• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Empiris Terdahulu

Dalam dokumen KAJIAN TEORITIS INTEGRASI EKONOMI (Halaman 35-41)

Studi yang dilakukan Kreinin and Plummer (2008) yang menggunakan model gravity yang diperluas (augmented model gravity) untuk menangkap pengaruh dari integrasi ekonomi regional terhadap aliran FDI pada EU, NAFTA, MERCOSUR, dan ASEAN, menghasilkan tiga kesimpulan penting, yakni: (1) integrasi regional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap FDI, yang merupakan kombinasi dari efek kreasi dan diversi investasi; (2) efek diversi investasi terjadi pada beberapa kasus, dan dengan demikian perlu mendapatkan perhatian, khususnya di antara negara berkembang yang bukan merupakan bagian dari anggota regional dengan negara maju; dan (3) FDI bertindak sebagai substitusi untuk perdagangan, meskipun pada beberapa kasus bersifat komplemen bagi perdagangan.

Studi Sharma and Chua (2000) menyimpulkan bahwa perdagangan di ASEAN meningkat sesuai dengan ukuran perekonomian, dan integrasi ekonomi ASEAN tidak meningkatkan perdagangan intra-ASEAN. Namun, pada kenyataannya peningkatan pada perdagangan negara ASEAN terjadi karena perdagangan dengan negara-negara APEC. ASEAN dapat menghasilkan suatu keuntungan lebih besar dalam perdagangan dengan pengurangan hambatan perdagangan secara unilateral dan multilateral di antara anggota maupun dengan negara di kawasan Asia Pasifik.

Cernat (2001) melakukan studi tentang pengaruh kesepakatan perdagangan pada negara-negara berkembang. Model yang digunakan adalah model gravity

dengan melibatkan dua variabel dummy intra-RTA dan ekstra-RTA yang dianggap menggambarkan dampak diversi dan dampak kreasi dari integrasi ekonomi. Dalam studi ini disimpulkan bahwa pengaruh kreasi integrasi ekonomi RTAs bagi negara berkembang lebih besar dibanding dampak diversi. Begitu pula integrasi ekonomi UE, AFTA, COMESA, SADC menimbulkan pengaruh kreasi. MERCOSUR, Andean Community, ECOWAS menciptakan pengaruh diversi, dan NAFTA dan CRICOM memberikan kesimpulan yang tidak jelas.

Kim, et al. (2003) meneliti faktor-faktor yang menentukan pola perdagangan bilateral dengan menggunakan persamaan model gravity dinamis pada 10 negara Uni Eropa. Kesimpulan mereka menunjukkan bahwa masuknya FDI pada industri-industri skala besar akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekspor yang tinggi dibanding dengan impor di dalam industri sektor ini dan sebaliknya, tingkat pertumbuhan pendapatan secara relatif menyebabkan tingginya pertumbuhan impor dari ekspor pada sektor makanan dan pertanian.

Lee and Shin (2005) melakukan penelitian mengenai integrasi regional Asia Timur. Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa bentuk RTA antara negara yang diperkirakan secara geografis berdekatan (diukur oleh jarak atau border) maka secara signifikan perdagangan akan meningkat di antara

negara-negara anggotanya. Mereka juga menemukan bahwa letak geografis akan memberi kontribusi terhadap peningkatan perdagangan antara negara dan rest of the world, dan lebih lanjut menyatakan bahwa RTA Asia Timur sepertinya dapat

menciptakan (creation) tambahan perdagangan antara negara anggota tanpa mengurangi perdagangan dari non-anggota.

Frankel (1997) menemukan koefisien kreasi perdagangan integrasi ekonomi ANDEAN negatif dan tidak signifikan untuk tahun 1960-an dan 1970-an dan positif kreasi perdagangan tahun 1992. Sementara, Amjadi dan Winters (1997) meneliti integrasi ekonomi MERCOSUR menyimpulkan bahwa dengan adanya integrasi ekonomi maka transportation cost perdagangan masing-masing anggota lebih rendah sehingga memperoleh manfaat net welfare bagi anggota MERCOSUR. Studi lain yang fokus pada NAFTA menemukan bahwa efek perdagangan NAFTA mixed dan tidak signifikan untuk extra trade dan intra trade (Wall, 2000; Krueger, 1999).

