• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

D. Deskripsi Subjek Penelitian

2. Subjek 2

Pemilihan subjek penelitian dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang tertera di bab III. Dalam penelitian ini, ditemukan tiga orang subjek. Tahap persiapan yang dilakukan peneliti terhadap subjek yang didapat adalah sebagai berikut:

a. Pencarian subjek 1, 2 dan 3 awalnya dilakukan peneliti dengan cara bertanya kepada beberapa teman lesbian yang dikenal oleh peneliti. Peneliti bertemu dengan subjek 1 atas bantuan salah

seorang teman lesbian yang dikenal peneliti. Teman peneliti yang mengetahui bahwa peneliti mencari subjek penelitian dengan kriteria tertentu dan mengetahui bahwa subjek 1 memenuhi kriteria tersebut, membantu mengenalkan peneliti dengan subjek 1. Peneliti bertemu dengan subjek 2, dan 3 di LSM PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) tempat peneliti bekerja sebagai volunteer. Subjek 2 bertemu dengan peneliti ketika ia bermain ke PKBI. Ketika sedang mengobrol santai, ada teman dari subjek 2 yang bercerita bahwa subjek baru saja melakukan pembukaan diri kepada keluarganya. Sedangkan peneliti bertemu dengan subjek 3 ketika acara gathering ‘L Afternoon’ sebuah acara yang dilakukan oleh PKBI untuk merekatkan hubungan teman-teman lesbian sejogja. Awalnya peneliti tidak kenal baik dengan subjek 3, namun ketika PKBI mengadakan diskusi tentang lesbian dan perjuangan orientasi, peneliti baru mengetahui bahwa subjek 3 memenuhi kriteria penelitian ini.

b. Pendekatan atau raport yang dilakukan peneliti dengan cara melakukan pendekatan emosional, menjadi teman curhat yang baik dan membiarkan subjek tahu bahwa peneliti bersimpati kepada ketiga subjek sebagai teman dan bukan hanya semata-mata ingin menjadikan mereka sebagai subjek penelitian.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan wawancara dalam penelitian ini, tiap subjek banyaknya berbeda. Proses pengambilan data secara ringkas dijelaskan di tabel 3 dibawah ini :

Subjek Waktu Tempat Kegiatan

1 7 Februari 2008 Kamar kos subjek Wawancara 1 dengan S

1 26 Juni 2008 Kamar kos subjek Wawancara 2 dengan S

2 4 Maret 2008 Gazebo PKBI DIY

Taman Siswa

Wawancara 1 dengan O

2 11 Juni 2008 Kontrakan teman

subjek.

Wawancara 2 dengan O

3 13 Mei 2008 PKBI DIY Badran Wawancara 1 dengan D

Keterangan :

Subjek : S : subjek 1 O : subjek 2 D : subjek 3

Wawancara dengan S terjadi sebanyak 2 kali dan dilakukan di kamar kos subjek. Wawancara dilakukan di kamar kos subjek agar subjek lebih leluasa memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti tanpa takut ada orang yang mendengarkan pembicaraan. Wawancara yang pertama dilakukan di kamar kos subjek yang lama. Beberapa bulan kemudian subjek menghilang dan peneliti akhirnya menemukan kos subjek yang baru. Wawancara dengan O

juga terjadi sebanyak 2 kali. Wawancara yang pertama dilakukan di gazebo PKBI DIY taman siswa ketika subjek sedang main ke PKBI dan wawancara yang ke-2 dilakukan di kontrakan teman subjek. Wawancara dengan D hanya berlangsung 1 kali yang dilakukan di PKBI DIY badran ketika sedang dilakukan acara persiapan IDAHO (International Day Against Homophobia).

C. Pemeriksaan Kesahihan (Kredibilitas)

Peneliti melakukan pemeriksaan kesahihan dengan cara memberikan transkrip verbatim untuk diperiksa kepada subjek penelitian agar peneliti dan subjek penelitian menemukan kesamaan persepsi. Ketiga subjek menyatakan persetujuannya bahwa data yang telah dicatat peneliti benar dan telah terjadi kesamaan persepsi antara subjek dengan peneliti.

