• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek 3. Perubahan struktur sel kayu akibat densifikasi A.Densifikasi Parsial Dengan Kompressi

2. Sudut Mikrofibril

(a). (b)

(c) (d)

Gambar 31 Fenomena struktur sel kayu Mangium terdensifikasi dan kontrol (a). Lapisan 1 (permukaan); (b) lapisan 2 (tengah); (c). lapisan 3 (dalam); (d) kontrol

2. Sudut Mikrofibril

Data hasil pengukuran sudut mikrofibril (MFA) menggunakan metode analisis difraksi sinar X (XRD). Dari data menunjukkan bahwa nilai MFA pada umumnya baik untuk kayu Agatis maupun Mangium terpadatkan lebih kecil daripada kayu kontrol. Pada umumnya nilai MFA bagian permukaan lebih kecil daripada bagian dalam. Hal ini menunjukkan bahwa proses pemadatan parsial dengan tingkat pemadatan 20% menyebabkan perubahan sudut mikrofibril menjadi menurun, sehingga dapat memperbaiki sifat-sifat kayu. Penurunan nilai

72 MFA baik pada kayu agatis maupun mangium terdensifikasi ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Sudut mikrofibril pada kayu terpadatkan dan kayu kontrol

Lapisan MFA Kayu Agatis (O) MFA Kayu Mangium (O)

Kontrol Terpadatkan Kontrol Terpadatkan

1 11.23 11.13 13.16 10.93

2 11.82 11.09 13.62 11.73

3 13.33 11.72 14.02 12.20

Damayanti (2008), menyatakan bahwa nilai MFA berpengaruh pada penyusutan dan kekuatan kayu, dimana penyusutan meningkat seiring dengan pertambahan MFA, sedangkan semakin kecil nilai MFA maka kekuatan semakin besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai MFA kayu terpadatkan lebih kecil, maka kayu terpadatkan lebih stabil dimensinya (dibuktikan dari hasil penelitian sifat fisis) dan nilai kekuatan yang meningkat (dibuktikan dari hasil penelitian sifat mekanis). Fenomena pemadatan parsial pada kayu terlihat bahwa peningkatan sifat-sifat kayu baik sifat fisis maupun kekuatan kayu paling tinggi terjadi pada bagian permukaan, semakin ke dalam semakin kecil. Hal ini disebabkan karena tingkat pemadatan 20% berpengaruh sangat besar pada bagian permukaan kayu sedangkan bagian dalam kayu pengaruh pemadatannya kecil.

Hasil pengujian difraksi sinar x ditunjukkan pada Gambar 32 dan 33 untuk kayu Agatis kontrol dan terpadatkan, sedangkan pada kayu Mangium kontrol dan terpadatkan ditunjukkan oleh Gambar 34 dan 35.

73 MFA = 0.6 (181.40 162.92 ) = 11.09

MFA = 0.6 (182.47 162.77) = 11.82

MFA = 0.6 (184.28 160.35 ) = 14.358

Gambar 32 Kurva hasil pengujian MFA kontrol kayu Agatis dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(b) (a)

74 MFA = 0.6 (183.48 164.93) = 11.13

MFA = 0.6 (181.40 162.92 ) = 11.09

MFA = 0.6 (180.90 161.36) = 11.724

Gambar 33 Kurva hasil pengujian MFA kayu Agatis terpadatkan dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(a)

(b)

75 (a)

(b)

(c)

Gambar 34 Kurva hasil pengujian MFA kayu Mangium kontrol dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

76 Gambar 35 Kurva hasil pengujian MFA kayu Mangium terpadatkan dengan proses

kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam (a)

(b)

77 3. Preferred Orientation

Hasil penelitian Preferred Orientation menunjukkan adanya peningkatan dari kayu kontrol. Proses pemadatan parsial menyebabkan preferred orientation semakin besar baik untuk kayu Agatis maupun Mangium. Fenomena yang terjadi pada kayu yang dipadatkan dengan tingkat pemadatan 20% dapat dilihat bahwa bagian dalam lebih teratur seratnya dibanding bagian luar. Hal ini diduga karena adanya pengaruh pendahuluan berupa panas telah menyebabkan adanya degradasi komponen kimia kayu terpadatkan tetapi dengan tingkat pemadatan 20% menyebabkan bagian permukaan preferred orientation menjadi lebih kecil daripada bagian dalam karena pada bagian permukaan pengaruh tekanan atau pemampatan lebih besar sehingga mengakibatkan serat-serat menjadi tidak teratur. Fenomena ini membuktikan bahwa peningkatan sifat-sifat kayu terpadatkan disebabkan karena adanya perubahan preferred orientation akibat perlakuan pemanasan dan pemadatan yang diberikan pada kayu, sehingga mutu kayu menjadi lebih baik.

