk melihat adanya vaskularisasi dan invasi kapsular. BAJAH dilakukan jika menunjukkan suatu nodul dingin (cold) yang dominan pada struma multinodular. Nodul yang secara klinis signifikan lebih besar dari 1 cm dengan diameter maksimum berdasarkan pada palpasi dan USG, kecuali pada penningkatan risiko keganasan. NOdul yang tidak teraba bisa dibiopsi dengan bantuan USG.

Penatalaksanaan Terapi Medis

Terapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan suatu controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana dengan radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis harus dimonitor dengan ketat.

- Na131I, di Amerika Serikat dan Eropa radioaktif iodine merupakan prenatalaksanaan pilihan pada struma nodular toksik. Mengenai dosis optimal masih merupakan suatu perdebatan. Pasien dengan struma nodular toksik mempunyai uptake yang lebih sedikit dari pasien dengan Graves disease. Maka dari itu lebih memerlukan dosis yang lebih besar. Radioiodine terapi dengan dosis tunggal menunjukkan keberhasilan sekitar 85 – 100 % pada pasien dengan struma nodular toksik. Terapi radioiodine bisa mengecilkan ukuran struma hingga 40 %. Kegagalan terapi inisial dengan radioaktif iodine mempunyai hubungan dengan peningkatan ukuran struma dan peninggian kadar T3 dan T4 yang bebas, yang menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dosis Na131I. Korelasi positif terjadi antara dosis radiasi pada tiroid dan penurunan volume tiroid. Pada pasien dengan uptake kurang dari 20 %, tatalaksana awal dengan lithium , PTU dan TSH recombinan bisa meningkatkan kefektifan uptake iodine.

Komplikasi yang bisa timbul diantaranya hipotiroidsm, symptom throtoxic ringan, eksaserbasi dari CHF dan atrial fibrilasi pada pasien dengan usia tua, tiroid storm.

- Farmakoterapi

Obat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka pendek struma nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan melakukan radioiodine dan pembedahan. Pasien dengan penyakit subklinis dengan risiko komplikasi yang tinggi diberikan methimazole dosis rendah (5 –15 mg / hari) atau beta bloker dan dimonitor perubahan symptom atau progrefisitas penyakit yang diperlukan untuk terapi definitif.

Thiamide (PTU dan methimazole) adalah terapi untuk mencapai euthiroidsm sebagai langkah awal dari terapi definitive radioiodine dan pembedahan. Direkomendasikan untuk menghentikan obat antitiroid sedikitnya 4 hari sebelum terapi radioiodine untuk memaksimalisasi efek radioiodine. Obat antitiroid diberikan 2 –8 minggu sebelum terapi radioiodine untuk mencegah risiko terjadinya tiroid storm. Obat antitiroid dan beta bloker ini memiliki efek samping berupa gatal –gatal, demam, dan gangguan saluran cerna. PTU memiliki efek samping yang serius yaitu kerusakan hati, maka dari itu PTU digunakan sebagai terapi garis kedua kecuali pada pasien dengan alergi dan intoleransi pada metimazole.

Beta- adrenergic reseptor antagonis digunakan untuk mengatasi symptom dari tirotoksikosis. Propanolol (non selective beta bloker) bisa menurunkan heart rate mengkontrol tremor, menurunkan keringat berlebihan, dan mengatasi kecemasa. Propanolol juga diketahui bisa menurunkan konversi T4 menjadi T3. Pasien dengan asthma, beta 1 selektif antagonis seperti atenolol atau metoprolol merupakan pilihan yang aman. Pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker menggunakan Ca channel blocker bisa membantu mengontrol heart rate.

Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul besar atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi mandapatkan kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya terjadinya hipotiroidsm (15 –25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi luka, myocard infark, atrial fibrillation, dan stroke.

Follow up

Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma nodular toksik, lakukan penilaian T4 bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4  – 6. Kadar TSH meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi oleh peningkatan level hormone tiroid dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.

Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis. Pasien memerlukan tatalaksana dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode tersebut. Cek evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4 minggu setelah terapi inisial.

Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali adanya tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 –6 setelah pembedahan.

Monitor pasien dengan hipertiroid subklinis dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.

Prognosis

Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na131

I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu dan membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.

Referensi

1. Lado-Abeal J, Palos-Paz F, Perez-Guerra O, et al. Prevalence of mutations in TSHR, GNAS, PRKAR1A and RAS genes in a large series of toxic thyroid adenomas from Galicia, an iodine deficient area in NW Spain. Eur J Endocrinol . Aug 11 2008

2. Abraham-Nordling M, Törring O, Lantz M, et al. Incidence of hyperthyroidism in Stockholm, Sweden, 2003-2005. Eur J Endocrinol . Jun 2008;158(6):823-7.