D. Deskripsi Subjek Penelitian dan Hasil Penelitian 1. Subjek 1

a) Latar Belakang Subjek

Subjek 1 yang selanjutnya akan disebut S, memiliki tinggi dan berat yang proporsional. S baru berusia 20 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Wajah S yang oriental dengan potongan rambut pendek yang bergaya membuat S selalu terlihat segar dan menarik. S memiliki gaya yang sedikit tomboy tetapi masih terpancar aura feminin. Raut wajahnya cukup ramah dan sering tersenyum. Saat ini S masih tercatat sebagai mahasiwa D3 Sipil di salah satu universtas di

Jogja. Namun ia ingin berhenti dari kuliahnya karena merasa tidak memiliki ketertarikan di bidang tersebut. S dipaksa ayahnya untuk kuliah di tempat dan jurusan tersebut. S menunggu surat drop out (DO) dari kampusnya agar ayahnya tahu bahwa subjek tidak berminat kuliah di jurusan tersebut.

b) Latar Belakang Keluarga

S adalah anak sulung dari dua bersaudara. Adiknya laki-laki dan masih duduk di bangku SD. S memiliki hubungan yang dekat dengan ibunya, namun S tidak terlalu akrab dengan ayahnya karena ayahnya bekerja di luar pulau jawa dan jarang pulang ke rumah. Ibu S adalah orang yang lembut dan selalu mengerti keadaan S. Ayah S adalah orang yang keras, bertemperamen tinggi dan S sering bertengkar dengan ayahnya. Hubungan dalam keluarga S tidak egaliter. Ayahnya lebih dominan dan ibunya lebih suka mengalah dan mengikuti kemauan ayahnya. Namun, S merasa bahwa keluarganya harmonis. S merasa ibunya yang sering mengalah dapat menetralkan ayahnya yang keras. S juga merasa bahwa ibunya selalu berusaha melindungi S. Saat ini ibunya sedang melindungi S dari ayahnya perihal kuliah S yang terancam dikeluarkan (Drop Out). S merasa hanya dapat mengadu pada ibunya. S memiliki adik laki-laki yang tidak terlalu dekat dengannya. Ibu subjek termasuk orang yang

menginternalisasi norma masuarakat ke dalam keluarga. Ia menganggap bahwa subjek sedang terjebak ‘jatuh’ dalam pergaulan.

‘Yang dibahas cuma itu doang, masalah lesbi-lesbi itu. Kenapa bisa jatuh kaya gitu. Maksudnya temenmu tuh kayak gimana’ (W1.S.brs 18)

c) Orientasi Seksual Lesbian

Subjek menyadari dirinya sebagai lesbian sejak ia memiliki perasaan cinta dengan seorang perempuan. Ketika subjek masih bersekolah di Sekolah Menengah Pertama ia pernah menyukai seorang perempuan, tetapi tidak terjadi hubungan apapun diantara mereka. Subjek baru merasa benar-benar yakin dengan orientasi seksualnya sejak berpacaran dengan seorang perempuan.

‘Ya aku ngrasanya waktu aku bener-bener deket ma Dian aku nyadar banget. Sebelumnya aku udah tau punya bakat lesbian dari smp kelas 1. Waktu bener-bener lagi deket sama Dian aku baru nyadar bahwa sebenernya aku tau kalo punya bakat seperti itu. Bener-bener nyadar waktu aku sama Dian itu. Bener-bener nyadar kalo ini jalanku, jalanku memang kaya gini, bukan kaya gitu (heteroseksual)’ (W1.S.brs 115)

Selain itu, subjek juga merasa bahwa ketika ia berpacaran dengan laki-laki, ia tidak mendapatkan perasaan nyaman seperti ketika ia berpasangan dengan perempuan. Hal tersebut terbukti dari pengakuan subjek bahwa ketika ia berpacaran dengan laki-laki ia bertahan paling lama hanya sebulan lebih sehari.