Hasil pengujian difarksi sinar X untuk pengamatan preferred orientation ditunjukkan pada Gambar 36 – 39 dimana dapat dilihat adanya peningkatan nilai dari kontrol.

78 Gambar 36 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Agatis kontrol

dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(a)

(b)

79 Gambar 37 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Agatis terpadatkan

dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(b)

80 Gambar 38 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Mangium kontrol

dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(a)

(b)

81 Gambar 39 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Mangium

terpadatkan dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah, (c) lapisan dalam

(a)

(b)

82 Dari hasil pengujian preferred orientation ditunjukkan pada Tabel 17, dimana terlihat bahwa nilai kayu terpadatkan baik untuk kayu Agatis maupun kayu Mangium meningkat dari kontrol dan nilai pada bagian permukaan lebih tinggi semakin ke bagian dalam nilai semakin menurun.

Tabel 17 Persentase preferred orientation kayu terpadatkan dan kontrol

Lapisan Preferred Orientation (%)

Kayu Agatis

Preferred Orientation (%) Kayu Mangium

Kontrol Terpadatkan Kontrol Terpadatkan

1 38.8 51.8 35.9 46.7

2 46.7 48.7 45.8 46.0

3 47.6 50.1 41.7 42.3

4. Gradasi kristalinitas kayu

Pemadatan parsial mengakibatkan peningkatan kristalinitas kayu terpadatkan baik untuk kayu Agatis maupun kayu Mangium berbeda pada bagian permukaan dan bagian dalam, seperti terlihat pada Tabel 18. Fenomena ini terjadi karena pada saat proses pemadatan dengan menggunakan pemanasan maka terjadi pelunakan komponen matrik dan menyebabkan terjadinya pengeringan molekul air, sehingga terjadi kerusakan ikatan hidrogen antar molekul-molekul yang dapat mencapai daerah kristalit. Pada penelitian ini hanya mengunakan kempa sebesar 20%, sehingga diduga pemanasan tertinggi didapatkan hanya pada bagian permukaan kayu terpadatkan.

Tabel 18 Hasil pengujian gradasi kristalinitas kayu Agatis dan Mangium

Lapisan Kristalinitas (%) Kayu Agatis Kristalinitas (%) Kayu Mangium

Kontrol Terpadatkan Kontrol Terpadatkan

1 49.68 51.81 51.66 53.61

2 49.85 50.47 50.20 51.38

3 48.17 49.07 49.89 50.96

Hasil pengujian difraksi sinar X untuk derajat kristalinitas ditunjukkan pada Gambar 40 dan 41 pada kayu Agatis terpadatkan dan kontrol, sedangkan pada kayu Mangium terpadatkan dan kontrol ditunjukkan Gambar 42 dan 43.

83 (a)

(b)

(c)

Gambar 40 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kontrol kayu Agatis dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah dan (c) lapisan dalam

84 (a)

(b)

(c)

Gambar 41 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kayu Agatis terpadatkan dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah dan (c) lapisan dalam

85 (a)

(b)

(c)

Gambar 42 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kontrol kayu Mangium dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah dan (c) lapisan dalam

86 (a)

(b)

(c)

Gambar 43 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kayu Mangium terpadatkan dengan proses kompresi (a) lapisan permukaan, (b) lapisan tengah dan (c) lapisan dalam

87 B. Densifikasi Dengan Impregnasi

1. Struktur Anatomi Kayu

Dari hasil penelitian menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan bahwa monomer telah mengisi rongga sel sehingga rongga tersebut mengecil bahkan tertutup. Dari Gambar 44 dan 45 tampak bahwa rongga-rongga dari jaringan parenkim telah tertutupi sehingga dapat dikatakan bahwa impregnasi telah terjadi.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 44 Fenomena struktur sel kayu Agatis akibat impregnasi dan kontrol (a) full load (b) half load (c) quarter load (d) kontrol

