• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis Banding Hipertiroid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diagnosis Banding Hipertiroid"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSIS BANDING HIPERTIROID DIAGNOSIS BANDING HIPERTIROID

Goiter atau gondok adalah keadaan di mana terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid. Bisa dalam Goiter atau gondok adalah keadaan di mana terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid. Bisa dalam  bentuk yang menyebar ataupun benjolan. Karena ad

 bentuk yang menyebar ataupun benjolan. Karena ad anya kemiripan secara anatomis dari kelenjar anya kemiripan secara anatomis dari kelenjar  tiroid, trakea, laring, dan esofagus, pertumbuhan yang abnormal dapat menyebabkan berbagai tiroid, trakea, laring, dan esofagus, pertumbuhan yang abnormal dapat menyebabkan berbagai sindrom. Fungsi tiroid dapat normal(nontoxic goiter), berlebih (toxic goiter) atau kuran

sindrom. Fungsi tiroid dapat normal(nontoxic goiter), berlebih (toxic goiter) atau kuran g aktif g aktif  (hypothyroid goiter).

(hypothyroid goiter). 1.

1. TNG (Toxic Nodular Goiter)TNG (Toxic Nodular Goiter)

TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid terjadi pembesaran dengan bentuk nodul tiroid TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid terjadi pembesaran dengan bentuk nodul tiroid atau dengan kata lain terjadi hipersekresi hormon-hormon tiroid yang menyebabkan pembesaran atau dengan kata lain terjadi hipersekresi hormon-hormon tiroid yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang bernodul-nodul. Gejala-gejalanya adalah :

kelenjar tiroid yang bernodul-nodul. Gejala-gejalanya adalah : 

 Intoleransi panasIntoleransi panas 

 LemasLemas 

 Tremor Tremor  

 Penurunan berat badanPenurunan berat badan 

  Nafsu makan bertambah Nafsu makan bertambah 

 Gondok Gondok  

 TakikardiaTakikardia 2.

2. Goiter, Diffuse ToxicGoiter, Diffuse Toxic

Dalam diffuse toxic giter, kelenjar tiroid dapat memproduksi hormon tiroid secara Dalam diffuse toxic giter, kelenjar tiroid dapat memproduksi hormon tiroid secara

 berlebihan. Ini akan mempercepat metabolisme hampir di seluruh organ. Gejalanya yang  berlebihan. Ini akan mempercepat metabolisme hampir di seluruh organ. Gejalanya yang

utama adalah gondok itu sendiri. Gejalanya dapat muncul dalam minggu, bulan bahkan utama adalah gondok itu sendiri. Gejalanya dapat muncul dalam minggu, bulan bahkan tahun. Gejalanya dapat multisistemik namun dapat juga hanya menyerang satu organ tahun. Gejalanya dapat multisistemik namun dapat juga hanya menyerang satu organ sehingga menimbulkan kesalahan dalam diagnosis. Pada orang lansia, gejalanya dapat sehingga menimbulkan kesalahan dalam diagnosis. Pada orang lansia, gejalanya dapat  berupa penurunan berat badan, atrial fibrillation (cardiac),atau apathy (depresi). Gejala  berupa penurunan berat badan, atrial fibrillation (cardiac),atau apathy (depresi). Gejala

yang dapat muncul yaitu : yang dapat muncul yaitu : 

 Hipermetabolisme-penurunan berat badan dengan nafsu makan yang baik, intoleransiHipermetabolisme-penurunan berat badan dengan nafsu makan yang baik, intoleransi  panas, berkeringat, lemas, osteoporosis

 panas, berkeringat, lemas, osteoporosis 

 Hiperadrenergic-palpitasi, tremor, insmoniaHiperadrenergic-palpitasi, tremor, insmonia 

 Gynecomastica, sedikit menstruasi, penurunan konsentrasi, fatiqueGynecomastica, sedikit menstruasi, penurunan konsentrasi, fatique 

 Goiter-bisa ringan sampai parah, bisa muncul kesulitan menelanGoiter-bisa ringan sampai parah, bisa muncul kesulitan menelan 

 OculopathyOculopathy 

 Dekompensasi organ - Atrial fibrillation, congestive heart failure, penyakit kuningDekompensasi organ - Atrial fibrillation, congestive heart failure, penyakit kuning 3.

3. Thyroid Papillary CarcinomaThyroid Papillary Carcinoma

Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat

menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di dalam darah menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid

menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid 4.

4. Macro and Micro Pituitary AdenomaMacro and Micro Pituitary Adenoma

Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 1

Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 1 0 mm disebut sebagai makroadenoma ,d0 mm disebut sebagai makroadenoma ,danan  bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi adenoma hipofisis lebih sering  bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi adenoma hipofisis lebih sering

(2)
(3)

terjadi dibandingkan karsinoma hipofisis. Baik mikro maupun makro adenoma , keduanya terjadi dibandingkan karsinoma hipofisis. Baik mikro maupun makro adenoma , keduanya sama-sama menyebabkan hiperfungsi kelenjar hipofisis, seperti :

sama menyebabkan hiperfungsi kelenjar hipofisis, seperti : 

 Hipersekresi ACTH --> Cushing Syndromeb.Hipersekresi ACTH --> Cushing Syndromeb. 

 Hipersekresi GH -->Akromegalic.Hipersekresi GH -->Akromegalic. 

 Hipersekresi TSH --> yang menyebabkan hipertiroid (sebagai diagnosis banHipersekresi TSH --> yang menyebabkan hipertiroid (sebagai diagnosis ban ding padading pada  penyakit hipertiroid)

 penyakit hipertiroid) 

 Ketidakseimbangan sekresi Gonadotropin dan Estrogen menyebabkan amenorheaKetidakseimbangan sekresi Gonadotropin dan Estrogen menyebabkan amenorhea  p

 padadawawananitita.a. 5.

5. Graves DiseaseGraves Disease

Penyakit Graves, yang disebabkan oleh

Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid,suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah penyakit yang kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah penyakit yang disebabkan karena turunan/diwariskan(15%) dan karena imunologi (50%). Penyakit ini lima kali disebabkan karena turunan/diwariskan(15%) dan karena imunologi (50%). Penyakit ini lima kali lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Pen

lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Pen yakit Graves diperkirakan adalahyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan antibodi-antibodi

suatu penyakit autoimun, dan antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dariyang adalah karakteristik-karakteristik dari

 penyakit ini mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroidstimulating  penyakit ini mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroidstimulating

immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk :

reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk : 

 StresStres 

 Merokok Merokok  

 radiasi pada leher radiasi pada leher  

 obat-obatan danobat-obatan dan 

 organisme-organisme yang organisme-organisme yang menyebabkan menyebabkan infeksi seperti virus-vinfeksi seperti virus-virus.irus.

Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy)dan Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy)dan luka-luka kulit (dermopathy).Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau

luka-luka kulit (dermopathy).Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saatpada saat yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol cahaya dan suatu perasaan dari "ada pasir didalam mata-mata". Mata-mata mungkin menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan

dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan

ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak  (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak  halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki. Gejala klinisnya adalah :

halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki. Gejala klinisnya adalah : 

  palpitasi palpitasi 

 takikardia ringantakikardia ringan 

 diarediare 

 mudah lelahmudah lelah 

  berkeringat berkeringat 

(4)

http://www.scribd.com/doc/34012135/Diagnosis-Banding-hipertiroid

http://www.scribd.com/doc/34012135/Diagnosis-Banding-hipertiroid

Cause of Hyperthroid (Grave Disease/

Cause of Hyperthroid (Grave Disease/

Struma Toksik DifusaStruma Toksik Difusa

) w/

) w/

differential diagnose

differential diagnose

Pendahuluan Pendahuluan Kelenjar Tiroid Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang men

Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang men yatu di bagian tengahyatu di bagian tengah oleh bagian sempit kelenjar, yaitu berada

oleh bagian sempit kelenjar, yaitu berada di atas trakea, tepat di bawah ladi atas trakea, tepat di bawah laring. Sel-sel sekretorik ring. Sel-sel sekretorik  utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga yang masing-masing membentuk  utama tiroid tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga yang masing-masing membentuk  unit fungsional yang disebut folikel. Pada potongan mikroskopik , folikel tampak sebagai unit fungsional yang disebut folikel. Pada potongan mikroskopik , folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang meliputi lumen bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang cincin sel folikel yang meliputi lumen bagian dalam yang dipenuhi koloid, suatu bahan yang  berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstraseluler untuk hormon-hormon tiroid.

 berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstraseluler untuk hormon-hormon tiroid.

