• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini didapatkan peneliti dari mendengarkan cerita seorang ibu yang memiliki keponakan yang tidak mau makan nasi. Peneliti langsung menemui ibu yang anaknya tidak mau makan nasi tersebut dirumahnya pada tanggal 24 Desember 2010. Ibu tersebut menceritakan bahwa anaknya dari sejak usia 10 bulan tidak mau makan bubur. Bahkan sampai sekarang anaknya tidak mau makan nasi dan selalu berusaha menghindari nasi. Ibu telah mencoba berbagai cara agar anaknya mau makan nasi, baik membawa anaknya ke dokter maupun pengobatan tradisional, tetapi anaknya tetap tidak mau makan nasi. Ibu

juga sudah mencoba memberikan nasi dalam bentuk lontong, bubur atau yang lainnya tetapi anaknya tetap tidak mau makan.

D.Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan penelitian dan tahap analisis data.

1. Tahap persiapan

Tahapan persiapan penelitian dilakukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan selama penelitian.

1.a. Mempelajari teori

Mempelajari teori yang berkaitan dengan terapi rasional emotif tingkah laku dan specific phobia, untuk memahami hubungan antara terapi rasional emotif tingkah laku dan specific phobia.

1.b. Melakukan pemeriksaan psikologis

Pemeriksaan psikologis dilakukan terhadap subjek guna memastikan karakteristik gangguan dan diagnosa yang dialami subjek.

1.c. Menyusun rancangan terapi

Sebelum terapi dilakukan terlebih dahulu peneliti membuat rancangan terapi. Rancangan terapi disusun berdasarkan langkah-langkah terapi rasional emotif tingkah laku yang dikemukakan oleh Palmer (2011), yaitu :

- Langkah pertama, identifikasi masalah. - Langkah kedua, pemahaman masalah.

- Langkah ketiga, mengubah keyakinan irasional. - Langkah keempat, memelihara perubahan positif. - Langkah kelima, evaluasi.

1.d. Menyusun lembar observasi.

Untuk mengetahui hasil terapi berjalan sesuai dengan tujuan penelitian yaitu dapat mengurangi perilaku fobia subjek terhadap nasi, maka peneliti membuat lembar observasi yang berbentuk checklist untuk mengetahui gambaran perilaku fobia subjek sebelum dan sesudah terapi. Berikut adalah lembar observasi checklist yang digunakan dalam penelitian ini :

Tabel 3.1. Lembar Observasi Checklist

NO Perilaku Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu Jlh 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Menangis 2 Berteriak 3 Lari menghindar 4 Memukul 5 Berguling dilantai 6 Badan dingin 7 Memeluk orangtua 8 Menggenggam orangtua 9 Menunjukkan wajah seperti ingin muntah 10 Berdiri di belakang pintu, lemari dan sudut ruangan

11 Berteriak memanggil ibu

Keterangan : 1 = pagi hari 2 = siang hari 3 = malam hari

1.e. Menyusun pedoman wawancara.

Agar pelaksanaan terapi yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan pada masing-masing langkah terapi, maka sebelum melaksanakan terapi, peneliti terlebih dahulu menyusun pedoman wawancara berdasarkan tujuan terapi. Adapun pedoman wawancara yang digunakan adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : 1. Mengapa subjek tidak mau makan nasi?

Langkah 2 : 2. Apa yang subjek lakukan jika didepan subjek ada nasi? 3. Menurut subjek apa beda nasi dan ulat?

Langkah 3 : 4. Apa itu nasi?

5. Menurut subjek makan nasi baik atau tidak? Langkah 4 : 6. Apa saja manfaat dari nasi?

7. Menurut subjek bagaimana kalau orang tidak makan nasi? Langkah 5 : 8. Apakah subjek mau makan nasi?

1.f. Informed consent

Subjek dalam penelitian ini adalah seorang anak yang masih di bawah umur yaitu berusia 6 tahun, maka peneliti meminta persetujuan orangtua dari subjek penelitian untuk mengikuti program terapi rasional emotif tingkah laku dan membicarakan ketentuan pelaksanaan terapi (informed consent). Informed consent dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.