3. Basaria S, Salvatori R. Images in clinical medicine. Pemberton's sign. N Engl J Med . Mar 25 2004;350(13):1338.

4. Gabriel EM, Bergert ER, Grant CS, et al. Germline polymorphism of codon 727 of human thyroid-stimulating hormone receptor is associated with toxic multinodular goiter. J Clin Endocrinol  Metab. Sep 1999;84(9):3328-35.

5. Muhlberg T, Herrmann K, Joba W, et al. Lack of association of nonautoimmune hyperfunctioning thyroid disorders and a germline polymorphism of codon 727 of the human thyrotropin receptor in a European Caucasian population. J Clin Endocrinol Metab. Aug 2000;85(8):2640-3.

6. American Association of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici Endocrinologi medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract . Jan-Feb 2006;12(1):63-102

7. Cerci C, Cerci SS, Eroglu E, et al. Thyroid cancer in toxic and non-toxic multinodular goiter. J Postgrad  Med . Jul-Sep 2007;53(3):157-60.

8. van Soestbergen MJ, van der Vijver JC, Graafland AD. Recurrence of hyperthyroidism in multinodular goiter after long-term drug therapy: a comparison with Graves' disease. J Endocrinol  Invest . Dec 1992;15(11):797-800.

9. Allahabadia A, Daykin J, Sheppard MC, et al. Radioiodine treatment of hyperthyroidism-prognostic factors for outcome. J Clin Endocrinol Metab. Aug 2001;86(8):3611-7.

10. Zingrillo M, Urbano N, Suriano V, et al. Radioiodine treatment of Plummer and multinodular toxic and nontoxic goiter disease by the first approximation dosimetry method. Cancer Biother  Radiopharm. Apr 2007;22(2):256-60

11. Albino CC, Mesa CO Jr, Olandoski M, et al. Recombinant human thyrotropin as adjuvant in the treatment of multinodular goiters with radioiodine. J Clin Endocrinol Metab. May 2005;90(5):2775-80.

12. Duick DS, Baskin HJ. Utility of recombinant human thyrotropin for augmentation of radioiodine uptake and treatment of nontoxic and toxic multinodular goiters. Endocr Pract . May-Jun 2003;9(3):204-9.

13. Adamali HI, Gibney J, O'Shea D, et al. The occurrence of hypothyroidism following radioactive iodine treatment of toxic nodular goiter is related to the TSH level. Ir J Med Sci . Sep 2007;176(3):199-203. 14. Bonnema SJ, Bertelsen H, Mortensen J, et al. The feasibility of high dose iodine 131 treatment as an

alternative to surgery in patients with a very large goiter: effect on thyroid function and size and pulmonary function. J Clin Endocrinol Metab. Oct 1999;84(10):3636-41.

15. FDA MedWatch Safety Alerts for Human Medical Products. Propylthiouracil (PTU). US Food and Drug

Administration. Available at

http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHumanMedicalProducts/ucm 164162.htm. Accessed June 3, 2009.

16. Bonnema SJ, Bennedbaek FN, Veje A, et al. Propylthiouracil before 131I therapy of hyperthyroid diseases: effect on cure rate evaluated by a randomized clinical trial. J Clin Endocrinol  Metab. Sep 2004;89(9):4439-44.

17. Azizi F, Khoshniat M, Bahrainian M, et al. Thyroid function and intellectual development of infants nursed by mothers taking methimazole. J Clin Endocrinol Metab. Sep 2000;85(9):3233-8.

18. Momotani N, Yamashita R, Makino F, et al. Thyroid function in wholly breast-feeding infants whose mothers take high doses of propylthiouracil. Clin Endocrinol (Oxf). Aug 2000;53(2):177-81.

19. Aeschimann S, Kopp PA, Kimura ET, et al. Morphological and functional polymorphism within clonal thyroid nodules. J Clin Endocrinol Metab. Sep 1993;77(3):846-51.

20. Aghini-Lombardi F, Antonangeli L, Martino E, et al. The spectrum of thyroid disorders in an iodine-deficient community: the Pescopagano survey. J Clin Endocrinol Metab. Feb 1999;84(2):561-6.

21. Clark KJ, Cronan JJ, Scola FH. Color Doppler sonography: anatomic and physiologic assessment of the thyroid. J Clin Ultrasound . May 1995;23(4):215-23.

