• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

3. Fecal Immunochemical Test (FIT)

2.5.3 Studi Radiografi

4. Hasil negatif tidak dapat menyingkirkan adanya perdarahan karena bisa intermiten. Hasil negatif palsu bisa jadi oleh karena darah tersamar tidak terdistribusi merata dalam feces.

5. Kadang kadang adanya polip atau kanker kolorektal bisa berdarah secara intermiten atau tidak sama sekali.

Tabel 2.3

Perbandingan karakteristik gFOBT dan FIT (Young, 2004).

Test and type Specificity

for neoplasia

Sensitivity for cancer

Rehydrated Hemoccult: gFOBT

90% 90% with repeated annual

screnning

Hemoccult II: gFOBT 94%-98% 35%-55% with once-off

testing. Up to 80% with repeated annual testing Hemoccult SENSA:

gFOBT

88%-92% 80% with once-off testing

Heme Select variants: FIT

95% 70%-82% with once-off

testing

2.5.3 Studi Radiografi

Pemeriksaan barium enema secara akurat mengidentifikasi kanker stadium lanjut, tetapi merupakan tes yang buruk untuk lesi prekanker dan jarang digunakan untuk skrining penyakit kanker kolorektal saat ini. Pemeriksaan penunjang dengan

25

Computed Tomografi (CT) kolonografi membuat gambaran usus dua-dimensi dan gambar tiga-dimensi dari usus besar dan memerlukan persiapan kolon yang baik. Suatu studi klinis menunjukkan 90% dari polip berdiameter lebih dari 10 mm telah diidentifikasi dengan benar, dengan tingkat positif palsu 14%. Tingkat deteksi polip berdiameter yang > 6 mm (ambang batas merujuk pasien untuk kolonoskopi) adalah 78% (spesifisitas 88%). Dengan cut off-point 15-25% dari orang yang menjalani skrining dirujuk untuk kolonoskopi (Lieberman, 2009).

Tingkat rujukan untuk kolonoskopi merupakan elemen penting dari biaya program. CT kolonografi kurang sensitif dan spesifik untuk polip berdiameter < 6 mm. Namun, rencana perawatan pasien dengan diameter < 6 mm masih kontroversial. Pemeriksaan CT kolonografi menunjukkan < 2% pasien memiliki adenoma lanjut, dan kanker yang langka. Tidak ada satupun penelitian menunjukkan keselamatan pasien dengan CT kolonografi berulang (Lieberman, 2009).

Adanya ketidakpastian tentang apakah CT kolonografi dapat digunakan untuk mengidentifikasi polip datar (flat polyp), beberapa di antaranya mungkin tempat tumbuhnya sel ganas. Interval skrining yang tepat setelah pemeriksaan negatif atau dalam kasus pertumbuhan, yang berdiameter < 6 mm dan kemungkinan polip masih tidak pasti. Selain itu, sensitivitas dan spesifisitas CT kolonografi dalam rutinitas pengaturan praktek klinis tidak diketahui. Paparan radiasi yang berhubungan dengan CT kolonografi dapat meningkatkan risiko kanker. Meskipun rejimen dosis rendah yang digunakan, ada kekhawatiran tentang paparan radiasi kumulatif, dan beberapa negara tidak memungkinkan diakukannya pencitraan untuk

26

tujuan skrining. Suatu studi menunjukkan bahwa 27-69% dari orang yang menjalani pemeriksaan dengan CT kolonografi memiliki minimal satu ditemukan masa di luar usus besar, yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada 5-16% dari orang menjalani skrining (Lieberman, 2009).

2.5.4 Sigmoidoskopi

Suatu penelitian case-control menunjukkan secara signifikan hubungan antara kegunaan suatu uji sigmoidiskopi dengan penurunan mortalitas akibat kanker kolorektal pada lokasi kolon yang dilakukan pemeriksaan. Pada suatu studi randomized control trial, tidak terjadi penurunan insidens kanker kolorektal diantara individu yang setuju menjalani pemeriksaan sigmoidoskopi, dan pada suatu analisis intention-to-treat, menunjukkan penurunan mortalitas yang tidak signifikan pada individu tersebut selama 6 tahun dibandingkan dengan kontrol. Namun Lieberman, (2009), menyatakan bahwa suatu studi dengan menggunakan skrining kolonoskopi telah menunjukkan lebih dari 30% pasien dengan neoplasia stadium lanjut yang memiliki lesi neoplasia proksimal yang tidak dapat teridentifikasi dengan sigmoidoskopi, hal ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan laki-laki dan pada pasien lebih dari 60 tahun dari pada pasien usia muda. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan kunjungan pada jam kerja (office visit) dan biasanya terkait dengan ketidaknyamanan saat pemeriksaan.

Beberapa klinisi dan pasien, lebih memilih pemeriksaan kolonoskopi daripada sigmoidoskopi, hal ini dikarenakan pasien tersedasi dan menjalani pemeriksaan kolon lengkap disertai polipektomi. Semua keterbatasan ini telah menyebabkan pembatasan penggunaannya di Amerika Serikat (Lieberman, 2009).

