• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

B. Subjek dan Syarat Sahnya Perjanjian

1. Subjek perjanjian

Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu janji, selain untuk dirinya sendiri. Perjanjian timbul disebabkan oleh dua orang atau lebih, masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi menjadi pihak debitur.kreditur dan debitur tersebutlah yang menjadi subjek perjanjian.24

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak-pihak yang terikat dengan suatu perjanjian. Subjek hukum dalam perjanjian dibagi atas manusia dan badan hukum, yang kedua-duanya merupakan penunjang hak dan kewajiban. Namun memiliki perbedaan yaitu manusia menjadi subjek hukum sejak dia dilahirkan, sedangkan badan hukum menjadi subjek hukum pada saat benda itu telah didaftarkan dan benda tersebut tidak bernyawa seperti manusia.

24

Subjek perjanjian diatur dalam pasal 1315, 1317, 1318 dan 1340 KUH Perdata. Ketentuan-ketentuan dalam pasal tersebut dikenal dengan asas pribadi. KUH Perdata membedakan tiga golongan yang tersangkut pada perjanjian25

a) Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri

, yaitu:

b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapat hak daripadanya

c) Pihak ketiga.

Pada dasarnya suatu perjanjian berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu (Pasal 1315 KUH Perdata). Para pihak tidak dapat mengadakan perjanjian yang mengikat pihak ketiga (Pasal 1317 KUH Perdata).

Beralihnya hak kepada ahli waris adalah akibat peralihan dengan alas hak umum yang terjadi pada ahli warisnya. Beralihnya perjanjian kepada orang-orang yang memperoleh hak berdasarkan atas alas hak khusus, misalnya orang yang menggantikan pembeli mendapat haknya sebagai pemilik. Hak terikat kepada sesuatu kualitas itu dinamakan hak kualitatif.

Dalam kaitannya dengan janji guna pihak ketiga, maka siapa saja yang telah menjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menarik kembali apabila pihak ketiga

telah menyatakan kehendaknya untuk mempergunakannya.26

25

Maria Darus Badrulzaman,1996, Op.cit.,hal.22 26

2. Syarat Sahnya Perjanjian

Agar suatu perjanjian dianggap sah oleh hukum, maka haruslah memenuhi beberapa persyaratan sahnya perjanjian. Persyaratan ini harus dipenuhi agara perjanjian tersebut mempunyai kekuatan mengikat.

Syarat sahnya perjanjian tersebut sudag ditentukan oleh KUH Perdata, karena perjanjian dianggap sah jika memenuhi 4 (empat) persyaratan yang berada dalam KUH Perdata yaitu dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

Keempat syarat sahnya perjanjian yang ditentukan dalam KUH Perdata adalah sebagai berikut:

a) Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri;

b) Cakap untuk membuat suatu perikatan;

c) Suatu hal tertentu;

d) Suatu sebab yang halal;

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif dikarenakan kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Bila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan (untuk membatalkan perjanjian itu harus ada inisiatif minimal dari pihak yang merasa dirugikan).27

27

R. Subekti,Hukum Perjanjian, Op.cit. hal 20

Dengan batas waktu membatalkannya 5 tahun (Pasal 1454 KUH Perdata) Sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan syarat ojbektif dikarenakan mengenai objek dari perjanjian. Jika syarat ini tidak

dipenuhi maka perjanjian dianggap batal demi hukum (sejak semula dianggap tidak pernah ada perjanjian sehingga tidak perlu pembatalan).28

a) Sepakat

Keempat syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut.

Kesepakatan para pihak merupakan insir mutlak untuk terjadinya suatu perjanjian. Kesesuaian, kecocokan, pertemuan kehendak dari yang mengadakan perjanjian atau pernyataan kehendak disetujui antara pihak-pihak.29

Kesepakatan itu penting diketahui karena merupakan awal terjadinya perjanjian. Untuk mengetahui kapan kesepakatan itu terjadi ada beberapa macam teori/ajaran, yaitu

Pernyataan pihak yang menwarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima tawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).

30

a) Teori kehendak (wilstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak penerima dinyatakan, misalnya dengan melukiskan surat.

:

b) Teori pengiriman (verzendtheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

28

Ibid. 29

Maria Darus Badrulzaman,1996,Op.cit., hal.98 30

c) Teori pengetahuan (vernemingstheorie) mengajarkan bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya sudah diterima.

d) Teori kepercayaan (vertrowenstheorie) mengajarkan bahwa kesepakatan itu

terjadi pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang menawarkan.

Selanjutnya menurut Pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan secara bebas, dalam arti tidak ada paksaan, penipuan, dan kekhilafan. Masalah lain yang dikenal dalam KUH Perdata yakni disebut dengan cacat kehendak (kehendak yang timbul tidak murni dari yang bersangkutan). Tiga unsur cacat kehendak (Pasal 1321 KUH Perdata) :

a) Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan/dwaling (1321 KUH Perdata)

b) Paksaan /dwang (Pasal 1323-1327 KUH Perdata)

c) Penipuan/bedraq (Pasal 1328 KUH Perdata)

Kekhilafan terjadi jika salah satu pihak keliru tentang apa yang diperjanjikan, namun pihak lain membiarkan pihak tersebut dalam keadaan keliru. Undang undang membedakan dua jenis kekhilafan, yaitu mengenai orang (error inpersonal) dan kekhilafan mengenai barang yang menjadi pokok perjanjian (error insubtantia).

