• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Substansi dan Kedudukan Akhlak

1. Substansi Akhlak

Dalam pandangan Islam akhlak yang baik (akhlaq al-mahmudah) merupakan warisan kemanusiaan yang turun temurun dari generasi ke generasi. Jika suatu generasi telah mengambil bagian dari akhlak yang baik, maka tugas para nabi dan rasul yang diutus Allah pada saat itu membimbing moral mereka menjadi lebih baik lagi. Tugas kerasulan dan kenabian itu sendiri identik dengan perbaikan akhlak17. Orang-orang yang menolak para nabi dan rasul pada hakikatnya menolak akhlak yang baik. Sebaliknya orang-orang mengikuti bimbingan para nabi dan rasul adalah mengikuti akhlak yang baik. Keengganan menerima akhlak baik menjadi sumber kehancuran masyarakat manusia. Setiap kali terjadi kehancuran tata nilai akhlak umat manusia, Allah mengutus nabi dan Rasul berikutnya untuk mengembalikan tata nilai akhlak mereka, dan begitu seterusnya hingga Nabi Muhammad Saw.18

Nabi Allah, Muhammad Saw membawa ajarannya yang mencakup nilai-nilai akhlak mulia, tidak ada nabi lagi yang dilahirkan sesudahnya untuk menyempurnakann ajaranya. Dari itulah bahwa Nabi Muhammad membawa ajaran dari Allah, tidak tersentuh kebatilan, lengkap dan terpadu, semua nilai dan prinsipnya bercorak akhlak yang baik, mencakup pengertian yang cukup luas19. Menurut Abdulhalim Mahmud cakupannya meliputi sebagai berikut:

Pertama, akhlak yang baik, prilaku yang mengandung kebaikan kehidupan dunia dan akhirat bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Akhlak yang baik, mewujudkan kasih sayang, saling mencintai, solid, saling menenggang, hidup berdampingan dan saling menolong.20

Kedua, sebelum Nabi Muhammad Saw datang membawa risalah, ajaran akhlak tidak cukup untuk membangun komonitas yang damai, sebab selain jumlah mereka yang mempunyai komitmen dengan akhlak yang baik relative sedikit, mereka juga tidak memberlakukannya pada

17Ini sesuai dengan dengan sabda Nabi: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia”.

18‘Ali Abdulhalim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah (Ttp: Dar Tawzi’ wa al-Nashr al-Islamiyah, 1415/1995), 198.

19Ali Abduhalim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah, 200.

20Yaitu akhlak yang disemangati nilai-nilai ilahiyah dan manusiaan Lihat, Ahmad Saebani dan Abd Hamid, Ilmu Akhlak (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 8.

semua sektor kehidupan. Karena itu manusia membutuhkan nabi untuk menyempurnakan akhlak.

Ketiga, Nilai akhlak Islami yang dibawa Nabi Muhammad saw sebagai suatu perangkat yang melengkapi sebuah bangunan peradaban, yang diibaratkan sebagai seorang pembawa kabar berita tentang akan munculnya suatu bahaya yang akan menimpa masyarakat.

Keempat, sebagai penyempurna akhlak, nilai-nilai yang diajarkan dalam akhlak Islami mutlak baik, karenanya harus pula ditaati oleh setiap individu, keluarga, dan masyarakat.

Secara rinci pembahasan akhlak mencakup dua hal: (1), hadis nabi tentang anjuran untuk senantiasa berakhlak mulia, baik dan terpuji. (2), hadis nabi yang berisi dan mengarah pada perlunya menjauhi moral tercela dan hina (akhlaq al-Madhmumah).21

Di antara akhlak yang baik yang mendapat perhatian besar dari Nabi saw adalah interaksi dengan sesama dengan penuh kasih sayang, lemah lembut, toleran, memerangi akar kemarahan, menghilangkan sikap ingin menang sendri, menahan kemarahan, senang memaafkan, bersikap halus dan santun.22 Beberapa sifat yang termasuk akhlak mukmin, dalam firman Allah ditemui bahwa manakala Allah menyebutkan sifat-sifat hambaNya yang saleh terdapat beberapa sifat sebagai akhlak.23. Bahkan

21Ali Abdulhalim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah, 201.

22Yusuf al-Qardawi, Al-Sunnah Masdaran li al-Ma’rifah wa al-Hadarah, Terjemahan Abad Badruzzaman (Yogyakarta: Tiara Wacana Ilmu, 2001), 388.

