• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

7. Stuktur Organisasi Desa Candirejo

Gambar 3.1 Struktur Organisasi

Keterangan Gambar 3.1:

B : Kaur Pemerintahan (Siti Muawanah) C : Kaur Kemasyarakatan (Siti Nadiroh) D : Sekretaris Desa (Bambang Setyo Budoyo) E : Kasi Keuangan (Kusnan)

F : Kasi Umum (Affandi) I : RW I (Dempel, -)

II : RW II (Kintelan Kidul, Subandi) III : RW III (Kintelan lor, Wododo Slamet) IV : RW IV (Karang pawon, amin) V : RW V (Kumpulrejo, -)

VI : RW VI (Candi Lor, (Drs. Moh. Hasyim) VII : RW VII (Candi Tengah, Dahroni) VIII: RW VIII (Candi Kidul, Muhklasin) IX : RW IX (Klego, Muhri)

X : RW X (Kalipanggang, Sukijo)

XI : RW XI (Candi Indah, Eko Bambang L P.) --- : Komando

--- ; Koordinasi

B. Temuan Pelaksanaan Walimatul ‘Ursy di Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

1. Pemahaman Walimatul ‘ursy

Menurut MH sebagai perias pengantin yang mengikuti kursus di Sanggar Handayani dan memiliki ijazah nasional serta bertempat tinggal di Desa Candirejo menjelaskan walimatul 'ursy merupakan suatu ungkapan rasa syukur yang dilakukan oleh keluarga besar mempelai sebagai puncak dari suatu acara pernikahan, bermula dari nakoke, melamar dan akad.

Sedangkan menurut ST yang berprofesi sebagai perias pengantin juga menerangkan walimatul 'ursy yang biasa disebut walimah saja adalah

suatu resepsi pernikahan yang diadakan karena terjadi suatu pernikahan. Dengan bahasa lain, SN selaku tokoh masyarakat mengatakan walimatul ‘ursy merupakan adat kebiasaan/tradisi yang sering dilakukan oleh golongan sudra yaitu golongan masyarakat kecil (wong cilik), yang suka akan kebersamaan tidak terkecuali makan, sehingga dalam suatu acara resepsi pernikahan patut disyukuri dengan makan bersama

Sedangkan menurut IN menjelaskan walimatul ‘ursy merupakan suatu adat kebiasaan/tradisi yang dilakukan dalam masyarakat pada umumnya sebagai bukti telah terjadi pernikahan, Disunnahkan untuk mengundang tetangga yang terdekat dulu dengan tidak dipilih-pilih agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Adapun bagi tamu undangan, maka menjadi kewajiban atas mereka untuk menghadirinya, kecuali ada halangan.

Walimatul ‘ursy menurut tokoh agama yang disampaikan oleh MM adalah walimatul ‘ursy merupakan suatu adat tradisi Jawa yang sering dilakukan secara turun-temurun dan bukan merupakan syarat rukun dalam pernikahan. Jadi suatu pernikahan tetap sah meskipun tanpa menggunakan ritual adat Jawa, selama tidak mengimani yang mengakibatkan musyrik, maka adat tradisi tersebut tetap boleh dilakukan.

2. Pelaksanaan Walimatul *Ursy

Ketika ditanya mengenai bagaimana pelaksanaan walimatul 'ursy MH menjelaskan bahwa walimatul ‘ursy dilaksanakan setelah 3A dari tamu undangan telah hadir, pembawa acara memulai acara walimatul 'ursy dengan mengucapkan salam dan membacakan susunan acara serta memandu membuka acara walimatul 'ursy. Setelah acara dibuka, pembawa acara meminta kepada perias pengantin agar mengantarkan pengantin perempuan untuk duduk di pelaminan.

Acara dalam walimatul ‘ursy biasanya dimulai dengan atur pasrah penganten, atur panampi, panggih temanten, atur pambagyo harjo,

istirahat, mauidlzohtul hasanah, dan penutup.

