• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subjek hukum tindak pidana korupsi di Indonesia pada dasarnya adalah orang pribadi sebagaimana seperti yang tercantum dalam hukum pidana umum. Hal ini tidak mungkin ditiadakan, namun ditetapkan pula suatu badan yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sebagaimana dimuat dalam pasal 20 Jo Pasal 1 dan 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.83 Subjek hukum tindak pidana korupsi terdiri dari subjek hukum orang dan subjek hukum korporasi. 1. Subjek hukum orang

Subjek hukum tindak pidana tidak terlepas dari sistem pembebanan tanggung jawab pidana yang dianut. Dalam hukum pidana umum (KUHP) adalah

83

pribadi orang. Pertanggung jawaban bersifat pribadi, artinya orang yang dibebani tanggung jawab pidana dan dipidana hanyalah orang atau pribadi yang melakukan tindak pidana tersebut. Pertanggung jawaban pribadi tidak dapat dibebankan pada orang yang tidak berbuat atau subjek hukum yang lain (vicarious liability).

Hukum pidana di Indonesia yang menganut asas concordantie dari hukum pidana Belanda menganut sistem pertanggungjawaban pribadi.84 Sangat jelas dari setiap rumusan tindak pidana dalam KUHP dimulai dengan perkataan “barang siapa (hij die), yang dalam hukum pidana khusus adakalanya menggunakan perkataan “setiap orang” yang dimaksudnya adalah orang pribadi

misalnya Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sistem pertanggungjawaban pribadi sangat sesuai dengan kodrat manusia, sebab hanya manusia yang berpikir dan berakal serta berperasaan. Dari kemampuan pikir dan akal serta perasaan seseorang menetapkan kehendak untuk berbuat yang kemudian diwujudkan. Apabila perbuatan itu berupa perbuatan yang bersifat tercela dan bertentangan dengan hukum, maka orang itulah yang dipersalahkan dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Kemampuan pikir dan kemampuan menggunakan akal dalam nenetapkan kehendak untuk berbuat hanya dimiliki oleh orang dan yang dijadikan dasar untuk menetapkan orang sebagai subjek hukum tindak pidana.85

Subjek hukum orang dalam UU PTPK ditentukan melalui dua cara antara lain:86 84 Ibid, halaman 342 85 Ibid, halaman 342-343 86 Ibid, halaman 343-344

a) Cara pertama disebutkan sebagai subjek hukum orang pada umumnya, artinya tidak ditentukan kualitas pribadinya. Kata permulaan dalam kalimat rumusan tindak pidana yang menggambarkan atau menyebutkan subjek hukum tindak pidana orang pada umumnya, yang in casu87 tindak pidana korupsi diseutkan dengan perkataan “setiap orang” (misalnya Pasal 2, 3, 21, 22), tetapi juga subjek hukum tindak pidana juga diletakkan di tengan rumusan (misalnya Pasal 5, 6).

b) Sedangkan cara kedua menyebutkan kualitas pribadi dari subjek hukum orang tersebut, yang in casu ada banyak kualitas pembuatnya antara lain (1) pegawai negeri; Penyelenggara Negara (misalnya Pasal 8, 9, 10, 11, 12 huruf a, b, e, f, g, h, i); (2) pemborong ahli bangunan (Pasal 7 ayat 1 huruf a); (3) hakim (Pasal 12 huruf c); (4) advokat (pasal 12 huruf d); (5) saksi (pasal 24), bahkan (6) tersangka bisa juga menjadi subje hukum (Pasal 22 Jo 28).