27

2.5.5 Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan langkah penilaian final dalam setiap program skrining untuk deteksi kanker kolorektal. Beberapa penelitian kohort berskala besar telah menunjukkan kemampuan dan keamanan kolonoskopi sebagai tes skrining primer. Suatu lesi maligna/premaligna dapat terjadi pada beberapa kasus kanker yang terdeteksi melalui kolonoskopi. Lesi dengan diameter > 10 mm dapat tidak terdeteksi pada 2-12% kasus. Kolonoskopi mungkin kurang berperan dalam menurunkan risiko kanker kolon proksimal, kecuali pemeriksaan dilakukan secara lengkap dan seluruh polip diangkat. Suatu rekomendasi pemeriksaan berulang dengan interval 10 tahun setelah suatu hasil negatif kolonoskopi, telah dibuktikan melalui suatu studi case-control. Dua penelitian terbaru menunjukkan risiko yang rendah neoplasia stadium lanjut, setelah 5 tahun dengan kolonoskopi negatif (Lieberman, 2009).

Kontraindikasi kolonoskopi (Modric, 2011): 1. Kehamilan.

2. Penyakit jantung akut.

3. Perforasi usus dan obstruksi total. 4. Divertikulitis akut.

5. Kolitis fulminan, megakolon toksik, nekrosis kolon, atau peritonitis akut. 6. Aneurisma aorta abdominalis > 5-6 cm yang bergejala.

7. Kelainan koagulasi darah atau penurunan signifikan leukosit atau trombosit dalam darah.

28

8. Hernia Bochdalek.

9. Pasien yang tidak kooperatif atau tidak dapat diobati.

10. Sore hari sebelum dilakukan kolonoskopi, konsumsi laksatif. Dan mulailah puasa makanan padat setelahnya, dan mulailah puasa total sekitar 6-8 jam sebelum tindakan.

11. Sekitar 1 jam sebelum prosedur, dokter mungkin akan memberikan pasien enema untuk melengkapi bowel preparation.

Komplikasi Kolonoskopi (Modric, 2011):

1. Perdarahan yang mungkin terjadi selama prosedur hingga sekitar 1 minggu setelah kolonoskopi, biasanya berhenti spontan, namun dapat pula hingga memerlukan kolonoskopi ulang untuk menghentikannya.

2. Aritmia, biasanya terkait efek samping pembiusan. 3. Obstruksi usus halus.

4. Divertikulitis. 5. Perforasi kolon.

6. Sedatif dapat menyebabkan ansietas, mual, alergi atau depresi pernafasan.

Prosedur Kolonoskopi

Selama prosedur pasien diberi sedatif (fentanyl atau midazolam). Langkah pertama adalah pemeriksaan colok dubur untuk memeriksa tonus sfingter ani dan menetukan apakah persiapan cukup adekuat. Endoskop kemudian dimasukkan

29

melalui anus hingga rektum, kolon (sigmoid, kolon desenden, tranversum, dan kolon asenden, serta caecum), dan terakhir pada ileum terminal (Modric, 2011).

Endoskop memiliki ujung fleksibel dan saluran untuk memasukkan instrumen, udara, suction dan sumber cahaya. Lumen usus akan diinsuflasi dengan udara untuk memaksimalkan pemeriksaan. Biopsi dilakukan selama prosedur ini. Dikarenakan tikungan yang tajam dan redudansi pada kolon yang tidak terfiksir, menyebabkan bowing effect yang berakibat regangan kolon dan mesenterika yang menimbulkan ketidaknyamanan (DiPalma, 2003; Modric, 2011).

Pemeriksaan visual sering dilakukan 20-25 menit setelah penarikan endoskop. Lesi yang tampak mencurigakan akan dikauterisasi, dipotong dengan sinar laser atau dengan kawat listrik untuk keperluan biopsi atau polipektomi lengkap. Obat dapat disuntikkan selama prosedur berlangsung, misalnya untuk mengontrol perdarahan. Prosedur ini memakan waktu 20-30 menit, tergantung pada indikasi dan temuan selama prosedur. Dengan beberapa polipektomi atau biopsi, waktu prosedur dapat menjadi lebih lama. Setelah prosedur dilakukan, diperlukan waktu untuk pemulihan akibat obat penenang diperkirakan 30-60 menit (DiPalma, 2003).

30

Tabel 2.4

Sensitifitas Test Skrining Satu Tahap (Lieberman dan Weiss, 2001)

TEST

SENSITIVITY (%)

CANCER ADVANCED ADENOMAS* STOOL-BASED TEST

Standard guaiac fecal occult-blood test (3 samples)

Sensitive guaiac fecal occult-blood test (3 samples)

Immunochemical fecal occult-blood test (1-3 stool samples)

One stool DNA test (1 sample) New stool DNA test (1 sample)

33-50 50-75 60-85 51 ≥ 80 11 20-25 20-50 18 40 STRUCTURAL EXAMINATIONS OF THE

COLON

CT Colonography Sigmoidoscopy Colonoscopy

Uncertain; probably > 90 > 95 (in the distal colon) > 95

90 (if Ø ≥ 10mm) 70 †

88-98

* Advanced adenoma is defined as a tubular adenoma that is 10 mm or larger in diameter or an adenoma with villous histologic features or high-grade dysplasia. † If an adenoma is detected in the distal colon, the patient would undergo complete colonoscopy, which would result in the detection of some proximal advanced adenomas.

Percobaan klinis telah menunjukkan bahwa individu dengan Fecal Occult Blood Test positif memiliki risiko kanker tiga sampai empat kali lebih tinggi dibandingkan individu dengan tes negatif, dan kolonoskopi sebaiknya dianjurkan bagi orang dengan tes positif. Suatu penelitian uji kontrol-acak (randomized controlled trials) dimana tes guaiac standar setiap 1 atau 2 tahun selama periode 10-13 tahun, berhasil mengurangi 15-33% kematian akibat kanker kolorektal (Anonim, 2011).

31

2.6 Tehnik Fecal Immunochemical Test

Dokumen terkait