Robert (2004) menggunakan model gravity untuk menjelaskan FTA Cina-ASEAN (CAFTA). Estimasi dilakukan dengan teknik pendugaan OLS. Dari hasil estimasi menunjukkan bahwa ukuran ekonomi (GDP) dan jarak antara negara secara signifikan memengaruhi perdagangan antara Cina dan ASEAN. Dalam model ini, biaya perdagangan atau biaya transport diproksi dengan jarak antara, yang menyatakan bahwa semakin jauh jarak antara negara anggotanya maka tingkat perdagangan antara negara anggotanya akan menurun.

Glick and Rose (2001) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh currency union terhadap perdagangan. Estimasi model gravity dilakukan dengan

teknik pooled, random, dan fixed effect. Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien currency union (CU) yang diproksi dengan variabel dummy, dimana nilai CU = 1 jika negara menggunakan mata uang yang sama, dan CU = 0 untuk yang lainnya. Hasilnya mengindikasikan bahwa negara yang berdagang dengan mitra dagangnya yang menggunakan mata uang bersama masing-masing dapat meningkatkan volume perdagangan untuk masing-masing negara.

Hasil penelitian Wiranta (1996) mengenai perkembangan perdagangan di kawasan ASEAN dan pengaruhnya terhadap Indonesia menyimpulkan bahwa perdagangan kawasan dengan dunia luar memperlihatkan peningkatan yang cukup cepat, namun perdagangan intra-ASEAN meningkat jauh lebih cepat. Hal ini menunjukkan bahwa kerjasama ekonomi kawasan memperlihatkan hasil yang positif dalam meningkatkan perdagangan intra-ASEAN meskipun lebih kecil dibanding perdagangan ekstra-ASEAN.

Studi yang dilakukan oleh Tubagus dan Yose (1996) tentang liberalisasi perdagangan dunia dan bagaimana manfaatnya bagi ASEAN, menunjukkan bahwa dengan lebih terbukanya liberalisasi perdagangan internasional akan diperoleh tambahan kesejahteraan ekonomi yang semakin tinggi. Negara-negara yang bergabung dalam APEC dan AFTA akan mendapatkan manfaat tambahan dari liberalisasi, tapi tanpa bergabung dengan WTO keuntungannya akan sedikit saja. Selain itu, Lapipi (2004) menemukan bahwa efek integrasi ekonomi terhadap volume perdagangan intra-ASEAN relatif kecil dibandingkan efek integrasi ekonomi APEC terhadap perdagangan negara ASEAN. Keterlibatan anggota ASEAN dalam integrasi ASEAN belum memberikan efek kreasi, namun keterlibatannya dalam integrasi ekonomi APEC telah memberikan efek kreasi.

Bussiere, Fidmurc and Schantz (2005) meneliti tentang integrasi perdagangan dari Central and Eastern European Countries (CEES) dengan menggunakan model gravity. Data yang digunakan adalah time series dan cross-section yang digabung jadi pooled data. Datanya dimulai dari tahun 1980-2003.

Hasilnya menunjukkan hasil konvergen ke arah tingkat perdagangan normal karena dekatnya letak geografis mereka dengan penggunaan area Euro dan juga

karena tingkat GDP mereka yang lebih kecil. Negara-negara tersebut secara alami memiliki peran yang penting terhadap share perdagangan Uni Eropa.

Carillo dan Li (2002) melakukan penelitian menggunakan model persamaan gravity untuk menjelaskan pengaruh Andean Community (AC) dan MERCUSOR terhadap perdagangan intra-region dan intra-industri pada periode 1980-1997. Hasilnya menunjukkan market size dan distance, AC Preferential Trade Area (PTA) memiliki pengaruh signifikan terhadap kedua produk

diferensiasi dan produk pilihan, terutama pada barang-barang capital intensive. Sebaliknya, PTA Mercusor hanya memiliki pengaruh terhadap kapital intensif sub-kategori dari produk-produk pilihan yang diteliti.

