• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kepastian Hukum Bagi Bank Sebagai Kreditur Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Sebagai Agunan Pada PT. Bank SUMUT Cabang Gunung Tua"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku :

Badrulzaman Darus Mariam, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. Bahsan M, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Darmawan Indra, Pengantar Uang dan Perbankan, Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Djohan Mohammad, Perbankan di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990.

Djumhana Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006.

Ismail, Manajemen Perbankan : Dari Teori Menuju Aplikasi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010.

Latumeten Pieter, Kebatalan dan Degradasi Kekuatan Bukti Akta Notaris serta Model Aktanya, Makalah, Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia, Surabaya, 2009.

Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Pers, Medan, 2006.

Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006.

Narbuko Cholid dan Abu Achmadi. H, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta, 2004.

(2)

Perlindungan A.P, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999.

Salim H.S, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.

Sjadeni Remy Sutan, Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan, Alumni, Bandung, 1999.

Subekti R, Aneka Perjanjian, Cet. Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

__________, Pokok – Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta,1985. __________, Pokok – Pokok Hukum Perdata, Cet. XXVIII, PT, Intermasa,

Jakarta, 1996.

Suharnoko, Hukum Perjanjian – Teori dan Analisis Kasus, Prenada Media Kencana, Jakarta, 2008.

Sunggono Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Garafindo Persada, Jakarta, 2007.

Sutarno, Aspek – Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004.

Usman Rachmadi, Hukum Jaminan Keperdataan, Grafika, Jakarta, 2008. Waluya Harry, Ekonomi Moneter, Uang dan Perbankan, Rineka Cipta,

Jakarta, 1993.

(3)

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

(4)

BAB III

PELAKSANAAN PENGIKATAN KREDIT ATAS TANAH YANG BELUM TERDAFTAR SEBAGAI JAMINAN PEMBERIAN KREDIT

A. Syarat – Syarat Pemberian Kredit Dalam Perbankan Indonesia

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank wajib memerhatikan hal – hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berbunyi :

Pasal 8 ayat (1) :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan”.

Pasal 8 ayat (2) :

“Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

Berkaitan dengan itu, penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut :43

43

Hermansyah, Op.Cit., hal 62-63.

(5)

a. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasrkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

b. Bank harus memilikikeyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang saksama terhadap watak, kemapuan, modal agunan, dan proyek usaha dari nasabah debitur.

c. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.

e. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur dan/tau pihak – pihak terafiliasi.

f. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah debitur. Terlebih karena pemberian kredit merupakan salah satu fungsi utama dari bank, maka dalam ketentuan tersebut juga mengandung dan menerapkan prinsip – prinsip kehati – hatian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 2 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut :44

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan konsultan yang terkait.

2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin – izin usaha, misalnya akta perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain – lain.

3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu (grace period) maksimum 4 tahun.

44

(6)

4. Agunan utama adalah usaha yang biaya. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan melibatkan pejabat penilai (appraiser) independen untuk menentukan nilai agunan.

5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65% (enam puluh lima persen) dan self financing adalah sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas dasar prestasi proyek. Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk menentukan progres proyek.

7. Pencairan biasanya dipindahbukukan ke rekening giro.

8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun berdsarkan analisis dalam feasibility study.

9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Proses pemberian kredit antara oleh satu dengan bank yang lain tidak juah berbeda. Kalaupun ada perbedaan hanya terletak pada persyaratan dan ukuran penilaian yang ditetapkan oleh bank dengan pertimbangan masing-masing dengan tetap memperhitungkan unsur persaingan atau kompetisi.

Proses pemberian kredit olah bank secara umum adalah sebagai berikut :

a. Pengajuan permohonan/aplikasi kredit.

Bahwa untuk memperoleh kredit dari bank, maka tahap yang pertama dilakukan adalah mengajukan permohonan/aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan/aplikasi kredit tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang di persyaratkan.

Dalam pengajuan permohonan/aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang-kurangnya menguat hal-hal sebagai berikut:

(7)

3. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit. 4. Cara pengembalian kredit.

5. Anggunan atau jaminan kredit.

Permohonan atau aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen-dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu :

a. Akta pendirian perusahaan. b. Identitas ( KTP) para pengurus. c. Tanda daftar perusahaan (TDP). d. Nomor pokok wajib pajak.

e. Neraca dan laporan rugi laba 3 (tiga) tahun terakhir. f. Foto kopi sertifikat yang dijadikan jaminan.

Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit bagi perseorangan adalah sebagai berikut :

1. Mengisi Aplikasi kredit yang telah disediakan oleh bank. 2. Tujuan dan manfaat kredit.

3. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit.Agunan atau jaminan kredit.

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilengkapi dengan melampirkan semua dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu : a. Fotokopi identitas (KTP) yang bersangkutan.

(8)

Setelah permohonan/aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi kredit yang diajukan, apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank verpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjtnya yaitu penilaian kelayakan kredit. Sedangkan apabila ternyata berkas aplikasi kredit yang dijukan tersebut belum lengkap dan belum memenuhi persayaratan yang ditentukan, maka bank akan memeinta kepda pemohon kredit untuk melengkapinya.

Dalam tahap penilaian kelayakan kredit, banyak aspek yang akan dinilai, yaitu :45

a. Aspek Hukum

Yang dimaksud dengan aspek hukum di sini adalah penilaian terhadap keaslian dan keabsahan dokumen – dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit. Penilaian terhadap dokumen – dokumen tersebut dilakukan oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu.

b. Aspek Pemasaran

Dalam aspek ini yanag akan dinilai adalah prospek usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit untuk measa sekarang dan akan datang.

c. Aspek Keuangan.

Dalam aspek ini yang dinilai dengan menggunaakn analisis keuangan adalah aspek keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan keuangan yang termuat dalam neraca dan laporan laba rugi yang dilampirkan dalam aplikasi kredit.

d. Apek Teknis/Operasional

selain aspek – aspek sebagaimana telah dikemukakan di atas, aspek lain yang juga dilakukan penilaian adalah aspek teknis atu operasional dari perusahaan yang mengajukan aplikasi kredit, misalnya mengenai lokasi tempat usaha, kondisi gedung beserta sarana, dan prasarana pendukung lainnya.

e. Aspek Manajemen

45

(9)

Penilaian terhadap aspek manajemen ini adalah untuk menilai pengalaman dari perusahaan yang memohon kredit dalam mengelola kegiatan usahanya, termasuk sumber daya manusia yang mendukung kegiatan usaha tersebut.

f. Aspek Sosial Ekonomi

Untuk melakukan penilaian terhadap dampak dari kegiatan usaha yang dijalankan oleh perusahaan yang memohon kredit khususnya bagi masyarakat baik secara ekonomis maupun sosial.

g. Aspek AMDAL

Penilainan terhadap aspek AMDAL ini sangat penting karena merupakan salah satu persyaratan pokok untuk dapat beroperasinya suatu perusahaan. Oleh karena kegiatan usaha yang dijalankan oleh suatu perusahaan pasti mempunyai dampak tehadap lingkungan baik darat, air dan udara.

Dari uraian yang diterangkan di atas adalah merupakan ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit dalam Perbankan di Indonesia.

