• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUB POKOK BAHASAN METEOROLOGI PENCEMARAN UDARA

Dalam dokumen Buku-Ajar-Pencemaran-Udara.pdf (Halaman 43-57)

METEOROLOGI DAN SEBARAN PENCEMARAN UDARA

II.1 SUB POKOK BAHASAN METEOROLOGI PENCEMARAN UDARA

1.1 Pendahuluan

1.1.1. Deskripsi Singkat

Sub pokok bahasan ini menjelaskan tentang dasar-dasar sebaran polutan dalam pencemaran udara. Berbagai tahap sebaran tersebut adalah proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi, peranan angin dalam distribusi polutan, faktor turbulensi di atmosfer, temperatur dan kestabilan atmosfer serta kelembaban udara. Setiap tahap penjelasan akan diberikan rumus-rumus ataupun bagan untuk memperjelas keterangan.

1.1.2. Relevansi

Materi ini diharapkan sebagai jembatan penghubung antara materi dasar pengetahuan atmosfer dengan pengetahuan tentang model sebaran. Dengan mengetahui dasar-dasar sebaran polutan di atmosfer, maka diharapkan mahasiswa lebih mudah mempelajari sistem model pencemaran udara.

1.1.3.1 Standar Kompetensi

Dengan diberikannya prinsip-prinsip dasar pengetahuan tentang meteorologi pencemaran udara ini maka diharapkan mahasiswa memperoleh standar kompetensi dalam sikap dan perilaku berkarya (berpikir kritis, mandiri, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap lingkungan) melalui tugas individu merangkum dasar-dasar sebaran dari berbagai teori yang ada, diskusi kelompok tentang studi kasus kestabilan atmosfer, adveksi, dilusi, difusi dan dispersi.

1.1.3.2. Kompetensi Dasar

Setelah menyelesaikan perkuliahan ini, mahasiswa akan mampu menjelaskan konsep sebaran polutan di atmosfer dengan dasar meteorologi.

1.2. Penyajian

1.2.1. Uraian

Umum

Di atmosfer, berbagai polutan udara akan melalui berbagai proses. Baik percampuran antara polutan yang satu dengan yang lain yang pada akhirnya akan meningkatkan komposisi polutan itu sendiri, bahkan memunculkan jenis polutan baru. Namun alam mempunyai prosesnya sendiri yang secara alamiah dapat mengurangi maupun memindahkan konsentrasi berbagai partikulat tersebut sebagai akibat faktor meteorologi (Neiburger, 1995). Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi.

Proses penyebaran (adveksi)

Penyebaran zat pencemar yang diemisikan dari sumbernya ke udara diakibatkan oleh adanya pengaruh down wind. Dalam perhitungan harga kecepatan dan arah angin diperlukan sebagai indikasi pergerakan udara di suatu daerah. Bahkan untuk jarak yang pendek, profil pergerakan udara biasanya akan sangat kompleks.

Proses pengenceran (dilusi)

Pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi).

Proses perubahan (difusi)

Zat pencemar selama berada di udara akan mengalami perubahan fisik dan kimia, sehingga membentuk zat pencemar sekunder. Smog sebagai contoh, merupakan hasil interaksi di udara antara oksida nitrogen, hidrokarbon, dan energi matahari, peristiwa ini dikenal dengan reaksi fotokimia.

Proses penghilangan (dispersi)

Zat pencemar di atmosfer akan mengalami penghilangan atau pengurangan karena adanya proses-proses meteorologi, seperti hujan.

Fenomena ini dapat dipelajari dengan atau dari numerical atmospheric diffusion model. Pola gerakan atmosfer atau dinamika atmosfer sangat berperan dalam

penyebaran polutan pencemar yang masuk ke dalam atmosfer (udara ambien). Faktor-faktor dinamika yang mempengaruhi adalah :

1. Transportasi atau pengangkutan zat oleh aliran udara horisontal atau angin. 2. Transportasi atmosfer vertikal atau konveksi

3. Difusi, baik difusi molekuler maupun difusi turbulensi.

Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara, akan dibahas di sub bab ini yaitu : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan kestabilan atmosfer.

Sirkulasi Angin

Angin merupakan udara yang bergerak sebagai akibat perbedaan tekanan antara daerah yang satu dan lainnya. Perbedaan pemanasan udara menyebabkan naiknya gradien tekanan horisontal, sehingga terjadi gerakan udara horisontal di atmosfer. Oleh karena itu, perbedaan temperatur antara atmosfer di kutub dan di ekuator (khatulistiwa), serta antara atmosfer di atas benua dengan di atas lautan menyebabkan gerakan udara dalam skala yang sangat besar. Angin lokal terjadi akibat perbedaan temperatur setempat.

