• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sulfonasi Lignin Isolat TKKS Menjadi Surfaktan Natrium Lignosul- Lignosul-fonat (NLS)

C. Proses Sulfit (NSSC)

2.6.1.3 Sulfonasi Lignin Isolat TKKS Menjadi Surfaktan Natrium Lignosul- Lignosul-fonat (NLS)

Natrium lignosulfonat (NLS) merupakan hasil reaksi sulfonasi lignin dengan bahan penyulfonasi seperti asam sulfat, oleum, natrium bisulfit (NaHSO3) maupun natrium thiosulfat. Tujuan dilakukan sulfonasi adalah memasukkan gugus sulfonat ke dalam lignin, sehingga mampu mengubah sifat hidrofilisitas lignin yang kurang polar (tidak larut air) menjadi NLS yang lebih polar (larut air). Dengan memasukkan gugus sulfonat dan garamnya (NaSO3-) ke dalam gugus hidroksil (OH-) lignin, mampu meningkatkan sifat hidrofilitasnya yang menyebabkan NLS mudah larut dalam air. Prinsip inilah yang menggambarkan NLS berperan sebagai surface active agent atau surfaktan. Dalam penelitian ”proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi surfaktan natrium lignosulfonat (NLS), dilakukan dengan mengkombinasi penelitian Syahmani (2001) dan Yasuda et al. (2004). Dari penelitian Syahmani dan Yasuda perlu dilakukan perbaikan-perbaikan untuk mendapatkan kualitas produk NLS yaitu mendapatkan konversi (lignin bereaksi) tinggi serta kemurnian NLS tinggi . Disamping itu NLS yang dihasilkan memenuhi karakteristik sebagai bahan pendispersi pada sistem dispersi pertikel (pasta gipsum). Untuk meningkatkan sifat hidrofilitas NLS dan efisiensi terhadap kebutuhan bahan penyulfonasi natrium bisulfit NaHSO3, serta penanganan dalam pemurnian produk NLS, dilakukan dengan menambahkan katalis NaOH sekaligus sebagai pengatur pH sehingga tidak perlu menggunakan bahan penyulfonasi NaHSO3 yang berlebih.

Reaksi sulfonasi lignin menjadi NLS menggunakan katalis NaOH, berlangsung serupa dengan sulfonasi terhadap 1,2,diguaiasilpropana-1,3-diol (Gambar 2.20). Langkah pertama berlangsung melalui pembentukan kuinon

metida dengan pemecahan gugus α-hidroksil (eliminasi air). Reaksi adisi elektrofilik terhadap kuinon metida oleh bisulfit menghasilkan natriun 1,2-diguasilpropana-α-sulfonat (eliminasi air) dan diikuti adisi elektrofilik yang menghasilkan natrium 1,2-diguasilpropana-α, γ -disulfonat (Fengel dan Wegner, 1995). Reaksi sulfonasi lignin menjadi surfaktan NLS seperti disajikan pada Gambar 2.20

2.6.1.3.1 Optimasi Kondisi Proses Sulfonasi Menggunakan Metode Permu-kaan Respon

Untuk menentukan kondisi proses sulfonasi yang optimum digunakan metode permukaan respon atau response surface method (RSM). Menurut Montogomery (1992), RSM adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistik dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas atau respon, serta bertujuan untuk mengoptimumkan respon tersebut. Pada dasarnya analisa permukaan respon adalah serupa dengan analisa regresi yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil (least square method) dan diperluas dengan menerapkan teknik matematika untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum (maksimum atau minimum).

Gambar 2.20 Reaksi Sulfonasi terhadap 1,2 – diguaiasilpropana – 1,3 – diol dengan katalis NaOH.

2 NaHSO3 -2H 2O Natrium 1,2 – diguaiasil propana α– γ - disulfonat 1,2 – diguaiasil

propana – 1,3 diol Kuinon metida OCH3 Katalis NaOH HCOH HC H2 COH OH OCH3 OH OCH3 HCSO3Na HC H2CSO3Na OCH3 OH OH OCH3 O HC HC OCH3 OH H2COH

40 Pada penelitian proses produksi NLS belum diketahui bentuk hubungan antara respon dan variable-variabel bebas yang dispesifikasikan, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah:

¾ menentukan variabel respon dan variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel respon dan menentukan interval variabel dari masing-masing variabel bebas;

¾ membuat model persamaan pada orde pertama dan uji kesahihan model dengan mengetahui ada tidaknya lack of fit dengan menggunakan analisa varians dan dilanjutkan dengan membuat rancangan pada orde ke dua; ¾ membuat dan menguji model orde ke dua;

¾ pemeriksaan dan pengujian asumsi terhadap model; ¾ menentukan kondisi optimum dari model yang sesuai;

¾ menganalisis kanonik untuk mempermudah penggambaran kontur dari permukaan respon .