B. Pengikatan Jaminan Atas Tanah Belum Terdaftar Sebagai Jaminan Pemberian Kredit Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua

1. Sejarah PT. Bank SUMUT

(10)

Berdasarkan Undang – Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, maka pada tanggal 23 September 1965 Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara merubah status dari bentuk Perseroan Terbatas menjadi Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, dengan pengertian sahamnya 100% dimiliki oleh Pemerintah Daerah Sumatera Utara, dan seluruh modal/saham pihakswasta dikembalikan sebagaimana mestinya. Di mana Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 1965 menetapkan besarnya modal dasar yang dimiliki sebesar Rp.100.000.000,- dan saham dimiliki oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat II Sumatera Utara. Dalam perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan, terjadi beberapa kali perubahan peraturan pemerintah daerah untuk meningkatkan modal disetor.

(11)

Dalam pelaksanaan operasionalnya, nama Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPDSU) yang disingkat menjadi PT. Bank Sumut pada tanggal 16 April 1999 tercatat pernah menempati kantor di Jl. Palang Merah Medan, kemudian dipindahkan ke Jl. Imam Bonjol Nomor 7 Medan. Pada tanggal 20 April 1989. Rudini sebagai Menteri Dalam Negeri yang menjabat pada saat itu berkenan meresmikan pemakaian gedung kantor baru yang cukup megah yang terletak di jantung bisnis kota Medan tepatnya di Jl. Imam Bonjol Nomor 18 Medan yang ditempati hingga saat ini.

Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat, maka kini PT Bank Sumut telah memiliki unit kerja yang berjumlah 23 Kantor Cabang yang terdiri dari 20 Kantor Cabang Konvensional dan 3 Kantor Cabang Syariah, 60 Kantor Cabang Pembantu, 2 Payment point yang berfungsi untuk melayani pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (pkb), 2 Kas Mobil, dengan Mesin ATM. 2. Visi PT. Bank SUMUT

Visi dari PT. Bank SUMUT adalah menjadi bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

(12)

kepada orang tua yang berada dipanti jompo, bantuan kepada fakir miskin serta turut berpartipasi dalam pembangunan rumah ibadah dan kegiatan akademis, dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.

3. Misi PT. Bank SUMUT

Adapun yang menjadi misi PT. Bank SUMUT adalah mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara profesional yang didasarkan pada prinsip – prinsip compliance. Sebagai alat kelengkapan Otonomi Daerah di bidang Perbankan, PT. Bank SUMUT berfungsi sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di daerah, bertindak sebagai pemegang kas Daerah yang melaksnakan penyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum seperti dimaksudkan pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

4. Jenis – jenis Kredit yang Disalurkan oleh Bank 1. Kredit Umum

Kredit dengan sistem Rekening Koran diberikan kepada perorangan/badan usaha untuk kebutuhan menambah modal – modal kerja, sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan kegiatan usaha yang dijalankan. Usaha yang dapat dibiayai merupakan usaha produktif di sektor perdagangan, industri, jasa pertanian dan sektor – sektor lainnya.

(13)

Kredit SPK (Surat Perintah Kerja) yaitu kredit modal kerja dalam bentuk Rekening Koran untuk membantu pengusaha yang mendapatkan kontrak kerja pemborongan/pengadaan barang atau jasa dari instansi pemerintah maupun perusahaan swasta yang bonafid menurut penilaian bank. Kredit ini mendukung modal kerja Kontraktor/Supplier untuk dapat menyelesaikan proyek sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

3. Kredit Angsuran Lainnya (KAL)

Kredit Angsuran Lainnya adalah fasilitas kredit yang diberikan kepada perorangan/badan usaha yang mempunyai usaha produktif pada sektor perdagangan, industri jasa, pertanian dan sektor – sektor lainnya atau mempunyai penghasilan tetap fasilitas kredit yang digunakan untuk membiayai keperluan yang bersifat investasi, modal kerja, dan konsumtif.

4. Kredit Pensiunan

(14)

Kredit Multi Guna adalah kredit angsuran yang diberikan kepada pegawai Dinas/Instansi/Lembaga Pemerintah, BUMN, BUMD, dan swasta Nasional (yang layak menurut bank) baik yang pembayaran gajinys melaui maupun tidak melaui Bank Sumut. Kredit Multi Guna dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan (seperti : biaya sekolah anak, biaya perbaikan rumah, biaya pengobatan, dll) maupun untuk mebuka usaha sampingan.

6. Kredit SUMUT Sejahtera (KSS)

Fasilitas kredit ini memeiliki tujuan mulia diberikan kepada masyarakat pra sejahtera yang memiliki usaha mikro untuk meningkatlan peran wanita dalam menopang ekonomi keluarga dengan sistem kelompok guna memperbaiki taraf hidup keluarga pra sejahtera atau berpenghasilan rendah menuju ke taraf sejahtera yang lebih baik, membina pengusaha mikro yang memiliki kelayakan usaha tetapi belum bankable sehingga menjadi layak menjadi nasabah bank, serta mewujudkan visi dan misi Bank Sumut khususnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat dan membantu program Pemerintah dalam rangka pengentasan kemiskinan.

7. Kredit Peduli Usaha Mikro

KPUM (Kredit Peduli Usaha Mikro) merupaka kredit tanpa agunan dengan angsuran tetap yang diberikan kepada pemilik usaha mikro dalam rangka meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan usaha.

(15)

Salah satu bentuk Kredit Program Pemerintah adalah Kredit Pembiayaan Pengusaha Nias (KPP-Nias) yang telah berdomisili dan/atau telah melakukan kegiatan usaha di wilayah bencana alam, gempa, dan tsunami pada Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.

9. Kredit Kepemilikan Rumah

Kredit Kepemilikan Rumah merupakan kredit yang diberikan kepada Pegawai Negeru Sipil (PNS) dengan masa kerja minimal 1 tahun yang belum memiliki rumah serta berpenghasilan tetap dan mampu membayar angsuran.

10.Kredit Bersubsidi

Kredit Bersubsidi merupakan fasilitas kredit yang diberikan Bank Sumut disertai dengan bantuan Pemerintah.

11.Kredit Konstruksi

Kredit Konstruksi merupakan fasilitas kredit yang diberikan Bank Sumut kepada pihak – pihak yang bergerak dalam bidang konstruksi. 12.Kredit Kepemilikan Sepeda Motor

Krdit Kepemilikan sepeda motor adalah fasilitas kredit yang diberikan untuk membiayai pembelian sepeda motor bagi karyawan Bank Sumut.

13.Kredit Investasi

(16)

pendirian proyek baru, misalnya untuk pembelian mesin – mesin, banguan dan tanah untuk pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang – barang modal yang dibiayai.

14.Kredit Sindikasi

Kredit sindikasi ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank – bank dan/atau lembaga – lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kriditur tunggal.

15.Kredit Modal Kerja

Kredit Modal Kerja disebut juga dengan Kredit Rekening Koran yaitu kredit yang menambah modal kerja pengusaha untuk memperlancar usaha.