ST juga berpendapat hal yang sama dengan MH namun urutan- urutan dalam walimatul 'ursy dapat berubah sesuai kebutuhan.

Pelaksanaan walimatul 'ursy dipaparkan lebih rinci lagi oleh SN bahwa sebelum walimatul ‘ursy dilaksanakan pada hari yang ditentukan, biasanya dimulai dengan: mengirim doa (memanjatkan doa kepada Allah untuk para leluhur agar mendapat ampunan dan diletakkan sesuai dengan amal perbuatannya serta memberikan sodaqoh kepada pengirim doa), dalam hari yang sama juga diadakan pembentukan panitia walimatul

‘ursy..

Setelah terbentuk panitia, maka undangan dapat disebarkan, membuat jenang (dodol yang terbuat dari tepung beras ketan, gula jawa, dan santan kelapa dalam proses pembuatanya melibatkan tetangga, dengan demikian dapat ditarik pelajaran untuk hidup gotong-royong.

Jenang yang kenyal dan lengket melambangkan agar jalinan yang akan dibentuk tetap membawa barokah meskipun terdapat berbagai macam rintangan dalam peijalanan hidup), pasang tarub (dalam pemasangan tarub juga membutuhkan pertolongan tetangga, dalam kegiatan ini terkandung sikap gotong-royong dan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat), nompo tamu (istilah di mana tuan rumah menerima sumbangan dalam bentuk uang dan barang tuan rumah juga telah

mempersiapkan makanan), kemudian dilaksanakan walimahan, pembubaran panitia, mbesan.

Sedangkan IN hanya mengatakan walimatul 'ursy diadakan setelah akad nikah.

MM selaku tokoh agama menjelaskan bahwa inti dari pelaksanaan pernikahan adalah acara akad nikah.

C. Temuan Prosesi walimatul 'ursy di Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

1. Prosesi Walimatul 'Ursy Antara NY dengan SES

Acara resepsi pernikahan atau walimatul 'ursy antara NY dengan SES pada tanggal 16 Desember 2009, di Dusun Kintelan Kidul Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Walimatul 'ursy dimulai jam 09.00 dan selesai jam 11.30 WIB, dengan dipandu oleh pembawa acara Bapak Asrori dan susunan acaranya:

a. Pembukaan ( 09.00 WIB) b. Atur pasrah Penganten c. Atur panampi

d. Panggih, dengan ritual: halangan suruh, salaman, wiji dadi, sinduran, tanem, timbangan, kacar-kucur, dulangan, sungkeman, plangkahan. e. Pembacaan Ayat Al-Qur’an

f. Atur pambagyo harjo g. Istirahat

i. Penutup (11.30 WIB)

2. Prosesi Walimatul 'Ursy Antara SD dengan SS

Acara resepsi pernikahan atau walimatul 'ursy antara SD dengan SS pada tanggal 17 Desember 2009, di Candi Tengan Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Walimatul 'ursy dimulai jam 09.00 dan selesai jam 12.00 WIB dipandu oleh pembawa acara Bapak Bibit Santosa, adapun susunan acaranya:

a. Pembukaan ( 09.00 WIB) b. Atur pasrah Penganten c. Atur panampi

d. Panggih, dengan ritual: balangan suruh, salaman, wiji dadi, sinduran, tanem, timbangan, kacar-kucur, dulangan, sungkeman.

e. Pembacaan Ayat Al-Qur’an f. Atur pambagyo harjo g. Istirahat

h. Mauidlzohtul hasanah i. Penutup (11.30 WIB)

D. Temuan Simbol-Simbol dalam walimatul ’ursy di Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

Dalam Walimatul 'ursy tersebut terdapat beberapa simbol-simbol diantaranya ketika pengantin dipertemukan dalam acara panggih yaitu:

a. Balangan Suruh d. Sinduran

b. Salaman c. Wiji Dadi

e. Tanem f. Timbangan

g. Kacar-Kucur i. Sungkeman

h. Dulangan j. Plangkahan

Dalam dekorasi walimatul 'ursy terdapat kembar mayang. Ornamen yang terbuat dari janur yang terletak di sisi kanan kiri pengantin. Dan terdapat juga patah, domas dan manggolo, selain itu riasan pengantin menggunakan bunga melati, sanggul, perhiasan pengantin, mentul, centhung, dan paes serta terdapat juga ganti busana.