Pada skala makro, pergerakan angin sangat dipengaruhi oleh temperatur atmosfer, tekanan pada permukaan tanah, dan gerak rotasi bumi. Angin bergerak dari tekanan tinggi ke rendah, tetapi dengan adanya gaya Coriolis maka angin akan bergerak tidak sesuai dengan yang seharusnya. Fenomena ini terjadi sampai jarak ribuan kilometer dan terlihat dengan munculnya area semipermanen bertekanan sedang di atas lautan dan daratan. Pada skala meso dan mikro, keadaan topografi sangat berpengaruh pada pergerakan angin. Perbedaan ketinggian permukaan tanah mempunyai efek pada kecepatan angin dan arah pergerakan angin. Cahaya bulan, angin laut dan angin darat, angin lembah, kabut di pantai, sistem presipitasi angin, dan pemanasan global adalah contoh-contoh dari pengaruh topografi regional dan lokal pada kondisi atmosfer. Fenomena skala meso akan terjadi sampai ratusan kilometer dan skala mikro mencapai 10 kilometer.

Gambar 3.1. Siklus angin secara global

(Sumber: Liu & Liptak, 2000)

Bila bumi tidak berputar, udara akan mempunyai kecenderungan mengalir langsung dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Di samping adanya gradien tekanan, ada suatu gaya yang harus dipertimbangkan yaitu gaya Coriolis yang ditimbulkan yang ditimbulkan akibat rotasi bumi (gaya ini kadang-kadang disebut juga gaya defleksi horisontal). Dengan demikian arah pergerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke bertekanan rendah tidak tegak lurus lagi. Di lapisan atmosfer teratas, udara sering kali mengalami percepatan yang kecil dan tekanan rendah sehingga gaya-gaya yang bekerja pada bagian udara pada kasus ini akan berimbang dan gradien arah pergerakan udara sejajar dengan garis tekanan. Dekat dengan permukaan bumi, gaya gravitasi mulai berperan sehingga mengakibatkan perubahan gradien arah pergerakan udara terhadap ketinggian. Untuk sebuah daerah, efek sirkulasi angin terjadi tiap jam, tiap hari, dan dengan arah dan kecepatan yang berbeda-beda. Distribusi frekuensi dari arah angin menunjukkan daerah mana yang paling tercemar oleh polutan.

Salah satu hal penting dalam meramalkan penyebaran zat pencemar adalah mengetahui arah dan besarnya kecepatan angin. Arah angin bisanya didefinisikan dengan wind rose, yang mana berbentuk grafik (vektor) yang menggambarkan frekuensi distribusi dari arah angin pada berbagai variasi kecepatan yang terjadi pada suatu lokasi dengan waktu tertentu. Wind rose adalah sebuah statistik angin yang terdiri dari frekuensi, arah, kekuatan, dan kecepatan, seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

NORTH SOUTH WEST EAST 7% 14% 21% 28% 35% WIND SPEED (Knots) >= 22 17 - 21 11 - 17 7 - 11 4 - 7 1 - 4 Calms: 16.67%

Gambar 3.2. Bunga Angin (Wind Rose)

Adanya perbedaan daerah daratan dan daerah perairan akan mengakibatkan pengaruh formal yang berbeda akibat radiasi sinar matahari. Pada siang hari, suhu udara di atas laut lebih rendah dibandingkan pada daratan. Perbedaan ini akan menyebabkan perpindahan udara dari laut yang bersuhu rendah ke daratan yang bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan adanya angin laut, sehingga bahan polutan yang berada beberapa ratus meter di atas permukaan akan ikut tersebar.

Gambar 3.3. Skema Angin Darat dan Angin Laut

Sumber: Cooper dan Alley, 1986

Setelah matahari terbenam dan beberapa jam pendinginan oleh radiasi, suhu udara di daratan akan menjadi lebih rendah dibandingkan pada lautan. Lalu aliran

udara akan berpindah dari daratan yang bersuhu rendah ke lautan yang bersuhu tinggi. Hal ini akan menyebabkan terjadinya angin darat.

Turbulensi

Secara garis besar, pola gerakan atmosfer dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Difusi turbulen terjadi pada aliran turbulen, menyebabkan terjadinya percampuran dalam atmosfer, baik arah horisontal maupun vertikal. Komponen penentu tingkat turbulensi di atmosfer adalah stabilitas atmosfer atau stabilitas udara.