22. Cooper DS. Hyperthyroidism. Lancet . Aug 9 2003;362(9382):459-68.

23. Dumont JE, Lamy F, Roger P, et al. Physiological and pathological regulation of thyroid cell proliferation and differentiation by thyrotropin and other factors. Physiol Rev . Jul 1992;72(3):667-97.

24. Erem C, Kandemir N, Hacihasanoglu A, et al. Radioiodine treatment of hyperthyroidism: prognostic factors affecting outcome. Endocrine. Oct 2004;25(1):55-60.

25. Erickson D, Gharib H, Li H, et al. Treatment of patients with toxic multinodular goiter. Thyroid . Apr 1998;8(4):277-82.

27. Grubeck-Loebenstein B, Buchan G, Sadeghi R, et al. Transforming growth factor beta regulates thyroid growth. Role in the pathogenesis of nontoxic goiter. J Clin Invest . Mar 1989;83(3):764-70.

28. Holzapfel HP, Fuhrer D, Wonerow P, et al. Identification of constitutively activating somatic thyrotropin receptor mutations in a subset of toxic multinodular goiters. J Clin Endocrinol  Metab. Dec 1997;82(12):4229-33.

29. Kang AS, Grant CS, Thompson GB, et al. Current treatment of nodular goiter with hyperthyroidism (Plummer's disease): surgery versus radioiodine. Surgery . Dec 2002;132(6):916-23; discussion 923.

30. Koornstra JJ, Kerstens MN, Hoving J, et al. Clinical and biochemical changes following 131I therapy for hyperthyroidism in patients not pretreated with antithyroid drugs. Neth J Med . Nov 1999;55(5):215-21. 31. Kraiem Z, Glaser B, Yigla M, et al. Toxic multinodular goiter: a variant of autoimmune hyperthyroidism. J

Clin Endocrinol Metab. Oct 1987;65(4):659-64.

32. Krohn K, Paschke R. Clinical review 133: progress in understanding the etiology of thyroid autonomy. J Clin Endocrinol Metab. Jul 2001;86(7):3336-45.

33. Lavard L, Sehested A, Brock Jacobsen B, et al. Long-term follow-up of an infant with thyrotoxicosis due to germline mutation of the TSH receptor gene (Met453Thr). Horm Res. 1999;51(1):43-6.

34. Maussier ML, D'Errico G, Putignano P, et al. Thyrotoxicosis: clinical and laboratory assessment. Rays. Apr-Jun 1999;24(2):263-72.

35. Pearce EN, Braverman LE. Hyperthyroidism: advantages and disadvantages of medical therapy. Surg Clin North Am. Jun 2004;84(3):833-47.

36. Reiners C, Schneider P. Radioiodine therapy of thyroid autonomy. Eur J Nucl Med Mol  Imaging. Aug 2002;29 Suppl 2:S471-8.

37. Sato K, Miyakawa M, Eto M, et al. Clinical characteristics of amiodarone-induced thyrotoxicosis and hypothyroidism in Japan. Endocr J. Jun 1999;46(3):443-51.

38. Siegel RD, Lee SL. Toxic nodular goiter. Toxic adenoma and toxic multinodular goiter. Endocrinol Metab Clin North Am. Mar 1998;27(1):151-68.

39. Talbot JN, Duron F, Piketty ML, et al. Low thyrotropin (TSH) levels in goiter. Relationship with scintigraphic findings and other biological parameters. Thyroidology . Apr 1989;1(1):39-44.

40. Tonacchera M, Chiovato L, Pinchera A, et al. Hyperfunctioning thyroid nodules in toxic multinodular goiter share activating thyrotropin receptor mutations with solitary toxic adenoma. J Clin Endocrinol  Metab. Feb 1998;83(2):492-8.

41. Tonacchera M, Vitti P, Agretti P, et al. Activating thyrotropin receptor mutations in histologically heterogeneous hyperfunctioning nodules of multinodular goiter. Thyroid . Jul 1998;8(7):559-64.

Struma nodular toksik 

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer's disease (Sadler et al, 1999). Palingsering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapidigitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah,dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebutyang berbeda dengan  pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves.Penderita goiter nodular toksik mungkin

memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltratseperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dansesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al,1999)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukun g oleh tingkatTSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak  ditemukan (Sadler et al, 1999)

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita inimembutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi ataulobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk strumamultinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lainadalah dianjurkan (Sadler et al, 1999).

Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves

Dalam dokumen Diagnosis Banding Hipertiroid (Halaman 24-36)

Dokumen terkait