‘Paling lama di antara 5 cowok itu, sebulan lbh sehari’ (W1.S.brs 101) ‘Itupun aku bener2 ga ada, ga da banget perasaan gitu kak.. maksudnya bener2 perasaan kayak sekarang aku nyaman sama cewe gt, aku ga dapet beneran. Cuma pas jaman SMA kan

mereka pacaran kita ikut pacaran. Ya fun fun aja gitu’ (W1.S.brs 104)

Subjek menerima dirinya sebagai lesbian tanpa adanya penolakan-penolakan yang menekan. Ia menyadari lalu menjalaninya.

‘Aku sih intinya cuma ngejalanin ajah’ (W2.S.brs 60) ‘He’eh.. aku menerima ini diriku..’ (W2.S.brs 63)

Dilihat dari proses penerimaan diri subjek sebagai lesbian, Subjek menjalani proses yang tidak terlalu rumit dalam penerimaan diri terhadap orientasi seksualnya. Ia tidak mengalami masa-masa penolakan dalam diri subjek (denial) ketika ia mulai mengidentifikasikan dirinya sebagai lesbian.

d) Peristiwa pembukaan diri

Proses pembukaan diri yang dilakukan subjek bermula ketika subjek tiba-tiba ingin memberi tahu ibunya tentang orientasi seksualnya. Saat itu subjek sedang tidak memiliki masalah apapun, ia hanya ingin mengadukan keadaan dirinya kepada ibunya. Awalnya subjek memberitahukan hal tersebut melalui SMS, setelah itu ibu subjek langsung menelpon subjek.

‘ak ngomong di sms.. bentar banget mama langsung nelpon ‘kamu tuh kenapa?’’ (W1.S.brs 15)Ga da ap2.. ga da masalah sama sekali.. lagi sendiri.. trus ngaku..’ (W1.S.brs 43)

Setelah itu ibu subjek memberikan banyak nasehat kepada subjek dan subjek hanya dapat terdiam. Sampai saat ini, subjek masih belum mampu menjelaskan apapun kepada ibunya.

e) Reaksi keluarga

Reaksi yang yang datang dari ibu subjek bukan perasaan marah. Ibu subjek kaget namun tidak mengeluarkan emosinya dengan cara frontal. Ia hanya menasehati subjek. Ia menganggap bahwa subjek sedang terjebak ‘jatuh’ dalam pergaulan.

‘Yang dibahas cuma itu doang, masalah lesbi-lesbi itu. Kenapa bisa jatuh kaya gitu. Maksudnya temenmu tuh kayak gimana.. ngapain sih nggak penting. Dya ngomong kayak gitu kok. Ga marah sih nadanya juga.. emh.. pelan gitu loh.. slowly bgt..’ (W1.S.brs 18)

Reaksi selanjutnya yang muncul dari ibu subjek adalah aksi diam. Ibunya tidak mau bertanya lebih lanjut kepada subjek tentang orientasi seksual subjek sebagai lesbian karena sebenarnya ibu subjek memendam perasaan cemas.

‘aku taulah mamaku pasti cemas, cuma dia ga over omong ke aku.. jadi dya cemas dipendem sendiri.. paling cuma omongin apa yang penting untuk diomongin aja..’(W1.S.brs 172)

Ibu subjek kaget namun berusaha untuk tidak mengeluarkan emosinya secara berlebihan. Ia hanya menasehati subjek.

f) Reaksi-reaksi Subjek yang Muncul Setelah Melakukan Pembukaan Diri dan Cara Subjek Menghadapi Reaksi Keluarga

Subjek tidak merasakan apapun ketika proses pembukaan diri terjadi. Subjek hanya mengatakan bahwa ia mati rasa.

