• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS

4.1 Analisis Struktural

4.1.2 Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak

Seluruh rakyat senasib serasa Susah senang dirasa sama Bangun-bangun segera

Panji-panji pun berdiri angkuh menantang langit dalam genggaman jemari berkeringat

kibarannya terasa bergelora

berkaos dan berjins lusuh bergandengan tangan-tangan (mereka anak negeri)

Lantas siapa yang bersembunyi

di balik tembok-tembok pencakar langit sebagian menghitung laba

sebagian bertransaksi

sebagian duduk di kafe-kafe ber-AC

sebagian kompromi berbagai kekuasaan-kekuasaan (ssst, mereka anak negeri)

Lantas siapa yang berdiri tegap menghadang barisan berdiri siaga diapit tank-tank tempur

bersepatu laras

bersangkur, mengongkang senjata-senjata (mereka juga anak negeri)

Abrakadabraaaa!

mereka yang berada dalam barisan mereka yang menghadang

bersatu dalam gas air mata dan desingan peluru Ada yang beringas,

ada yang tersungkur mencium bumi Ada yang menjadi pencabut nyawa, ada yang menyelamatkan nyawa

Ada yang masih sembunyi

di balik tembok-tembok pencakar langit sebagian mengintip malu-malu

sebagian masih menghitung laba sebagian masih menghisap cerutu

sebagian masih memeluk tubuh-tubuh semampai sebagian masih kompromi berbagai kekuasaan (kita semua anak negeri)

Satukanlah berai jemarimu Kepalkanlah dan jadikan tinju Bara luka jadikan palu

Tuk’ pukul lawan tak perlu kau ragu

Senja itu,

lampu-lampu semanggi tak dinyalakan

1. Lapis Suara (Sound Stratum)

Puisi-puisi itu terdiri atas satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, frase, dan kalimat. Lapis bunyi dalam sajak itu ialah seluruh satuan bunyi yang tersusun darinrangkaian fonem, suku kata, kata, frase, dan kalimat. Lapis bunyi yang akan dibaicarakan di sini ialah bunyi atau pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus yang dipergunakan untuk mendapatkan efek kepuitisan

Bait pertama pada puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri) terdapat asonansi ua dan a yitu: semua, serasa, sama, dan segera. Bait kedua terdapat aliterasi t yaitu: langit dan berkeringat. Bait ketiga merupakan pengulangan kata siapa dan ada rangkaian bunyi yang bertolak dari pola sebagian…(… diisi oleh kata yang lain yang mengikutinya), disusun Pitaloka secara berurutan dalam setiap baris. Apabila kata-kata yang mendampingi pola sebagian… disusun, maka keadaannya dapat dilihat sebagai berikut:

sebagian menghitung laba sebagian bertransaksi

sebagian duduk di kafe-kafe ber-AC

sebagian kompromi berbagai kekuasaan-kekuasaan

(Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi, hlm. 8-9) Di bait ketiga ini ada juga aliterasi r, yaitu: berdiri, bersepatu, bersangkur. Di bait keempat ada pengulangan kata mereka, ada rangkaian bunyi yang bertolak dari pola ada yang…(… diisi oleh kata yang lain yang mengikutinya), disusun Pitaloka secara berurutan dalam setiap baris. Apabila kata-kata yang mendampingi pola ada yang… disusun, maka keadaannya dapat dilihat sebagai berikut:

Ada yang beringas,

ada yang tersungkur mencium bumi Ada yang menjadi pencabut nyawa, ada yang menyelamatkan nyawa Ada yang masih sembunyi

(Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi, hlm. 8-9) Ada juga rangkaian bunyi yang bertolak dari pola sebagian masih…(… diisi oleh kata yang lain yang mengikutinya), disusun Pitaloka secara berurutan dalam setiap baris. Apabila kata-kata yang mendampingi pola sebagian masih… disusun, maka keadaannya dapat dilihat sebagai berikut:

sebagian mengintip malu-malu sebagian masih menghitung laba sebagian masih menghisap cerutu

sebagian masih memeluk tubuh-tubuh semampai sebagian masih kompromi berbagai kekuasaan

(Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi, hlm. 8-9) Bait kelima ada asonansi u dan aliterasi h, yang secara berturut-turut yaitu: jemarimu, tinju, palu, ragu, satukanlah, dan kepalkanlah. Puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri) ini mempunyai bunyi-bunyi yang dominan adalah vokal bersuara berat au dan u yang digunakan sebagai lambang rasa sedih.