Dalam penelitian JICA (1995) dinyatakan bahwa parameter untuk mengetahui stabiltas atmosfer dikemukakan oleh Pasquill dan diperbarui oleh Gifford lalu dimodifikasi oleh Senshu. Stabiltas atmosfer ini dibagi menjadi 7 (tujuh) kelas stabilitas, yang dibedakan dengan huruf A, B, C, D, E, dan F. Klasifikasi dari stabilitas atmosfer dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Klasifikasi stabilitas atmosfer

Siang Hari Malam Hari

Kecepatan

Angin Net Radiasi (γ, cal/cm2/h)

(m/sec) γ≥30 30>γ≥15 15>γ≥7.5 7.5>γ≥0 0>γ≥-1.8 -1.8>γ≥-3.6 -3.6>γ U<2 A A-B B dD nD G G 2≤U<3 A-B B C dD nD E F 3≤U<4 B B-C C dD nD nD E 4≤U<6 C C-D dD dD nD nD E U≤6 C dD dD dD nD nD E Sumber : The Study On The Integrated Air Quality Management For Jakarta Metropolitan Area Keterangan dari klasifikasi kelas :

A = sangat tidak stabil B = tidak stabil C = sedikit tidak stabil D = netral

E = stabil F = sangat stabil

G = lebih stabil dari kelas F

Secara umum, polutan-polutan di atmosfer terdispersi dalam 2 cara yaitu melalui kecepatan angin dan turbulensi atmosfer. Turbulensi atmosfer terjadi akibat dari gerakan angin yang berfluktuasi dan memiliki frekuensi lebih dari 2 cycles/hr.

Fluktuasi turbulensi terjadi pada arah vertikal dan horisontal, hal ini merupakan mekanisme yang efektif untuk menghilangkan polutan di udara. Turbulensi menyebabkan terjadinya aliran udara melalui 2 cara : pusaran thermal dan pusaran mekanis

Pergerakan eddies (pergerakan pusaran) mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses turbulensi. Akibat pergerakan eddies akan menimbulkan pencampuran dan pengenceran konsentrasi zat pencemar di udara, baik secara vertikal maupun horisontal. Pergerakan eddies yang berbeda mengakibatkan perbedaan bentuk penyebaran plume yang diemisikan oleh sumber ke atmosfer, macam bentuk penyebaran plume tersebut adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang kecil, plume bergerak dengan pusaran kecil dalam garis lurus dan pembesaran pada potongan melintang.

2. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang luas, akan menimbulkan bentuk yang kecil tetapi mempunyai liuk yang lebar

3. Penyebaran plume pada pergerakan eddies yang bervariasi, akan membentuk plume berukuran besar dan mempunyai liuk yang besar. Plume ini akan bergerak pada angin permukaan (down wind)

Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari. Perbedaan profil kecepatan angin ini juga dipengaruhi oleh faktor kekasaran permukaan, hal ini akan merubah gradien kecepatan angin karena ketinggian seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 3.4. Variasi Angin Sesuai Ketinggian Untuk Tingkat Kekasaran Permukaan Yang Berbeda

(Sumber: Liu & Liptak, 2000)

Temperatur

Perubahan temperatur pada setiap ketinggian mempunyai pengaruh yang besar pada pergerakan zat pencemar udara di atmosfer. Perubahan temperatur ini disebut lapse rate. Turbulensi yang terjadi tergantung pada temperatur. Di atmosfer sendiri diharapkan akan terjadi penurunan temperatur dan tekanan sesuai dengan pertambahan tinggi.

Udara ambien dan adiabatic lapse rates mempengaruhi terbentuknya stabilitas atmosfer. Dalam keadaan dimana temperatur sekumpulan udara lebih tinggi dari sekitarnya, maka kerapatan dari udara yang bergerak naik dengan kecepatan rendah lebih kecil daripada kerapatan udara lingkungannya dan udara berhembus secara kontinu. Pada saat udara bergerak turun akan terbentuk aliran udara vertikal dan turbulensi terbentuk. Keadaan atmosfer dalam kondisi di atas dikatakan tidak stabil (unstable).

Ketika sekumpulan udara menjadi lebih dingin dibandingkan dengan udara sekitarnya, sekumpulan duara itu akan kembali ke elevasinya semula. Gerakan ke bawah akan menghasilkan sekumpulan udara yang lebih hangat dan akan kembali ke elevasi semula. Dalam kondisi atmosfer seperti ini, gerakan vertikal akan

diabaikan oleh proses pendinginan adiabatik atau pemanasan, dan atmosfer akan menjadi stabil (stable).