Mati rasa yang dimaksud oleh subjek adalah secara sadar tidak merasakan perasaan apapun. Mati rasa ini adalah salah satu mekanisme pertahanan diri (MPD) yang digunakan subjek secara tidak sadar untuk menutupi perasaan subjek yang sebenarnya.

Subjek menghadapi reaksi ibunya dengan diam, ia lebih memilih untuk tidak mengungkapkan pikirannya. Subjek hanya menanggapi seperlunya dan tidak berbicara masalah tersebut kecuali jika ibunya bertanya.

‘.. truz ak cuma bisa diem gitu kak..’ (W1.S.brs 21) ‘Ya nanggepin seperlunya. Tapi aku emang ga banyak omong kok. Aku ga jelasin apapun.’ (W2. S. brs 78) ‘Enggak, kalo mamaku nanya, baru aku jawab. Aku ga pernah buka omongan. Kalo mamaku ga nanya ya aku diem.’ (W2. S. brs 81)

Subjek mengatakan bahwa ia akan menjelaskan semua hal tentang dirinya kepada ibunya ketika sudah mendapatkan pasangan yang serius.

‘Ya itu tadi, kalo pasanganku bener2 serius.’ (W1.S.brs 18)

Cara subjek menghadapi reaksi ibunya adalah diam karena subjek masih belum mampu membela diri dan orientasi seksualnya.

g) Keterlibatan dengan Komunitas

Subjek S tidak bergabung dengan komunitas lesbian yang berada di bawah suatu organisasi formal untuk lesbian. Ia memiliki

teman-teman lesbian hanya sebatas teman bermain, dalam hal ini teman-teman subjek adalah teman dari pacarnya.

‘Waktu dulu sih enggak ya, tapi waktu aku kenal sama pacarku yang sekarang ini, ya jadi maen sama temen-temennya dia gt..’(W2. S. brs 40)

Subjek tidak atau belum menyadari pentingnya bergaul dan terlibat dalam komunitas formal. Teman-teman lesbian subjek hanya sebatas teman bermain. Di dalam komunitas formal sebenarnya subjek dapat menambah pengetahuan positif tentang orientasi seksualnya.

h) Pengetahuan yang Positif Terhadap Orientasi Seksualnya

Subjek tidak memiliki pengetahuan yang positif tentang orientasi seksualnya sendiri. Ia tidak memiliki keinginan untuk mencari tau informasi tersebut secara lebih mendalam bukan hanya hal yang umum mengenai lesbian. Ia hanya menjalani saja semuanya apa adanya.

Aku sih intinya cuma ngejalanin ajah, aku ga nyari info tentang itu. (W2. S. brs 60)

Subjek tidak menyadari pentingnya pengetahuan yang positif mengenai dirinya sebagai lesbian. Pengetahuan yang positif ini sebenarnya dapat membantu subjek ketika ia menghadapi orang yang memandang dirinya secara negatif, sehingga ia mampu membela dirinya dan orientasi seksualnya.

i) Kemampuan untuk Membela Diri dan Orientasi Seksualnya Subjek belum mampu membela dirinya dan orientasi seksualnya. Ia tidak memberikan penjelasan apapun yang berkaitan dengan orientasi seksualnya sebagai lesbian kepada ibunya. Subjek hanya diam. Ia menceritakan bahwa ia mati rasa.

‘.. truz ak cuma bisa diem gitu kak.. Aku ga tau, ak mati rasa..’ (W1.S.brs 42)

Mati rasa yang dimaksud oleh subjek adalah ia tidak mampu merasakan emosi apapun ketika proses pembukaan diri. Hal tersebut berkaitan dengan mekanisme pertahanan diri yang digunakan subjek untuk menghadapi situasi tersebut. Subjek secara tidak sadar menutup dan mematikan perasaannya

Ia tidak berani menyampaikan pendapatnya bahwa ia menjadi lesbian bukan karena pergaulan seperti yang dikatakan oleh ibunya. Ia juga tidak berani mengatakan bahwa ia benar-benar merasa mencintai perempuan, bukan hanya sebatas formalitas seperti ketika ia berpacaran dengan laki-laki.