5. Prosedur Pemberian Kredit Bank

Prosedur pemberian dan penilaian kredit oleh dunia perbankan secara umum antar bank yang satu dengan bank yang lain tidak jauh berbeda, yang menjadi perbedaan mungin hanya terletak pada dokumen persyaratan dan ukuran – ukuran penilaian yang diterapkan oleh bank dengan pertimbangan masing – masing. Adapun prosedur pemberian kredit yang diterapkan oleh Bank Sumut adalah :

(17)

Sebelum Calon Debitur memperoleh kredit terlebih dahulu harus melalui tahapan – tahapan penilaian mulai dari pengajuan proposal kredit, dokumen – dokumen yang diperukan, analisis kredit sampai kredit dicairkan. Untuk memperoleh fasilitas kredit oleh bank maka tahap pertama pemohon kredit mengajukan permohonan kredit secara tertulis dalam bentuk proposal. Proposal kredit harus dilampirkan bersama dokumen – dokumen lain yang dipersyaratkan. Adapun dokumen – dokumen yang harus dilampirkan oleh Calon Debitur adalah :

a. Surat Permohonan Kredit

b. Foto Copy KTP (Pemohon atau Penjamin)

c. Izin – izin usaha seperti SITU (Surat Izin Tempat Usaha) d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

e. Akta Pendirian dan Perubahannya f. Pengesahan/Legalitas

g. Laporan Keuangan dan Proyeksi Keuangan h. Susunan Pemegang Saham

i. Susunan Pengurus/Direksi j. Agunan

k. Tanda Terima Dokumen Permohonan Kredit

1. Prosedur Pengumpulan Data

(18)

debitur akan diwawancarai untuk pertama kalinya untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. Analisis kredit juga menyiapkan rencana kunjungan ke Calon Debitur untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang dibutuhkan dan juga diupayakan untuk melakukan kunjungan dadakan. Kunjungan ke Calon Debitur dilengkapi dengan Surat Tugas dan dilakukan oleh dua petugas, selain berusaha untuk mengenal lebih dekat dan memperoleh dana tambahan yang diperlukan, juga memperoleh pemahaman langsung mengenai kondisi lingkungan dan manajemen perusahaan. Pada tahap ini data yang dikumpulkan lebih terinci dari tahap – tahap sebelumnya. Pemotreran atas barang – barang jaminan juga dapat dilakukan sebagai dokumentasi.

2. Analisis Kredit

Tujuan utama dari analisis kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah Calon Debitur memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib, baik pembayaran pokok pinjaman maupun bunganya sesuai dengan ketentuan yang disepakati , sehingga kredit macet dapat diminimalisis. Analisis kredit dilakaukan dengan pendekatan prinsip – prinpsip 5C untuk kriteria Calon Debitur yang layak menerima pinjamn kredit, yaitu :

1. Character

(19)

dimasyarakat, pendapat masyarakat mengenai Calon Debitur, dll. Watak Calon Debitur juga dapat diketahui dengan melihat kelancaran kelancaran pembayaran kredit di masa lalu jika ada. 2. Capacity

Prinsip capacity yaitu penilaian terhadap kemampuan Calon Debitur untuk membayar, di mana diteliti mengenai pendidikan dan pengalaman usahanya, reputasi perusahaan, riwayat usahanya, keahliannya dalam bidang usaha tersebut sehingga bank mempunyai keyakinan bahwa suatu usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut dikelola oleh orang – orang yang tepat. Analisis yang dilakukan Analisi Kredit seperti kemampuan Calon Debitur mencetak laba, kemampuan membiayai operasional sehari – hari, memenuhi kewajiabn kredit, dll.

3. Capital

Prinsip capital yaitu penilaian terhadap besar kecilnya modal dan bagaimana pendistribusian modal, apakah ada modal yang cukup untuk menggerakkan sumber daya secara efektif, apakah pengaturan modal kerja baik sehingga perusahaan berjalan lancar, berapa besar modal kerja, dll. Hal ini dapat dilihat di Neraca Calon Debitur.

4. Collateral

(20)

Value) adalah 70% dari nilai jaminan (Nilai Pasar) sedangkan pemberian kredit akan dipertimbangkan jika Cover Ratio di atas 100%.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis jaminan antara lain adalah jaminan mempunyai nilai ekonomis secara umum dan barang jaminan tersebut mudah dipasarkan, tidak cepat rusak, serta kondisi dan lokasi jaminan yang cukup baik. 5. Condition

Kondisi ekonomi secara umum dan khusus menyangkut fleksibilitas sector usaha calon debitur dalam menghadapi perubahan di masa yang akan datang yang perlu diteliti dengan mkasud agar bank dapat memperkecil resiko yang mungkin timbul oleh situasi ekonomi.

Setelah data – data yang dibutuhkan untuk proses analisis dianggap cukup dari berbagai aspek mengenai kelengkapan Calon Debitur maka dilakukan analisis kredit. Pada tahap ini, analis kredit harus lebih banyak berdiskusi dengan rekan sejawat, Kasi/Kabag Pemasaran/Kasi Kredit/ Kepala Cabang agar diperoleh hasil analisi yang tepat, efektif dan teruji. Analisis kredit lalu menyiapkan analisa pembahasan kredit secara umum yang menyangkut :

(21)

Analisis aspek hukum menekankan pada penilitian status yuridis badan usaha, yaitu mengutamakan pembahasan calon debitur dari segi hukum, mencakup :

1. Keabsahasan akte pendirian di mana ditetapkan bahwa akte tersebut harus mendapatkan pengesahan dari Departemen Kehakiman.

2. Surat – surat izin perusahaan, seperti : SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), SITU (Surat Izin Tempat Usaha), SIUJK (Surata Izin Usaha Jasa Konstruksi), dll.

3. Legalitas barang – barang jaminan yang diajukan sebagai jaminan.

b. Aspek manajemen

Titik berat analisis ini diarahkan kepada :

1. Riwayat perusahaan, mencakup bentuk/status perusahaan serta sejarah singkat perusahaan, gambaran mengenai struktur organisasi serta pembagian wewenang, gambaran pengalaman usaha dalam bisnisnya dan susunan pemegang saham.

2. Performance pengurus/pemilik/pemohon, yang perlu diperhatikan adalah latar belakang pendidikan serta pengalaman pengurus dalam mengelola perusahaan. c. Aspek keuangan

(22)

digunakan oleh Bank Sumut untuk meneliti keadaan keuangan calon debitur adalah melalui analisis laporan keuangan dengan menggunakan analisis rasio keuangan, yang meliputi rasio likuiditas, rasio leverage, rasio coverage, rasio aktivitas dan rasio rentabilitas.

d. Aspek teknis

Aspek ini menekankan kelayakan dari segi proses produksi, dalam arti bahwa proses produksi dapat berjalan dengan baik dan dengan biaya yang efesien sehingga dapat diharapkan mampu menunjang pemasaran produk.

e. Aspek pemasaran

Pemasaran yang berhasil merupakan sumber penggerak utama dari proses perkembangan perusahaan secara keseluruhan dan merupakan sumber utama untuk pengembalian kredit.

f. Aspek jaminan

Dalam menilai aspek ini pihak bank secara langsung memperhatikan apakah jaminan yang diberikan oleh calon debitur memiliki bukti kepemilikan yang sah dan tidak dalam perebutan kekuasaan apapun.

g. Aspek sosioligi, ekonomi, dan lingkungan

(23)

menyangkut norma agama, adat istiadat, undang – undang serta lingkungan masyarakat setempat.