2. Subjek hukum korporasi

Peraturan perundang-undangan di Indonesia mulai mengenal korporasi sebagai subjek tindak pidana yaitu dalam Undang-Undang Drt No. 7 Tahun 1951 tentang penimbunan barang-barang secara luas dikelan dengan Undang-Undang Drt. No. 7 Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Ekonomi.88 Secara etimologis, kata korporasi berasal dari kata “corporatio” dalam bahasa latin yang berasal dari

kata kerja “corporare” yang banyak dipakai orang pada abad pertengahan sesudah

87Arti kata dari

in casu se diri adalah dalam hal ini, dalam perkara ini (http://www.arti-definisi.com/in%20casu halaman 1)

88 Mahmud Mulyadi & Feri Antoni Surbakti,

Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, PT. Softmedia, Jakarta, 2010, halaman 5

itu. “corporare” sendiri berasal dari kata corpus yang berarti memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian, corporatio adalah hasil pekerjaan yang membadankan, atau dengan kata lain badan yang dijadikan orang, badan yg diperoleh dengan perbuatan manusia yang terjadi menurut alam.89

Menurut terminologi Hukum Pidana, bahwa korporasi adalah suatu badan atau usaha yang mempunyai identitas sendiri, kekayaan sendiri terpisah dari kekayaan anggota.90 Sutan Remy Sjahdeni mengemukakan bahwa korporasi dilihat dari bentuknya dapat diberi arti luas dan sempit. Dalam arti sempit korporasi adalah badan hukum, sedangkan dalam arti luas korporasi adalah dapat berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum. Satjipto Rahardjo menyatakan korporasi adalah suatu badan hasil ciptaan hukum, yang diciptakannya itu terdiri dari corpus yaitu struktur fisiknya dan kedalamnya hukum memasukkan unsur

animus yang membuat badan itu mempunyai kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum maka kecuali penciptaanya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum.91

Ronal A. Anderson, et.al., mengemukakan bahwa korupsi dapat digolongkan dengan didasarkan kepada hubungannya dengan public, sumber kekuasaan, dan sifat aktivitas dari korporasi itu sendiri. Penggolongan tersebut adalah sebagai berikut:92

89 Ibid, halaman 11 90 Ibid, halaman 12 91 Ibid, halaman 12 92 Ibid, halaman 13

1. Korporasi Publik, adalah sebuah korporasi yang didirikan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas administrasi di bidang urusan publik, contohnya Pemerintahan Kabupaten dan Kota;

2. Korporasi Privat, yaitu korporasi yang didirikan untuk kepentingan pribadi yang dapat bergerak di bidang industry dan perdagangan, contohnya PT. Garuda, Tbk;

3. Korporasi Publik quasi, atau yang lebih dikenal dengan korporasi yang melayani kepentingan umum (public service), contohnya PT. Kereta Api Indonesia, Perusahaan Air Minum, dan PLN.

Sehubungan dengan konsep pengaturan korporasi sebagai subjek Hukum Pidana, dapat dikemukakan bahwa didalam ketentuan umum KUHP yang digunakan sampai saat ini masih menganut bahwa delik hanya dapat dilakukan oleh manusia (naturalijk person),93 hal ini dapat dilihat dalam Pasal 59 KUHP yang isinya:

Dalam hal menentukan hukuman karena pelanggaran terhadap pengurus, anggota salah satu pengurus atau komisaris maka hukuman tidak dijatuhkan atas pengurus atau komisaris jika nyata bahwa pelanggaran itu telah terjadi di luar tanggungannya.94

Hukum pidana khusus (hukum pidana diluar KUHP) yang sifatnya melengkapi hukum pidana umum pada dasarnya sudah tidak lagi berpegang teguh pada prinsip pertanggungjawaban pidana secara pribadi yang dianut dan dipertahankan sejak terbentuknya WvS Belanda 1881.

93

Ibid, halaman 16 94

Beberapa peraturan perundang-undangan Indonesia tampaknya telah menganut sistem pertanggungjawaban strict liability (pembebanan tanggungjawab pidana tanpa melihat kesalahan) dan vicarious liability (pembebanan tanggungjawab pidana pada selain si pembuat) dengan menarik badan atau korporasi ke dalam pertanggungjawaban pidana.95 Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh suatu korporasi dalam UU PTPK dirumuskan dalam Pasal 20 yang menyatakan sebagai berikut:

1. Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya;

2. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama;

3. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi tersebut diwakili oleh pengurus;

4. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain;

5. Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan;

95

6. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan unutk menghadap dan penyerahan surat tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat penguru berkantor;

7. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu per-tiga).