‘Ak belum berani… aku belum berani merjuangin banget’ (W1. S.brs 69) ‘Aku ga omongin (ke mamahku) ‘aku bener-bener pake feel mah sebenernya’’ (W1.S. brs 25)

Subjek yang tidak mampu membela diri kemungkinan dikarenakan oleh pengetahuannya yang minim mengenai orientasi seksualnya sehingga ia tidak mampu menjelaskan kepada ibunya.

Mungkin juga hal tersebut dikarenakan rasa takut yang dirasakan subjek, sehingga ia tidak berani menjelaskan kepada ibunya.

j) Pendapat mengenai pembukaan diri

Subjek mengartikan pembukaan diri sebagai sikap jujur dan terbuka kepada orang tuanya. Ia melakukan pembukaan diri secara sukarela karena hanya ingin mengadu kepada ibunya.

‘Ga ada hanya pengen cerita aja.’ (W2. S. brs 86) ‘Ya jujur-jujuran sama orang tua aja. Keterbukaan. Walaupun ya.. susah diterima.’ (W2. S. brs 84)

Subjek mengartikan pembukaan diri sebagai sarana untuk terbuka pada orang tuanya. Namun subjek sebenarnya masih belum siap melakukan pembukaan diri karena subjek tidak memiliki keberanian untuk memperjuangkan orientasi seksualnya.

k) Perasaan Subjek Menghadapi Stigma Masyarakat kepada Lesbian Subjek sebenarnya cuek dan masa bodoh dengan pandangan masyarakat terhadap dirinya sebagai lesbian. Ia juga cenderung cuek menghadapi stigma masyarakat. Namun terkadang ia merasa sakit hati dan sedih bila ada orang yang tidak menerima dan merendahkan dirinya hanya karena ia lesbian.

‘Aku ga tau, cuek banget jadi orang. Ga tau, aku jadi orang cuek. Masa bodo’ (W1.S.brs 129). ‘Kadang kalo ada orang yang ga nerima kita, kayak ngerendahin gt sih sedih ya.. sakit..’ (W1.S.brs 44)

Subjek sebenarnya merasa sedih ketika ada orang yang tidak menerima dirinya dan merendahkan dirinya karena ia lesbian. Namun mekanisme pertahanan diri (MPD) yang digunakan subjek untuk menghadapi masalah ini adalah dengan cara tidak perduli atau cuek. 2. Subjek 2

a) Latar Belakang Subjek

Subjek 2 yang selanjutnya akan disebut O adalah perempuan berumur 25 tahun. O memiliki perawakan yang kurus, berambut cepak, bergaya sporty dan cukup maskulin. Wajahnya tenang dan cenderung pendiam, namun ketika sudah akrab ia adalah pribadi yang hangat. Subjek adalah lulusan teknik industri di salah satu universitas di jakarta. Saat ini subjek sedang berusaha untuk mencari pekerjaan di kota pelariannya ini.

b) Latar Belakang Keluarga

Subjek memiliki darah suku Padang. Subjek adalah anak bungsu dari dua bersaudara. O memiliki hubungan yang cukup dekat dengan almarhum ibunya serta kakak perempuannya. Subjek sendiri tidak merasakan kedekatan emosional dengan ayahnya. Ayahnya adalah orang yang otoriter dan keras. Ia suka menerapkan disiplin militer seperti, telat melaksanakan sholat akan dihukum pukul menggunakan sapu lidi. Subjek menggambarkan ibunya sebagai perempuan pendiam yang berada dalam penindasan ayahnya. Satu

tahun setelah ibunya meninggal, ayah subjek memutuskan untuk menikah lagi. O merasa sakit hati karna ia tidak diberitahu masalah pernikahan ayahnya sampai satu hari sebelum hari pernikahan. Setelah kejadian itu, subjek hanya merasakan kedekatan emosional dengan kakak perempuannya. Ayah subjek termasuk orang yang sangat menginternalisasikan norma masyarakat ke dalam kehidupan keluarga. Dalam hal ini, keluarga O tidak memiliki otoritasnya sendiri.

c) Orientasi Seksual Lesbian

Subjek merasa bahwa dirinya ‘berbeda’ dari teman-temannya ketika ia duduk di bangku SD. Saat itu ia sudah mulai memiliki perasaan terhadap perempuan.

