• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS: PERBANDINGAN NERACA PEMBAYARAN

Dalam dokumen Neraca Pembayaran Internasional dan Pend (Halaman 27-48)

PERBANDINGAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA DAN NERACA PEMBAYARAN JEPANG

Grafik 1.1

Transaksi Berjalan Indonesia Tahun 2010- 2013 ($ milyar)

Sumber: Bank Indonesia ( http://www.bi.go.id )

Penurunan defisit transaksi berjalan pada triwulan IV-2013 terutama didukung

oleh naiknya surplus neraca perdagangan barang, yang bersumber dari bertambahnya

surplus neraca perdagangan nonmigas dan menyempitnya defisit neraca perdagangan

migas. Neraca perdagangan barang pada triwulan IV-2013 mencatat surplus sebesar

$4,9 milyar, jauh lebih besar dari surplus pada triwulan sebelumnya yaitu sebesar

$149 juta. Perbaikan neraca perdagangan barang pada triwulan IV bersumber dari

kenaikkan surplus neraca perdagangan non migas dan berkurangnya defisit neraca

perdagangan migas dari triwulan sebelumnya. Surplus neraca perdagangan nonmigas

meningkat karena ekspor nonmigas yang tumbuh positif (3,8% yoy) seiring dengan

pemulihan ekonomi global dan koreksi harga komoditas yang semakin terbatas.

Sementara itu dari sisi impor nonmigas terkontraksi (6,6% yoy) dimana sejalan

dengan moderasi perekonomian domestik dan depresiasi rupiah. Disisi neraca

perdagangan migas menurun akibat turunnya impor migas disaat ekspor migas masih

tumbuh positif. Sementara itu neraca jasa dan neraca pendapatan mencatat defisit.

Defisit neraca perdagangan jasa pada triwulan IV-20113 mencapai $2,9

milyar, lebih tinggi dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya yaitu $2,7

milyar. Kenaikkan defisit tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya

pembayaran jasa usaha transportasi seiring masih besarnya impor dan turunnya net

penerimaan jasa perjalanan mengikuti kenaikkan jumlah pengeluaran penduduk

Indonesia selama berkunjung ke luar negeri.

Defisit neraca pendapatan pada triwulan IV-2013 naik menjadi $7,1 milyar

dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar $6,9 milyar. Sesuai pola musimannya,

meningkatnya defisit neraca pendapatan tersebut bersumber dari kenaikkan

pembayaran bunga pinjaman atau utang luar negeri Pemerintah maupun sektor

swasta.

Neraca transfer berjalan pada triwulan IV-2013 mencatat surplus sebesar $1,1

milyar naik dibandingkan dengan surplus pda triwulan sebelumnya yaitu sebesar 0,9

milyar. Kenaikkan tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan net penerimaan

tenaga kerja. Pada triwulan IV pembayaran Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia

tercatat lebih rendah, sedangkan penerimaan dari Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di

luar negeri meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan

perkembangan sampai triwulan IV-2013 tersebut, surplus neraca transfer berjalan

pada tahun 2013 tercatat mencapai $4,1 milyar.

Dari keseluruhan komponen neraca transaksi berjalan sampai dengan triwulan

IV, defisit transaksi berjalan Indonesia pada tahun 2013 mencapai (-$29,115 ) milyar,

lebih tinggi dari defisit tahun sebelumnya yakni sebesar (-$24,418) milyar.

Grafik 1.2

Transaksi Modal dan Finansial Indonesia Tahun 2010-2013 ($ milyar)

Sumber: Bank Indonesia ( http://www.bi.go.id )

Terjadinya surplus pada transaksi modal dan finansial pada triwulan IV-2013

sebesar $9,2 milyar, meningkat secara signifikan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yaitu sebesar $5,6 milyar. Kenaikkan surplus transaksi modal dan

finansial terutama terjadi akibat lebih tingginya penarikan pinjaman luar negeri

swasta, dan penarikan simpanan bank domestic di luar negri antara lain untuk

memanfaatkan beberapa instrument yang disediakan oleh Bank Indonesia.

Selain itu arus masuk investasi langung (PMA) tetap kuat meskipun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya karena adanya divestasi (ini merupakan

kebalikan dari investasi) di beberapa perusahaan PMA. Disisi lain investasi portofolio

asing juga masih memberikan kontribusi positif terhadap kinerja transaksi modal dan

finansial pada triwulan IV. Dengan perkembangan sampai dengan triwulan IV, surplus

transaksi modal dan finansial pada tahun 2013 mencapai $22 milyar, lebih rendah

dari surplus tahun sebelumnya yakni sebesar $24,9 milyar.