E. Nilai-Nilai Pendidikan Islam Yang Terdapat Dalam walimatul 'ursy di Desa Candirejo Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang

1. Saat Acara Panggih

Dalam acara walimatul 'ursy terdapat beberapa simbol-simbol yang memiliki nilai-nilai pendidikan Islam didalamnya. Peneliti mendapat data dari hasil wawancara dengan sumber data, ketika acara panggih yang bermula dari:

a. Balangan Suruh

Dalam memberikan penjelasan akan nilai yang terkandung dalan ritual ini mereka mengemukakan hal yang berbeda-beda, ST menjelaskan bahwa: “Siapa yang melempar dulu dia yang akan memegang kekuasaan dalam rumah tangga.” MH sebagi tanda saling mencintai.

Sedangkan IN menjelaskan lebih menyeluruh. Menjelaskan dari arti kata suruh (daun siri) dalam istilah Jawa adalah gabungan dari kata kesusu weruh menjadi suruh. Karena sepasang pengantin baru

dipertemukan dan ingin segera bertemu (kesusu weruh). Maka saat melakukan balangan (saling melempar daun siri) dilakukan dengan penuh semangat dan tertawa sebagi ungkapan bahagia bertemunya pujaan hati.

Menurut SN ritual ini “Merupakan adat kebiasaan yang mengandung makna bahwa telah dipertemukannya kedua mempelai dalam keadaan suka.”

Sedangkan MM menjelaskan kegiatan ini adalah “Isyarat membuang kejelekan suami dan istri, sehingga dalam membina keluarga dapat teijalin dengan baik sesuai dengan ajaran agama.”

b. Salaman

Dalam hal ini mereka berempat menyatakan hal yang sama yaitu sebagai bentuk penghormatan istri kepada suami.

c. Wiji Dadi

Menurut MH dan ST ini mengajarkan agar sang istri patuh dan taat kepada suami. Kegiatan ini menurut MM terdapat kontroversi antara adat dan agama, dikarenakan telur yang pecah menjadi mubadzir untuk mengantisipasi hal ini maka MH saat menuntun ritual ini, telurnya dicuci dulu kemudian dibungkus plastik. Saat menginjak telur beliau berpesan agar jangan sampai pecah. Hal ini dilakukan agar adat tetap berjalan tetapi tidak memubadzirkan telur. Kalaupun telurnya pecah masih dapat digunakan karena tidak bercampur dengan air bunga.

SN memberikan nilai pendidikan dalam ritual ini pada air bunga yang digunakan untuk mencuci kaki pengantin pria menurutnya: “Bunga, merupakan simbol wewangian agar dapat menjaga nama baik sehingga memiliki nama yang baik (harum) ... sedangkan air yang dingin memiliki nilai pendidikan agar “Pikiran selalu dingin dan tidak cepat marah.”

IN mengemukakan hal yang berbeda dan lebih menyeluruh dengan melihat telur yang diinjak menjadi pecah itu sebagai sebagai pertanda pecahnya pamor (kegadisan istri oleh suami). Makna lain selain itu telur terdiri dari dua bagian yaitu kuning telur dan putih telur yang dibungkus cangkang telur, ketika sudah diinjak dan pecah, maka terlihatlah kedua bagian telur tersebut. Ini menggambarkan bahwa setiap masalah harus dipecahkan dan yang memecahkan adalah pengantin pria maka suamilah yang seharusnya dapat memecahkan dari setiap masalah. Dicuci oleh pengantin perempuan itu mengandung pelajaran bahwa sang istri ketika ada masalah maka dia memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan.