‘Kayanya sih udah, SD’ (W1.O.brs 5)

Tetapi ia mengetahui istilah lesbian ketika ia duduk di bangku SMA, itupun hanya sebatas tau dan subjek tidak terlalu peduli dengan hal tersebut karena ia merasa tidak ada orang yang memiliki orientasi sepertinya di lingkungan sekitar subjek.

‘Pas SMA sih nyuekin aja, nah karna di sekitar lingkungan ga da orang yang kayak gitu kan?!’ (W1.O.brs 11)

Ia juga sempat mencoba berpacaran dengan laki-laki untuk membuktikan pada dirinya sendiri bahwa ia tidak bersalah ketika mencari sesuatu yang lebih nyaman.

‘Awalnya.. jadi sempet pacaran ma cowok buat ini.. bener ga sih? Dan ternyata beda.’ (W1.O.brs 20)

Ketika ia kuliah di jakarta, ia mulai mencari tau tentang lesbian melalui internet. Dari sanalah ia mengenal teman-teman IPP (Institute Pelangi Perempuan) dan mendapat banyak informasi yang positif mengenai lesbian.

‘Nah, baru pas kuliah di jakarta, ngecek di internet ktm di IPP, ktm sama orangnya ngobrol2.. baru deh..’ (W1.O.brs 14)

Sebelum ia bertemu dengan komunitas formal seperti IPP, ia mengalami konflik batin yang cukup berat. Subjek sempat memandang dirinya secara negatif. Namun pandangan itu lalu berubah karena ia merasa bahwa dirinya tidak pernah memberi pengaruh negatif pada orang lain.

‘Dulunya negatif. Sekarang sih udah biasa karna ngeliat langsung orang2nya kayak gimana. Aku sendiri jg kayak gmn. Aku rasa aku ga memberi pengaruh negatif pada orang lain. Kenapa harus dibilang negatif juga.’ (W1.O.brs 32)

Subjek mengalami masa-masa penolakan (denial) yang membuat ia tersiksa karena menolak orientasi dirinya sendiri.

‘Dulu ga terima’ (W1.O.brs 18)

Namun setelah melewati tahap denial selama 7 tahun ia mulai dapat menerima dirinya sendiri.

‘Ga da gunanya kayanya dihindar hindari juga’ (W1.O.brs 23)

Proses penerimaan diri subjek O tergolong cukup berat karena ia harus melewati tahap denial sampai akhirnya ia dapat menerima dirinya sendiri.

d) Peristiwa pembukaan diri

Proses pembukaan diri yang dijalani subjek O berawal ketika kakak subjek mencurigai pembicaraan subjek dengan seorang perempuan. Setelah itu, kakak subjek juga membaca buku harian subjek. Awal proses pembukaan diri subjek dilakukan dengan keterpaksaan.

‘Kakak cw itu ktauan karna aku sering telpon sama ada seseorang di bandung, trus kayaknya kakakku nguping. Dia tanya ‘Syapa?’ Ngomongnya udah gt2 d.. yah.. udahlah.. dia udah denger ini.. aku nulis sesuatu di buku ternyata diobrak abrik sama kakakku.’ (W1.O.brs 150)

Selanjutnya subjek melakukan pembukaan diri pada adik sepupunya. Subjek dengan sukarela mengaku pada adik sepupunya bahwa ia lesbian. Adik sepupu subjek dapat menerima subjek apa adanya karena ia juga memiliki teman yang memiliki orientasi seksual lesbian.