3. Tahap Keputusan Kredit

Setelah itu, Analis Kredit merumuskan kesimpulan dan saran atas hasil analisa pembahasan kredit yang meliputi :plafond, jangka waktu kredit, suku bunga, provisi biaya, dll. Jika telah diyakini pada suatu kesimpulan bahwa permohonan kredit tersebut layak untuk diajukan maka hasil analisa dan usulan kredit dibuat dalam Formulir Memorandum Pengusulan Kredit (FMPK). Memorendum ini pada dasarnya merupakan proposal kredit yang berisi identitas Calon Debitur dan hasil analisa kredit serta kesimpulan dari analisis kredit terhadap permohonan kredit yang diajukan Calon Debitur.

Memorandum Pengusulan Kredit berisi : a. Identitas Pemohon

b. Uraian permohonan kredit c. Uraian jaminan kredit

d. Data umum tentang Calon Debitur e. Aspek – aspek yang dianalisa

f. Hasil/kesimpulan atau analisa yang dilakukan

(24)

dilaksanakanlah penandatanganan akad kredit, kemudian mengikat jaminan kredit dengan hipotik atau surat perjanjian yang dianggap perlu. Setelah akad kredit ditandatangani maka langkah selanjutnya adalah merealisasikan kredit. Namun apabila analis kredit merekomendasikan penolakn permohonan terhadap kredit tersebut, cukup dibuat memo penolakan kredit yang isinya sebagai berikut :

a. Pertimbangan – pertimbangan / alasan – alasan kuat untuk menolak permohonan kredit tersebut.

b. Laporan aspek – aspek penilaian. c. Laporan kunjungan setempat.

Setiap permohonan kredit yang ditolak wajib dibuatkan surat keputusan kredit dan segera disampaikan kepada Calon Debitur beserta alasan/pertimbangan penolakannya.

Setelah pengusaha mendapatkan kredit yang dimaksudkan, maka dalam proses berikutnya pihak bank tidak akan berlepas diri mengawasi pelaksanaan penggunaan dana yang dikucurkannya kepada pengusaha tersebut. Maka dalam tindakan ini selanjutnya akan diberikan pengawasan dan pembinaan kredit oleh pihak bank kepada pengusaha tersebut.

(25)

lain – lain sejenisnya yang belum didaftarkan ke lembaga yang berwenang, maka pengikatan jaminann kredit tidak dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan. Namun yang dapat menjadi agunan kredit yang dipersyaratkan oleh PT Bank Sumut Kantor Cabang Gunung Tua adalah minimal bukti kepemilikannya harus berbentuk Akta Tanah dengan ketentuan jumlah pinjaman/kredit yang didapatkan tidak lebih dari Rp. 50.000.000,-.

Berdasarkan penjelasan Pasal 8 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank dimungkikan menerima agunan berupa tanah yang kepemilikannya didasarkan pada huku adat atau akta yang bukan merupakan hak tanggungan, yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa SK Camat, girik, petuk, dan lain – lain sejenisnya, sementara pengikatan jaminan atas tanah tersebut tidak dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan, maka Bank kadangkala menggunakan Kuasa Menjual untuk mengikat objek jaminan atas tanah dengan bukti kepemilikan yang belum bersertifikat.46

Dengan adanya Kuasa Menjual yang diperoleh Bank berdasrkan perjanjian dari nasabah Debiturnya, pemberi kuasa (last gever) dengan penerima kuasa (last hebber) yang selanjutnya penerima kuasa tidak bertindak untuk dirinya sendiri, akan tetapi ia bertindak untuk kepentingan pemberi kuasa (yaitu menjual aset milik pemberi kuasa dalam rangka melunasi utang/kredit yang dimilikinya pada penerima kuasa).

46

(26)

Dari keterangan di atas, dapat diketahui bahwa objek jaminan yang dapat dikenai Kuasa Menjual di dalam perjanjian kredit adalah :

1. Hak atas tanah yang belum terdaftar, yaitu hak atas tanah yang masih dalam bentuk SK Camat, Lurah yang belum didaftarkan ke lembaga yang berwenang untuk itu, sehingga dokumen hak atas tanahnya belum berbentuk sertifikat.

2. Hak atas tanah yang tidak terdaftar pada badan yang berwenang, karena masih berasal dari konversi hak – hak lama yang belum didaftarkan atas pendaftaran hak atas tanah untuk pertama sekali47

3. Tanah yang kepemilikannya masih didasarkan pada hukum adat

(misalnya tanah dengan hak ex. hak eigendom atau Grant Sultan, yaitu hak yang apabila dikonversi dapat menjadi hak milik, hak eigendom yang apabila dikonversi dapat menjadi Hak Guna Usaha, hak Opstal yang apabila dikonversi dapat menjadi Hak Pakai, maupun hak lainnya) terhadap hak – hak atas tanah sebagaimana tersebut di atas, tidak dapat dibebani Hak Tanggungan.

48

Dalam praktek Perbankan, akta pengakuan hutang dan kuasa menjual dibuat secara terpisah, dan kuasa menjual dibuat sebagai jaminan, bilamana jika Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur,

yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain – lain sejenisnya, sehingga pengikatan jaminan atas tanah tersebut tidak dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan.

47

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 111.

48

(27)

maka kreditur dapat langsung menjual bidang tanah kepada pihak lain dan hasil penjualannya untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur.49

Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Kuasa menjual dibuat secara terpisah dengan Akta Perjanjian Kredit namun keduanya adalah satu kesatuan yang bulat dan utuh serta tak terpisahkan karena Kuasa Menjual timbul karena adanya perjanjian kredit antara para pihak yang kemudian dituangkan ke dalam suatu akta yaitu Akta Pengakuan Hutang. Jadi, dapat dimengerti bahwa perjanjian kredit adala sumber utama dari timbulnya Kuasa Menjual itu sendiri.

Hal tersebut dapat terjadi, karea Kuasa Menjual terhadap objek jaminan tidak akan dapat terjadi apabila tidak ada perjanjian kredit yang terjadi sebelumnya di antara para pihak yang bersangkutan.

Kuasa menjual ini juga diatur sekilas dalam Pasal 12 A Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa Bank Umum dapat membeli barang agunan melalui pelelangan umum, ataupun di luar pelelangan berdasrkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa dari pemilik agunan untuk menjual di luar lelang, dalam hal nasabah Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Bank. Namun demikian, agunan yang dibeli oleh bank tersebut tidak dapat dimiliki oleh Bank. Bank harus

49

(28)

mencairkan ataupun menjual agunan yang dibeli tersebut secepatnya, paling lambat dalam waktu satu tahun.50

Dari penjelasan tersebut di atas dapat juga kita ketahui bahwa Kuasa Menjual ini dpat dilakukan oleh Bank untuk menjual agunan nasabah Debitur yang tidak dapat memenuhi kewajibannya namun hal tersebut harus dilakukan dengan beberapa syarat, yaitu :

1. Bahwa kuasa menjual tersebut harus diberikan oleh nasabah Debitur secara langsung kepada Bank (dalam hal ini Bank yang menerima kuasa tersebut bukanlah sebagai pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan Debitur terhadap kredit yang dimilikinya kepada Bank). 2. Bahwa penjualan atas benda atau barang jaminan/agunan tersebut

harus dilakukan di luar dari pelelangan umum.

3. Bahwa penjualan agunan harus dilakukan oleh Bank hanya apabila Debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya unutk membayar kredit serta biaya lain yang timbul dalam perjanjian kredit tersebut.

