• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 KASUS

Rumah Sakit Bhayangkara Medan, Kondisi performa “Jam Pelayanan” berada di RSBM untuk melayani kebutuhan manajemen dan melayani pasien, diasumsikan membuat peningkatan mutu pelayanan RSBM jadi tersendat. Kurangnya peningkatan mutu dengan sendirinya menurunkan citra pelayanan.

Persepsi terhadap turunnya mutu pelayanan oleh pasien, menurunkan minat mereka untuk selanjutnya menggunakan jasa RSBM. Bila penurunan terus bertahan, maka diperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan uang (cash) yang diterima RSBM.

Berkurangnya uang (cash) ekstra, selanjutnya mengurangi kecukupan biaya, termasuk untuk membayar dokter spesialis, dan bila kondisi ini tidak segera ditanggulangi, akan terjadi fenomena pusaran air yang terus-menerus semakin menenggelamkan peningkatan performa (kinerja) RSBM di banyak domain.

Jadi ada kemungkinan kuat bahwa faktor kurangnya biaya atau tersendatnya jadwal pembayaran upah dokter spesialis yang diasumsi ada di RS, bukanlah penyebab utama menurunnya performa dokter spesialis di RSBM. Faktor apa yang sebenarnya telah menyebabkan munculnya penurunan pelayanan dokter spesialis di RSBM?

Kinerja dokter spesialis di RSBM dapat dilihat dari sudut pandang pihak manajemen RSBM sebagai pemilik organisasi. Penilaian kualitas kinerja personel organik di RS milik pemerintah (termasuk RSBM) selalu dibuat melalui ukuran DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan).

Khusus untuk kelompok dokter spesialis non residen alat ukur DP3 tidak dapat dipakai karena mereka adalah kelompok parttimer. Pengukuran kinerja dokter-dokter non-residen dibuat memakai standar evaluasi bersandar pada “Job description” yaitu apa yang diterakan sebagai kewajiban, kewenangan dan hak dokter spesialis dalam naskah MOU (Memorandum of Understanding).

Dapat diterangkan bahwa dokter spesialis non residen dipekerjakan terutama untuk pelayanan spesialistik medis di RS. Mereka dituntut memiliki

sejumlah jam kerja minimal, ketepatan waktu hadir terutama bila ada emergency, ketaatan pengisian rekam medik, ketaatan meresepkan obat generik, melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur kerja RSBM (termasuk peraturan pemerintah yang diwajibkan untuk petugas medis secara nasional) serta keaktifan berpartisipasi dalam manajemen non profesi.

Keenam hal tersebut menjadi domain pengukuran kinerja (performa) mereka. Perihal ketimpangan (inequity) ataupun keseimbangan (equity) yang diduga logis berpotensi mengganggu performa personel organisasi (dalam hal ini dokter spesialis) pernah diungkapkan oleh Adams J. Stacy (Natemeyer, WE; 1989) yaitu bahwa setiap individu memerlukan equity (keseimbangan) antara pengorbanan dengan perolehan.

Dalam konteks penelitian ini, kemungkinan ada kondisi yang tidak serasi (tidak seimbang - inequity) antara apa yang diterima oleh dokter spesialis dengan apa yang mereka berikan dalam pelayanan. Ketimpangan (inequity) kronis berpotensi menimbulkan efek penurunan kinerja di semua bagian RS.

Penurunan kinerja pelayanan dokter spesialis dapat dinyatakan melalui pelanggaran norma- norma kesepakatan dalam MOU antara lain ketaatan disiplin kerja dan kesiapan mereka melakukan pelayanan manajemen RSBM sekalipun bukan domain pelayanan spesialistik masing-masing dokter spesialis.

Dalam survey pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) di akhir 2009, peneliti mendapatkan (Tabel 1.1.) bahwa kinerja dokter spesialis di RSBM sebenarnya masih kurang memenuhi standar. Kekurangan tersebut termasuk kurang memperhatikan jadwal jam pelayanan dan disiplin ketepatan waktu hadir.

Ada juga kekurangsiapan mereka melaksanakan sepenuhnya ketentuan standar peresepan obat generik di RSBM serta partisipasi di dalam kegiatan manajemen non spesialistik.

Tabel 1.1.Survey Awal Deskripsi Kinerja Dokter Spesialis Non Residen RSBM

No Deskripsi Kinerja Skala

Kualitas Keterangan

1 Ketepatan pengisian jadwal jam pelayanan

2 1= 0- 20% (Sangat tidak memuaskan) 2 = 21-40%(Tidak Memuaskan) 2 Ketaatan standar prosedur kerja

(SOP) RSBM

4 3 = 41-60%(Cukup

Memuaskan) 3 Aktif mengambil bagian di dalam

kegiatan manajemen nonspesialistik

1 4 = 61-80%(Memuaskan) 4 Disiplin ketepatan waktu hadir 2 5 = 81-100% (Sangat Memuaskan) 5 Kepatuhan peresepan obat generik 2

6 Ketaatan Pengisian Rekam Medik 4

6.2 ANALISIS KASUS

Faktor-faktor yang dipilih untuk evaluasi biasanya ada dua macam: yang behubungan dengan pekerjaan (job-related) dan karakteristik pribadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kualitas dan kuantitas kerja, sementara faktor pribadi meliputi beberapa perilaku seperti keterampilan antar pribadi dan sifat-sifat seperti adaptibilitas. Pada contoh studi kasus di atas yang ditunjukkan pada tabel di atas menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan.