‘Ke sepupu.. yang dibawah aku.. dia juga punya temen kaya aku ternyata.. jadi ya bisa terima..’ (W1.O.brs 158)

Setelah itu kakak subjek memberitahukan orientasi seksual subjek kepada keluarga besarnya. Keluarga besar subjek marah, tetapi saat ini subjek sedang melakukan pendekatan kepada kakak sepupunya agar mau menerima subjek dengan orientasinya sebagai lesbian. Subjek terus berusaha melakukan pendekatan sedikit demi sedikit kepada keluarga besarnya agar mereka mau menerima subjek apa adanya.

e) Reaksi keluarga

Anggota keluarga subjek yang pertama kali mengetahui subjek lesbian adalah kakak perempuan subjek. Kakak perempuan subjek menguping pembicaraan subjek dengan seorang perempuan. Reaksi yang diberikan oleh kakak perempuan subjek adalah kaget dan langsung memberikan ceramah yang berpatokan pada cerita nabi luth.

‘Kakak cw itu ktauan karna aku sering telpon sama ada seseorang di bandung, trus kayaknya kakakku nguping. (W1.O.brs 150) yah.. udahlah.. dia udah denger ini.. aku nulis sesuatu di buku ternyata diobrak abrik sama kakakku. Ya udah bilang aja.. ‘ya Allah Inda..’ terus dia langsung ceramah.. diem aja karna udah tau dia orangnya kaya gt. Jadi dia tetep berpatokan yang nabi luth itu. (W1.O.brs 151)

Anggota keluarga selanjutnya yang mengetahui subjek lesbian adalah adik sepupunya. Adik sepupu subjek mau menerima subjek karena ia pernah mempunyai teman yang memiliki orientasi lesbian. Selain itu, adik sepupu subjek juga teman main subjek sejak kecil sehingga mengetahui perkembangan subjek dari kecil.

‘Ke sepupu.. yang dibawah aku.. dia juga punya temen kaya aku ternyata.. jadi ya bisa terima..’ (W1.O.brs 158) ‘Kecilnya bareng aku jadi dia udah liat aku kecilnya gimana.’ (W1.O.brs 160)

Setelah itu, kakak perempuan subjek memberitahukan pada ayahnya dan keluarga besarnya tentang orientasi seksual subjek. Paman subjek marah dan menyebut subjek anak durhaka sehingga subjek tidak berhak atas warisan ibunya.

‘Aku sakit hatinya dibilang anak durhaka. Dan ga pantes, berhak atas apa apanya almarhumah ibuku aja. Loh siapa dia? Almarhumah ibuku ya ibuku.’ (W1.O.brs 182)

Salah satu tante subjek mengatakan bahwa pintu rumah mereka selalu terbuka untuk subjek tetapi hanya bila subjek sudah menjadi ‘lebih baik’. Lebih baik yang dimaksud oleh tante subjek adalah menjadi heteroseksual.

‘tanteku yang satu lagi.. ‘kamu pulang ya.. pintu rumah kami selalu terbuka untuk kamu yang lebih baik. Apa adanya tapi lebih baik y..’ Nah.. lebih baik ya itu kan brarti..’ (W1.O.brs 189)

Subjek merasa ‘diusir’ oleh pamannya yang telah membiayai kuliahnya sehingga ia memutuskan kabur ke jogja. Mengetahui subjek kabur, ayahnya mengejar subjek ke jogja dan mengajak subjek bertemu di stasiun.

‘Jadi kan papaku sama abangku ke stasiun. Udah nyampe. Jam 6 pagi di kosan ‘Halo. Halo. Assalamuallaikum. Wa’alaikumsalam. papa udah di stasiun. Ha? Stasiun mana? Di jogja. Ha? Jemput papa y?!’ (W1.O.brs 63)

Sesampainya subjek di stasiun, subjek langsung dirangkul ayahnya utuk dibawa pulang sacara paksa. Ayahnya mengatakan bahwa lesbian bisa ‘disembuhkan’ oleh seorang ustad.

Dokumen terkait