88

(a)

(b)

(C) (d)

Gambar 45 Fenomena struktur sel kayu Mangium akibat impregnasi dan kontrol (a). full load (b). half load (c). quarter load (d). kontrol

Pengisian rongga sel dengan monomer tergantung tingkatan polimer. full load hampir menutupi seluruh bagian rongga, sedangkan quarter load monomer hanya mengisi sebagian rongga baik pada kayu Agatis maupun Mangium. Struktur kayu semakin rapat maka penyusutan lebih kecil dan nilai kekuatan semakin besar. Dalam hal ini tingkatan polimer berpengaruh terhadap pemadatan pada kayu, semakin tinggi (full load) kayu semakin rapat karena rongga terisi oleh monomer yang diserap oleh kayu dan berpolimerisasi sehingga menjadi keras.

89 Tingginya kerapatan pori-pori kayu setelah di impregnasi dengan monomer menunjukkan bahwa campuran monomer yang digunakan dalam penelitian ini bersimetri dan mencapai homogenitas sehingga menghasilkan sifst-sifat yang meningkat seperti sifst-sifat mekanis dan thermal.

2. Sudut Mikrofibril

Hasil penelitian menunjukkan besarnya sudut mikrofibril (MFA) pada kayu Agatis maupun Mangium yang di impregnasi lebih kecil dari kontrol, seperti terlihat pada Tabel 19. Besarnya nilai MFA kayu utuh Agatis 19.69º, setelah dilakukan impregnasi menurun menjadi 18.08º pada full load sedangkan pada half load dan quarter load nilai MFA nya lebih kecil dari kayu kontrol yaitu sebesar 11.48º dan 12.20º . Penurunan MFA menunjukkan bahwa half load dan quarter load mempunyai penyusutan yang rendah dan nilai kekuatan yang tinggi.

Sedangkan nilai MFA kayu Mangium yang di impregnasi lebih kecil dibanding kayu kontrol. Nilai MFA yang paling rendah terjadi pada quarter load yaitu sebesar 10.95º. Sedangkan full load dan half load sebesar 14.90º dan 13.61º. Fenomena ini membuktikan bahwa pemadatan parsial pada impregnasi yaitu dengan tingkatan polimer quarter load dapat meningkatkan sifat-sifat kayu. Tabel 19 Sudut mikrofibril kayu terimpregnasi dan kontrol

Tingkatan Polimer Kayu Agatis (o) Kayu Mangium (o)

Full Load 18.08 14.90

Half Load 11.48 13.61

Quarter Load 12.00 10.95

Kontrol 19.69 17.39

Terjadinya impregnasi dari monomer yang bersifat hidrofob ke dalam kayu yang hidrofil maka akan terjadi perubahan bentuk keteraturan struktur kayu sehingga mengakibatkan meningkatnya kristalinitas dan fleksibilitas kayu menjadi lebih rendah karena rapat massa bertambah tetapi menyebabkan kayu hasil impregnasi menjadi lebih kuat.

Hasil pengujian difraksi sinar X untuk sudut mikrofibril (MFA) ditunjukkan pada Gambar 46 – 47 untuk kayu Agatis dan Mangium.

90 MFA = 0.6 (183.46 - 153.33 ) = 18.08 MFA = 0.6 (188.86–169.72) = 11.48 MFA = 0.6 (186.07 165.73 ) = 12.20 MFA = 0.6 (182.31- 149.50) = 19.69

Gambar 46 Kurva hasil pengujian MFA kayu Agatis dengan proses impregnasi (a) full load (b) half load (c) quarter load (d) kontrol

(a) (b)

91 MFA = 0.6 (179.77 154.93) = 14.904 MFA = 0.6 (178.31 155.63) = 13.608 MFA = 0.6 (171.46 153.97) = 10.949 MFA = 0.6 (181.43 152.44) = 17.394

Gambar 47 Kurva hasil pengujian MFA kayu Mangium dengan proses impregnasi (a) full load (b) half load (c) quarter load (d) kontrol

(a) (b)

92 3. Preferred Orientation

Hasil penelitian preferred orientation menunjukkan adanya nilai yang lebih kecil dari kayu utuhnya (kontrol). Proses impregnasi menyebabkan serat tidak teratur baik untuk kayu Agatis maupun Mangium. Perubahan nilai preferred orientation dapat dilihat pada Tabel 20. Terjadinya impregnasi dari campuran yang bersifat hidrofob ke dalam kayu yang hidrofil maka akan terjadi perubahan bentuk keteraturan sruktur, sehingga fleksibilitas kayu menjadi lebih rendah karena rapat massa bertambah tetapi menyebabkan kayu hasil impregnasi menjadi lebih kuat.