2. Tahap pelaksanaanpenelitian 2.a. Melakukan observasi sebelum terapi

Sebelum terapi rasional emotif tingkah laku dilaksanakan, terlebih dahulu peneliti melakukan observasi partisipan, yang bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana perilaku fobia yang ditunjukkan subjek penelitian. Observasi dilakukan dengan bantuan lembar observasi berbentuk checklist yang berisi perilaku-perilaku fobia. Observasi dilakukan dalam setting alamiah yaitu di rumah subjek pada jam-jam makan, pagi, siang dan malam hari.

2.b. Terapi

Pada penelitian ini, intervensi yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah terapi rasional emotif tingkah laku dengan menggabungkan teknik kognitif, teknik emotifdan teknik perilaku.

Terapi rasional emotif tingkah laku yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai dengan rancangan terapi yang terdiri dari 5 langkah berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Palmer (2011) yaitu:

2.b.1. Langkah 1. Identifikasi Masalah Tujuan:

• Subjek memahami tentang rasa takutnya terhadap nasi.

• Subjek memahami mengapa hal tersebut dapat terjadi.

• Subjek mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan dan tingkah laku.

Kegiatan:

• Memberikan informasi mengenai fungsi dan manfaat nasi.

• Menjelaskan hubungan antara pikiran, perasaan dan tingkah laku.

• Menjelaskan dampak positif dan negatif perilaku fobia terhadap nasi. Metode:

• Observasi

• Wawancara/Tanya jawab Teknik:

• Sosiodrama (peneliti berperan sebagai guru dan subjek berperan sebagai murid)

• Pengajaran

Perkiraan waktu : ± 1 jam

2.b.2. Langkah 2. Pemahaman Masalah Tujuan:

• Subjek menggunakan pengetahuan yang ia dapatkan pada sesi sebelumnya untuk memahami masalahnya sendiri.

• Menemukan pemikiran dan perasaan yang mendasari perilaku subjek fobia terhadap nasi. Sehingga subjek menyadari bahwa perilaku yang muncul adalah produk dari pemikiran dan perasaan subjek sendiri.

Kegiatan:

• Mendiskusikan perilaku subjek yang bermasalah yaitu berperilaku fobia terhadap nasi berdasarkan pemahaman yang telah ia peroleh sebelumnya.

• Bermain peran, dimana subjek diminta menjadi seorang dokter yang meminta pasiennya untuk makan agar kembali sehat. Subjek diminta menjelaskan manfaat makanan dan akibat jika tidak makan.

Metode:

• Observasi

• Wawancara/Tanya jawab Teknik:

• Pengajaran

• Sosiodrama (subjek berperan sebagai dokter dan peneliti berperan sebagai pasien)

Perkiraan waktu : ± 1 jam

2.b.3. Langkah 3. Mengubah keyakinan irasional Tujuan:

• Subjek mampu mengidentifikasi pemikirannya yang bermasalah dan menantang pemikiran tersebut. Mengembangkan pemikiran yang lebih positif atau rasional.

Kegiatan:

• Mengubah (disputing) pemikiran irasional.

• Mengembangkan pemikiran yang rasional.

• Memberikan positivereinforcement ketika subjek menunjukkan pemikiran rasional yang terlihat dari perilakunya, seperti mau memegang nasi.

Positive reinforcement yang diberikan berupa benda kesenangan subjek, seperti makanan kesukaannya.

Metode:

• Observasi

• Wawancara/Tanya jawab Teknik:

• Sosiodrama (peneliti berperan sebagai penjual nasi dan subjek berperan sebagai pembeli)

• Pemberian positive reinforcement Perkiraan waktu : ± 1 jam

2.b.4. Langkah 4. Memelihara kepercayaan rasional Tujuan:

• Evaluasi keberhasilan disputing pada sesi sebelumnya. Mengontrol pemikiran subjek yang mulai berubah menjadi rasional.