Grafik 1.3

Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2010-2013 ($ milyar)

Dari data transaksi berjalan dan neraca modal dan finansial Indonesia pada

tahun 2013 dapat diketahui NPI keseluruhan tahun 2013 tercatat defisit sebesar

$7,1) milyar. Dengan uraian untuk neraca transaksi berjalan defisit sebesar

(-$29,115), untuk neraca modal dan finansial surplus sebesar $22,009 milyar setelah

sebelumnya surplus sebesar $491 juta pada tahun 2012.

3.2 NERACA PEMBAYARAN JEPANG

Sumber : Laporan Neraca Berjalan Jepang dari tahun 2009-2013 bersumber dari www.boj.co.jp

Dilihat dari laporan neraca perdagangan Jepang di atas dapat kita simpulkan bahwa setiap tahun terjadi penurunan surplus Neraca Berjalan di Jepang, dimulai dari tahun 2010 sebesar 17.887,9 Triliun Yen, pada tahun 2011 menurun drastis menjadi 9.550,7 Triliun yen, pada 2012 tejadi penurunan yang drastis juga sebesar 4.823,7 Triliun Yen, dan data terakhir yang kami peroleh yaitu pada tahun 2013 terjadi penurunan yang tidak terlalu signifikan, penurunan surplus pada tahun 2013 menjadi 3.306,1 Triliun Yen.

Dari tabel laporan di atas dapat kita simpulkan bahwa penurunan surplus Neraca Berjalan di Jepang paling besar disebabkan karena peningkatan impor barang yang tinggi dari tahun 2009, dan pada tahun 2013 yang terjadi adalah besarnya selisih antara ekspor dan impor, yaitu sebesar -10.639,9 Triliun Yen. Dan pada kategori yang lain seperti Jasa dan pendapatan terjadi peningkatan surplus dan penurunan surplus tiap tahunnya.

Sedangkan dalam Laporan Neraca Transaksi Modal dan Keuangan Jepang di atas kita bisa simpulkan bahwa yang membuat penurunan surplus Neraca Transaksi Modal dan Keuangan adalah karena berkurangnya investasi portofolio atau investasi keuangan. Investasi portofolio turun dari 15.296,5 Triliun Yen menjadi -6.116,0 Triliun Yen. Net inflows disini maksudnya adalah investasi dari modal asing, jadi penurunan investasi di sektor keuangan di Jepang dikarenakan makin meningkatnya investasi modal asing yang menyebabkan investor domestik tersaingi.

3.3 Hubungan Ekspor-Impor antara Indonesia dan Jepang 2012-2013 Tabel 1.1

Sumber :Laporan Neraca Pembayaran Indonesia oleh Bank Indonesia Tabel 1.2

Impor No-Migas Berdasarkan Negara Asal Utama

Sumber :Laporan Neraca Pembayaran Indonesia oleh Bank Indonesia

3.4 UTANG LUAR NEGERI INDONESIA DAN DAMPAKNYA BAGI PERTUMBUHAN INDONESIA

Untuk membiayai defisit pada neraca pembayaran di Indonesia memiliki dua alternatif yakni melalu penciptaan uang dan utang luar negeri. Pembiayaan melalui penciptaan uang ini akan berpengaruh pada penurunan cadangan devisa indonesia. Oleh karena itu Indonesia sering menggunakan alternatif pembiayaan defisit melalui utang luar negeri yang dianggap dapat menjaga jumlah devisa negara. Dan juga apabila mencipatak uang baru akan menimbulkan masalah baru yang dapat menghambat kinerja pemerintahan.

Sumber : Rudiger Dornbush. (1997). Makroekonomi. Edisi keempat Tabel 1.3

Ringkasan APBN Indonesia Tahun 2010-2013

MENCIPTAKAN UANG PENERIMAAN PEMERINTAH DEFISIT UTANG LUAR NEGERI PENGELUARAN PEMERINTAH

Sumber : KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (Account Ringkas dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2010 – 2013)

Dari data diatas menunjukkan bahwa utang luar negeri yang dilakukan Indonesia untuk menutupi defisit APBN dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif yang tidak signifikan. Jumlah uatang yang dilakukan indonesia pada tahun APBN-P tahun 2010 sebesar 70.777 milyar rupiah kemudian menurun menjadi 56.182 milyar rupaih pada APBN-P 2011. Pada tahun selanjutnya juga menurun dengan nilai sebesar 53.731 milyar rupiah dan pada tahun 2013 menurun lagi sebesar 49.039 milyar rupiah. Dilhat dari data tersebut utang lur negeri Indonesia selalu mengalami penurunan dikarenakan defisit pada APBN juga membaik. Kondisi ini menunjukkan tingkat ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri semakin rendah. Tingkat ketergantuang Indonesia terhadap utang perlu diminimalisir untuk meringankan beban APBN untuk membiayai pokok cicilan dan bunga utang yang semakin meningkat.