Fenomena ini menunjukkan bahwa telah terjadi impregnasi pada kayu karena adanya perubahan preferred orientation pada kayu dengan adanya penggantian gugus hidroksil pada kayu oleh gugus dari monomer yang berpolimerisasi dengan kayu. Preferred orientation pada tingkatan polimer quarter load lebih besar dibandingkan dengan tingkatan polimer lainnya, yang mengakibatkan kayu lebih stabil karena masih ada volume ruang kosong sehingga kayu masih mempunyai fleksibilitas dan tidak kaku.

Tabel 20 Persentase preferred orientation kayu akibat impregnasi dan kontrol Tingkatan Polimer Kayu Agatis (%) Kayu Mangium (%)

Full Load 68.0 61.4

Half Load 70.4 65.3

Quarter Load 71.3 65.4

Kontrol 70.9 66.1

Hasil pengujian difraksi sinar X untuk preferred orientation ditunjukkan pada Gambar 48 dan 49 untuk kayu Agatis dan Mangium. Terjadi penurunan nilai dari kontrol, semakin tinggi tingkat pemadatan maka semakin rendah nilai preferred orientation. Hal ini disebabkan karena adanya gugus monomer yang berinteraksi dengan gugus dalam kayu yang merombak susunan fibril-fibril kayu yang mengakibatkan terjadinya penurunan keteraturan struktur kayu.

93

Gambar 48 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Agatis dengan proses impregnasi (a) full load (b) half load (c) quarter load (d) kontrol

(a) (b)

94

Gambar 49 Kurva hasil pengujian preferred orientation kayu Mangium dengan proses impregnasi (a) full load (b) half load (c) quarter load (d) control

(a) (b)

95 4. Kristalinitas kayu

Impregnasi mengakibatkan penurunan kristalinitas kayu terpadatkan baik untuk kayu Agatis maupun Mangium untuk semua tingkatan polimer seperti ditunjukkan pada Tabel 21. Semakin tinggi tingkatan polimer maka semakin rendah derajat kristalinitas.

Kayu sebelum di impregnasi yang komponen utamanya adalah selulosa yang bersifat kristalin menjadi berkurang kekristalannya setelah impregnasi. Hal ini terjadi karena gugus-gugus monomer berinteraksi dengan gugus yang ada pada kayu dan menempati volume ruang yang lebih besar pada kayu tersebut. Sehingga menimbulkan perubahan atau perombakan terhadap susunan fibril-fibril kayu. Perombakan tersebut mengakibatkan terjadinya pengurangan kristalinitas dan fibril-fibrilnya menjadi lebih kaku.

Tabel 21 Hasil pengujian gradasi kristalinitas kayu Agatis dan Mangium Tingkatan Polimer Kayu Agatis (%) Kayu Mangium (%)

Full Load 30.97 44.34

Half Load 37.41 43.39

Quarter Load 36.91 47.05

Kontrol 50.33 48.8

Hasil pengujian diraksi sinar X untuk derajat kristalinitas ditunjukkan pada Gambar 50 dan 51 untuk kayu Agatis dan Mangium. Terjadi penurunan nilai dari kontrol, semakin tinggi tingkat pemadatan maka semakin rendah nilai derajat kristalinitas. Hal ini disebabkan karena adanya reaksi antara gugus monomer yang dengan gugus dalam kayu yang mengakibatkan penurunan kehidrofilannya menurun sehingga diperoleh kayu yang baru yang bersifat hidrofob serta kekristalannya berubah.

96 (a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 50 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kayu Agatis dengan proses impregnasi (a) Full load (b) Half load (c) Quarter load dan (d) kontrol.