4. Bahwa benda /barang jaminan atau agunan tersebut tidak dapat dimiliki oleh Bank secara langsung atau otomatis, begitu Debitur wanprestasi atai tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit/hutangnya tersebut kepada kreditur.

5. Bahwa benda/barang yang dijadikan jaminan/agunan tersebut harus dicairkan atau dijual secepatnya, oleh Kreditur kepada pihak lain, lewat proses penjualan secara biasa, dalam tempo selambatnya 1 (satu) tahun.

50

(29)

6. Bahwa hasil penjualan agunan tersebut harus segera digunkan untuk pelunasan kredit Debitur terhadap Bank serta untuk menutupi biaya lainnya yang timbul atas peristiwa tersebut, sedangkan sisa dari hasil penjualan agunan tersebut harus dikembalikan segera mungkin kepada Debitur, agar jangan sampai Debitur merasa dirugikan.

C. Pertimbangan PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua Dalam Menerima Agunan Tanah Belum Terdaftar

Pada dewasa ini, hak atas tanah merupakan objek jaminan kredit yang paling disukai oleh bank, sebab tanah dianggap lebih bernilai secara ekonomis. Di dunia perbankan, kreditur harus waspada, agar di kemudian hari tidak mendapatkan kesulitan dalam mengeksekusi atau menjual tanah dan bangunan tersebut. Sertifikat sebagai bukti yang kuat, karena di dalam sertifikat itu ditulis jenis hak pemegang hak serta peristiwa hukum penting sehubungan dengan tanah tertentu, dan karena semuanya itu diisis oleh pejabat yang berwenang, maka apa yang dibaca dalam sertifikat itu harus dianggap benar.

(30)

agunan tanah yang belum terdaftar karena mempunyai pertimbangan sebagai berikut :51

1. Sesuai dengan visi dan misi PT Bank Sumut itu sendiri yaitu membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan dareah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

2. Kondisi pengetahuan masyarakat setempat yang masih minim tentang peran perbankan dan kurangnya kesadaran masyrakat bahwa pentingnya mengurus pensertifikatan atas tanah hak milik yang mereka miliki agar lebih memudahkan urusan dalam hal apapun termasuk jika ingin menggunakan fasilitas kredit. Masyarakat setempat hanya mau menigkatkan status tanah hak milik nya sebatas sampai akta tanah saja, karena menurut mereka pengurusan sertifikat memakan waktu yang lama dan biaya yang terlalu mahal. Sehingga PT Bank Sumut Cabang Gunung Tua menyesuaikannya dengan kondisi masyarakat di daerah tersebut PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua hanya mau mengambil resiko menerima agunan tanah yang belum terdaftar sebagai jaminan kredit dengan total pinjaman kredit dibawah Rp. 50.000.000,-.

51

(31)

BAB IV

KEPASTIAN HUKUM BAGI BANK SEBAGAI KREDITUR ATAS TANAH BELUM TERDAFTAR SEBAGAI AGUNAN

A. Kepastian Hukum Bagi Bank Bila Terjadi Intervensi Pada Jaminan Kredit Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Pada PT.Bank Sumut Cabang Gunung Tua

Bukti kepemilikan hak atas tanah yang paling kuat bagi seseorang adalah mempunyai sertifikat atas tanah tersebut. Telah dijelaskan pada uraian di atas bahwa di dalam sertifikat tersebut ditulis mengenai jenis hak pemegang hak serta peristiwa hukum yang penting sehubungan dengan tanah tertentu, yang paling penting adalah karena semuanya itu diisi oleh pejabat yang berwenang. Seseorang yang mempunyai sertifikat tanah belum tentu merupakan mutlak miliknya, karena sistem pendafataran tanah di Indonesia menganut sistem negatif yang bertendensi positif, maksudnya Negara tidak menjamin mutlak kebenaran data yang disajikan dalam sertifikat, namun selama tidak ada orang lain yang mengajukan gugatan ke pengadilan yang merasa lebih berhak, maka di dalam sertifikat tersebut adalah tanda bukti yang kuat. Berdasarkan ketentuan sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem negatif bertendensi positif maka tidak menutup kemungkinan adanya pihak intervensi (pihak ketiga) yang bisa saja mengakui mempunyai hak atas tanah yang sama.

Adakalanya dalam paraktek perbankan, bank mau menerima tanah yang belum terdaftar (belum besertifikat) sebagai agunan dalam jaminan

(32)

kredit, pada saat proses perjanjian kredit sedang berlangsung dan fasilitas kredit telah diberikan kepada nasabah Debitur, ada pihak intervensi yang mengakui bahwa tanah yang belum terdaftar tersebut adalah tanah miliknya dan pihak intervensi terebut mempunyai bukti yang lebih kuat yaitu mempunyai sertifikat, pada peristiwa ini pihak yang paling dirugikan adalah bank yang menerima agunan tanah yang belum terdaftar tersebut.

Dalam peristiwa ini tidak ada kepastian hukum yang melindungi pihak bank sebagai kreditur yang menerima agunan tanah tersebut dan dapat dipastikan Bank akan mengalami kerugian atas perjanjian kredit yang dilakukan sebelumnya. Hal yang dapat diupayakan pihak PT.Bank Sumut Cabang Gunung tua sebagai kreditur apabila mengalami peristiwa seperti yang disebutkan di atas adalah dengan bermusyawarah kepada pihak Debitur yang telah mendapat fasilitas kredit agar beritikad baik untuk melunasi utang/kredit baik pinjaman pokok beserta bunga dari pinjaman tersebut. Kembali ke prinsip dasar pemberian kredit, jika analis kredit melakukan tugasnya tepat dan jeli terhadap 5C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition Of Economy) dari calon debitur sebelum terjadi akad kredit kemungkinan resiko rugi terhadap bank dapat berkurang, karena jika 5C dari calon Debitur kuat hal peristiwa seperti di atas dapat ditanggulangi karena Debitur masih mampu melunasi utang/kredit kepada bank.52

52

(33)

B. Upaya Hukum Yang Dilakukan Apabila Debitur Macet Dengan Agunan Atas Tanah Yang Belum Terdaftar Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua

Bank harus melaksanakan analisis yang mendalam sebelum memutuskan untuk menyutujui atau pun menolak permohonan kredit dari calon debitur. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi permasalahan atas kerdit yang telah disalurkan. Akan tetapi, meskipun bank telah melakukan analisis yang cermat, resiko kredit bermasalah juga mungkin terjadi tidak ada satu pun bank di dunia ini yang tidak memiliki kredit bermasalah, karena tidak mungkin dari semua kredit yang disalurkan semuanya lancar.53

Untuk menyelesaikan kredit bermasalah (macet) atau nonperforming loan itu dapat ditempuh dua cara atau starategi yaitu penyelamatan kredit dan penyelesaian kredit. Yang dimaksud dengan penyelamatan kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melalui perundingan kembali antara bank sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur, sedang penyelesaian kredit adalah suatu langkah penyelesaian kredit bermasalah melaui lembaga hukum. Yang dimaksud dengan lembaga hukum dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase atau Badan Alternatif Penyelesaian Sengketa.54

53

Ismail, Op.Cit., hal. 125

54

(34)