Dari kasus penelitian yang dilakukan diatas dapat diketahui nantinya bahwa fungsi respon untuk k > 2 akan dicirikan oleh permukaan-permukaan respons konstan yang diharapkan. Analisis untuk menduga fungsi respons ini disebut sebagai analisis permukaan respons atau sering disebut teknik permukaan respon. Biasanya pada tahap awal dirumuskan model regresi polinomial dengan ordo yang rendah yaitu berordo satu yang tidak lain merupakan model regresi linear : ∈ + + + + + = o X X kXk Y

β β

1 1

β

2 2 ...

β

Jika terdapat lengkungan dalam sistem, maka model polinomial dengan derajat lebih tinggi dapat dirumuskan. Rumusan model matematis untuk model polinomial ordo kedua adalah sebagai berikut :

∈ + + + + =

∑ ∑ ∑∑

< = = i j j i ij k i i ii k i i i o X X X X Y β β β β 1 2 1

Untuk menentukan kondisi operasi optimum pada orde ke dua diperlukan rancangan komposit terpusat (central composite design) dalam pengumpulan data percobaan. Rancangan komposit terpusat (CCD) adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian (fractional factorial), yang diperluas melalui penambahan

titik-titik pengamatan pada pusat agar memungkinkan pendugaan koefisien parameter permukaan ordo kedua (kuadratik).

Penentuan kondisi optimum proses dilakukan dengan menggunakan analisis kanonik (canonical analysis) dan analisa plot kontur permukaan respon. Analisis kanonik dalam metode permukaan respon adalah mentransformasikan permukaan respon dalam bentuk kanonik. Pada analisis ini akan diperoleh titik stasioner yaitu berupa titik dari respon maksimum, titik dari respon minimun maupun titik pelana (sadle point). Plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasi nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan sehingga plot kontur memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon. Pengujian model pada metode permukaan respon digunakan untuk mengetahui ketepatan model berdasarkan atas uji penyimpangan model atau lack of fit, R-kuad-rat (koefisien determinan), uji signifikansi model dan uji asumsi residual (Box et al, 1987; Box dan Draper, 1987; Gaspersz, 1995).

Kriteria utama dalam menentukan ketepatan model adalah bila uji simpangan dari model (lack of fit) bersifat tidak nyata secara statistik, serta model dianggap tidak tepat apabila uji penyimpangan dari model (lack of fit) bersifat nyata secara statistik, meskipun kriteria yang lain cukup memuaskan.

η2 X1 X2 η1 η3 X3 η4 η5 X4 X5

42 2.6.2 Pengembangan Proses Melalui Pendekatan Sistematis Empiris

(Pemodelan) , Simulasi, Optimasi serta Integrasi Proses Tahapan pengembangan proses ini meliputi:

1) Menyusun model kinetika reaksi yaitu menentukan model persamaan laju reaksi (rA) proses sulfonasi lignin isolat TKKS menjadi NLS, dan menentukan tetapan laju reaksi (k) dan parameternya: faktor frekuensi tumbukan (A), dan energi aktivasi (E),

2) Menyusun neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui distribusi kebutuhan bahan baku, kebutuhan bahan pembantu dan simulasi neraca massa untuk berbagai kapasitas produk NLS,

3) Menyusun persamaan biaya produksi total (tc) sebagai fungsi kapasitas produksi NLS (P),

4) Melakukan optimasi untuk menentukan kapasitas optimum produksi NLS,

5) Menentukan perkiraan harga peralatan (purchased equipment cost), 6) Integrasi process engineering flow diagram (PEFD) proses sulfonasi

lingin dengan paket program HYSYS,

7) Analisis kelayakan finansial pendirian industri NLS.

Dokumen terkait