Jika sekumpulan udara terbawa ke atas akan melalui bagian yang mengalami penurunan tekanan dan akibatnya kumpulanan udara itu akan menyebar. Ekspansi tadi memerlukan kerja untuk melawan lingkungannya dan terjadi penurunan temperatur. Biasanya proses ini berlangsung singkat karena itu untuk menganalisanya dilakukan anggapan tidak terjadi transfer panas pada sekumpulan udara yang ditinjau serta sekumpulan udara mempunyai kerapatan dan temperatur sama. Kondisi atmosfer seperti ini dikatakan netral (neutral) dan dikenal dengan lapse rate adiabatic.

Ketiga kondisi atmosfer ini terlihat pada gambar berikut ini :

Gambar 3.5 Kondisi Stabilitas Atmosfer

(Sumber: Cooper & Alley, 1994)

Berdasarkan pembagian keadaan yang terjadi di atmosfer maka akan muncul garis dry adiabtic lapse yang membatasi antara keadaan stabil dan tidak seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.6. Hubungan Ambient Lapse Rates Dengan Dry Adiabatic Rate

(Sumber: Liu & Liptak, 2000) Pembagian keadaan atmosfer itu terdiri dari :

1. Superadiabtic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di atas adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi tidak stabil.

2. Neutral, keadaan dimana 2 lapse rates akan seimbang.

3. Subadiabatic, keadaan dimana ambient lapse rate berada di bawah adiabatic lapse rate dan atmosfer menjadi stabil.

4. Isothermal, keadaan ketika temperatur udara konstan di atmosfer maka ambient lapse rate menjadi nol dan atmosfer stabil.

5. Inversion, keadaan ketika temperatur udara ambien meningkat sesuai dengan ketinggian maka lapse rate menjadi negatif atau keadaan dimana udara hangat menyelimuti udara dingin.

Kelembaban Udara

Kelembaban adalah konsentrasi uap air air di udara. Konsentrasi dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, atau kelembaban relatif. Dalam kaitannya dengan penguapan air yang di udara yang menyebabkan berubahnya temperatur, kandungan air dalam suhu kamar dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak lebih dari sekitar 0.5 % pada 0 °C (32 °F). Kelembaban Relatif adalah perbandingan menyangkut tekanan uap air di dalam gas apapun terutama udara ke keseimbangan tekanan penguapan air, di mana gas dinyatakan jenuh pada temperatur tersebut, dinyatakan dalam persentase perbandingan antara

massa air saat ini per volume gas dan massa per volume dari gas jenuh (Roberts, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi pergerakan atmosfer secara vertikal adalah kepadatan atau densitas udara. Densitas udara sendiri menurut Nevers (2000) dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Hukum kesetimbangan gas menyatakan bahwa kerapatan dipengaruhi perubahan nilai berat molekul (M) dan suhu (T). Adapun berat molekul sendiri dipengaruhi oleh fraksi mol uap air sebesar 0,023 RH. Kerapatan merupakan massa volume satuan suatu zat. Massa adalah ukuran jumlah zat, dimana sifat massa itu menimbulkan kelembaban, yaitu menentang perubahan jumlah gerakan dan menghasilkan daya tarik gravitasi bahan-bahan lain (Neiburger, 1995).

Kelembaban relatif dalam atmosfer merupakan unsur yang sangat penting untuk cuaca dan uap air dalam udara. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran. Sedangkan kelembaban udara juga dipengaruhi oleh bangunan gedung dan pohon penghijauan di pinggir jalan dan sinar matahari. Ditambahkan oleh Lakitan (1994), kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi matahari selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang.

Kelembaban udara umumnya adalah kelembaban relatif. Perbandingan antara tekanan uap air aktual dengan tekanan uap air pada kondisi tempat jenuh, umumnya dinyatakan dengan persen (%). Tekanan uap air adalah tekanan parsial uap air dalam udara bebas di suatu tempat tertentu dengan jumlah tertentu.

.

Urban Heat Island

Akumulasi panas dalam daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan keseimbangan radiatif pada malam hari yang berbeda dengan daerah pedesaan di

sekitarnya yang menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari. Oleh karena itu, akan terjadi suatu gumpalan panas di daerah perkotaan, yang isotermalnya biasanya terletak di daerah pusat kota. Intensitas gumpalan panas ini akan bergantung kepada :

• Kecepatan angin kritis di atas gumpalan panas, • Awan dan presipitasi,

• Lapisan pencampuran (mixing layer).