2. Lapis Arti (Units of Meaning)

Dalam sebuah puisi terdapat satuan terkecil berupa fonem. Satuan fonem berupa suku kata dan kata-kata kemudian bergabung menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait, bab, dan seluruh cerita. Itu semua merupakan satuan arti (Pradopo, 1999).

Bait pertama pada puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri); /satukanlah dirimu semua//sluruh rakyat senasib serasa//susah senang dirasa sama//bangun-bangun segera/, berarti: motivasi untuk para demonstran. Bait ke-2; /panji-panji pun berdiri angkuh menantang langit//dalam genggaman jemari berkeringat//kibarannya terasa bergelora/, berarti: semuanya ikut membela tanah air dari “kebobrokan” para penguasa bersatu dengan para demonstran.

Bait ke-3; /siapakah mereka yang berbaris//dibelakang panji warna-warni itu//berkaos dan berjins lusuh//bergandengan tangan?/, berarti:

/Lantas siapa yang bersembunyi//di balik tembok-tembok pencakar langit//sebagian menghitung laba//sebagian bertransaksi//sebagian duduk di kafe-kafe ber-AC//sebagian kompromi berbagai kekuasaan-kekuasaan/, berarti: menanyakan siapa yang bersembunyi di balik tembok kekuasaannya bahkan masih melakukan transaksi-transaksi yang merugikan rakyat.

Bait ke-4 berarti bahwa para demonstran yang berada dalam barisan dan yang menghadang tersebut sangat kuat, kokoh, dan beringas yang siap mendobrak “kebobrokan” para penguasa walaupun demikian masih ada penguasa yang kompromi berbagi kekuasaan dengan adanya pengulangan kata “sebagian masih”. Bait ke-5 berarti motivasi yang diberikan kepada para demonstran. Bait terakhir ditutup dengan kalimat; /senja itu,//lampu-lampu semanggi tak dinyalakan/, berarti bahwa pada saat itu kejadian demonstrasi yang ingin melengserkan “kebobrokan” penguasa sangat tragis dan mengerikan.

3. Lapis Objek

Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga, yaitu objek-objek yang dikemukakan, seperti latar, pelaku, dan dunia pengarang (Pradopo, 2002:69). Objek-objek yang dikemukakan dalam puisi pada puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri) adalah panji-panji, langit, jemari, kaos, jins, tangan, tembok, café, AC, tank tempur, sepatu lars, sangkur, senjata, peluru, bumi, cerutu, tubuh, laba, kekuasaan, luka, palu, dan lampu. Pelaku atau tokoh adalah si aku. Latar tempat di Semanggi. Latar waktu pada senja hari (Senja itu, lampu-lampu Semanggi tak dinyalakan).

4. Lapis “Dunia”

Lapis “dunia” yaitu makna yang harus dilihat dari sudut pandang tetentu yang terkadang di dalam puisi dinyatakan secara tersirat (Pradopo, 2002:70).

Puisi pada puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri) menggunakan pengulangan kata tanya “siapa” yang menginginkan jawaban atas semua kejadian pada tahun 1998 yang lalu, tetapi tidak ada jawaban dan juga pengulangan kata “sebagian” dan “sebagian masih” yang menggambarkan “kebobrokan” para penguasa karena pada saat demonstrasi berlangsung, mereka masih menghitung laba dan berkompromi mengenai kekuasaan. Puisi ini juga menggunakan kata-kata motivasi di bait pertama dan terakhir sebagai bentuk semangat para pejuang yang membela kebenaran dan yang menghancurkan “kebobrokan” penguasa saat itu.

5. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi atau merenungkan apa yang dikemukakan dalam puisi (Pradopo, 2002: 70).

Dalam puisi pada puisi Suatu Senja Tanpa Lampu-Lampu Semanggi (Kita Anak Negeri) ini terdapat suatu pertempuran dan pertarungan melawan ketidakadilan, kepura-puraan, dan semua kebobrokan manusia. Bait ke-3 dan bait ke-4 dapat membuat pembaca berkontemplasi.

Dokumen terkait