• Mengevaluasi pemberian positive reinforcement. Kegiatan:

• Mendiskusikan hasil disputing pada sesi sebelumnya. Melakukan disputing pada pemikiran subjek yang masih irasional.

• Mengevaluasi pemikiran dan mengembangkan atau merevisi pemikiran tersebut.

• Melakukan pemberian positive reinforcement dan mendiskusikan pemberian positive reinforcement pada subjek. Positive reinforcement

diberikan pada subjek ketika subjek mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan, seperti mau memegang atau memakan nasi.

Metode:

• Observasi

• Wawancara/Tanya jawab Teknik:

• Sosiodrama (peneliti berperan sebagai ibu dan subjek berperan sebagai anak)

• Pemberian positive reinforcement Perkiraan waktu : ± 1 jam

2.b.5. Langkah 5. Evaluasi Tujuan:

• Mengevaluasi pola pikir subjek serta mengevaluasi apakah perilaku fobia terhadap nasi berkurang.

• Mempersiapkan subjek penelitian pada berakhirnya intervensi, agar subjek tidak tergantung pada sesi terapi dan dapat mengatasi dengan bantuan diri sendiri jika masalah lama kembali berulang.

Kegiatan:

• Mendiskusikan pengetahuan subjek setelah mendapatkan terapi.

• Mendiskusikan pemikiran subjek serta memastikan bahwa pemikiran yang rasional masih bertahan.

• Melihat perilaku subjek saat berhadapan dengan nasi setelah terapi untuk mengetahui adakah pengurangan perilaku fobia subjek.

Metode:

• Observasi

• Wawancara/Tanya jawab Teknik:

• Diskusi

• Sosiodrama (peneliti berperan sebagai ibu dan subjek berperan sebagai anak)

• Pemberian positive reinforcement Perkiraan waktu : ± 1 jam

2.c. Melakukan observasi setelah terapi

Peneliti melakukan observasi partisipan setelah proses terapi selesai dilakukan. Observasi dilakukan dengan bantuan lembar observasi berbentuk checklist yang sama seperti observasi sebelum terapi.

3. Tahap analisis data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.a. Menganalisa dan menginterpretasi data observasi.

Data observasi yang diperoleh dengan bantuan lembar observasi checklist, sebelum dan sesudah terapi dianalisa dan dibandingkan hasilnya. Dari hasil perbandingan tersebut lalu diinterpretasi sesuai teori.

3.b. Menganalisa dan menginterpretasi data wawancara/tanya jawab dan observasi ketika terapi.

Data wawancara disusun berdasarkan langkah-langkah terapi secara sistematis. Setiap selesai melakukan satu langkah terapi, data wawancara yang sudah direkam dengan tape recorder langsung dicatat dalam bentuk verbatim. Setelah data tersusun berdasarkan langkah terapi lalu dilakukan koding untuk memperoleh gambaran mengenai topik yang diteliti. Setelah dikoding masing-masing data tersebut diinterpretasi sesuai tujuan terapi. Seluruh prosedur penelitian di atas dapat dirangkum sebagaimana terlihat pada tabel 3.2 di bawah ini :

Tabel 3.2. Prosedur Penelitian

Tahap Kegiatan Metode Alat Bantu Persiapan a. Mempelajari teori terapi

rasional emotif tingkah laku dan specific phobia.

b. Melakukan pemeriksaan psikologis.

c. Menyusun rancangan terapi d. Menyusun lembar observasi

berdasarkan perilaku fobia. e. Menyusun pedoman wawancara

berdasarkan tujuan terapi. f. Membuat informed consent.

Buku, jurnal dan internet

Pelaksanaan a. Melakukan observasi sebelum terapi.

b. Terapi.

b.1.Langkah pertama, Identifikasi masalah

b.2.Langkah kedua, Pemahaman masalah

b.3.Langkah ketiga, Mengubah kepercayaan irasional

b.4.Langkah keempat, Memelihara kepercayaan

rasional

b.5.Langkah kelima, Evaluasi c. Melakukan observasi seminggu

setelah terapi. - Observasi partisipan - Pada setiap langkah terapi dilakukan wawancara/tanya jawab di dalam teknik sosiodrama - Observasi partisipan - Lembar observasi checklist - Pedoman wawancara dan tape recorder - Lembar observasi checklist Analisis Data a. Menganalisa dan

menginterpretasi data observasi. b. Menganalisa dan

menginterpretasi data

wawancara dan observasi ketika terapi.