Menurut MM jika kegiatan ini dilihat dari segi agama maka: “Yang mencuci kaki adalah pengantin pria kegiatan ini menunjukkan tanggung jawab suami kepada istri, namun jika sebaliknya menunjukkan kepatuhan istri kepada suami.”

d. Sinduran

MH mengungkapkan kegiatan ini sebagai “Ungkapan kasih sayang yang diberikan orang tua kepada anak menantu dan anak sendiri sama.”

Karena ST tidak mengikuti kursus atau pendidikan yang lain dalam merias pengantin, maka beliau tidak mengetahui akan nilai pendidikan dalam ritual ini.

IN menyataka bahwa saat prosesi ini ayah beijalan di depan mengibaratkan seorang ayah harus dapat menunjukkan dan menuntun kearah kebaikan dan ibu yang berjalan dibelakang pengantin dan medorongnya itu mengajarkan bahwa ibu selalu memberikan dukungannya.

MM juga menyampaikan hal yang sama dengan apa yang disampaikan oleh IN.

SN memberikan penjelasan yang berbeda yaitu: "... berjalan bersama seiya sekata dalam setiap situasi dan kondisi, dengan kata lain dalam keadaan susah maupun senang ditanggung bersama.”

e. Tanem

MH menjelaskan sebagi “Pemberian restu dari orang tua kepada anak-anaknya untuk menikah.” Sedangkan ST tidak mengetahui akan maksud dari hal ini.

Menurut IN prosesi ini mengandung makna: “Kedua orang tua telah melaksanakan kewajiban untuk menikahkan anaknya dan memberikan restunya.”

Sedangkan SN berpendapat: “Bahwa anak-anaknya harus dapat memikul tanggung jawab secara bersama, sehingga tidak teijadi jalinan rumah tangga individu.”

MM juga berpendapat yang hampir sama dengan SN yaitu: "... agar anaknya dapat mandiri, didudukkan sejajar antara pengantin pria dan pengantin perempuan menunjukan gambaran keija sama antara suami dan istri dalam memikul tanggung jawab.”

f. Timbangan

Sebelum menjelaskan arti dari timbangan MH menuturkan prosesinya yaitu: Sepasang pengantin duduk dipangkuan ayah dan ibu bertanya kepada ayah “Abot sing endi pak? ” (berat yang mana ayah?) dan dijawab oleh ayah “podo abote ” (sama beratnya) ini mengandung pesan bahwa dalam memberikan kasih sayang kepada menantu dan anak sendiri tidak dibedakan. Tidak ada istilah anak menantu dan anak sendiri keduanya sama-sama dianggap anak sendiri dalam memberikan kasih sayang.

Sedangkan ST tidak mengetahui akan nilai pendidikan dalam hal ini dengan alasan “Tidak mengikuti kursus.”

Jika pengantin tidak duduk di pangkuan ayah tetapi duduk rapat di kanan dan kiri ayah, IN menjelaskan nilai pendidikan yang terkandung didalamnya adalah: “ ... apabila terjadi pertengkaran suami istri maka ayah harus dapat menjadi penengah dan ... merukunkan kembali.”

SN juga menjelaskan hal yang senada bahwa orang tua harus menjadi pelindung dan tidak membeda-bedakan kasih sayang yang diberikan. Apabila terjadi perselisihan orang tua harus bisa membantu menyelesaikan dan tidak memihak.