97 (a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 51 Kurva hasil pengujian derajat kristalinitas kayu Mangium dengan proses impregnasi (a) Full load (b) Half load (c) Quarter load dan (d) 97ontrol.

98 Aspek 4. Fenomena Komponen Kimia Kayu Akibat Densifikasi A. Densifikasi Parsial dengan Kompressi

1. Kandungan komponen kimia kayu

Hasil pengujian pirolisis-GCMS menunjukkan adanya grup senyawa phenol yang diduga lignin, grup senyawa aldehid yang diduga selulosa, grup senyawa pyranosa, ribosa yang diduga hemiselulosa dan grup senyawa keton, lemak yang diduga ekstraktif. Penggolongan grup senyawa hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23. Pemanasan akan mempengaruhi komponen kimia penyusun kayu. Hal ini terlihat pada hasil pengujian kayu terpadatkan secara parsial bahwa terjadi relokasi lignin dan degradasi komponen kimia penyusun kayu lainnya.

Adanya relokasi lignin dari bagian dalam kayu terpadatkan ke bagian permukaan dan adanya degradasi selulosa, hemiselulosa dan zat ektraktif. Kandungan kimia bagian permukaan kayu dan bagian dalam kayu terpadatkan yaitu grup senyawa phenol (lignin) 37.02% dan 28.05%, grup senyawa aldehid (selulosa) 19.95% dan 26.46%, grup senyawa pyranosa, ribosa (hemiselulosa) 12.57% dan 4.47% serta grup senyawa keton, tanin, lemak (zat ekstraktif) 12% dan 10.19%.

Pelunakan kayu terjadi pada dua tahap yaitu pada 98ontrol98ure sekitar 80 dan 1800C (Takahashi et al. 1998). Tahap pertama terjadi pelunakan lignin saat tercapai 98ontrol98ure transisi gelas (Tg) lignin sebesar 83°C (Tabarsa 2002), selanjutnya terjadi dekomposisi hemiselulosa di dinding sel menjadi monomer gula karena penguapan selama beberapa menit pada 98ontrol98ure sekitar 180°C. Fenomena yang terjadi yaitu adanya relokasi lignin dan degradasi selulosa, hemiselulosa dan zat ekstraktif pada penelitian ini diduga yang mengakibatkan kayu terpadatkan menghasilkan perubahan fisik setelah kayu dipadatkan, yaitu perubahan warna menjadi lebih gelap, tekstur kayu menjadi lebih halus dan permukaannya terasa lebih licin.

99 Tabel 22 Hasil pengujian pirolisis GCMS kayu Agatis

Sampel Persentase Komponen Kimia (%)

Grup senyawa Phenol Grup senyawa aldehid Grup Senyawa Pyranosa, Ribosa Grup senyawa keton, lemak Total Kontrol Lap. Luar 27.26 1.39 2.65 11.22 42.52 Kayu terpadatkan lap. Luar 40.16 10.09 1.85 21.38 73.48 Kayu terpadatkan lap. Tengah 8.97 6.08 0.86 6.89 22.8

Tabel 23 Hasil pengujian pirolisis GCMS kayu Mangium

Sampel Persentase Komponen Kimia (%)

Grup senyawa Phenol Grup senyawa aldehid Grup Senyawa Pyranosa, Ribosa Grup senyawa keton, lemak Total Kontrol Lap. Luar 24.79 10.76 9.02 21.65 66.22 Kayu terpadatkan lap. Luar 37.02 19.95 12.57 12 81.52 Kayu terpadatkan lap. Tengah 28.05 26.46 4.47 10.19 69.17

Menurut Sundqvist (2004), akan terjadi perubahan besar pada komponen-komponen kimia penyusun kayu apabila kayu dipanaskan pada suhu 150-250oC. Pada suhu 150oC terlihat bahwa degradasi hemiselulosa mencapai empat kali lebih besar dibandingkan selulosa, sedangkan kecepatan degradasi lignin setengah dari selulosa. Degradasi hemiselulosa akan dominan pada pemanasan suhu dibawah 200oC. Menurut Dwianto et al. (1998), pengempaan pada suhu di atas 180ºC menyebabkan terdegradasinya komponen hemiselulosa dan lignin, dan sebagai akibatnya maka tegangan yang tersimpan dalam mikrofibril akan terbebaskan (relaksasi). Selama proses pengempaan, lignin yang merupakan polimer berikatan silang (cross-link) akan melunak dan mengalir karena pengaruh tekanan uap panas, sehingga mampu mengisi ruang matriks yang ada di dalam kayu. Rusaknya molekul air akibat perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan hidrogen antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin (Amin dan Dwianto 2006).