Konstituen utama koloid adalah kompleks yang dikenal Tiroglobulin, yang didalamnya Konstituen utama koloid adalah kompleks yang dikenal Tiroglobulin, yang didalamnya  berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel

 berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel

menghasilkan 2 hormon yang mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin, yakni menghasilkan 2 hormon yang mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin, yakni tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan Triiodotironin (T3). Kedua hormon ini secara kolektif  tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan Triiodotironin (T3). Kedua hormon ini secara kolektif  disebut hormon tiroid yang merupakan regulator

disebut hormon tiroid yang merupakan regulator penting bagi laju metabolisme basalpenting bagi laju metabolisme basal keseluruhan.

keseluruhan.

Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid Pengaturan Sekresi Hormon Tiroid

Sekresi hormon tiroid diatur oleh

Sekresi hormon tiroid diatur oleh sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. Thyroidsumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid. Thyroid Stimulating Hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior adalah regulator  Stimulating Hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior adalah regulator 

fisiologis terpenting bagi sekresi hormon tiroid. Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH fisiologis terpenting bagi sekresi hormon tiroid. Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH  bertanggung jawab untuk mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid.

 bertanggung jawab untuk mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid. Hormon Tiroid , dengan mekanisme umpan

Hormon Tiroid , dengan mekanisme umpan balik negatif akan mematikan sekresi TSH,balik negatif akan mematikan sekresi TSH, sementara Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus secara tropik menghidupkan sementara Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus secara tropik menghidupkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior.

sekresi TSH oleh hipofisis anterior.

Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme Tirotoksikosis dan Hipertiroidisme

Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi darah, sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kel

sirkulasi darah, sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kel enjar enjar  tiroid yang hiperakitif.

tiroid yang hiperakitif.

Gondok atau Goiter atau Struma Gondok atau Goiter atau Struma

(5)

Goiter adalah suatu pembengkakan pada kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan  pembengkakan di daerah leher dan laring. Klasifikasi gondok menurut derajatnya dibedakan

menjadi :

1. “Diffuse Goiter” yaitu struma yang menyebar seleuruhnya melalui ke lenjar tiroid (dapat  berupa “simple goiter” dan “multinodular goiter”

2. “Toxic goiter” yaitu struma dengan keadaan hipertiroidisme, paling banyank disebabkan oleh Grave disease, tapi dapat juga disebabkan oleh multinodular goiter dan inflamasi

(Tirotoksikosis)

3. “Non Toxic Goiter” yakni goiter yang disebabkan oleh tipe lain misalnya oleh karena akumulasi lithium atau dapat karena penyakit autoimun.

Pembahasan Grave Disease

Grave disease merupakan suatu penyakit autoimun yang mengakibatkan hipertiroidisme karena sirkulasi autoantibodi. Ciri khas dari penyakit ini ialah didapatkan pembesaran kelenjar  tiroid yang difus disertai keadaan tirotoksikosis. Di Amerika dan Eropa , Grave disease

merupakan penyebab terbanyak kasus hipertiroidsme.

Etiologi

Etiologi Grave disease disebabkan oleh autoimun.

Epidemiologi

Grave disease merupakan penyebab terbanyak kasus hipertiroid di Amerika dan Eropa. Sebuah studi kasus di Minnesota menunjukkan terdapat 30 kasus grave disease per 100.000 orang per  tahun. Di Seluruh dunia, grave disease menyumbang 60-90 % kasus penyebab tirotoksikosis (terbanyak dari penyebab yang lain).

Penyakit ini paling sering terjadi pada wanita (7:1 d ibanding laki-laki). Grave disease  juga paling sering terjadi pada usia pertengahan , tetapi tidak lazim dalam remaja, selama

kehamilan, selama menopause, atau pada orang-orang di atas usia 50.

Patofisiologi

Pada awalnya terjadi peningkatan produksi TSH di adenohipofisis sehingga menstimulasi T3 dan T4 yang beredar dalam darah. Jika sedah sangat meningkat maka TSH akan turun

sehingga ada gambaran klinik tirotoksikosis. Jadi terjadinya penyakit grave karena gangguan kerja otonom di kelenjar tiroid dan efek umpan balik tidak berjalan lancar.

Hiperaktifitas ini terjadi karena di dalam darah timbul LATS (Long Acting Thyroid Stimulators) sehingga terjadi reaksi autoimun. Dapat berbentuk IgG dan IgM yang akan

merangsang kelenjar tiroid mengeluarkan hormon tiroid sebanyak-banykanya tanpa kontrol dari adenohipofisis. LATS diproduksi oelh jaringan limfoid.

(6)

Manifestasi Klinik 

1. Gejala pada jantung

1. Takikardi

2. Takiaritmia. Yang sering dijumpai adalah atrial fibrilasi yang rapid respon (heart rate yang lebih dari 100 x per menit yang cepat dan irreguler)

3. Hipertensi

4. Left ventricular Hipertrophy. Dilatasi Ventrikel Kiri oleh karena hipertensi pada tiroid toksik.

5. Decompensatio cordis acuta. Biasa terjadi gagal jantun g kiri yang diinduksi oleh hipertensi. Pada hipertiroid, segala penyakit jantung yang terjadi disebut thyroid heart disease. Aritmia dapat menyebabkan decompensatio cordis karena cardiac output pada tiroid heart disease tidak  sama volumenya satu sama lain sehingga pompa jantung terganggu, menimbulkan dilatasi ventrikel kiri, akibatnya terjadi mitral insufisiensi.

6. Decompensatio cordis kronik. Biasa terjadi gagal jantun g kanan.

2. Gejala pada saluran pencernaan

1. Adanya gangguan absorbsi yang cepat di usus halus 2. Hiperperistaltik 

3. Dispepsia, Nausea, Meteorismus, Perut terasa penuh atau kembung

4. Pada keadaan yang lebih buruk terjadi emesis dan diare kronik sehingga terjadi anoreksia yang menyebabkan keadaan umum menurun dan berat badan yang menurun pula.

3. Gejala Neurologi

1. Hiperrefleksi saraf tepi oleh karena hiperaktifitas saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.

2. Gangguan sirkulasi serebral oleh karena hipervaskularisasi ke otak  3. Penderita mengalami vertigo, selfagia, sampai migrain

4. Mata mengalami diplopia oleh karena eksophtalmus

4. Gangguan Metabolisme

Adanya gangguan toleransi glukosa misalnya timbul hiperglikemia kronik yang menyebabkan DM tipe 3 (DM tipe lain yang salah satunya diakibatkan karena struma toksik)

5. Terhadap lingkungan

Penderita tidak tahan terhadap udara panas. Penderita banyak keringat , palpitasi, kesadaran menurun, dan bingung.

(7)

1. Iritatif, sensitif, dan anxiety 2. Psikoneurosis sampai psikotik  3. Depresi

4. Insomnia

5. Penderita sering merasa matanya membesar, juga sering kelopak matanya membesar.

Komplikasi

1. Gangguan pada Jantung seperti Hipertensi, gagal jantung, LVH, takikardi, takiaritmia, dan lain-lain

2. Diabetes Melitus Tipe III

Pemeriksaan Fisik 

1. Keadaan Umum penderita, kesadaran dan status psikologisnya 2. Tekanan darah meningkat

3. Denyut jantung cepat dan tidak teratur oleh karena atrium fibrilasi

4. Adanya gambaran kolateral di daerah tiroid oleh karena hipervaskularisasi.

5. Pada palpasi tiroid didapatkan struma yang noduler, batasnya jelas, dan konsistensi kenyal. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita disuruh duduk dan pemeriksa memeriksa dari

 belakang pasien dengan menggunakan 3 jari, pasien disuruh menelan. Yang bergerak saat menelan adalah tiroid.