- Lembar observasi checklist

- Verbatim dan catatan observasi setiap sesi terapi.

BAB IV

HASIL DAN INTERPRETASI

Bab ini akan menguraikan keseluruhan hasil penelitian penerapan terapi rasional emotif tingkah laku dalam mengurangi perilaku fobia anak yang mengalami specific phobia terhadap nasi berdasarkan tahapan penelitian, sebagai berikut :

A.Tahap Persiapan

Pada tahap ini peneliti melakukan pemeriksaan psikologis sebagai proses screening guna memastikan gangguan yang dialami subjek berdasarkan DSM IV-TR. Pemeriksaan psikologis ini terdiri dari tes intelegensi dan juga tes kepribadian. Hasil dari pemeriksaan psikologis diperoleh bahwa kapasitas intelektual subjek di bawah rata-rata (dull normal) sehingga membuat subjek sedikit lamban dan kurang berkonsentrasi dalam belajar. Menurut ibunya, subjek di rumah memang tidak pernah belajar, ia hanya menghabiskan waktunya dengan bermain.

Secara kepribadian, subjek adalah anak yang tidak terlalu suka bersekolah, karena ia jarang sekali pergi sekolah. Subjek tidak suka makan nasi dan hal ini membuat tubuhnya menjadi kurus. Subjek lebih suka menghindar dari nasi atau orang yang sedang makan nasi. Subjek memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan anggota keluarganya. Subjek dekat dengan kedua orangtuanya, terutama ayahnya, menurut subjek, ayahnya sangat baik, dan tidak cerewet.

Subjek adalah anak terkecil dikeluarganya sehingga subjek lebih manja pada kedua orangtuanya dan bersikap kekanak-kanakan.

Subjek adalah seorang anak berusia 6 tahun dengan tubuh kurus bahkan terlalu kurus untuk anak seusianya yaitu dengan berat badan 14 kg dengan tinggi badan 100 cm. Subjek tidak mau makan nasi, ia hanya makan ayam goreng, mie dan roti sebagai pengganti nasi ditambah segelas susu setiap makan. Saat subjek berusia 8 bulan, ia mengalami sakit panas (demam), ketika ia disuapi nasi tim oleh ibunya, ia memuntahkan nasi tim tersebut. Sejak itu subjek hanya mengkonsumsi air susu ibu (ASI) sampai usianya 4 tahun. Ketika subjek berhenti mengkonsumsi ASI, ibunya sering mencoba agar subjek mau makan nasi, tetapi hingga sekarang subjek tidak mau makan nasi.

Subjek pernah disuruh makan nasi oleh ibunya, ketika berusia 4 tahun, subjek menjerit dan menangis serta meronta agar lepas dari pegangan ibunya. Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologis di atas, dapat disimpulkan bahwa subjek memenuhi kriteria diagnostik dari specific phobia berdasarkan DSM IV-TR.

B.Tahap Pelaksanaan

1. Hasil observasi sebelum terapi

Observasi sebelum terapi dengan bantuan lembar observasi checklist dilakukan selama tujuh hari (21-27 Juni 2011) di rumah subjek. Dimana setiap harinya akan diobservasi sebanyak tiga kali, yaitu dalam setting alamiah pada jam-jam makan, pagi, siang dan malam hari, yang dilakukan dirumah subjek.

Tujuan observasi sebelum terapi dalam penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang pasti tentang berapa kali subjek menunjukkan perilaku fobianya terhadap nasi.