Paksaan merupakan bukan karena kehendaknya sendiri, namun karena dipengaruhi oleh orang lain. Paksaan dapat terjadi jika perbuatan tersebut dapat membuat seseorang yang berpikiran sehat ketakutan dan jika perbuatan itu

menimbulkan ketakutan bahwa dirinya diancam atau kekayaan dengan suatu kerugian (Pasal 1324 s.d 1327 KUH Perdata). Dengan demikian maka pengertian paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian.31

Perjanjian dapat dibatalkan, apabila terjadi ketiga hal yang sudah dijelaskan diatas. Dalam perkembangannya muncul unsur cacat kehendak diluar KUH Perdata, yaitu penyalahgunaan keadaan. Dalam hal ini tidak adanya ancaman fisik hanya terkadang salah satu pihak punya rasa ketergantungan, suatu hal darurat, tidak berpengalaman, atau tidak tahu.

Sedangkan, Penipuan terjadi jika salah satu pihak secara aktif memngaruhi pihak lain sehingga pihak yang dipengaruhi menyerahkan sesuatu atau melepaskan sesuatu. Pihak tersebut menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga pihak lain bergerak untuk menyepakati.

32

b) Kecakapan

Setiap orang adalah cakap untuk membuat suatu perikatan kecuali jika undang- undang menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap. Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka

31

Maria Darus Badrulzaman,1996,Op.cit., hal 101 32

yang berada dibawah pengampuan. Dalam hal kecakapan ini diatur dalam KUH Perdata Pasal 1329 sampai dengan 1328.

Dulu orang-orang perempuan yang telah bersuami termasuk orang yang tidak cakap berbuat (Pasal 108 KUH Perdat), tetapi hal ini sudah dicabut dengan SEMA No.3 Tahun 1963 tentang kedudukan seorang wanita diangkat derajatnya sama dengan laki-laki sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap pengadilan ia tidak memerlukan bantuan suaminya lagi.33

Kedua,mereka yang diletakkan dibawah pengampuan. Hal ini diatur dalam Pasal 433-462 KUH Perdata tentang pengampuan. Pengampuan adalah dimana keadaan seseorang tidak dapat cakap bertindak karena sifat-sifat pribadinya ataupun tidak dalam segala cakap untuk bertindak dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut oleh putusan hakim dimasukkan kedalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan diberi wakil menurut undang-undang sebagai pengampu.

Dengan demikian maka orang yang tidak cakap, yaitu pertama, mereka yang belum cukup umur. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata adalah mereka yang belum genap berusia 21 tahun dan belum menikah. Agar mereka yang belum dewasa dapat melakukan perbuatan hukum maka harus diwakilkan oleh wali/perwalian (Pasal 33- 414 KUH Perdata).

34

33

http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17319,diakses tanggal 1 April 2013 jam 15.30 wib 34

Ibid, hal.54

Tidak cakap tersebut seperti dalam Pasal 433 KUH Perdata, yaitu keadaan dungu, sakit ingatan/gila/mata gelap (dianggap tidak cakap melaksanakan sendiri hak dan

kewajibannya) dan Pemboros/pemabuk (ketidakcakapan bertindak terbatas pada perbuatan-perbuatan dalam bidang hukum harta kekayaan saja).

Akibat hukum dari perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap berbuat hukum adalah dapat dimintakan pembatalannya (Pasal 1331 ayat 1 KUH Perdata).35

c) Suatu hal tertentu

Undang-undang menetukan benda-benda yang dapat dijadikan obek perjanjian. Benda-benda itu adalah yang dipergunakan untuk kepentingan umum. Suatu perjanjian harus mempunyai objek tertentu sekurang-kurangnya dapat ditentukan (Pasal 1332 sampai dengan 1335 KUH Perdata). Objek perjanjian dapat dikategorikan dalam pasal tersebut36

1) Objek yang akan ada (kecuali warisan), asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat dihitung.

:

2) Objek yang dapat diperdagangkan (barang-barang yang dipergunakan untuk

kepentingan umum tidak dapat menjadi objek perjanjian).

d) Suatu sebab yang halal

Untuk sahnya suatu perjanjian, undang-undang mensyaratkan adanya kausa. Undang-undang tidak memberikan pengertian kausa. Kausa yang dimaksudkan

35

Ibid 36

bukanlah hubungan sebab akibat, melainkan isi atau maksud dari perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak mengadakan perjanjian.

Melalui syarat ini, didalam praktik maka hakim dapat mengawasi perjanjian tersebut. Hakim dapat menilai apakah isi perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan kesusilaan (Pasal 1335 s.d 1337 KUH Perdata).37

Dokumen terkait