1.2.2. Latihan

Buatlah contoh bunga angin berdasar contoh data meteorologi (angin) yang anda peroleh minimum dalam waktu 1 hari (24 jam). Data angin yang harus ada isiannya adalah waktu terjadinya (jam), besar kecepatan angin (bisa dalam km/jam atau knot), arah angin (dalam tiga angka derajat sudut).

Jawab : Lihat referensi yang sudah ada, data meteorologi dapat diperoleh dari stasiun BMG setempat.

1.3. Penutup

1.3.1. Tes Formatif

1. Jelaskan pengertian dilusi dalam pencemaran udara

2. Sebutkan aspek meteorologi yang erat kaitannya dengan sebaran polutan? 3. Bagaimana perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam

hari?

4. Sebutkan keadaan-keadaan yang terjadi yang berhubungan dengan ambient lapse rate?

1.3.2. Umpan Balik

Cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban test formatif yang ada pada bahasan berikut ini, hitunglah jawaban anda yang benar, dan gunakan rumus ini untuk mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi dalam bab ini.

Rumus :

Tingkat penguasaan = Σ jawaban yang benar x 100%

4

90% - 100% : baik sekali 80% - 89% : baik 70% - 79% : cukup 60% - 69% : kurang 0% - 59% : gagal 1.3.3. Tindak Lanjut

Jika anda mencapai tingkat kepuasan 80% keatas, maka anda dapat meneruskan dengan kegiatan belajar bab selanjutnya, tetapi jika tingkat penguasaan anda belum mencapai 80%, maka anda harus mengulangi kegiatan belajar bab tersebut terutama pada bagian yang anda belum kuasai. Untuk mencapai pemahaman tersebut anda dapat menghubungi dosen pengampu di luar waktu kuliah.

1.3.4. Rangkuman

Pencemar udara akan dipancarkan oleh sumbernya dan kemudian mengalami transportasi, dispersi, atau pengumpulan karena kondisi meteorologi maupun topografi. Proses adveksi, dilusi, difusi dan dispersi dapat terjadi secara simultan di atmosfer. Pergerakan angin dapat terjadi pada skala mikro, meso dan makro. Stabilitas atmosfer digunakan untuk menilai gerakan udara sehingga pengaruh pencampuran dan pengenceran zat pencemar di udara dapat diprediksi. Kestabilan atmosfer dipengaruhi oleh temperatur ambien dan lapse rate. Tinggi rendahnya kelembaban udara dapat menentukan besar kecilnya kandungan bahan pencemar baik di ruang tertutup dan ruang terbuka akibat adanya pelarut bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya pencemaran.

1.3.5 Kunci Jawaban Tes Formatif

1. Dilusi : pengenceran dan pencampuran zat pencemar di udara diakibatkan oleh adanya gerakan turbulen. Kondisi udara pada umumnya mempunyai kecepatan pengenceran yang diakibatkan oleh pencampuran (turbulensi).

2. Beberapa konsep meteorologi yang sangat berkaitan dengan pencemaran udara adalah : sirkulasi angin, temperatur, turbulensi dan kestabilan atmosfer.

3. Perubahan profil kecepatan angin selama siang dan malam hari karena kondisi atmosfer, akan berbeda. Pada malam hari, kondisi atmosfer lebih stabil sehingga profil kecepatan angin lebih landai dibandingkan profil pada siang hari.

4. Superadiabtic, neutral, subadiabatic, isothermal, inversion.

DAFTAR PUSTAKA

Cooper, C David & Alley, F.C. (1994). Air Pollution Control, A Design Approach, Second Edition. Waveland Press. Inc, United States.

JICA (Japan International Cooperation Agency) dan EIMA (Environmental Impact Management Agency of Indonesia), (1995). Main Report : The Study on The Integrated Air Quality Management for Jakarta Metropolitan Area, Bapedal, Indonesia.

Liu, David H.F & Liptak, Béla G. (2000). Air Pollution, Lewis Publishers, New York. Roberts. K Roddick, (2005). Humidity. http://www.fsec.ucf.edu/bldg/science/

humidity (Januari 2006)

Lakitan, Benyamin. (1997). Dasar-dasar Klimatologi, Cetakan ke-6. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Neiburger, Morris. (1995). Memahami Lingkungan Atmosfer Kita-Terjemahan Ardino Purbu. Bandung. ITB.

Noel De Nevers. (1995). Air Pollution Control Engineering. McGraw Hill, Inc Singapore.

Dalam dokumen Buku-Ajar-Pencemaran-Udara.pdf (Halaman 43-57)