6. Pada auskultasi di daerah tiroid terdengar bising sistolik / vascular bruit.

7. Hiperefleski pada pemeriksaan refleks APR (Ankle Patella Refleks) , KPR (Knee Patella Reflex), refleks biseps dan triseps.

8. Tremor halus pada tangan penderita. Cara melakukan pemeriksaan ini, penderita dalam keadaan duduk, tangan dan jari direntangkan (kira-kira tegak lurus pada posisi badan yang duduk) lalu lihat ada tremor atau tidak.

9. Palpasi untuk melihat apakah ada pembesaran hati

10. Refleks kulit abdomen meningkat sehingga terjadi retraksi kulit abdomen 11. Kulit teraba lembab karena peningkatan produksi kelenjar keringat.

12. Pada mata dapat terjadi morbus sign, juga dapat terjadi pembengkakan di belakang mata yang dikenal dengan istilah eksoftalamus/

(8)

13. Conjungtiva Chemosis. 14. Palpebra edema.

Pada Kasus-Kasus yang kurang jelas, digunakan indeks wayne. Skor dilihat dari :

Gejala Klinis :

- Sesak bila bekerja (Dispnoe d’effort) : +1

- Pasien berdebar-debar : +2

- Aesthenia (Pasien Mudah lelah) : +2 - Lebih menyukai udara dingin : +5 - Lebih menyukai udara panas : -5

- Banyak keringat : +3

- Mudah gugup, bingung, grogi : +2 - Nafsu makan bertambah tapi kurus : +3

- Nafsu makan berkurang : -3

- Berat badan turun : +3

- Berat badan naik : -3

Pemeriksaan Fisik 

- Perabaan kelenjar tiroid membesar : +3 - Perabaan kelenjar tiroid tidak membesar : -3 - Auskultasi kel. Tiroid ada bising sistolik : +2 - Auskultasi kel. Tiroid tidak ada bising sistolik : -2

- Ada eksophtalmus : +2

- Tidak ada eksophtalmus : 0

(9)

- Bila kelopak mata tidak tertinggal saat bola mata digerakkan : 0 - Ada hiperrefleksi, hiperkinetik : +4

- Tremor halus pada jari : +1

- Tidak ada tremor halus pada jari : 0 - Tangan panas oleh karena hipertermi : +2 - Tidak ada tangan panas : -2

- Ada hiperhidrosis : +1

- Tidak ada hiperhidrosis (tangan basah) : -1

- Ada atrium fibrilasi : +4

- Tidak ada atrium fibrilasi : 0 - Nadi teratur / reguler : >90x/mnt : +3

80-90x/mnt : -3 <80x/mnt : -3

Skor dari gejala klinis dan pemeriksaan fisik dijumlahkan, bila jumlah: - 10-14 : Normal

- >14 : Hipertiroid - <10 : Hipotiroid

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium

1. Kadar T4 meningkat, Kadar T3 meningkat (tirotoksikosis)

2. Tirotropin Reseptor Assay (TSIs) à berfungsi untuk menegakkan diagnosis Grave disease. 3. Tes faal hati à Monitoring kerusakan hati karena penggunaan obat antitiroid seperti

(10)

4. Pemeriksaan Gula darah à Pada pasien diabetes, penyakit grave dapat memperberat diabetes, sebagai hasilnya dapat terlihat kadar A1C yang meningkat dalam darah

5. Kadar antibodi terhadap kolagen XIII menunjukan Grave Oftalmofati yang sedang aktif.

Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Polos Leher --> Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.

2. Radio Active Iodine (RAI)--> scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium berfungsi untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.

3. USG à Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada pasien hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium

4. CT Scan --> Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tiroid maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring , trakea (apakah ada penyempitan, deviasi dan invasi).

5. MRI --> Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid) 6. Radiografi nuklir --> dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.

Penatalaksanaan

1. Farmakoterapi

a. Obat anti tiroid (PTU/Propiltiourasil, MMI/Metimazole, Karbimazol/CMZà MMI) . Efeknya adalah menghambat sintesis hormon tiroid dan imunosupresif, PTU juga menghambat konversi T4 à T3. Indikasi pengobatan dengan antitiroid ialah sebagai pengobatan lini pertama  pada Graves dan obat jangka pendek pra bedah/RAI

 b. Antagonis Adrenergik Beta (Propanolol, Metoprolol, Atenolol, Nadolol). Efeknya ialah mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan. Indikasi ialah sebagai obat tambahan , kadang sebagai obat tunggal tiroiditis

c. Bahan yang mengandung iodine (Kalium Iodida). Efeknya ialah menghambat keluarnya T4 dan T3 serta produksi ekstratiroidal. Indikasi persiapan tiroidektomi pada k risis tiroid. 2. Tiroidektomi

Prinsip umum, operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien sudah eutiroid, baik secara klinis maupun biokimiawi.

(11)

4. Oftalmopati Graves

Dalam mengobati morbus graves, sering kita melupakan ophtalmopati graves (OG). OG mengganggu kualitas hidup pasien. Meskipun patogenesisnya sudah sedikit terungkap,

 pengobatan belum memadai. OG ringan cukup diberi pengobatan lokal (air mata artifisial dan salep, tetes mata obat penghambat Beta, kacamata hitam, prisma, mata waktu malam ditutup , dan hindari rokok). Pada OG yang lebih berat, dibutuhkan pengobatan yang lebih agresif. Kalau OG aktif, modus pengobatan ialah glukokortikoid dosis besar, radioterapi orbital atau

dekompresi orbital. Apabila keadaan berat namun inaktif dianjurkan dekompresi.

Prognosis

Prognosis penyakit-penyakit yang berhubungan dengan keadaan hipertiroid tidak sebaik  keadaan hipotiroid. Kemampuan dan pengetahuan seorang pemeriksa sangat dibutuhkan untuk  menentukan prognosis penyakit ini. Kegagalan terapi memberikan prognosis yang buruk 

terhadap penyakit hipertiroidism.

Diagnosis Banding:

1. TNG (Toxic Nodular Goiter)

TNG merupakan keadaan dimana kelenjar tiroid mengandung nodul tiroid yang berfungsi secara otonom yang mengakibatkan hipertiroidisme atau dengan kata lain terjadi hipersekresi hormon-hormon tiroid yang menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang bernodul-nodul. TNG, atau penyakit Plummer, pertama kali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. TNG adalah penyebab kedua paling umum yang menyebabkan hipertiroid di Amerika dan Eropa setelah penyakit Graves.

2. Feokromositoma

Feokromositoma adalah suatu tumor yang berasal dari sel-sel kromafin kelenjar adrenal, menyebabkan pembentukan katekolamin yang berlebihan. Katekolamin adalah hormon yang menyebabkan tekanan darah tinggi dan gejala lainnya.

Beberapa penderita memiliki penyakit keturunan yang disebut sindroma endokrin multipel, yang menyebabkan mereka peka terhadap tumor dari berbagai kelenjar endokrin (misalnya kelenjar  tiroid, paratiroid dan adrenal). Feokromositoma juga bisa terjadi pada penderita penyakit von Hippel-Lindau, dimana pembuluh darah tumbuh secara abnormal dan membentuk tumor jinak  (hemangioma); dan pada penderita penyakit von Recklinghausen (neurofibromatosis,

 pertumbuhan tumor berdaging pada saraf).

3. Thyroid Papillary Carcinoma

Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi dapat

menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya berlebihan di dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid.

4. Macro and Micro Pituitary Adenoma

Tumor jinak pada hipofisis. Apabila tumor lebih dari 10 mm disebut sebagai makroadenoma , dan bila kurang dari 10mm disebut mikroadenoma. Epidemiologi adenoma hipofisis lebih sering terjadi dibandingkan karsinoma hipofisis. Baik mikro maupun makro adenoma , keduanya sama-sama menyebabkan hiperfungsi kelenjar hipofisis, seperti :

(12)

 b. Hipersekresi GH --> Akromegali

c. Hipersekresi TSH --> yang menyebabkan hipertiroid (sebagai diagnosis banding pada  penyakit hipertiroid)

d. Ketidakseimbangan sekresi Gonadotropin dan Estrogen menyebabkan amenorhea pada wanita.

http://d4rkwizard.blogspot.com/2009/12/cause-of-hyperthroid-grave-disease-w.html

grave`s disease

Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjar tiroid. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan k linis

tirotoksikosis. Sementara menurut Martin A Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi

kardiovaskuler6. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter dan goiter multinodular toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan fre kuensi yang sedikit2. Namun

penyakit graves dan goiter nodular merupakan penyebabnya yang paling umum. Pada penderitanya biasanya terlihat adanya pembesaran kelenjar gondok didaerah leher. Komplikasi hipertiroid pada mereka yang berusia lanjut dapat mengancam jiwa sehingga apabila gej alanya berat harus segera dirawat di rumah sakit.