Tabel 4.1. Lembar Observasi Sebelum Terapi

NO Perilaku 21 Juni 22 Juni 23 Juni 24 Juni 25 Juni 26 Juni 27 Juni Jlh 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 Menangis √ √ 2 2 Berteriak √ √ √ √ 4 3 Lari menghindar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 21 4 Memukul 5 Berguling dilantai 6 Badan dingin 7 Memeluk orangtua 8 Menggenggam orangtua 9 Menunjukkan wajah seperti ingin muntah 10 Berdiri di belakang pintu, lemari dan sudut ruangan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 10 11 Berteriak memanggil ibu √ √ √ 3

Keterangan : 1 = pagi hari 2 = siang hari 3 = malam hari

Hasil observasi sebelum terapi menunjukkan bahwa subjek memunculkan perilaku fobianya yaitu lari menghindar (21 kali), berdiri di sudut ruangan (10 kali), berteriak (4 kali), berteriak memanggil ibu (3 kali) dan menangis (2 kali). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Gambar 4.1. Grafik Perilaku Fobia Sebelum Terapi

Keterangan: 1 = Berteriak

2 = Berteriak memanggil ibu 3 = Menangis

4 = Berdiri di sudut ruangan 5 = Lari menghindar

2. Hasil terapi 2.a. Langkah I

Setelah peneliti menyampaikan informasi mengenai apa itu nasi, fungsi dan manfaatnya; peneliti mempertanyakan mengapa subjek tidak suka nasi. Subjek lama tidak menjawab, ia hanya diam saja. Setelah dua kali peneliti bertanya, subjek berusaha mengalihkan pembicaraan. Peneliti kembali ke topik dan menanyakan kembali mengapa subjek tidak suka nasi, akhirnya subjek mau menjawab, menurutnya nasi mengerikan seperti ulat. Subjek mengatakan nasi

0 2 4 6 1 2 3 4 Frekuensi 8 10 12 14 16 18 20 5 22 Baseline

seperti ulat karena bentuk dan warnanya yang hampir sama. Hal ini merupakan kepercayaan irasional yang dimiliki subjek.

“nasi ga enak...nasi tu...ulat.” (S.W1/b.101-102/hal.5)

“ya...kayak ulat. Kecil-kecil putih, ih...” (S.W1/b.104/hal.5)

Peneliti menanyakan perasaan subjek kalau ia melihat nasi, subjek hanya diam. Setelah pertanyaan diperjelas oleh peneliti, subjek mengatakan dengan pelan dan menunduk kalau ia merasa ‘ngeri’ melihat nasi, jijik. Ini merupakan kepercayaan irasional yang dipercaya subjek.

“...ngeri...jijik.” (S.W1/b.110/hal.5)

Kalau subjek dihadapkan dengan nasi, biasanya subjek berusaha menghindar dengan lari ketempat lain. Peneliti berusaha menjelaskan perbedaan nasi dan ulat yang dimaksud subjek, peneliti menyakinkan subjek kalau nasi dan ulat itu adalah dua hal yang berbeda, walaupun memiliki bentuk dan warna yang hampir sama.

b.2. Langkah II

Pada langkah ini subjek masih ingat perbedaan nasi dan ulat yang ia dapat dari sesi sebelumnya. Walaupun awalnya ketika ditanya subjek hanya diam saja, tapi akhirnya ia menjawab kalau ulat dapat bergerak sedangkan nasi tidak dapat bergerak. Hal ini diharapkan dapat mengubah kepercayaan irasional subjek.

“...kalau ulat bergerak, nasi ga...” (S.W2/b.14/hal.7)

Selanjutnya subjek juga secara tidak langsung tahu salah satu fungsi dari makan nasi saat bermain peran dokter-dokteran. Subjek menyuruh peneliti agar mau makan karena kalau tidak makan peneliti tidak dapat cepat sembuh, jadi peneliti harus makan dan minum obat. Ketika peneliti berpura-pura tetap tidak

mau makan, subjek kembali menjelaskan kalau tidak makan nanti bisa bertambah sakit.