Ketentuan yang ada didalam Pasal 20 ini terdapat tiga hal yang benar- benar harus dpahami dalam menetapkan subjek hukum korporasi yang telah melakukan tindak pidana korupsi, yakni:

1) Indicator kapan telah terjadi tindak pidana korupsi oleh korporasi; 2) Hukum acaranya, dan;

3) Mengenai pembebanan tanggungjawab pidananya.

Pertama, tentang indikator mengenai kapan telah terjadinya tindak pidana korupsi oleh korporasi ialah apabila korupsi tersebut dilakukan oleh orang-orang (baik yang berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain) bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri-sendiri maupun bersama (ayat 2).96

Kedua, mengenai bagaimana penanganannya (hukum acaranya), walaupun sangat sumir97, tetapi setidaknya telah memberikan sedikit keterangan yakni dalam hal tejadinya tindak pidana korupsi oleh korporasi, maka tuntutan penjatuhan pidananya dilakukan terhadap korporasinya dan atau pengurusnya (ayat1). Namun, apabila tuntutan dilakukan terhadap korporasi, maka korporasi

96

Ibid, halaman 346-347 97Arti kata “u ir i i adalah

singkat (tt sidang pengadilan spt ketika menyidangkan pelanggaran lalu lintas); pendek; ringkas: ikhtisar yg – (http://www.artikata.com/arti-352399- sumir.html halaman 1)

diwakilkan oleh pengurusnya (ayat 3) atau diwakilkan pada orang lain (ayat 4). Begitu juga di dalam hal persidangan. Sehingga, memang penguruslah yang ada pada kenyataannya sebagai subjek hukum yang dapat dipanggil, dapat menghadap, dan dapat member keterangan.98

Korporasi hanya dapat dituntut secara pidana dan dijatuhi pidana denda saja. Siapa yang dimaksud dengan pengurus korporasi oleh penjelasan mengenai Pasal 20 ayat (2) terdapat keterangan bahwa, yang dimaksud dengan pengurus adalah organ korporasi yang menjalankan kepengurusan korporasi yang bersangkutan sesuai dengan anggaran dasar, termasuk mereka yang dalam kenyataannya memiliki kewenangan dan ikut memutuskan kebijakan korporasi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.99

Ketiga, tentang bagaimana pembenan tanggungjawab pidananya jika tindak pidana korupsi ini dilakukan oleh korporasi ditentukan pada ayat (7) yang menyatakan bahwa pembebanan tanggungjawab terhadap korporasi hanya dapat dijatuhi pidana pokok denda yang dapat diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman maksimum denda pada tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi tersebut. Pada kenyataannya, tidak mungkin dipidana yang intinya hilang kemerdekaan (sanksi dalam hukum pidana), melainkan hanyalah pidana denda.100 98 Ibid, halaman 347 99 Ibid. 100 Ibid, halaman 348

Korporasi sebagai subjek tindak pidana dan dibebani pertanggungjawaban pidana memiliki 3(tiga) sistem pertanggungjawaban, yaitu:101

1. Pengurus korporasi sebagai pembuat, dan yang bertanggung jawab; 2. Korporasi sebagai pembuat, dan pengurus yang bertanggung jawab; 3. Korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggung jawab.

Korporasi yang dapat menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi diterangkan didalam Pasal 1 UU PTPK yang menyatakan bahwa “korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum mauoun bukan badan hukum”. Berdasarkan pengertian korporasi yang menjadi subjek hukum tindak pidana korupsi sejauh ini jauh lebih luas dari pada pengertian recht person yang umumnya diartikan sebagai badan hukum atau suatu korporasi yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai badan hukum yang didirikan dengan cara memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum.102

Dokumen terkait