3.4.2 Pengaruh Utang Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Sebelum membahas dampak utang terhadap pertumbuhan perlu adanya pemahaman tentang pertumbuhan ekonomi. Menurut Todaro (2000) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan

berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Sedangkan menurut Boediono (1989), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila ada kecenderungan output per kapita untuk naik yang bersumber dari kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar atau bersifat sementara.

Pembahasan selanjutnya adalah dampak untuk utang lebih lanjut terhadap pertumbuhan ekonomi, menurut Barsky, et. Al (1986) ekonom Klasik/Neo Klasik mengindikasikan bahwa Kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto. Kelompok Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Barsky, et al, 1986). Sedangkan menurut paham keynesian ditelaah oleh Eisner (1989) dan Bernheim (1989). Paham keynesian melihat kebijakan peningkatan anggaran belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri

akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh lanjut dari terjadinya akumulasi modal. Kelompok keynesian memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah yang ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Hal ini mengakibatkan beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian. Kesimpulannya, kebijakan menutup defisit anggaran dengan utang luar negeri dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian dengan adanya pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan pendapat berbeda lagi digagaskan oleh Ricardian. Pemahaman Ricardian menurut Barro (1974, 1989), Evans (1988) menjelaskan bahwa kebijakan utang luar negeri untuk membiayai defisit anggaran belanja pemerintah tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena efek pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan utang publik harus dibayar oleh pemerintah pada masa yang akan datang dengan kenaikan pajak. Oleh karena itu, masyarakat akan mengurangi konsumsinya pada saat sekarang untuk memperbesar tabungan yang selanjutnya digunakan untuk membayar kenaikan pajak pada masa yang akan datang.

Menurut para ekonom di Indonesia yakni Sukarna dan Mamun (2005) dampak dari utang luar negeri akan membebani APBN. Konsekuensi dari utang luar negeri yang banyak yaitu pertama, APBN semakin sulit diharapkan menjadi stimulus APBN karena porsi yang dihabiskan untuk membayar utang sangat besar. Kedua, terjadi penarikan dana secara besar-besaran dari masyarakat yang berupa kenaikan pajak dan berbagai pungutan lain yang dibarengi dengan pengurangan subsidi. Ketiga, dana masyarakat yang ditarik itu dialokasikan untuk kreditor luar negeri (dalam bentuk cicilan pokok dan bunga utang) dan kepada bankir dalam negeri (dalam bentuk pembayaran pokok dan bunga obligasi rekap serta surat

utang pemerintah). Di satu sisi, aliran dana ke luar negeri akan berdampak pada hilangnya sumber dana dan daya kegiatan ekonomi domestik, namun di sisi lain, pembayaran utang dalam negeri tidak menghasilkan multiplier effect dan keterkaitan antar sektor (lingkage) yang tinggi akibat rendahnya loan to deposit ratio. Keempat, penarikan dana akan mengurangi disposable income masyarakat sehingga dana domestik tertekan. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi dalam negeri sebagai faktor kunci dalam pertumbuhan kurang berperan. Dari penelitian Safitri (2008) juga diperoleh hasil bahwa bantuan luar negeri berpengaruh negatif terhadap produk domestik bruto (PDB). Sukarna dan Mamun (2005) juga menyebutkan bahwa hasil dari berbagai kajian empiris menunjukkan bahwa hubungan antara utang luar negeri dan pertumbuhan ekonomi umumnya berkorelasi negatif, meskipun terdapat sejumlah kajian yang menolaknya. Namun, karena utang luar negeri masih merupakan bagian dari investasi sehingga berdampak positif juga terhadap pertumbuhan ekonomi. Ini merupakan gambaran pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012-2014:

Gambar 1.1

Sumber : Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2014 Menurut Bank Indonesia memperkirakan perekonomian masih akan mengalami penyesuaian didukung dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 secara menyeluruh sebesar 5,8 % turun dari pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 6,8%. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dunia yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya dan adanya penghematan anggaran APBN-P 2014. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lemah mengakibatkan kinerja ekspor yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya, sementara penghematan anggaran pemerintah mendorong melambatnya konsumsi pemerintah. Jika dilihat dari peta pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang mengalami penurunan karena penurunan kontribusi dari PDRB setiap daerah. Penurun PDRB bisa menjadi indikasi dari dampak utang luar negeri yang dilakukan Indonesia.