Mengenai penyelamatan kredit bermasalah (macet) dapat dilakukan dengan berpedooman kepada Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 26 Mei 1993 yang pada prinsipnya mengatur penyelamatan kredit bermasalah sebelum diselesaikan melalui lembaga hukum. Dalam surat edaran tersebut yang dimaksudkan dengan penyelamataan kredit bermasalah adalah sebagai berikut :

a. Melalui Rescheduling

Rescheduling merupakan upaya yang dilakukan bank untuk menangani kredit bermasalah dengan membuat penjadwalan kembali. Penjadwalan kembali dapat dilakukan kepada debitur yang mempunyai itikad baik akan tetapi tidak memiliki kemampuan untuk membayar angsuran pokok maupun angsuran bunga dengan jadwal yang telah diperjanjikan. Penjadwalan kembali dilakukan oleh bank dengan harapan debitur membayar kempali kewajibannya. Beberapa alternatif rescheduling yang dapat diberikan bank antara lain :

a. Perpanjangan waktu kredit

Misalnya, jangka waktu kredit 2 tahun diperpanjang menjadi 5 tahun, sehingga total angsuran perbulan menjadi lebih rendah. b. Jadwal angsuran bulanan dirubah menjadi triwulan

Perubahan jadwal tersebut akan memberi kesepatan nasabah untuk mengumpulkan dana untuk mengangsur dalam triwulan.

c. Memperkecil angrusan pokok dengan jangka waktu akan lebih lama.

(35)

Reconditioning merupakan upaya bank dalam menyelamatkan kredit dengan mengubah seluruh atau sebagian perjanjian yang telah dilakukan oleh bank dengan nasabah. Perubahan kondisi dan persyaratan tersebut harus disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi oleh debitur dalam menjalankan usahanya. Dengan perubahan persyaratan tersebut, maka diharapkan bahwa debitur dapat menyelesaikan kewajibannya sampai dengan lunas. Beberapa alternatif reconditioning yang dapat diberikan bank antara lain :

a. Penurunan suku bunga

Misalnya bunga kredit pada perjanjian awal sebesar 20% diturunkan menjadi 18%. Penurunan suku bungan tersebut akan menyebabkan penurunan biaya bunga yang harus dibayar oleh nasabah, sehingga secara total angsuran nasabah menjadi lebih rendah.

b. Pembebasan sebagian atau seluruh bunga yang tertunggak, sehinnga nasabah pada periode berikutnya hanya membayar pokok pinjaman beserta bungan berjalan.

c. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga yang tertunggak dijadikan satu dengan pokok pinjaman.

d. Penundaan pembayaran bunga, yaitu pembayaran kredit oleh nasabah dibebankan sebagai pembayaran pokok pinjaman sampai dengan jangka waktu tertentu, kemudian pembayaran bunga dilakukan pada saat nasabah sudah mampu.

(36)

Restructuring merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam menyelamatkan kredit bermasalah dengan cara mengubah struktur pembiayaan yang mendasari pemberian kredit berupa pemberian tambahan kredit, atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit. Beberapa cara yang dapt dilakukan oleh Bank dalam restrukturisasi antara lain :

a. Bank dapat memberikan tambahan kredit

Penambahan kredit tersebut tentunya akan menambah beban bungan bagi debitur, akan tetapi tanpa adanya tambahan kredit maka debitur tidak mampu menjalankan aktivitas operasionalnya, bank akan menghitung kembali berap dana yang dibtuhkan untuk mendukung kelancaran operasinal perusahaan.

b. Tambahan dana tersebut berasal dari modal debitur

Bank meminta kepada nasabah untuk menambah modal agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar. Hal ini sulit dilakukan karena pada umumnya nasabah yang kreditnya bermasalah sudah tidak memiliki dana, sehingga tidak dapat menambah midal dan tambahan modal dari bank diperlukan untuk kelancaran usaha debitur.

c. Kombinasi antara bank dan debitur

(37)

pemodal baru atau dari pemilik modal lama. Kombinasi ini, merupakan cara yang terbaik, karena bank menilai bahwa debitur serius untuk menyelesaikan kreditnya, dengan ikut serta menambah modal.

Sedangkan mengenai penyelesaian kredit bermasalah dapat dikatakan merupakan langkah terakhir yang dapat dilakukan setelah langkah – langkah penyelamatan yang berupa restrukturusi tidak efektif lagi. Dikatakan sebagai langkah terakhir karena penyelesaian kredit bermasalah (macet) melalui lembaga hukum memang memerlukan waktu yang relatif lama, dan bila melalui badan peradilan maka kepastian hukum nya baru akan ada setelah putusan pengadilan itu memperoleh kekuatan hukum tetap (inkraacht van bewijs).

Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua memilih penyelamatan kredit melalui cara Rescheduling yaitu dengan memperpanjang jangka waktu kredit sehingga total angsuran perbulan menjadi lebih rendah. PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua memilih cara ini agar Debitur bisa lancar membayar pinjaman pokok beserta dengan bunganya sampai kredit tersebut selesai dengan perpanjangan waktu kredit, dalam arti Debitur dapat menyelesaikan kredit/utangnya dan Bank dapat menyelamatkan kredit tersebut sehingga tidak mengalami kerugian.55

55

(38)

C. Eksekusi terhadap Tanah Belum Terdaftar Sebagai Jaminan Kredit Pada PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua

Eksekusi merupakan alternatif terakhir yang dapat dilakukan oleh bank untuk menyelamatkan kredit bermasalah apabila langkah – langkah penyelamatan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.26/4/BPPP yang berupa restrukturisasi tidak efektif lagi. Eksekusi merupakan penjualan agunan yang dimilki bank, hasil penjualan agunan diperlukan untuk melunasi semua kewajiban debitur baik kewajiban atas pinjaman pokok, maupun bunga.

Di dalam Pasal 12 A ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan “Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya”. Berdasarkan ketentuan Pasal 12 A ayat (1) ini menjelaskan bahwa Bank dapat menjual atau membeli sebagian ataupun seluruh agunan, baik melaalui pelelangan maupun tidak karena debitur tidak memenuhi kewajibannya (cidera janji).

(39)

dikarenakan cara ini relatif cepat dalam menyelesaikan permasalahan terhadap kredit ini. Karena jika PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua mengunakan lembaga hukum dalam menyelesaikan kredit bermasalah ini akan memerlukan waktu yang relatif lama dan biaya yang dikeluarkan untuk menggunakan lembaga hukum dalam mengeksekusi relatif mahal. PT. Bank Sumut tidak mau mendapat kerugian untuk kedua kalinya, sehingga alternatif yang dipilih adalah dengan cara mencari pembeli atas tanah agunan tersebut.56 Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, kebijakan (cara) yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Gunung Tua tidak lah melanggar hukum.

56

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Kedudukan suatu hak atas tanah yang belum terdafar sebagai agunan kredit adalah untuk membantu perolehan kredit kepada pihak yang memerlukanya dan mengamankan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank kepada debitur. Kedudukannya menjadi hal yang utama agar suatu kredit dapat disalurkan kepada pihak debitur. Sedangkan untuk kekuatan hukum tanah yang belum terdaftar sebenarnya tidak ada, kecuali tanah yang belum terdaftar tersebut didaftarkan ke Kantor Badan Pertanahan Nasional.