ETIOLOGI

Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid toksik. Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit graves pada monozygotic twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor lingkunganlah yang berperan dalam hal ini3. Bukti tak langsung menunjukkan bahwa stress, merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata ber pengaruh terhadap sistem imun2,3.

Sederhananya penyakit graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap bagian optik (opthalmopathy), kulit (dermatopathy), serta jari (acropathy)2. Keadaan ini biasanya terjadi karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum4.

(13)

Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara lain :

1) Kehamilan, khususnya pada masa nifas

2) Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida4

3) Terapi litium

4) Infeksi bakterial atau viral

5) Penghentian glukokotrikoid3

PATOGENESIS

Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun. Pada penyakit graves, hipertiroid merupakan akibat dari antibodi reseptor thyroid-stimulating antibody (TSI) yang merangsang aktivitas tiroid, sedangkan pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri. Pada penyakit graves, limfosit T menjadi peka

terhadap antigen yang terdapat dalam kelenjar t iroid dan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibody terhadap antigen-antigen ini. Adanya antibodi dalam darah ini kemudian berkorelasi dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit yang diterapi dengan obat-obat antitiroid3.

MANIFESTASI KLINIS

1) Pada individu yang lebih muda, manifestasi yang umumnya terlihat adalah palpitasi, ge lisah, mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat yang berlebihan, tidak tahan panas, suka dengan dingin, dan sering terjadi penurunan berat badan tapi tanpa disertai dengan penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata dan takikardia ringan juga sering terjadi2,3.

2) Pada anak-anak terjadi pertumbuhan dengan pematangan tulang yang lebih cepat2.

3) Pada pasien-pasien di atas 60 tahun manifestasi yang mendominasi adalah manifestasi

kardiovaskular dan miopati dengan keluhan palpitasi, diseupnea saat latihan, tremor, gelisah, dan penurunan berat badan2.

(14)

4) Pada dermopati terjadi penebalan kulit hingga tidak dapat dicubit. Kadang-kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki.

5) Pada penyakit graves yang sering ter jadi adalah pemisahan kuku dari bantalannya (onkolisis).

DIAGNOSIS BANDING

Penyakit graves terkadang terdapat dalam bentuk yang tidak biasanya dimana diagnosisnya tidak begitu jelas. Pada beberapa kasus biasanya diagnosis penyakit dibuat dengan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Walaupun begitu harus dibedakan antara eutiroid dengan hipertiroid. Misalnya pada sindrom hipertiroksemia disalbumik familial, dimana protein abnormal (albumin) terdapat pada serum yang sebagian mengikat T4bukan T3yang mengakibatkan terjadinya peningkatan T4dan FT4I serum, dengan T3dan T4bebas serta TSH normal. Dalam kasus ini tidak ditemui adanya gambaran klinis

hipertiroid. Sehingga apabila tidak teliti diagnosis hipertiroid akan tersingkirkan oleh kehadiran T3serum dan TSH normal2.

PROGNOSIS

Hipertiroid yang disebabkan oleh goiter multinodular toksik dan toksik adenoma bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid te rcapai dengan obat-obat antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi

definitifnya2,3. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

TREATMENT

Walaupun mekanisme autoimun bertanggung jawab atas penyakit sindrom Graves, tapi pengelolaannya lebih ditujukan untuk mengendalikan hipertiroid2. Ada 3 metode yang dapat dilakukan:

1) Terapi obat antitiroid (propil tiourasil atau metimazol) dan prekursornya carbimazole, untuk mengurangi pembentukan hormon tiroid. Selain itu juga dapat mengurangi gejala-gejala hipertiroid dan mengurangi efek-efek (efek jangka pendek maupun efek j angka panjang) yang ditimbulkan oleh treatment dengan radioiodine5. Biasanya diberikan pada pasien-pasien muda

(15)

dengan kelenjar kecil dan penyakitnya ringan. Lama terapinya cukup bervariasi, dan dapat berkisar dari 6 bulan sampai 20 tahun2.

2) Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperuntukkan bagi pasien-pasien dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular2. Terapi ini juga dapat menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit graves pada masa kehamilan jika tidak ada toleransi pada obat-obat antitiroid. Dan lebih baik jika diberikan pada trimester kedua1,3. Untuk dilakukannya terapi bedah ini juga harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjar, sisa kelenjar yang t ersisa dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi ini pasien diberi obat antitiroid sampai eutiroid ( kira-kira 6 minggu), kemudian 2 hari sebelum operasi diberi larutan jenuh kalium iodida sebanyak 5 tetes 2 kali sehari. Langkah ini untuk mengurangi vaskularitas kelenjar dan mempermudah operasi2.

3) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis hipertiroid khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga dapat diberikan kepada pasien dengan komplikasi penyakit graves dan ophthalmopathy2,6. Beberapa studi menyatakan bahwa treatment dengan radioiodine ini dapat memperburuk kondisi opthalmophaty pada sebagian kec il pasien yang perokok2.

4) Tindakan-tindakan medis lain (misalnya dengan agen penghambat beta adrenergik). Penggunaan agen beta ini tidak boleh diberikan kepada pasien yang mengalami asma dan gagal jantung.

PILIHAN TERAPI

Bervariasi sesuai dengan perjalanan, beratnya penyakit dan kebiasaan yang berlaku.

a. Di Amerika Serikat terapi radioiodin menjadi terapi pilihan untuk kebanyakan pasien sementara di Eropa dan Asia lebih suka terapi dengan obat-obat antitiroid3.

b. Obat-obat antitiroid dalam jangka panjang, jika ada respon tepat dan ke lenjar mulai mengecil2.

c. Radioiodin, jika obat antitiroid yang dibutuhkan berdosis besar dan kelenjar tidak mengecil. Terapi ini akan menimbulkan indikasi apabila ada reaksi alergi serius terhadap obat antitiroid2.

(16)

d. Tiroidektomi, jika kelenjar sangat besar (>150 g) atau multinodular atau jika pasien ingin segera hamil2.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee, L Stephanie. 2006. Hyperthyroidim http://www.emedicine.com/med/topic1109.htm, last updated: Juli 18, 2006

2. Gardner, David G. 2004.Greenspan’s Basic and Clinical Endrocrinology . McGraw Hill Companies : USA (hal: 248)

3. Chew, Shern L., and Leslie, David. 2006. Clinical Endrocrinology and Diabetes. Churchill Livingstone Elseiver : USA (hal: 8)

4. Jameson, Larry J. et al. 2006.Harrison’s Endocrinology . McGraw Hill : USA (hal: 86)

5. Cooper, David S. 2005 Antithyroid Drugs, http://content.nejm.org/cgi/content/full/352/9/905 vol.352 Hal.905-917.

6. Walter, A Martin. 2007. Effect of antithyroid drug on radioiodine treatment : systematic review and  meta-analysis of randomized controlled trials. Bmj. 39114.670150. BE. Hal 334-514.

GRAVES DISEASE

Latar belakang

Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut penyakit Basedow. Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goites adalah suatu

 pembengkakan atau pembesaran kelanjar tiroid yang abnormal yang penyebabn ya bisa  bermacam-macam. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 – 40 tahun

terutama wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi p ada segala umur . Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak tampak, merupakan suatu kelanjar yang terletak di leher bagian depan, di  bawah jakun. Kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi

untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal.