Beberapa studi tersebut menyimpulkan bahwa integrasi ekonomi memberi pengaruh pada peningkatan volume perdagangan, peningkatan produksi, peningkatan efisiensi, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan daya saing dan penurunan cost. Analisis kualitatif Frankel and Rose (1996) dalam penelitiannya yang menggunakan data dari 21 negara industri menemukan bahwa semakin tinggi level bilateral trade, akan semakin besar korelasi dari siklus bisnis antara negara. Ditemukan pula bahwa di 10 negara Asia Timur, fluktuasi perekonomian lebih terkonsentrasi ketika ketergantungan perdagangan semakin besar di suatu wilayah. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi volume perdagangan maka semakin mudah untuk membentuk Currency Union.

Shin and Wang (2003) menemukan bahwa intra industry trade adalah jalur utama dari sinkronnya siklus bisnis Korea dan 11 negara di Asia lainnya, walaupun peningkatan dalam perdagangan itu sendiri belum tentu diikuti dengan peningkatan dalam koherensi siklus bisnis.

Dalam kaitan intra industry trade sebagai prasyarat Currency Union, Arif and Tan (1992) menemukan bahwa didalam perdagangan antar negara ASEAN pangsa intra industry trade sebesar 96 persen dan inter industry trade hanya sebesar 4 persen. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Lapipi (2004) yang menemukan hal yang sama bahwa perdagangan di ASEAN didominasi oleh fenomena intra industry trade sebesar 96 persen.

Pramadhani, Bissoondeeal, dan Driffield (2007) dalam studinya tentang FDI, perdagangan dan pertumbuhan, dengan menggunakan analisis causality mengatakankan bahwa peningkatan investasi asing di Indonesia akan meningkatkan ekspor, peningkatan ekspor juga akan menambah FDI yang masuk. Investasi asing juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor bahan baku dan bahan penolong dalam proses produksi.

Alguacil, Cuadros and Orts (2002) meneliti hubungan FDI, ekspor industri manufaktur dan domestic performance di Meksiko. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan hubungan yang signifikan antara pengaruh FDI terhadap output yang menunjukkan bahwa FDI dapat meningkatkan perekonomian di Meksiko. Adanya hubungan signifikan antara FDI terhadap ekspor membuktikan adanya keyakinan FDI led growth yang menggambarkan perusahaan-perusahaan asing di Meksiko berorientasi ekspor.

Riyadi (1998) melakukan penelitian dengan model ekonometrika, menemukan bahwa FDI inflow memberi kontribusi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni sektor manufaktur dan sektor jasa. Sedangkan variabel-variabel ekonomi makro yang mempunyai hubungan positif dan

signifikan yang memengaruhi pertumbuhan FDI inflow adalah investasi domestik dan impor.

Studi lain yang melihat pengaruh kawasan perdagangan regional terhadap pola FDI telah dilakukan Kreinin and Plummer (2002) menggunakan pendekatan ini untuk Uni Eropa dan NAFTA. Blomstrom dan Kokko (1997) menggunakannya untuk kawasan perdagangan bebas Amerika Serikat-Kanada, NAFTA, dan MERCOSOR. Kreinin and Plummer (2002) menemukan tidak adanya bukti diversi investasi dan menemukan sejumlah bukti kreasi investasi. Sementara, Blomstrom dan Kokko (1997) menemukan bahwa pengaruh regionalisme terhadap arus FDI tergantung pada pengaruh kesepakatan terhadap lingkungan kebijakan komersil dan keunggulan lokasional dalam negara yang berintegrasi.

Studi ini cakupannya masih terbatas, yaitu tidak berusaha memodelkan skenario kontra faktual atau tidak menggunakan pendekatan ekonomoterika pada determinan FDI. Pain (1996) menggunakan panel-data disagregasi untuk mengestimasikan determinan investasi Inggris di Uni Eropa dan menemukan bukti pengaruh positif yang signifikan secara statistika terhadap outflow FDI ke negara Uni Eropa lainnya dan terjadi diversi FDI dari Amerika Serikat. Hasilnya hanya didasarkan pada negara sumber Inggris dan satu lagi Amerika Serikat.

Dalam dokumen KAJIAN TEORITIS INTEGRASI EKONOMI (Halaman 35-41)

Dokumen terkait