23Lihat, Alquran surah al-A’raf [7]: 199. “Jadilah angkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf dan berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Dalam surah al-Furqan [25]: 63-68, yang terjemahannya: “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang ialah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata (mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhannya. Orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal". Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebihan, tidak kikir, di antara yang demikian. Orang-orang yang tidak menyembah selain Allah dan tidak membunuh yang diharamkan Allah, kecuali dengan alasan yang benar dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat

disebutkan bahwa akhlak orang-orang bertakwa ketika Allah menyebutkannya terkandung pada sifat-sifat Allah, dan selanjutnya Ia menjanjikan akan mempersiapkan bagi mereka yang memilki akhlak itu surga yang luasnya manyamai langit dan bumi.24

Dalam persoalan ini, Abdurrauf dalam kitabnya ‘Umdat al-Muhtajin membentangkan berbagai sifat-sifat Allah25 yang menjadi akhlak kaum muslim, kemudian dari sifat-sifat Allah ini menjadi akhlak muslim.26 Persoalan ketuhanan, terutama berkaitan dengan sifat-sifat Allah yang kemudian dihubungkan dengan akhlak manusia, Abdurrauf menggabungkan dua aliran faham, yakni paham Ash’ariyah dari mutakallimin dengan paham Junaidi al-Baghdadi dari sufi. Yang pertama nampak kecenderungannya untuk mempertahankan kesucian Allah dari suatu kesamaan dengan makhlukNya,27 sedangkan yang kedua lebih memperlihatkan hanya satu wujud hakiki.28

Ajaran akhlak Abdurrauf, secara lahiriyah nampaknya utuh meneladani Nabi Muhammad saw. Kepatuhan kepada Nabi menurutnya, didasarkan pada kenyataan bahwa Nabi Muhammad rahmat bagi

dosa”.

24 Alquran surah ‘Ali ‘Imran [3]: 133, terjemahannya: “Dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seperti langit dan bumi yang disediakan untuk orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya di waktu lapang dan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.

25Dalam membentangkan sifat-sifat Allah sebagai pandangan kebanyakan mutakallimin dari kalangan ahlussuunnah, Abdurrauf menerangkan bahwa sifat wajib bagi Allah ada 20 sifat yang terbagi ke dalam 4 bagian, yaitu: (1) Sifat Nafsiah, yaitu sifat wjud. (2) Sifat Salbiah, sifat yang tidak dimiliki makhluk, sifat yang tidak dimiliki makhluk, yaitu qidam, baqa’, mukhalafatuh li al-hawadithi, qiyamuhu bi nafsih, wahdaniat. (3) Sifat ma’ani, yaitu qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, basar dan kalam. (4) Sifat Ma’nawiyah, yaitu qadirun, muridun, ‘alimu, hayyun, samiun, basirun, mutakallimun.

26Abdurrauf, ‘Umdat al-Muhtajin, 25.

27Bahasan ini sebagai banyak ditemukan dalam berbagai bahasan dalam kitab-kitab akidah, bahasan sifat-sifat Allah yang dimiliki manusia adalah dari sifat-sifat

ma’ani. Sedangkan pengukuhan sifat-sifat Allah bahasannya terdapat dalam bahasan

sifat maknawiyah. Lihat Abdurrauf, ‘Umdat, 5.

28Hanya Allah yang mempunyai wujud hakiki, walau alam dan manusia mempunyai wujud, wujudnya hanya pada pandangan mata saja, tidak pada hakikatnya. Sikap Abdurrauf tersebut sudah merupakan keyakinannya sebagai seorang ulama dari ahlu sunnah juga sebagai seorang sufi.

makhluk29. Abdurrauf mendasari pandangannya dengan firman Allah yang menerangkan bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad ke alam ini adalah untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.30 Bila dicermati secara seksama dan mendalam, maka akhlak yang diajarkan oleh Syekh Abdurrauf ini sebenarya merupakan ajaran dasar Islam yang fondasinya iman yang dasarnya dari Alquran dan hadis-hadis Nabi Muhammad saw.

Iman sebagai dasar akhlak misalnya sikap jujur merupakan implementasi dari iman yang tetanam dalam dada seseorang mukmin.31

Dalam hubungan ini disebutkan bahwa Allah telah mensucikan Nabi Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub dengan menganugerahkan kepada mereka akhlak yang tinggi, yaitu selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat.32 Keimanan kepada Allah tersebut menunjukkan bahwa iman mengarahkan seseorang kepada perbuatan dan tindakan yang jernih, bersih dan bebas dari kotoran yang datang dari luar diri.33