(17)

Penyebab

Penyebabnya tidak diketahui. Karenai ini merupakan penyakit autoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka  penyakit ini dapat timbul tiba-tiba. Tidak diketahui mekanismenya secara pasti, kebanyakan

dijumpai pada wanita. Reaksi silang tubuh terhadap penyakit virus mungkin merupakan salah satu penyebabnya ( mekanisme ini sama seperti postulat terjadinya diabetes mellitus tipe I).Obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi hormon kelenjar tiroid dan Kurang yodium dalam diet dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama mungkin dapat menyebabkan penyakit ini. Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui, tampaknya terdapat peran antibody terhadap reseptor TSH, yang menyebabkan peningkatan  produksi tiroid. Penyakit ini ditandai dengan peninggian penyerapan yodium radioaktif oleh

kelenjar tiroid. Patofisiologi

Graves disease merupakan salah satu contoh dari gangguan autoimun hipersensitif tipe II. Sebagian besar gambaran klinisnya disebabkan karena produksi autoantibodi yang berikatan dengan reseptor TSH, dimana tampak pada sel folikuler tiroid ( sel yang memproduksi tiroid). Antibodi mengaktifasi sel tiroid sama seperti TSH yang menyebabkan p eningkatan produksi dari hormon tiroid. Opthalmopathy infiltrat ( gangguan mata karen a tiroid) sering terjadi yang tampak   pada ekspresi reseptor TSH pada jaringan retroorbital. Penyebab peningkatan produksi dari

antibodi tidak diketahui. Infeksi virus mungkin merangsang antibodi, dimana bereaksi silang dengan reseptor TSH manusia. Ini tampak sebagai faktor predisposisi genetik dari Graves

disease, sebagian besar orang lebih banyak terkena Graves disease dengan aktivitas antibodi dari reseptor TSH yang bersifat genetik.Yang berperan adalah HLA DR (terutama DR3).

Gambaran Klinis

Gejala dan tanda peningkatan metabolisme di segala sistem tubuh, mungkin terlihat jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kalori, karena itu masukkan kalori

umumnya tidak mencukupi kebutuhan sehingga berat badan menurun. Peningkatan metabolisme  pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk peningkatan sirkulasi darah dengan

 penambahan curah jantung sampai 2-3 kali normal, juga dalam istirahat. Irama nadi naik dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulses seler dan penderita mengalami takikardi dan  palpitasi. Beban miokard, dan rangsangan persarafannya dapat meningkatkan kekacauan irama  jantung berupa fibrilasi atrium

Pada saluran cerna sekresi maupun peristalsis meningkat sehingga sering timbul diare. Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita bangun di waktu malam dan sering terganggu mimpi yang tidak karuan. Selain itu, penderita mengalami

ketidakstabilan emosi, kegelisahan, kekacauan pikiran dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat mengganggu. Pada saluran nafas hipermetabolisme berupa dispnea dan takipnea yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot biasanya cukup mengganggu, demikian juga

menoragia. Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata. Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong

(18)

keluar dan otot mata terjepit. Akibat terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan rusaknya bola mata akibat keratitis. Gangguan faal otot mata yang menyebabkan strabismus.

Diagnosis

Diagnosis dapat dibuat berdasarkan dari tanda dan gejala yang ada, dan dari hasil laboratorium  berupa kadar dari hormon tiroid (tiroksin/ T4, triyodotironin/ T3) dan kadar dari tiroid

stimulating hormone (TSH). Free T4 dan free T3 yang tinggi merupakan suatu petanda, sambil TSH memberikan negative feedback. Peningkatan ikatan protein iodium mungkin dapat

terdeteksi. Struma yang besar kadang terlihat pada foto rontgen. Tiroid stimulating antibodi mungkin dapat terlihat pada pemeriksaan serologi.

Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap Graves disease termasuk penggunaan obat-obat anti tiroid (OAT), yodium radioaktif dan tiroidektomi (eksisi pembedahan dari kelenjar tiroid). Pengobatan hipertiroid pada graves disease adalah dengan obat-obatan seperti methimazole atau propylthiouracil (PTU), yang akan menghambat produksi dari hormon tiroid, atau juga dengan yodium radioaktif .

Pembedahan merupakan salah satu pilihan pengobatan, sebelum pembedahan pasien diobati dengan methimazole atau propylthiouracil (PTU). Beberapa ahli memberikan terapi kombinasi tiroksin dengan OAT dosis tinggi untuk menghambat produksi hormon tiroid namun pasien tetap dipertahankan eutiroid dengan pemberian tiroksin. Penambahan tiroksin selama terapi dengan OAT juga akan menurunkan produksi antibodi terhadap reseptor TSH dan frekuensi kambuhnya hipertiroid.

Pengobatan dengan iodium radioaktif diindikasikan pada : pasien umur 35 tahun atau lebih, hipertiroid yang kambuh setelah dioperasi, gagal mencapai remisi sesudah pemberian OAT, tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan OAT dan pada adenoma toksik, goiter  multinodular toksik. Digunakan I131 dengan dosis 5-12mCi per oral.

Tiroidektomi subtotal sangat efektif untuk menanggulangi hipertiroid. Indikasi operasi adalah : 1. Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan OAT

2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan OAT dosis tinggi. 3. Alergi terhadap OAT, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif. 4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.

5. Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul. DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta, 1996. Hal 932 – 4. 2. Noer S, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. FKUI, Jakarta, 1996. Hal 766 – 72 3. Leksana, Mirzanie H. Chirurgica. Tosca Enterprise. Yogyakarta, 2005. Hal VIII.1 – 5 4. http://www.eMedicine.com

5. http://www.wikepedia.com 6. http://www.konsultasigizi.com 7. http://www.GraveDisease.com

(19)

KELENJAR TIROID

 ANATOMI 

Berat rata-rata 15 gram. Terdiri dari lobus lateral yang memanjang sepanjang sisi laring, mencapai tingkat garis tengah dari kartilago tiroid dan bergabung dengan istmus yang

menyilang trakea. Lobus piramidalis 80 %, memanjang ke atas dari istmus, dan merupakan sisi embrionik dari duktus tiroglosal. Suplai arteri: superior dari arteri karotis eksterna,

dan inferior dari trunkus tiroservikalis.(2)

Nervus laringeus rekuren. Cedera mengakibatkan paralisis pita suara. Terletak dalam sulkus trakeoesofageal: 64% kanan, 77% kiri. Lateral terhadap trakea: 33% kanan, 22% kiri. Anterolateral terhadap trakea: 3% kanan, 2% kiri. Langsung (non-rekuren): 0,5% kanan. Anterior terhadap arteri tiroidalis inferior: 37% kanan, 24% kiri; 50% tertanam pada ligamentum Berry di belakang kutub atas dan rentan terhadap cedera akibat traksi pada glandula. (2)

Nervus laringealis superior. Cedera mengakibatkan paralisis otot krikotiroid, yang membentuk suara halus korda vokalis. Lokasinya di dekat atau di antara kutub atas pembuluh-pembuluh. (2)

FISIOLOGI

Fungsi utama kelenjar tiroid adalah mensintesis dan mensekresi hormon tiroid. Peningkatan hormon tiroid meningkatkan laju m etabolisme dan sebaliknya.

PEMERIKSAAN PENUNJANG GRAVES DISEASE

A. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksia :

a. posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi. b. Pembengkakan :

 Bentuk : Difus atau local  Ukuran : Besar atau kecil

 Permukaan : Halus atau Nodular   Keadaan : Kulit atau tepi

 Gerakan : Pada waktu menelan

 Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana kelenjartiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk menutup glotis. Karena tiroiddihubungkan oleh ligamentum kartilago dengan tiroid yaitu ligamentum berry.

2. Palpasi

Dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita danjari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita dan posisi kepala penderita dalam keadaan flexi..

(20)

Pada palpasi yang perlu diperhatikan adalah :

 Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan ataukeduanya).  Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).

 Konsistensi (kenyal sampai sangat keras).  Mobilitas.

 Infiltrasi terhadap kulit/ jaringan sekitar.

 Pembesaran kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada atau tidak.  Nyeri pada penekanan atau tidak.

3. Perkusi

 Jarang dilakukan

 Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.

4.  Auskultasi

 Jarang dilakukan

 Hanya dilakukan jika ada pulsasi pada pembengkakan.