MM juga mengemukakan hal yang hampir sama dengan SN dan IN yaitu: "... bersikap adil ... dalam memperlakukan dan memberikan kasih sayang. Apabila timbul suatu permasalahan ... berikan bantuan untuk penyelesaian masalah tersebut/sebagai penengah.”

g. Kacar-Kucur

Dalam hal ini sumber data menyatakan hal yang sama bahwa kacar-kucur memiliki nilai pendidikan yaitu kewajiban suami untuk memberikan nafkah kepada istri. Istri harus pandai-pandai memanfaatkan nafkah yang diberikan.

h. D ulangan

Menurut MH dulangan sebagai “Ungkapan kebahagiaan dalam kebersamaan, sedangkan ST mengatakan “Dapat saling berbagi dan mengisi.”

IN menjelaskan lebih rinci lagi, menurutnya dulangan adalah gambaran dari musyawarah dalam menyelesaikan masalah dan kegiatan saling mengisi dan bekerja sama. Agar rumah tangga yang dibangun beijalan dengan baik.

Diakhiri dengan teh manis karena dalam minuman teh terdapat tiga rasa yaitu manis, sepet, dan pahit. Dari istilah tiga rasa dalam minuman teh terkandung makna, apabila mendapatkan rizki yang berlebih seorang istri tidak boleh langsung bersenang hati dan memanfaatkan penghasilan tersebut tetapi menanyakan dari mana asalnya, saat riskinya sedikit seorang istri tidak memberikan tanggapan yang tidak menyenangkan terhadap suami namun memberikan semangat dan motivasi kepada suami agar tidak putus asa dan selalu berusaha. Seorang suami harus memberikan penjelasan dan pengertian atas rizki yang didapatkannya.

SN mengungkapkan hal yang sama namun lebih ringkas menurutnya, suami dan istri harus bermusyawarah dalam memutuskan segala sesuatu, saling mengisi dan bekerja sama. Selain itu, seorang suami harus memberikan penjelasan dan pengertian atas rizki yang diperoleh untuk nafkah keluarganya.

Menurut MM, dalam prosesi dulangan tidak harus jenis makanan yang enak dan minuman yang manis karena hanya sebagai simbol. Ini mengandung isyarat bahwa dalam rumah tangga harus dapat menerima semua kondisi walaupun makan seadanya.

L Sungkeman

Menurut MH sungkeman nilai pendidikannya adalah: “... dihadapan orang tua harus menanggalkan jabatan dan kedudukannya.

Seorang anak tetap memohon doa restu kepada orang tua dalam segala hal.”

ST berpendapat “Bentuk permohonan doa restu kepada kedua orang tua.”

Yang disampaikan oleh ST juga disampaikan oleh IN dengan kata-kata: "... hormat kepada kedua orang tua ... untuk memohon doa restu...”

SN menjelaskan: “... bentuk dharma bakti anak kepada orang tua, memohon doa restu apabila akan melaksanakan sesuatu h a l...”

MM juga menyampaikan hal yang pada intinya sama dengan mereka.

j. Plangkahan

Plangkahan adalah suatu acara atau ritual yang diadakan karena ada kakak yang belum menikah dengan cara bermacam-macam. Tergantung keinginan penyelenggara dan tidak ada keharusan dapat dilakukan dengan memotong benang lawe, pengantin memegang benang dan yang memotong adalah kakak yang didahului menikah. Dapat juga dengan memberikan nasi tumpeng dan ayam panggang atau dapat juga dengan hanya sungkeman/salaman saja. Initi dari ritual ini adalah sebagai bentuk dari permohonan doa restu dan penghormatan kepada kakak hal ini disampaikan oleh MH.

Sedangkan sumber data yang lain menyatakan hal yang intinya sama yaitu sebagai bentuk permohonan untuk mendahului menikah kepada kakak yang belum menikah.

2. Dalam Dekorasi

Ditinjau dari segi dekorasi dalam walimatul ‘ursy terdapat simbol:

a. Kembar Mayang

Menurut MH sebagai tanda bahwa sepasang pengantin masih dalam keadaan suci/belum berstatus, ... seharusnya kembar mayang dari pengantin pria namun sekarang membuat sendiri-sendiri.” Sedangkan ST tidak mengetahui nilai pendidikan dalam simbol ini.