Gambar 1.2

Sumber : Laporan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Semester I APBN Tahun 2014 Kondisi penurunan pertumbuhan ekonomi juga ditunjukan dengan pertumbuhan ekonomi berdasarkan pengguanaannya pada tahun 2012-2014 yang ada dibawah. Menurut laporan Kementerian Keuangan Indonesia jika dilihat dari segi konsumsi masyarakat dan swasta mengalami kestabilan yang dibarengi dengan penurun konsumsi pemerintah yang fluktuatif. Konsumsi masyarakat terlihat dari konsumsi motor dan listrik juga menunjukkan peningkatan di bulan April dan Mei 2014, sedangkan dari sisi perbankan terjadi kenaikan kredit konsumsi pada bulan April 2014.Kemudian pertumbuhan PMTB (Pembentukan modal Bruto pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Pengeluaran barang modal untuk keperluan militer tidak dicakup dalam rincian ini tetapi digolongkan sebagai konsumsi pemerintah.

Di sisi eksternal, realisasi ekspor selama triwulan I tahun 2014 mengalami kontraksi, tetapikinerja ekspor manufaktur masih baik. Pertumbuhan ekspor tercatat negatif 0,8 persen (yoy) atau turun signifikan jika dibandingkan dengan realisasi ekspor periode yang sama tahun 2013 yang tumbuh 3,6 persen (yoy). Penurunan kinerja ekspor tersebut disebabkan oleh dua faktor utama yaitu penurunan permintaan dari Tiongkok dan dampak jangka pendek dari kebijakan pemerintah membatasi ekspor mineral mentah. Potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek

Ekspo r Impor PMTB Konsums i pemerin tah Konsumsi Rumah Tangga

telah diprediksi akan terjadi di sektor pertambangan. Namun, dalam jangka panjang diharapkan ekspor tambang akan kembali pada pola normalnya. Di samping itu, kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah tersebut dalam jangka panjang akan mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar sehingga mengurangi ketergantungan bahan baku dari impor.

Pada sisi lain, penurunan impor tersebut telah terjadi sejak kuartal IV 2013 dan berlanjut ke triwulan I tahun 2014. Impor sepanjang triwulan I 2014 mengalami kontraksi, yaitu tumbuh negatif 0,7 persen (yoy).Kontraksi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontraksipada periode yang sama tahun 2013 sebesar negatif 0,03 persen. Penurunan impor terutamaterjadi pada bahan baku dan barang modal sebagai dampak dari tingginya biaya impor akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Selain itu, moderasi permintaan domestik juga turut mempengaruhi penurunan permintaan impor.

Jadi dapat disimpulkan Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 bekisar 5,8% yang turun dari pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013 yang berkisar 6,8% meskipun kondisi krisis global tetap terjadi, dapat dilihat bahwa terdapat indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut adalah petumbuhan yang semu (bubble economics). Hal ini ditandai dengan masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia meski pertumbuhan PDB dikatakan bagus. Kemudian dilihat dari data pertumbuhan ekonomi diatas bahwa utang luar negeri Indonesia dalam jangka pendek mampu mendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Sektor-sektor ekonomi yang menyerap utang luar negeri cukup tinggi, terbukti menunjukkan pertumbuhan PDB yang terus meningkat namun masih belum stabil. Namun pada batas tertentu, utang luar negeri pada jangka panjangnya akan membebankan pokok cicilan dan bunga utang tersebut pada APBN. Semakin besar pokok cicilan utang dan bunganya maka semakin besar sumber daya yang dialokasikan untuk membayar pokok dan bunga utang dan semakin rendah pula dana yang dialokasikan untuk mengembangkan perekonomian. Artinya, pertumbuhan ekonomi pun semakin menurun seperti yang ditunjukkan dari data dia atas.

 Sisi efektifitas, secara internal, utang luar negeri menghambat tumbuhnya kemandirian ekonomi negara. Serta pemicu terjadinya kontraksi belanja sosial, merosotnya kesejahteraan rakyat, dan melebarnya kesenjangan.  Secara eksternal, utang luar negeri menjadi pemicu meningkatnya

ketergantungan negara pada modal asing, dan pada pembuatan utang luar negeri secara berkesinambungan.

 Sisi kelembagaan, lembaga-lembaga keuangan multilateral diyakini telah bekerja sebagai kepanjangan tangan negara-negara Dunia Pertama pemegang saham utama mereka, untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman.