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Meskipun diagnosis sudah dapat ditegakkan melalui gambaran klinis dengan menggunakanindeks Wayne, namun pemeriksaan laboratorium untuk hipertiroidisme perlu dikerjakandengan alasan :

1. Untuk lebih menguatkan diagnosis yang sudah ditetapkan pada pemeriksaan klinik.

2. Untuk menyingkirkan hipertiroidisme pada pasien dengan beberapa kondisi seperti atrialfibrilasi yang tidak diketahui sebabnya, payah jantung berat badan menurun, diare ataumiopati tanpa manifestasi klinis lain hipertiroidisme.

Tes laboratorium terhadap thyroid hormone economy dapat dibagi dalam 5 kategori utama,yaitu : 1. Tes-tes mengenai konsentrasi dan ikatan dari hormone-hormon tiroid dalam darah

2. Tes terhadap fungsi thyroid 3. Indeks-indeks metabolic

4. Tes-tes mengenai ontrol homeostatik dari fungsi tiroid

5. Pemeriksaan-pemeriksaan lain , misalnya : ultrasonik , scan dan USG Tiroid

(21)

Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia

 prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya du a pertiga sampai tiga  perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang

kelenjar tyroid (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar  tyroid atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh  jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus

 perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).

 Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).

Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas  banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 µm. Dinding folikel terdiri

dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk  membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

 pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000)

(22)

Fisiologi Hormon Tyroid

Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif  hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di  perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap

dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam

tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.

Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar  yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).

Metabolisme T3 dan T4

Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang

mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan

hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan

hiperfungsi

(23)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan

meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon  bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan

mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

PLUMMER

Struma nodular toksik 

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease (Sadler et al, 1999). Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan  pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang  berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular 

toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak  di retrosternal (Sadler et al, 1999)

(24)

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi  biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti  penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena pend erita ini membutuhkan dosis

radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi  pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi

dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999) ababar.blogspot.com/2008/12/ struma.html 

Struma Nodular Toksik

Pendahuluan

Struma nodular toksik adalah kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid. Struma nodular toksik (Plummer’s disease) pertama sekali dideskripsikan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. Struma nodular toksik merupakan penyebab hepertiroid terbanyak kedua setelah Graves disease.

Patofisiologi

Struma nodular toksik menampilkan spectrum penyakit mulai dari nodul hiperfungsi tunggal ( toxic adenoma) sampai ke nodul hiperfungsi multipel (multinodular thyroid ). Riwayat dari multinodular  struma melibatkan suatu variasi pertumbuhan nodul dimana menuju ke perdarahan dan degenerasi, yang diikuti oleh proses penyembuhan dan fibrosis. Proses kalsifikasi juga bisa terjadi di area yang sebelumnya terjadi perdarahan. Beberapa nodul bisa berkembang menjadi fungsi yang otonomik. Hiperaktifitas otonomik terjadi oleh karena adanya mutasi somatik dari reseptor thyrotropin atau hormon TSH pada 20 – 80 % adenoma toksik dan beberapa nodul dari multinodular struma. Fungsi otonomik bisa menjadi toksik pada 10 % pasien. Hipertiroidism terjadi ketika nodul tunggal sebesar 2,5 cm atau lebih. Tanda dan symptom dari struma nodular toksik sama dengan tipe hipertiroid lainnya.

(25)

Internasional

Pada area endemik kekurangan iodium, struma nodular toksik terjadi sekitar 58 % dari kasus hipertiroidism, 10 % berbentuk nodul toksik yang solid. Grave disease terjadi sekitar 40 % dari kasus hipertiroidism

Morbiditas dan mortalitas

Kompresi local yang terjadi yang berhubungan dengan perkembangan nodul dan kelenjar mengakibatkan terjadinya dyspnea, serak, dan dysphagia.

Jenis Kelamin

Struma nodular toksik lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Pada wanita dan pria berusia diatas 40 tahun, rata –rata prevalensi nodul yang bisa teraba adalah 5 –7 % dan 1 –2 %.

Umur

Kebanyakan pasien struma nodular toksik berusia lebih dari 50 tahun. Thyrotoksikosis sering terjadi pada pasien dengan riwayat struma yang berkepanjangan. Toksisitas terjadi pada pasien dengan perkembangan fungsi yang otonomik. Toksisitas meningkat pada dekade 6 dan 7 dari kehidupan khususnya orang dengan riwayat keluarga mengalami struma nodular toksik.

Klinis Riwayat

 Thyrotoxic symptoms

Kebanyakan pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan symptom yang tipikal dengan hipertiroid seperti tidah tahan terhadap udara panas, palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, kelaparan dan peningkatan frekuensi pergerakan saluran cerna.

Pada pasien yang berusia tua terdapat beberapa ge jala atipikal diantaranya - Anoreksia dan konstipasi

- Komplikasi cardiovascular yang mempunyai riwayat atrial fibrilasi, Penyakit jantung kongestif ataupun angina

 Obstructive symptoms

Struma yang membesar secara signifikan bisa menyebabkan symptom yang berhubungan dengan oobstruksi mekanik seperti:

(26)

- Melibatkan saraf laryngeal superior rekuren yang menimbulkan perubahan suara menjadi serak  Asymptomatik

Kebanyakan pasien mengetahui mengalami hipertiroidism ketika skrining rutin. Kebanyakan pada hasil lab menunjukkan penekanan TSH dengan lvel throxine (T4) yang normal

Pemeriksaan Fisik

Terdapat pelebaran, fisura palpebral, takikardia, hiperkinesis, banyak berkeringat, kulit lembab, tremor, dan kelemahan otot proksimal. Pembesaran kelenjar thyroid bervariasi. Nodul yang dominan ataupun multiple irregular dengan variasi ukuran biasanya dijumpai. Kelenjar yang kecil dengan multinodul hanya bisa dijumpai dengan USG. Suara serak dan deviasi trakea bisa dijumpai pada pemeriksaan. Obstruksi mekanis bisa menyebabkan terjadinya superior vena cava syndrome berupa penekanan vena di leher dan kepala sehingga menghasilkan Pemberton sign. Stigmata Grave disease seperti eksoftalmus, pretibial myedema tidak dijumpai.

Penyebab

Fungsi otonomik dari kelenjar tiroid berhubungan dengan kekurangan iodium. Berbagai variasi mekanisme telah diimplikasikan, akan tetapi pathogenesis molecular belum begitu jelas

 Keadaan yang menjurus pada struma nodular toksik

- Defisiensi iodium berdampak pada penurunan kadar T4, yang mencetus hyperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi kadar T4 yang rendah

- Peningkatan replikasi sel tiroid merupakan factor predisposisi sel tunggal untuk mengalami mutasi somatic dari reseptor TSH. Aktifasi konstitutif dari reseptor TSH bisa membuat factor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan yang menghasilkan proliferasi klonal. Sel klon memproduksi nodul yang multiple

 Mutasi Somatik dari reseptor TSH dan G α protein merubah aktifasi konstitutif menjadi kaskade cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dari jalur inostol phosphate

- Mutasi ini terdapat pada fungsi otonomik nodul tiroid, solid sampai pada kelenjar multinodu

- Laporan frekuensi mutasi ini bervariasi, sekitar 10 – 80 %. Insidensi tertinggi dilaporkan pada pasien dengan defisiensi iodium

 Polimorphism dari reseptor TSH telah dilakukan penelitian pada pasien dengan struma nodular toksik - Mutasi ini terdapat pada jalur sel yang lain, indikasi mutasi germline. Salah satunya, D727E  memiliki

frekuensi lebih besar pada pasien struma nodular toksik dari orang yang sehat. Ini menunjukkan polymorphism mempunyai hubungan dengan penyakit ini

(27)

- Kehadiran tahap heterozigot dari Varian D727E dari reseptor TSH manusia tidak berhubungan langsung pada struma nodular toksik. Sekitar 10 % dari individu yang sehat memiliki polymorphism

 Mediator pertumbuhan yang terlibat diantaranya:

- Produksi Endhotelin 1 (ET – 1) meningkat pada kelenjar tiroid tikus yang mengalami hyperplasia, ini menunjukkan bahwa produksi ET-1 melinatkan pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasinya. Kontras antara sel tiroid yang normal dengan kanker papilari tiroid, jaringan tiroid pasien dengan struma nodular toksik menunjukkan pewarnaan positif dari struma akan tetapi negative pada sel folikular. Signifikansi dari temuan ini belum jelas, akn tetapi ET-1 merupakan suatu vasokonstriktor, mitogen dari vascular endothelium, sel otot polos dan sel folkular tiroid.