Metode penilaian kinerja yang digunakan pada studi kasus ini adalah metode yang berorientasi pada masa lalu dan berdasarkan instrumen yang digunakan, yaitu metode Rating Scale, di mana penilaian kinerja dilakukan dengan menilai para karyawan berdasarkan faktor-faktor yang telah ditetapkan seperti tercantum pada tabel di atas.

Faktor-faktor yang dipilih untuk evaluasi biasanya ada dua macam: yang behubungan dengan pekerjaan (job-related) dan karakteristik pribadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kualitas dan kuantitas kerja,

sementara faktor pribadi meliputi beberapa perilaku seperti keterampilan antar pribadi dan sifat-sifat seperti adaptibilitas. Pada contoh studi kasus di atas yang ditunjukkan pada tabel di atas menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan.

Pendekatan ini mengaharuskan para evaluator mencatat penilaian mereka mengenai kinerja pada sebuah skala. Skala tersebut meliputi beberapa kategori, yaitu untuk faktor kinerja yang mempunyai skala kualitas 1, tingkat atau persentase kualitas kinerjanya 0-20% yang berarti sangat tidak memuaskan, dan seterusnya seperti tercantum pada kolom keterangan tabel.

Dari faktor-faktor dan skala yang telah ditentukan, telah ditemukan hasil skala masing-masing faktor dalam survey pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) di akhir 2009, seperti yang telah disebutkan, peneliti mendapatkan (Tabel 1.1.) bahwa kinerja dokter spesialis di RSBM sebenarnya masih kurang memenuhi standar.

Dengan memanfaatkan metode Rating Scale, RSBM berusaha mencari tahu apakah kinerja tenaga medis mereka sudah baik atau belum. Mula- mula, diadakan analisis terhadap Job Description seorang dokter di sana. Setelah mengetahui apa saja pekerjaan yang seharusnya dilakukan, disusunlah kriteria tertentu yang menurut mereka penting dan berhubungan dengan penilaian kinerja para tenaga medis, terutama dokter.

Hal- hal yang dinilai mengacu kepada sikap (Behaviour) apakah petugas tersebut sudah melakukan yang menjadi kewajibannya, ataukah dia belum melaksanakan. Jika sudah melaksanakan apakah hasilnya baik, atau mungkin kurang memuaskan atau sangat tidak memuaskan. Survey yang dilakukan, sekaligus menjadi sumber penilaian kinerja bagi petugas medis di RSBM tersebut. Setelah melakukan penilaian, hasil dari penilaian tersebut selanjutnya akan digunakan sebagai bahan kajian ulang RSBM untuk membuat kebijakan. Apakah perlu adanya perubahan kebijakan, atau tetap bertahan di kebijakan yang lama.

KESIMPULAN

Penilaian kinerja adalah suatu proses yang digunakan suatu perusahaan untuk mengukur dan mengevaluasi seberapa baik kinerja pegawai di perusahaan tersebut. Penilaian kinerja bertujuan untuk mengetahui apa yang harus dievaluasi dan apa yang harus dikembangkan di dalam suatu perusahaan. Hasil dari penilaian kinerja dimanfaatkan untuk pembuatan kebijakan organisasi tersebut. Seperti misalnya penentuan kompensasi, masalah promosi dan jabatan dan lain sebagainya.

Penggunaan penilaian kinerja dalam suatu perusahaan yang umum dilakukan adalah digunakan untuk tujuan administratif dan tujuan pengembangan. Tujuan administratif misalnya: kompensasi pegawai, promosi, pemberhentian, pengurangan jumlah pegawai dan PHK. Sedangkan untuk tujuan pengembangan: mengidentifikasi kekukatan, mengidentifikasi bagian yang harus ditingkatkan, perencanaan pengembangan dan pembinaan dan perencanaan karir pegawai.

Manajemen kinerja memiliki beberapa elemen, yaitu diperlukan adanya standar dan kriteria khusus. Standar dalam penilaian kinerja meliputi: validity, agreement, realism, dan objectivity.

Sedangkan untuk kriteria, memiliki hal berikut ini: kegunaan fungsional (functional utility), keabsahan (validity), empiris (empirical base), sensitivitas (sensitivity), pengembangan sistematis (sistematic development), dan kelayakan hukum (legal appropriateness).

Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kerja seseorang diantaranya adalah kemauan, kemampuan dan kesempatan seperti yang dikatakan oleh Blumberg.

Metode penilaian kinerja dibagi menjadi dua macam, yaitu yang berorientasi pada masa lalu dan berorientasi pada masa depan. Berorientasi pada masa lalu maksudnya, penilaian dilakukan untuk mengukur kinerja

selama ini dan menimbulkan umpan balik dengan harapan adanya peningkatan yang lebih.

Sedangkan metode yang berorientasi pada masa depan, mendeteksi potensi yang ada pada individu dan memberitahu pada mereka. Hal ini ditujukan agar mereka lebih leluasa mengembangkan karirnya. Metode yang digunakan dalam sebuah perusahaan tergantung keadaan dalam perusahaan tersebut.

Dalam melakukan penilaian kinerja, seorang penilai juga tidak luput dari kesalahan, begitu juga dengan instrumen penilainya. Beberapa di antaranya kesalahan dalam penilaian bisa disebabkan oleh kecemasan karyawan, bias pribadi penilai, manipulasi evaluasi, bias perilaku terakhir, cemtral tendency error, sikap yang terlalu lunak atau keras, halo error, ketidaknyamanan penilai.

Dokumen terkait