100 2. Analisis Gugus Fungsi

Hasil pengamatan perubahan gugus fungsi kayu Agatis maupun Mangium dengan analisis FTIR menunjukkan adanya perubahan karena pengaruh suhu. Hasil pengujian dengan FTIR membuktikan bahwa perubahan gugus fungsi dipengaruhi oleh jenis kayu dan suhu yang digunakan. Akibat proses kompresi adanya gugus yang berubah dari kontrol, pada kayu Agatis terdapat gugus C=O (pada daerah bilangan gelombang 1720.4 cm-1), sedangkan pada kayu Mangium terdapat gugus C=C (pada daerah bilangan gelombang 1639.4 cm-1 ).

Gambar 52 Spektrum FTIR untuk kayu Agatis (AR(L)) permukaan kayu; (AR(T)) bagian tengah; (AKR(L) kontrol

Gambar 53 Spektrum FTIR untuk kayu Mangium (MR(L)) permukaan kayu; (MR(T)) bagian tengah; (MKR(L) kontrol

101 Adanya perubahan gugus fungsi ini mendukung fenomena perubahan komponen kimia penyusun kayu hasil pengujian Py-GCMS. Dimana perlakuan pemanasan pada perlakuan pendahuluan sebelum kayu di kompresi sangat berpengaruh terhadap adanya perubahan komponen kimia penyusun kayu. Penggunaan suhu 170ºC, 180ºC dan 190ºC pada perlakuan terbukti mengakibatkan adanya perubahan gugus fungsi pada kayu terpadatkan dari kontrol. Perubahan gugus fungsi akibat kompresi ditunjukkan pada Tabel 24. Tabel 24 Hasil pengujian FTIR kayu kompresi

Sampel Agatis Mangium

Daerah bilangan

gelombang (cm-1)

gugus Daerah bilangan

gelombang (cm-1) Gugus Kontrol Lap. Luar - - - - Kayu terpadatkan lap. luar 1720.4 C = O 1639.4 C = C Kayu terpadatkan lap. tengah 1722.3 C = O 1639.4 C = C

3. Dekomposisi kimia kayu

Temperatur sangat berpengaruh pada proses pemadatan kayu dan akan mempengaruhi komponen kimia penyusun kayu. Hasil pengujian menggunakan thermogravimetry differential thermal analysis (TG-DTA) pada kayu kontrol muncul puncak pada temperatur sekitar 337ºC yang diidentifikasi sebagai temperatur degradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi (terbakar) pada temperatur 368ºC. Pada kayu terpadatkan temperatur degradasi dan terdekomposisi pada temperatur 340ºC dan 372ºC.

Adanya perubahan titik degradasi dan terdekomposisi dari kayu kontrol dengan kayu terpadatkan yang diduga akibat perlakuan pengempaan yang menggunakan suhu. Selain itu kristalisasi kayu pada fasa amorf menjadi kristalin terjadi pada temperatur 311.3ºC pada kontrol dan temperatur 315.4ºC untuk kayu terpadatkan. Perubahan dari amorf menjadi kristalin akan mengakibatkan penurunan daya serap air sehingga kayu akan lebih stabil.

Perlakuan pemanasan akan mendegradasi kelompok-kelompok hidroksil selulosa dari amorphous menjadi kristalin yang akan mengakibatkan penurunan

102 daya serap air sehingga kayu akan lebih stabil. Hal ini akan meningkatkan kestabilan dimensi kayu. Perubahan ini juga ada hubungannya dengan penurunan berat pada kayu yang dipanaskan. Lamanya pemanasan yang diberikan akan mempengaruhi besarnya pengurangan berat sampel.

Tabel 25 Proses kristalisasi akibat temperatur

Proses Temperatur (°C)

Kontrol Kayu Terpadatkan

Terdegradasi 368 372

Terdekomposisi 337 340

Kristalin 311.3 315.4

B. Densifikasi dengan Impregnasi

Dokumen terkait