“nanti sebelum makan obatnya harus makan ya!” (S.W2/b.53-54/hal.8)

“kamu...harus makan dulu, baru bisa makan obat biar cepat sembuh.” (S.W2/b.57-58/hal.8)

“kalau tidak minum obat nanti tambah sakit....jadi...harus makan trus minum obat.”(S.W2/b.60-61/hal.8)

Dengan mengetahui manfaat makan nasi ketika sakit diharapkan dapat mengubah kepercayaan irasional subjek. Saat peneliti bertanya mengapa subjek tidak mau makan nasi, subjek hanya diam saja; tetapi ketika peneliti bertanya kalau tidak makan nasi itu baik atau tidak, subjek menggelengkan kepalanya. Ketika peneliti bertanya lebih lanjut subjek menjawab dengan suara pelan kalau tidak makan nasi itu tidak baik.

“...ga baik (dengan suara pelan)” (S.W2/b.68/hal.8)

Pada langkah kedua ini peneliti ingin subjek lebih memahami permasalah yang dialaminya, oleh karena itu langkah kedua ini ditambah satu pertemuan lagi. Pada pertemuan kedua pada langkah kedua ini, peneliti menghidangkan nasi ke hadapan subjek dan subjek langsung lari ketika melihat nasi. Hal ini merupakan konsekuensi dari pemikiran subjek yang irasional. Ketika ditanya oleh peneliti, subjek berusaha mengalihkan pembicaraan dengan menceritakan permainan yang ada di sekolahnya. Peneliti berusaha mengembalikan ke topik pembicaraan awal, peneliti menanyakan apa yang ia peroleh dari sesi sebelumnya, tetapi subjek hanya diam saja. Peneliti mengingatkan kembali perbedaan nasi dan ulat dan juga dampak negatif kalau tidak makan nasi. Peneliti juga menyakinkan subjek kalau

makan nasi itu tidak apa-apa, peneliti mencontohkan kakak dan sepupu subjek yang mau makan nasi, mereka tidak mengalami hal buruk.

b.3. Langkah III

Sebelum memulai langkah ini, peneliti menjelaskan mengenai positive reinforcement yang nantinya dapat diterima subjek bila ia tidak lagi menunjukkan perilaku fobianya. Adapun positive reinforcement dalam terapi ini adalah subjek diperbolehkan memainkan game yang ada pada handphone ayahnya dan atau mendapatkan cokelat kesukaannya bila ia tidak menunjukkan perilaku fobianya. Pemberian positive reinforcement ini akan diberikan mulai sesi ini sampai akhir. Pada langkah ini, peneliti menghidangkan nasi dihadapan subjek. Subjek yang melihat nasi langsung berdiri dan lari menjauh, hal ini dikarena pemikiran subjek yang irasional sehingga konsekuensinya berperilaku menghindari nasi. Peneliti mendekati subjek dan menanyakan kenapa subjek lari, subjek hanya diam dan tidak mau diajak kembali ke meja makan. Peneliti menjelaskan kalau nasi dan ulat yang dipikirkan subjek berbeda dan nasi juga bermanfaat bagi tubuh subjek. Setelah beberapa saat dan subjek sudah terlihat lebih santai dan mau berbicara seperti biasa, peneliti mengambil beberapa butir nasi dan menunjukkan pada subjek. Sebelum menunjukkan pada subjek, peneliti bertanya apa beda nasi dan ulat yang telah peneliti terangkan di sesi sebelumnya. Subjek berusaha mengingat dan mengatakan kalau nasi tidak bergerak dan ulat bergerak. Dengan mengingat materi yang diberikan diharapkan dapat mengubah kepercayaan irasional subjek.

“kalau....nasi tidak bisa bergerak...kalau...ulat...bergerak.” (S.W4/b.35-36/hal.12)

Peneliti menunjukkan sebutir nasi di atas meja yang berjarak kurang lebih satu setengah meter dari tempat subjek duduk, dan memintanya untuk memperhatikan nasi tersebut, apakah nasi tersebut bergerak atau tidak. Setelah beberapa saat melihat nasi tersebut subjek mengatakan kalau nasi itu tidak bergerak.

