• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 samapi dengan Pasal 9 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.dalam kedua Pasal ini ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak tanggungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 32

Bagi mereka yang akan menerima hak tanggungan, haruslah memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

31

Salim H.S, Op.Cit., hal. 102.

32

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menetukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada) pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. 33

1. Pemberi Hak tanggungan

Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan : pemebri hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah di atas, dapat diketahui siapa yang menjadi pemberi hak tanggungan dan mengenai persyaratannya sebagai pemberi hak tanggungan. Sebagai pemberi hak tanggungan tersebut, bisa orang perorangan atau badan hukum dan pemberinya pun tidak harus debitur sendiri, bisa saja orang lain bersama – sama dengan debitur, di mana bersedia

33

menjamin pelunasan utang debitur. Pada hakekatnya, setiap orang perorangan maupun badan hukum dapat menjadi pemberi hak tanggungan, sepanjang mereka mempunyai kewenangan hukum untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah yang akan dijadikan sebagai jaminan bagi pelunasan utang dengan dibebani hak tanggungan.

2. Penerima dan Pemegang Hak Tanggungan

Hakekatnya, siapa saja dapat menjadi penerima dan pemegang hak tanggungan, baik orang perorangan maupun badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 9 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan : pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukn sebagai pihak yang berpiutang.

Menurut Boedi Harsono dalam buku Rachmadi Usman, mengatakan bahwa kreditur berkedudukan sebagai penerima hak tanggungan setelah dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan. Setelah dilakukan pembukuan hak tanggungan yang bersangkutan dalam buku tanah hak tanggungan, penerima hak tanggungan menjadi pemegang hak tanggungan.34

2 Objek Hak Tanggungan

34

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, yang dapat dijadikan jamina utang dengan dibebani Hak Tanggungan alah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Demikian menurut Pasal 25, 33, dan 39 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dapat diketahui bahwa pada dasarnya benda yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan atau benda yang menjadi objek dari hak tanggungan itu adalah tanah atau hak – hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Jaminan berupa tanah merupakan objek jaminan yang paling disukai oleh pihak kreditur, karena dapat meberikan keamanan bagi pihak kreditur dari segi hukumnya maupun dari nilai ekonomisnyya yang umumnya meningkat terus. Tetapi, tidak semua hak atas tanah dapat menjadi jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, hanya hak atas tanah atau benda yang memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Hak atas tanah yang hendak dijaminkan dengan utang harus bernilai ekonomis, bahwa hak atas tanah yang dimaksud dapat dinilai dengan uang, sebab utang yang dijamin berupa uang ;

2. Haruslah hak atas tanah yang menurut peraturan perundang – undangan termasuk hak atas tanah wajib didaftarkan dalam daftar umum sebagai pemenuhan asas publisitas, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya ;

3. Menurut sifatnya, hak – hak atas tanah tersebut dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya ; 4. Hak atas tanah tersebut ditunjuk atau ditentukan oleh Undang –

Undang.

Berdasarkan syarat – syarat di atas, maka tidak semua hak atas tanah yang dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. 35

Dalam Pasal 4 sampi dengan Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menetukan dengan tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jamina utang adalah hak milik, hak guna usaha, hak gunan bangunan, hak pakai baik hak milik maupun hak atas negara dan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupaka hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akata pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.

35

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria memberikan penjelasan mengenai hak atas tanah, yaitu sebagai berikut :

1. Hak Milik

Diatur di dalam Pasal 20 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang berbunyi : Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan – ketentuan dalam Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 23 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : hak milik, demikian pula setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya dengan hak – hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 23 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Pasal 25 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria : hak milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tangggungan. 2. Hak Guna Usaha

Diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria yang berbunyi : Hak guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, pertanian, perikanan atau peternakan. Pasal 28 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok – Pokok Agraria yang berbunyi : Hak guna usaha diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman. Pasal 28 ayat (3) Undang – Undang Republik Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak gunan usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 32 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna usaha, termasuk sayarat – syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan penghapusan hak tersebut, harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 32 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Pendaftaran termaksud dalam ayat (1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai peralihan serta hapusnya hak guna usaha, kecuali dalam hak – hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Pasal 33 Undang – Undang Republik

Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

3. Hak Guna Bangunan

Diatur dalam Pasal 35 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan – bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Pasal 35 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Atas permintaan pemegang hak dan dengan menginagt keperluan serta keadaan bangunan – bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat (1) dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Pasal 35 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pasal 38 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan, termasuk syarat – syarat pemberiannya, demikian juga setia peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan menurut ketentuan – ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19. Pasal 38 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Pendaftaran termaksud dalam ayat

(1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Pasal 39 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

4. Hak Pakai

Diatur dalam Pasal 41 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh tanah negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan peilik tanahnya, yang buka perjanjian sewa – menyewa atau perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan – ketentuan undang – undang ini. Pasal 43 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Sepanjang mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. Pasal 43 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak pakai

atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak pakai, dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemungkinan pembebanan hak tanggungan sebagai jaminan utang dengan hak pakai atas tanah dan itupun terbatas kepada hak pakai atas tanah tertentu. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, hak pakai atas tanah yang dapat menjadi objek hak tanggungan adalah hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan, dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Jadi, tidak semua hak pakai atas tanah Negara yang terdaftar dan karena sifatnya dapat dipindahtangankan yang dpat dibebani hak tanggungan. Terhadap hak pakai atas tanah hak milik, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, pembebanannya dengan hak tangggungan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Dokumen terkait