- Pada sistem invitro menunjukkan stimulasi dari proliferasi sel folikular tiroid dengan insulin-like growth  factor , epidermal growth factor dan fibroblast growth factor .

Diagnosis Banding

Diagnosis banding struma nodular toksik diantaranya: - Struma nodular non toksik

- Graves disease - Hashimoto disease

- Thyroid papillary carcinoma - Thyroiditis subakut

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium - Tes Fungsi tiroid

TSH assay generasi ketiga adalah penilaian awal terbaik dari uji tapis untuk hipertiroid. Pasien dengan struma nodular toksik mengalami peningkatan kadar TSH. Kadar T4 bebas akan meningkat ataupun dalam batas referensi. Peningkatan T4 yang terisolasi diobservasi pada iodine-induced hyperthyroidism atau adanya agen untuk menghambat perubahan T4 menjadi T3 seperti propanolol, kortikosteroid, agen radiokontras, amiodarone. Beberapa pasien mungkin memiliki kadar T4 bebas yang normal dengan T3 yang meningkat (toksikosis), Ini bisa terjadi pada 5 –46 % pasien dengan nodul toksik.

(28)

Beberapa pasien memiliki penekanan kadar TSH dengan nilai T4 dan T3 yang normal

Pemeriksaan pencitraan - Nuclear scintigrafi

Pemindaian nuclear bisa dilakukan pada pasien dengan hipertiroidism biomolekular. Nuclear medicine bisa dilakukan dengan radioaktif iodine – 123 (123 I) atau dengan technetium – 99m (99m Tc). Isotop ini dipilih karena memiliki waktu paruh yang pendek dan memiliki paparan radiasi yang kecil pada pasien  jika disbanding dengan Natrium iodide –131 (Na131I). 99mTc akan tertahan pada tiroid akan tetapi tidak mengalami organifikasi. Walaupun tersedia, pemindaian 99m Tc bisa menghasilkan hasil yang salah. Beberapa nodul menunjukkan hasil panas ataupun hangat pada pemindaian 99mTc dan hasil dingin pada pemindaian 123 I. Maka dari itu 123 I lebih dipilih. Pemindaian nuclear menunjukkan determinasi terjadinya hipertiroid, Pasien dengan Graves disease menunjukkan homogenous diffuse uptake, sedangkan throiditis menunjukkan low uptake. Pada pasien dengan struma nodular toksik hasil pemindaian menunjukkan  patchy uptake. Nilai uptake radioiodine dalam 24 jam rata – rata 20 – 30 %. Pemindaian tiroid sangat berguna untuk membantu mendeterminasi perubahan – perubahan pada kelenjar tiroid, dimana mengandung nodul toksis.

- Ultrasonografi

USG adalah prosedur yang sensisitf pada nodul yang tidak teraba pada saat pemeriksaan. USG sangat membantu ketika dikorelasikan dengan pemindaian nuclear untuk mendeterminasikan dengan fungsi nodul. Dominasi nodul dingin bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan BAJAH (Biopsi Aspirasi Jarum Halus) untuk penatalaksanaan definitive dari struma nodular toksik. Teknik ini bisa digunakan untuk mengetahui ukuran dari tiroid nodul.

- Pencitraan lainnya

CT – Scan pada leher bisa membantu menentukan apakah ada kelainan pada trakea jika terjadi suatu deviasi yang terjadi akibat suatu struma. Struma multinodular khususnya dengan komponen substernal biasanya merupakan temuan yang tidak sengaja pada radiografi thorax, CT scan atau MRI. Ct-scan dengan menggunakan iodine kontras bisa memicu terjadinya tirotoksikosis pada orang dengan nontoksik yang tersembunyi (Jod-Basedow effect).

Prosedur - BAJAH

BAJAH tidak selalu diindikasikan pada nodul tiroid fungsional otonomik (hot). Risiko terjadinya keganasan sangatlah kecil. Interpretasi dari specimen sangat sulit, karena tampilannya menyerupai keganasan pada sel folikular dan menimbulkan kerancuan antara lesi jinak dan lesi ganas tanpa

(29)

pemotongan jaringan untuk melihat adanya vaskularisasi dan invasi kapsular. BAJAH dilakukan jika menunjukkan suatu nodul dingin (cold) yang dominan pada struma multinodular. Nodul yang secara klinis signifikan lebih besar dari 1 cm dengan diameter maksimum berdasarkan pada palpasi dan USG, kecuali pada penningkatan risiko keganasan. NOdul yang tidak teraba bisa dibiopsi dengan bantuan USG.

Penatalaksanaan Terapi Medis

Terapi optimal pada penatalaksanaan struma nodular toksik masih merupakan suatu controversial. Pasien dengan nodul dengan fungsional otonomik ditatalaksana dengan radioaktif iodine ataupun pembedahan. Pasien dengan hipertiroidsm subklinis harus dimonitor dengan ketat.

- Na131I, di Amerika Serikat dan Eropa radioaktif iodine merupakan prenatalaksanaan pilihan pada struma nodular toksik. Mengenai dosis optimal masih merupakan suatu perdebatan. Pasien dengan struma nodular toksik mempunyai uptake yang lebih sedikit dari pasien dengan Graves disease. Maka dari itu lebih memerlukan dosis yang lebih besar. Radioiodine terapi dengan dosis tunggal menunjukkan keberhasilan sekitar 85 – 100 % pada pasien dengan struma nodular toksik. Terapi radioiodine bisa mengecilkan ukuran struma hingga 40 %. Kegagalan terapi inisial dengan radioaktif iodine mempunyai hubungan dengan peningkatan ukuran struma dan peninggian kadar T3 dan T4 yang bebas, yang menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan dosis Na131I. Korelasi positif terjadi antara dosis radiasi pada tiroid dan penurunan volume tiroid. Pada pasien dengan uptake kurang dari 20 %, tatalaksana awal dengan lithium , PTU dan TSH recombinan bisa meningkatkan kefektifan uptake iodine.

Komplikasi yang bisa timbul diantaranya hipotiroidsm, symptom throtoxic ringan, eksaserbasi dari CHF dan atrial fibrilasi pada pasien dengan usia tua, tiroid storm.

- Farmakoterapi

Obat antitiroid dan beta bloker digunakan untuk pengobatan jangka pendek struma nodular toksik. Hal ini sangat penting pada untuk persiapan melakukan radioiodine dan pembedahan. Pasien dengan penyakit subklinis dengan risiko komplikasi yang tinggi diberikan methimazole dosis rendah (5 –15 mg / hari) atau beta bloker dan dimonitor perubahan symptom atau progrefisitas penyakit yang diperlukan untuk terapi definitif.

Thiamide (PTU dan methimazole) adalah terapi untuk mencapai euthiroidsm sebagai langkah awal dari terapi definitive radioiodine dan pembedahan. Direkomendasikan untuk menghentikan obat antitiroid sedikitnya 4 hari sebelum terapi radioiodine untuk memaksimalisasi efek radioiodine. Obat antitiroid diberikan 2 –8 minggu sebelum terapi radioiodine untuk mencegah risiko terjadinya tiroid storm. Obat antitiroid dan beta bloker ini memiliki efek samping berupa gatal –gatal, demam, dan gangguan saluran cerna. PTU memiliki efek samping yang serius yaitu kerusakan hati, maka dari itu PTU digunakan sebagai terapi garis kedua kecuali pada pasien dengan alergi dan intoleransi pada metimazole.

(30)

Beta- adrenergic reseptor antagonis digunakan untuk mengatasi symptom dari tirotoksikosis. Propanolol (non selective beta bloker) bisa menurunkan heart rate mengkontrol tremor, menurunkan keringat berlebihan, dan mengatasi kecemasa. Propanolol juga diketahui bisa menurunkan konversi T4 menjadi T3. Pasien dengan asthma, beta 1 selektif antagonis seperti atenolol atau metoprolol merupakan pilihan yang aman. Pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker menggunakan Ca channel blocker bisa membantu mengontrol heart rate.

Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan pada individu muda, dan pasien dengan 1 nodul besar atau lebih dengan symptom obstruktif, pasien dengan dominan nonfungsi, pasien dengan kehamilan, pasien dengan kegagalan terapi radioiodine. Subtotal thyroidectomi mandapatkan kesembihan hipotiroid yang cepat pada 90 % pasien dan dengan cepat menghilangkan symptom kompresi. Komplikasi pembedahan yang timbul diantaranya terjadinya hipotiroidsm (15 –25 %), permanen vocal cord paralysis (2,3%), permanen hypoparatiroidsm (0,5 %), temporary hypoparatiroidsm (2,5 %) dan perdarahan pascaoperasi yang signifikan (1,4 %). Komplikasi lainya seperti tracheostomy, infeksi luka, myocard infark, atrial fibrillation, dan stroke.

Follow up

Setelah memulai pemberian PTU atau methimazole pada pasien dengan struma nodular toksik, lakukan penilaian T4 bebas dan index T4 bebas pada minggu ke 4  – 6. Kadar TSH meningkat dengan lambat dikarenakan adanya supresi oleh peningkatan level hormone tiroid dan memerlukan waktu beberapa bulan untuk normal.

Ablasi radioiodine memerlukan waktu 10 minggu untuk mencapai respon klinis. Pasien memerlukan tatalaksana dengan obat antitiroid dan beta bloker dalam periode tersebut. Cek evaluasi biokimia dari fungsi tiroid sekitar 4 minggu setelah terapi inisial.

Pasien dengan total tirodectomy memulai levotiroksin pada saat itu juga, kecuali adanya tanda klinis hipertiroid. Evaluasi fungsi tiroid 4 –6 setelah pembedahan.

Monitor pasien dengan hipertiroid subklinis dengan evaluasi biokimia setiap 6 bulan.

Prognosis

Kebanyakan pasien yang diobati memiliki prognosis yang baik. Prognosis yang jelek berhubungan dengan hipertiroidsm yang tidak terobati. Pasien harusnya mengetahui jika hipertiroid tidak diobati maka akan menimbulkan osteoporosis, arrhythmia, gagal jantung, koma, dan kematian. Ablasi dari Na131

(31)

I menghasilkan hipertiroid yang kontiniu dan membutuhkan terapi ulang dan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid.

Referensi

1. Lado-Abeal J, Palos-Paz F, Perez-Guerra O, et al. Prevalence of mutations in TSHR, GNAS, PRKAR1A and RAS genes in a large series of toxic thyroid adenomas from Galicia, an iodine deficient area in NW Spain. Eur J Endocrinol . Aug 11 2008

2. Abraham-Nordling M, Törring O, Lantz M, et al. Incidence of hyperthyroidism in Stockholm, Sweden, 2003-2005. Eur J Endocrinol . Jun 2008;158(6):823-7.

3. Basaria S, Salvatori R. Images in clinical medicine. Pemberton's sign. N Engl J Med . Mar 25 2004;350(13):1338.

4. Gabriel EM, Bergert ER, Grant CS, et al. Germline polymorphism of codon 727 of human thyroid-stimulating hormone receptor is associated with toxic multinodular goiter. J Clin Endocrinol  Metab. Sep 1999;84(9):3328-35.

5. Muhlberg T, Herrmann K, Joba W, et al. Lack of association of nonautoimmune hyperfunctioning thyroid disorders and a germline polymorphism of codon 727 of the human thyrotropin receptor in a European Caucasian population. J Clin Endocrinol Metab. Aug 2000;85(8):2640-3.

6. American Association of Clinical Endocrinologists and Associazione Medici Endocrinologi medical guidelines for clinical practice for the diagnosis and management of thyroid nodules. Endocr Pract . Jan-Feb 2006;12(1):63-102

7. Cerci C, Cerci SS, Eroglu E, et al. Thyroid cancer in toxic and non-toxic multinodular goiter. J Postgrad  Med . Jul-Sep 2007;53(3):157-60.

8. van Soestbergen MJ, van der Vijver JC, Graafland AD. Recurrence of hyperthyroidism in multinodular goiter after long-term drug therapy: a comparison with Graves' disease. J Endocrinol  Invest . Dec 1992;15(11):797-800.

9. Allahabadia A, Daykin J, Sheppard MC, et al. Radioiodine treatment of hyperthyroidism-prognostic factors for outcome. J Clin Endocrinol Metab. Aug 2001;86(8):3611-7.

10. Zingrillo M, Urbano N, Suriano V, et al. Radioiodine treatment of Plummer and multinodular toxic and nontoxic goiter disease by the first approximation dosimetry method. Cancer Biother  Radiopharm. Apr 2007;22(2):256-60

11. Albino CC, Mesa CO Jr, Olandoski M, et al. Recombinant human thyrotropin as adjuvant in the treatment of multinodular goiters with radioiodine. J Clin Endocrinol Metab. May 2005;90(5):2775-80.

(32)

12. Duick DS, Baskin HJ. Utility of recombinant human thyrotropin for augmentation of radioiodine uptake and treatment of nontoxic and toxic multinodular goiters. Endocr Pract . May-Jun 2003;9(3):204-9.

13. Adamali HI, Gibney J, O'Shea D, et al. The occurrence of hypothyroidism following radioactive iodine treatment of toxic nodular goiter is related to the TSH level. Ir J Med Sci . Sep 2007;176(3):199-203. 14. Bonnema SJ, Bertelsen H, Mortensen J, et al. The feasibility of high dose iodine 131 treatment as an

alternative to surgery in patients with a very large goiter: effect on thyroid function and size and pulmonary function. J Clin Endocrinol Metab. Oct 1999;84(10):3636-41.

15. FDA MedWatch Safety Alerts for Human Medical Products. Propylthiouracil (PTU). US Food and Drug

Administration. Available at

http://www.fda.gov/Safety/MedWatch/SafetyInformation/SafetyAlertsforHumanMedicalProducts/ucm 164162.htm. Accessed June 3, 2009.

16. Bonnema SJ, Bennedbaek FN, Veje A, et al. Propylthiouracil before 131I therapy of hyperthyroid diseases: effect on cure rate evaluated by a randomized clinical trial. J Clin Endocrinol  Metab. Sep 2004;89(9):4439-44.

17. Azizi F, Khoshniat M, Bahrainian M, et al. Thyroid function and intellectual development of infants nursed by mothers taking methimazole. J Clin Endocrinol Metab. Sep 2000;85(9):3233-8.

18. Momotani N, Yamashita R, Makino F, et al. Thyroid function in wholly breast-feeding infants whose mothers take high doses of propylthiouracil. Clin Endocrinol (Oxf). Aug 2000;53(2):177-81.

19. Aeschimann S, Kopp PA, Kimura ET, et al. Morphological and functional polymorphism within clonal thyroid nodules. J Clin Endocrinol Metab. Sep 1993;77(3):846-51.

20. Aghini-Lombardi F, Antonangeli L, Martino E, et al. The spectrum of thyroid disorders in an iodine-deficient community: the Pescopagano survey. J Clin Endocrinol Metab. Feb 1999;84(2):561-6.

21. Clark KJ, Cronan JJ, Scola FH. Color Doppler sonography: anatomic and physiologic assessment of the thyroid. J Clin Ultrasound . May 1995;23(4):215-23.

22. Cooper DS. Hyperthyroidism. Lancet . Aug 9 2003;362(9382):459-68.

23. Dumont JE, Lamy F, Roger P, et al. Physiological and pathological regulation of thyroid cell proliferation and differentiation by thyrotropin and other factors. Physiol Rev . Jul 1992;72(3):667-97.

24. Erem C, Kandemir N, Hacihasanoglu A, et al. Radioiodine treatment of hyperthyroidism: prognostic factors affecting outcome. Endocrine. Oct 2004;25(1):55-60.

25. Erickson D, Gharib H, Li H, et al. Treatment of patients with toxic multinodular goiter. Thyroid . Apr 1998;8(4):277-82.

Gambar

Gambar 1 : Patogenesis Penyakit Graves

Referensi

Dokumen terkait