IN menjelaskan dengan rinci nilai pendidikan yang terdapat dalam simbol ini, menurutnya kembar mayang yang dibuat menyerupai burung atau unggas memiliki makna agar sepasang pengantin dapat mencontoh kehidupan merpati yang saling setia, ketika merpati telah memiliki satu ikatan maka mereka saling setia. Merpati tidak mencari kesenangan sendiri mereka saling berbagi dalam kesusahan dan kesenangan. Terlihat ketika mengkerami telurnya mereka saling berganti dan ngoloh (memberikan makan melalui mulut) anaknyapun bergantian. Agar telurnya dapat menetas maka kedua merpati sama-sama tirakat tidak boleh banyak makan dan telur harus dibolak-balik, bergantian mengkerami untuk mencari makan.

Hal di atas mengajaran untuk meraih sukses manusiapun harus tirakat, baik itu dengan puasa atau dengan ikhtiar yang lain yang tidak menyimpang dari ajaran Islam. Jangan seperti itik yang menginginkan enaknya saja dan tidak bertanggung jawab. Itik hanya kawin dan bertelur, itik betina bertelur tetapi tidak mau mengkerami.

Itik jantan hanya mengawini dan tinggal dalam satu kandang dengan puluhan bebek karena tidak mengerami, maka itik tidak mengetahui siapa anaknya.

SN memberikan nilai pendidikan dari bahan yang dibuat untuk kembar mayang yaitu janur. Bahwa janur memiliki manfaat dan sifatnya lentur sehingga dapat dibuat untuk pembungkus ketupat, mainan, dan hiasan jadi diharapkan pengantin juga memiliki sifat yang lentur mudah membaur dalam segala situasi dan kondisi agar bermanfaat. Peletakan kembar mayang di kanan kiri mengandung harapan agar ruang lingkup kemanfaatan yang diberikan pengantin meluas tidak hanya bagi keluarga namun masyarakat, agama dan bangsa.

MM juga memberikan nilai pendidikan yang berbeda dari janur bahan yang digunakan untuk kembar mayang. Bahwa janur yaitu berasal dari kata ja n dan nur. Jan berarti jannah (surga) dan nur adalah cahaya jadi janur mengandung makna cahaya surga semoga rumah tangga yang akan dibentuk seperti disurga yang penuh dengan kegembiraan.

b. Patah, Manggolo dan Domas

Saat ditanya mengenai patah, domas dan manggolo sumber data hanya menjelaskan maksudnya tetapi tidak memberikan nilai pendidikan yang tersimbolis dalam patah, domas, dan manggolo. Menurut MH “... patah bertugas mengipasi pengantin, sedangkan domas dan manggolo sebagai pelayan.”

Hal ini juga disampaikan oleh ST yaitu: “Patah bertugas mengipasi pengantin, sedangkan manggolo dan domas hanya sebagai pelengkap tergantung kebutuhan sesuai dengan biaya yang tersedia.”

IN juga menyampaikan hal yang sama patah yang bertugas mengipasi pengantin .... Manggolo dan domas adalah abdi raja dan ratu, yang mempersiapkan keperluan raja dan ratu.”

SN menjelaskan hal yang berbeda bahwa patah adalah simbol harapan dan keinginan untuk memperoleh anak yang berbakti kepada orang tua dan mendapatkan anak yang cantik. Domas dan manggolo adalah pembantu raja dan ratu, dimana raja dan ratu tidak menggunakan kekuasaan yang seenaknya tetapi mereka dapat bertindak bijak dan dapat hidup berdampingan dengan para pembantunya, dapat menjalin hubungan yang baik dengan bawahan. Ini mengandung pesan bahwa suami-istri harus dapat membaur dengan orang yang berada dibawahnya dalam status sosial.