2. Pertimbangan Bank dalam menerima tanah yang belum terdaftar sebagai agunan dalam jaminan kredit adalah karena rendahnya pengetahuan masyarakat peran perbankan dalam memajukan perekonomian masyarakat disertai kurangnya kesadaran masyarakat pentingnya megurus pensertifikatan atas tanah hak milik yang mereka miliki.

3. Kepastian hukum bagi bank sebagai kreditur yang menerima agunan tanah yang belum terdaftar hanya tergantung dari debitur sendiri, karena tanah yang belum terdaftar tidak mempunyai kekuatan ekskutorial. Hal dini yang 4. yang bisa dilakukan Bank adalah memperkuat Prinsip 5C ( Character,

Capital, Collateral dan Condition Of Economy) terhadap Calon Debitur. Terhadap penyelesaian kredit macet, upaya hukum yang dapat dilakukan

(41)

oleh bank adalah melalui 3 (tiga) cara yaitu 3R (Rescheduling, Reconditioning, dan Restructuring).

B. Saran

1. Perlunya peningkatan sosialisasi dari pihak pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional kepada masyarakat bahwa pentingnya mengurus pensertifikatan terhadap tanah hak milik mereka agar memudahkan urusan dalam hal apapun termasuk jika ingin menggunakan fasilitas kredit, selain mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam proses penerbitan sertifikat cukup lama ditambah lagi biaya yang dipakai dalam pengurusan sertifikat tanah sangat mahal, hal ini juga harus diperhatikan pemerintah khususnya Badan Pertanahan Nasional, sebab hal – hal tersebut merupakan penyebab mengapa masyarakat tidak ingin mendaftarkan tanah hak milik mereka. 2. Disarankan kepada pihak kreditur (bank) dan debitur dalam menyelesaikan

kredit bermasalah dilakukan dengan cara bermusyawarah dan mufakat sehingga tidak terjadi sutau keadaan yang sangat merugikan kedua belah pihak.

(42)
(43)

BAB II

TINJAUAN TENTANG HUKUM JAMINAN DALAM HUKUM AGRARIA

A. Hak Tanggunan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Lahirnya Hak Tanggungan

Sebelum berlakunya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang pembebanan hak atas tanah adalah Buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, yang berkaitan dengan Hyptheek dan Credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937 Nomor 190.22

Dengan lahirnya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka Hypotheek yang diatur dalam Buku II Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, dan Credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 Nomor 190, dinyatakan tidak berlaku lagi. Ini dikarenakan ketentuan – ketentuan Hypotheek dan Credietverband sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia.23

Lahirnya Undang – Undang hak tanggungan Kerena adanya perintah dalam Pasal 51 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. Di dalam Pasal 51 Undang –

22

Salim H.S, Op.Cit., hal.99.

23

Ibid.

(44)

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, menyebutkan hak tanggungan yang dapat dibebankan kepada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, tersebut dalam Pasal 25, 33, 39 diatur di dalam Undang – Undang ini.

2. Pengertian Hak Tanggungan

Djuhaendah Hasan dalam Rachmadi Usaman mengatakan istilah hak tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan di dalam hukum adat. Di dalam hukum adat istilah hak tanggungan di kenal di daerah Jawa Barat, juga di beberapa daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan dikenal dengan istilah jonggolan atau istilah ajeran merupakan lembaga jaminan dalam hukum adat yang obyeknya biasanya tanah atau rumah.24 Istilah hak tanggunan yang berasal dari hukum adat tersebut, melalui Undang – Undang Pokok Agraria ditingkatkan menjadi istilah lembaga hak jaminan dalam sistem hukum nasional kita dan hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan bagi tanah tersebut diharapkan menjadi pengganti Hypotheek dari KUHPerdata. Dengan kata lain, lebaga Hypotheek dan Credietverband akan dijadikan satu atau dilebur menjadi hak tanggungan.25

Secara yuridis ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengn Tanah memberikan perumusan pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut :

24

Racmadi Usman, Op.Cit., hal. 329

25

(45)

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentan Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, utnuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lain.

Kemudian ayat 4 Penjelasan Umum atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah antara lain menyatakan :

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulukan daripada kreditur – kreditur lain”.

(46)

atau mendahulu dari kreditur – kreditur lainnya bagi kreditur (pemegang hak tanggungan).26

Dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan obyek jaminannya berupa hak – hak atas tanah yang diatur dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.27

Unsur – unsur yang tercantum dalam pengertian hak tanggungan disajikan sebagai berikut :28

1. Hak Jaminan yang dibebankan hak atas tanah

Yang dimaksud dengan hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditur, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitur cedera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai aganan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutanya tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditur – kreditur lain (droit de preference). Selain berkedudukan mendahulu, kreditur pemegang hak jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, walaupun tanah yang bersangkutan sudah dipindahkan kepada pihak lain (droit de suite).

2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda – benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah. Pada dasrnya, hak tanggungan dapat dibebankan pada hak atas tanah semata – mata, tetapi dapat juga hak atas tanah berikut dengan benda – benda yang ada di atasnya.

3. Untuk pelunasan hutang tertentu, maksudnya pelunasan hutang tertentu adalah hak tanggungan itu dapat membereskan dan selesai dibayar hutang – hutang debitur yang ada pada kreditur.

26

Ibid, hal. 332. 27

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan:Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 13.

28

(47)

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lainnya.

Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur – kreditur lainnya, seyogyanya disebut droit de preference. Keistimewaan ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang berbunyi :

“Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melaui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditur – kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah”.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan ciri – ciri hak tanggungan adalah :29

1. Memberikan kedudukan yang diutamkan atau mendahulu kepada pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference ;

2. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini du=itegaskan dalam Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Biarpun objek hak tanggungan sudah dipindah haknya kepada pihak lain, kreditur pemegang hak tanggungan tetap masih berhak untuk menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cedera janji ;

3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketida dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan ;

4. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda

29

(48)

Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur dalam pelaksanaan eksekusi.

Selain ciri – ciri di atas, keistimewaan kedudukan kreditur pemegang hak tanggungan juga dijamin melali ketentuan Pasal 21 Undang – Undang Republik Indoensia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang berbunyi “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, obyek hak tanggungan tidak masuk dalm boedel kepailitan pemberi hak tanggungan, sebelum kreditur pemegang hak tanggungan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan objek hak tanggungan itu”.

3. Dasar Hukum Hak Tanggungan

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah merupakan dasar hukum yang mengatur lembaga hak jaminan atas tanah, yag merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria. Sebagai tindak lanjutnya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, berturut – turut lahirnya peraturan – peraturan yang mengatur tentang Hak Tanggungan, di antaranya :30

1. Peraturan Menteri Negara Agaria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Jak Tanggungan, Akta Pemberian Hak

30

(49)

Tanggungan, Buku Tanah Kah Tanggungan, dan Sertifikat Hak Tanggungan ;

2. Perauran Menteri Negara Agaria/Kepala Badan Pertanahn Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit – Kredit Tertentu ;

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan ;

4. Surat Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-1826 tertanggal 26 Mei 1996 perihal Pembuatan Buku Tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan ;

5. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 110-1544 tertanggal 30 Mei 1996 perihal Penyampaian Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan.