 Sisi ideologi, utang luar negeri diyakini telah dipakai oleh negara-negara pemberi pinjaman, terutama Amerika, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia.

 Sisi implikasi sosial dan politik, utang luar negeri sebagai sarana yang sengaja dikembangkan oleh negara-negara pemberi pinjaman untuk mengintervensi negara-negara penerima pinjaman. Selain itu negara peminjam menjadi pusat eksploitasi Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, dan juga sebagai tempat pemasaran produk yang dihasilkan negara pemberi pinjaman.

Namun sebenarnya utang tidak selalu dianggap merugikan negara dari segi manapun, sebaliknya utang dapat memberi manfaat lebih apabila negara penerima utang tersebut dapat mengalokasikan dana utang luar negeri terhadap sektor-sektor dasar misalnya pembangunan infrastruktur fisik dan non-fisik yang merata disetiap daerah. Pembangunan ini akan berdampak baik untuk pendistribusian pendapatan yang merata dengan asumsi pemerintah dapat membayar pokok utang dan cicilannya sesuai jatuh tempo agar tidak merugikan masyarakat melalui penarikan pajak yang terlalu tinggi.

BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan

Pendapatan nasional merupakan suatu hal yang penting untuk suatu negara dalam pengambilan keputusan kebijakan apa yang harus diambil selanjutnya. Dalam perhitungan pendapatan nasional negara dengan perekonomian tertutup terdapat beberapa hal yang perlu diketahui antara lain peran dari konsumsi masyarakat dan swasta (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah. Sedangkan untuk perhitungan pendapatan negara dengan perekonomian terbuka terdapat tambahan ekspor-impor.

Adanya gabungan antara ekspor dan impor menunjukkan negara tersebut ikut andil dalam perdagangan internasional. Perdagangan internasional yang dilakukan suatu negara dapat dicacat dalam neraca pembayaran negara tersebut. Neraca pembayaran sendiri memilki komponen antara lain neraca transaksi berjalan, neraca modal, selisih statistik, dan transaksi cadangan resmi. Komponen-komponen ini bersinergi satu sama lain untuk menyeimbangkan antara sisi pemasukan dan pengeluaran. Apabila neraca modal mengalami surplus maka untuk mengimbanginya transaksi berjalan harus defisit. Tidak selamanya defisit dianggap buruk, terkadang suatu negara perlu mengalami defisit untuk menyeimbangan komponen neraca pembayaran yang surplus dan juga untuk meningkatkan hubungan suatu negara denngan negara lain.

Kondisi surplus dan defisit perlu dikelola dengan baik agar dapat berkontribusi seraca optimal untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara. Negara yang mengalami surplus terus-menerus dapat memperburuk kondisi ekonominya karena surplus yang berkepanjangan dapat meningkatkan JUB yang berimbas pada peningkatan inflasi di suatu negara. Sebalikanya negara yang mengalami defisit tersu-menerus juga tidak baik karena untuk menutupi defisit tersebut pemerintah perlu mengadakan utang ke luar negeri agar tidak mengganggu cadangan devisa negaranya. Negara dengan tingkat utang yang semakin tinggi dapat berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi negaranya. Ini

dikarenakan pembebanan dana untuk pembiayaan pokok cicilan utang dan bunganya yang akan memeberatkan APBN.

DAFTAR PUSTAKA

Paul R Krugman, Maurice Obstfled.(2002). Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan.

Edisi Kedua. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Rudiger Dornbush., Stanley Fischer., and J.Mulyadi. (1997). Makroekonomi. Edisi

keempat. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Nanga, Muana. (2005). Makro Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Noporin. (2000). Ekonomi Internasional. Edisi ketiga. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta.

Salvatore, Dominick. (1996). Ekonomi International. Jakarta : Erlangga.

Rachmadi, Arif Lukman. 2013. Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Studi Kasus Tahun 2001-2011). Skripsi Universitas Brawijaya .

Dwi Susilowati dan Muhammad Sri Wahyudi Suliswanto. 2015. PERTUMBUHAN EKONOMI, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA, UTANG LUAR NEGERI DAN KEMISKINAN (KAJIAN TEORITIS DI INDONESIA). Jurnal Ekonomika-Bisnis Vol. 6 No.1

Laporan Pemerintah Tentang Pelaksanaan Semester I APBN Tahun 2014 oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia

Laporan Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Bank Indonesia Triwulan III-2014

Laporan Neraca Pembayaran Triwulan IV 2013 oleh Bank Indonesia

Dalam dokumen Neraca Pembayaran Internasional dan Pend (Halaman 27-48)

Dokumen terkait