“...ga bergerak...” (S.W4/b.42/hal.12)

Pada langkah ketiga ini, subjek masih terlihat ragu-ragu untuk mengubah kepercayaan irasionalnya, maka peneliti memutuskan untuk menambah satu pertemuan lagi. Pertemuan selanjutnya, peneliti kembali menghidangkan nasi dihadapan subjek. Kali ini subjek tidak lari, tetapi duduk menyandar dan melihat piring-piring yang ada dihadapannya satu persatu. Setelah menunggu beberapa saat, peneliti meminta subjek untuk makan. Subjek terlihat ragu-ragu dan setelah beberapa lama, subjek hanya memegang ayam goreng dan memakannya sedikit. Peneliti bertanya pada subjek kenapa hanya memakan ayam goreng dan tidak makan dengan nasi. Subjek tidak menjawab pertanyaan peneliti, ia hanya diam saja, sehingga peneliti menjelaskan kembali dampak positif dan negatif dari makan nasi serta perbedaan nasi dan ulat. Setelah mengingatkan subjek, peneliti bertanya apakah Aan masih merasa nasi adalah ulat. Subjek hanya diam dan bilang ‘ngeri’ dengan suara lirih, hal ini merupakan kepercayaan irasional subjek.

“(diam sesaat) ngeri...(suara lirih)” (S.W5/b.20/hal.13)

Pada langkah ini, subjek masih mengingat bahwa nasi itu sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuhnya dan nasi itu berbeda dengan ulat. Dengan mengingat materi ini diharapkan dapat mengubah kepercayaan irasional subjek.

“...e...nasi itu bagus buat badan kita, biar ga cepet sakit.” (S.W6/b.2-3/hal.14)

“Kalau nasi....ga bergerak, kalau...ulat bergerak.” (S.W6/b.5/hal.14)

Selanjutnya peneliti menanyakan hal apa yang membuat subjek tetap tidak mau memakan nasi, subjek hanya diam saja dan menunduk. Peneliti meyakinkan kembali kalau subjek sudah mengetahui perbedaan nasi dan ulat. Jadi seharusnya subjek memakan nasi agar subjek sehat dan berat badannya bertambah. Peneliti juga menjelaskan dampak negatif jika subjek tetap tidak mau makan nasi.

Pada langkah ini subjek kembali dihadapkan dengan nasi. Subjek ragu-ragu ketika harus memegang nasi, awalnya ia memegang lauk yang ada di meja, lalu menarik tangannya kembali. Setelah menunggu beberapa saat, tangan subjek sama sekali tidak bergerak. Peneliti mengingatkan kalau nasi tidak bergerak dan sudah bersih serta dimasak. Subjek hanya terlihat diam dan tidak bergerak sambil melihat kakak dan sepupunya yang sedang asyik makan.

Dikarenakan subjek masih terlihat ragu-ragu, peneliti menambah pertemuan untuk langkah keempat ini. Pada pertemuan kedua, peneliti menanyakan apa yang akan dilakukan subjek kalau saat ini dihidangkan nasi dihadapannya. Subjek terlihat diam lalu beberapa saat kemudian mulai menjawab kalau ia akan tetap duduk dan melihat nasi. Selanjutnya peneliti menanyakan lebih lanjut apakah subjek hanya akan memandang nasi saja. Subjek diam dan berusaha mengalihkan pembicaraan. Perilaku subjek ini masih mencerminkan kepercayaan irasionalnya.

“e...duduk ja...lihat...nasinya...” (S.W7/b.8/hal.15)

Peneliti menanyakan kembali manfaat makan nasi dan menanyakan subjek apakah ia akan makan nasi seperti peneliti, kakak, ibu atau ayahnya. Subjek diam lalu seperti mau menjawab tapi kemudian diam lagi. Peneliti berusaha menanyakan lebih lanjut dan setelah beberapa saat subjek menjawab dengan suara lirih kalau ia akan makan nasi. Peneliti berpura-pura tidak mendengar dan meminta subjek mengulang jawabannya dengan suara yang lebih keras.

“e...iya...nanti makan...makan nasi...(suara pelan)”

Dokumen terkait