Sedangkan MM menjelaskan bahwa simbol ini merupakan adat tradisi keraton di mana pengantin diibaratkan raja dan ratu, sedangkan patah, manggolo dan domas sebagai pembantu.

3. Riasan Pengantin

Ditinjau dari segi tata rias dalam walimatul ‘ursy terdapat beberapa simbol, diantaranya: paes, sanggul, bunga melati, mentul, centhung, dan perhiasan, dalam riasan pengantin ini yang mengetahui arti atau makna yang terkandung didalamnya hanya ibu MH, sumber informasi yang lain

mengatakan hanya sebagai riasan pengantin saja kecuali bunga melati. Menurut ibu MH bahwa:

a. Paes

Paes adalah riasan pengantin berwarna hitam di kening dan pelipis pengantin perempuan. Untuk membuatnya bulu halus dikening dan pelipis harus dikerik terlebih dahulu. Dalam proses pengkerikan perias pengantin membaca sembogo dan meniup ke kening pengantin. Sembogo/mantra yang dibacakan cukup panjang dalam mantra tersebut terdapat permohonan (seperti doa) tetapi kepada pitik mulus dan lain- lain.

Dikarenakan dalam sembogo terdapat mantra maka MH tidak menggunakan sembogo lagi diganti dengan bacaan basmallah Hal ini dilakukan karena takut terjerumus dalam syirik.

Dalam paes mengandung makna luhur, paes ditengah kening disebut “gajah” (binatang zaman dahulu sebagai kendaraan para raja) maka diharapkan calon pengantin kelak memperoleh kedudukan luhur mulia. Paes dekat paes gajah disebut pengapit sebagai simbol sebagai biyung atau ibu, sedang simbol atau lambang bapak adalah paes panitis terletak dekat paes pengapit. Didekat panitis, yaitu godhek mengandung arti keturunan.

b. Sanggul

Riasan pengantin berupa gelungan yang memiliki arti bahwa perempuan yang telah menikah adalah perempuan yang sudah dewasa.

c. Mentul

Hiasan yang diselipkan disanggul, yang berarti harus dapat menguasai diri dan bersifat lentur. Karena mentul juga ikut bergerak saar kepala bergerak.

d. Centhung

Menyerupai sisir yang diselipkan dirambut mengandung makna bahwa harus menyatu dengan keluarga, Allah, dan masyarakat.

e. Perhiasan

Perhiasan ini mengandung arti manusia harus memiliki perhiasan yang terpenting akhlak yang baik.

Untuk bunga melati dan ganti busana sumber data, memberikan pengertiannya, menurut MH bunga melati sebagai bunga bangsa yang harum putih, beliau juga memberikan alternatif jika bunga melati sulit didapat, maka dapat diganti bunga sedap malam yang sama putih dan harumnya. Bunga melati mengajarkan agar pengantin memiliki tingkah laku/perbuatan yang baik dan tidak diperbuat-buat agar meninggalkan nama yang harum.

Menurut ST bunga melati “Karena harum dan putih”. Sedangkan IN menjelaskan “Pengantin harus memiliki watak dan perbuatan yang baik agar namanya harum dan tidak dicemooh orang lain”. MM juga memberikan penjelasan yang senada yaitu: “berwarna putih dan berbau harum itu merupakan sifat dari melati maka pengantin diharapkan memiliki akhlak yang baik.”

SN memberikan penjelasan mengenai bunga melati yang dirangkai dalam berbagai bentuk. Rangkaian pengertiannya sama dengan jalinan. Dalam membentuk keluarga itu tediri dari jalinan suami-istri. Ikatan suami istri berkembang menjadi keluarga. Jalinan keluarga membentuk masyarakat. Untuk membentuk masyarakat terdiri dari beberapa jalinan seperti bunga melati yang dirangkai dalam beberapa bentuk. Berdasarkan

Dokumen terkait