4. Asas – asas Hak Tanggungan

Di Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, terdapat beberapa asas hak tanggungan, anatara lain :

1. Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan. Asas ini terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

(50)

3. Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada. Pasal 2 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

4. Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda – benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut. Pasal 4 ayat (4) Undang – Undang Republik Indonesia N omor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

5. Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari. Pasal 4 ayat (4) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

6. Sifat perjanjian nya adalah tambahan/Accessoir. Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. 7. Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada. Asas ini terdapat pada Pasal 3 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ; 8. Dapat menjaminlebih dari satu utang, asa ini terdapat pada Pasal 3

(51)

tentaang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

9. Mengikuti objek dalam tangan siapapun objek itu berada. Asas ini terdapat pada Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

10.Tidak dapat diletakkan sita oleh pengadilan ;

11.Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu. Asas ini terdapat pada Pasal 8, Pasal 11 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

12.Wajib didaftarkan. Asas ini terdapat pada Pasal 13 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

13.Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti ;

14.Dapat dibebankan dengan disertau janji – jani tertentu. Asas ini terdapat pada Pasal 13 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah ;

(52)

tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang hak tanggungan, bila pemberi hak tanggungan cedra janji. Apabila hal itu dicantumkan, maka perjanjian seperti itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada karena bertentangang dengan substansi Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.31

B. Subjek dan Objek Hak Tanggungan Sebagai Hukum Jaminan Tanah 1. Subjek Hak Tanggungan

Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 samapi dengan Pasal 9 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.dalam kedua Pasal ini ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan hak tanggungan adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak tanggungan. Pemberi hak tanggungan dapat perorangan atau badan hukum, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan. Pemegang hak tanggungan terdiri dari perorangan atau badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 32

Bagi mereka yang akan menerima hak tanggungan, haruslah memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

31

Salim H.S, Op.Cit., hal. 102.

32

(53)

Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang menetukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada) pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan. 33

1. Pemberi Hak tanggungan

Ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan : pemebri hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan.

Dari bunyi ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah di atas, dapat diketahui siapa yang menjadi pemberi hak tanggungan dan mengenai persyaratannya sebagai pemberi hak tanggungan. Sebagai pemberi hak tanggungan tersebut, bisa orang perorangan atau badan hukum dan pemberinya pun tidak harus debitur sendiri, bisa saja orang lain bersama – sama dengan debitur, di mana bersedia

33

(54)

menjamin pelunasan utang debitur. Pada hakekatnya, setiap orang perorangan maupun badan hukum dapat menjadi pemberi hak tanggungan, sepanjang mereka mempunyai kewenangan hukum untuk melakukan perbuatan hukum terhadap hak atas tanah yang akan dijadikan sebagai jaminan bagi pelunasan utang dengan dibebani hak tanggungan.

2. Penerima dan Pemegang Hak Tanggungan

Hakekatnya, siapa saja dapat menjadi penerima dan pemegang hak tanggungan, baik orang perorangan maupun badan hukum, yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Ketentuan Pasal 9 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan : pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukn sebagai pihak yang berpiutang.

Menurut Boedi Harsono dalam buku Rachmadi Usman, mengatakan bahwa kreditur berkedudukan sebagai penerima hak tanggungan setelah dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan. Setelah dilakukan pembukuan hak tanggungan yang bersangkutan dalam buku tanah hak tanggungan, penerima hak tanggungan menjadi pemegang hak tanggungan.34

2 Objek Hak Tanggungan

34

(55)

Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, yang dapat dijadikan jamina utang dengan dibebani Hak Tanggungan alah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Demikian menurut Pasal 25, 33, dan 39 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, dapat diketahui bahwa pada dasarnya benda yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan atau benda yang menjadi objek dari hak tanggungan itu adalah tanah atau hak – hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria.

Jaminan berupa tanah merupakan objek jaminan yang paling disukai oleh pihak kreditur, karena dapat meberikan keamanan bagi pihak kreditur dari segi hukumnya maupun dari nilai ekonomisnyya yang umumnya meningkat terus. Tetapi, tidak semua hak atas tanah dapat menjadi jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, hanya hak atas tanah atau benda yang memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

(56)

2. Haruslah hak atas tanah yang menurut peraturan perundang – undangan termasuk hak atas tanah wajib didaftarkan dalam daftar umum sebagai pemenuhan asas publisitas, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya ;

3. Menurut sifatnya, hak – hak atas tanah tersebut dapat dipindahtangankan, sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang yang dijamin pelunasannya ; 4. Hak atas tanah tersebut ditunjuk atau ditentukan oleh Undang –

Undang.

Berdasarkan syarat – syarat di atas, maka tidak semua hak atas tanah yang dimaksud dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. 35

Dalam Pasal 4 sampi dengan Pasal 7 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menetukan dengan tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jamina utang adalah hak milik, hak guna usaha, hak gunan bangunan, hak pakai baik hak milik maupun hak atas negara dan hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dan merupaka hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dan dinyatakan di dalam akata pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.

35

(57)

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria memberikan penjelasan mengenai hak atas tanah, yaitu sebagai berikut :

1. Hak Milik

(58)
(59)

Indonesia Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

3. Hak Guna Bangunan

(60)

(1) merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Pasal 39 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria berbunyi : Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.

4. Hak Pakai

(61)

atas tanah milik hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian yang bersangkutan.

Pembebanan hak tanggungan atas tanah hak pakai, dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah memberikan kemungkinan pembebanan hak tanggungan sebagai jaminan utang dengan hak pakai atas tanah dan itupun terbatas kepada hak pakai atas tanah tertentu. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, hak pakai atas tanah yang dapat menjadi objek hak tanggungan adalah hak pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan, dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Jadi, tidak semua hak pakai atas tanah Negara yang terdaftar dan karena sifatnya dapat dipindahtangankan yang dpat dibebani hak tanggungan. Terhadap hak pakai atas tanah hak milik, sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda – Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, pembebanannya dengan hak tangggungan akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Referensi

Dokumen terkait

Kelompok Uu Lonto memecahkan masalah yang terkait latar belakang perlawanan rakyat Aceh,.Kelompok Patmura memecahkan masalah siasat Belanda dalam perang Aceha,Kelompok Imam

Apalagi untuk kita para mahasiswa yang dituntut untuk berpengtahuan dan ber wawasan yang sangat luas, nah untuk menddapatkan pengetahuan itu kita tentu tidak hanya belajar dari

Buku ini disusun dengan tujuan untuk membantu para praktisi, dosen, dan mahasiswa yang terlibat dalam permasalahan rekayasa geoteknik, khususnya masalah perbaikan tanah pada

4.2.2 Correlation Coefficient: The correlation coefficient (r), called the linear correlation coefficient, measures the strength and the direction of a

 Apabila terjadi peningkatan pertumbuhan sektor industri sebesar 1% maka akan terjadi peningkatan terhadap penyerapan tenaga kerja sektor industri sebesar 0,000981%

murabahah diperbankan syariah dapat digambarkan sebagai berikut:.. 1) Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli

dan mereka itu tidak nampak yang ia adalah satu gerakan atau pertubuhan

Dengan demikian penyerahan menurut sistem KUHPerdata adalah merupakan suatu perbuatan hukum untuk memindahkan hak milik, namum perbuatan hukum penyerahan ini haruslah didasarkan