• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3 Metode Penelitian

3.3.3 Pengamatan Kedalaman Tanah dan Batuan

Pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) diperlukan sebagai dasar dalam menentukan kedalaman pemasangan jaringan peralatan pengamat hidrometrik dan hidrokimia (piezometer, tensiometer, dan suction sampler). Untuk menentukan kedalaman batuan dilakukan pengeboran tanah pada setiap kedalaman 50 cm sampai 1 meter untuk melihat karakteristik dari tanah dan batuannya. Pengeboran dilakukan dengan menggunakan bor tangan yang memiliki diameter 1,25 dan 3,0 inchi. Alat ini terdiri dari mata bor dari bahan baja yang dihubungkan dengan pipa yang memiliki panjang 0,5 m dan 3 m serta besi pemutar. Ilustrasi bor tangan disajikan pada Gambar 4, dengan cara kerja sebagai berikut:

1. Bor diameter 1,5 inchi dengan panjang mata bor 1,0 m dihubungkan dengan pegangan atau tangkai. Untuk pengamatan lapisan tanah yang lebih dalam diperlukan sambungan pipa lain.

2. Bor dimasukan ke dalam tanah dengan cara ditekan dan disentakan secara berulang oleh tenaga manusia sehingga mata bor masuk ke dalam tanah sampai AWLR tipe pelampung

kedalaman tertentu dan tanah hasil pengeboran tersebut masuk ke dalam lubang bor.

3. Bor diangkat pada setiap kedalaman 50 cm sampai 100 cm. Material (tanah dan batuan) yang terdapat dalam mata bor dikeluarkan, kemudian diamati karakteristiknya (warna, kekerasan/kekompakan, dan tekstur).

4. Pada saat alat pengeboran sudah tidak mampu menembus batuan yang ada di dalam tanah, kondisi ini dianggap sebagai kedalaman batuan (bedrock).

Ilustrasi kegiatan lapang pada saat pengamatan kedalaman tanah dan batuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 4 Bor manual terbuat dari pipa besi baja yang dipergunakan untuk mengetahui kedalaman tanah dan batuan

Gambar 5 Pengeboran tanah untuk menentukan kedalaman batuan (bedrock) di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu.

Pengeboran dilakukan sebanyak 10 titik yaitu 5 titik pengamatan (L1 – L5) di lereng arah timur dan 5 titik di lereng arah barat (L6 –L10). Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pada lereng bagian atas (punggung lereng) memiliki lapisan bedrock

yang lebih dalam dibandingkan dengan lereng di bagian bawah (lembah). Karakteristik kedalaman tanah dan batuannya disajikan pada Tabel Lampiran 1-10.

3.3.4 Pemasangan Peralatan Pengamatan Hidrokimia

Dari 10 titik pengamatan kedalaman bedrock telah dilakukan pemasangan jaringan pengamatan hidrokimia berupa piezometer, tensiometer, dan suction sampler

di 9 titik pengamatan. Pemasangan peralatan dilakukan pada suatu transek yang ditetapkan sesuai dengan jalur aliran air di lahan kering berlereng (hillslope) masing-masing sebanyak 5 titik pada lereng arah timur dan 4 titik pada lereng arah barat dari sungai di DAS mikro Cakardipa. Pemasangan alat pengamatan hidrokimia secara spasial disajikan pada Gambar 6, sedangkan secara vertikal disajikan pada Gambar 7. Jaringan alat pengamatan hidrokimia seluruhnya berjumlah 62 buah, terdiri dari 22 tensiometer, 16 piezometer, dan 24 suction sampler yang dipasang pada berbagai kedalaman. Tensiometer dipergunakan untuk mengukur potensial air tanah, piezometer digunakan untuk mengukur kedalaman muka air tanah dan pengambilan

conto airbumi, sedangkan suction sampler dipergunakan untuk menyedot sampel air tanah. Prototipe tensiometer dan suction sampler yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 8, dan distribusi kedalaman pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia disajikan pada Tabel 1.

Gambar 6 Lokasi Pengamatan Batuan dan Pemasangan Jaringan Pengamatan Hidrokimia secara Spasial di DAS Mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus.

3.3.5 Penentuan Arah Aliran secara Vertikal dan Lateral

Jalur aliran ditentukan di wilayah lereng atas, tengah, dan bawah sampai ke jalur sungai. Jalur aliran bawah permukaan ditetapkan berdasarkan garis equipotensial yang menggambarkan titik-titik yang memiliki potensial air yang sama. Arah aliran bawah permukaan secara vertikal dan lateral ditentukan berdasarkan perbedaan (gradient) tinggi hidrolik airbumi antara dua titik pengamatan

pada kedalaman yang berbeda di areal lereng tengah dan bawah. Menurut Subagyono dan Tanaka (2007), gradien tinggi hidrolik secara vertikal (∂Η/∂z) dihitung

berdasarkan persamaan berikut:

∂H/∂z = (H2-H1)/(z2-z1)...(4)

Dengan : H1 dan H2 adalah tinggi hidrolik pada kedalaman terendah (0,25 m) dan tertinggi (9 m), dan z1 and z2 adalah ketinggian tempat titik pengamatan.

Sedangkan gradien tinggi hidrolik secara lateral (∂Η/∂z) dihitung berdasarkan

persamaan berikut:

∂H/∂z = (Hb-Ha)/(zb-za)... (5)

Dengan : Ha dan Hb tinggi hidrolik pada titik pengamatan L4 dan L5, sedangkan za dan zb adalah ketinggian tempat pada titik pengamatan L4 dan L5

Keterangan:

L1, L2, L8,L9 : terdiri dari tensiometer dan suction sampler

L3, L4, L5, L6, L7 : terdiri dari tensiometer, piezometer, dan suction sampler

Gambar 7 Skema Pemasangan Jaringan Pengamatan Hidrokimia di Lereng sebelah Barat dan Timur DAS mikro Cakardipa, Sub DAS Cisukabirus, DAS Ciliwung Hulu

A.

B.

C.

Gambar 8 Peralatan Tensiometer (A), Suction Sampler (B), dan Piezometer (C) yang dipergunakan pada Penelitian ini

Tabel 1 Distribusi peralatan pengamatan hidrometrik dan hidrokimia Kedalaman (cm) L1 L2 L3 L4 L5 Alur sungai L6 L7 L8 L9 Piezometer 25 v v 50 v v v 100 v v v 150 v v 200 v v v 250 300 400 v v v Tensiometer 25 v v 50 v v 100 v v v v v 150 v v 200 v v v 250 v v v v 300 v v 350 v 400 v v 550 v 650 900 v Suction 25 v v Sampler 50 v v v 100 v v v v v 150 v v 200 v v 250 v v v v 300 v v 350 v v v 400 v v 550 v 650 900 v

Keterangan: L1 –L9 adalah lokasi pemasangan alat

3.3.6 Pengambilan Conto Air

Pengambilan conto air dilakukan pada 25 episode hujan (storm event) selama musim hujan dan periode pengambilan satu bulan sekali selama 11 bulan yaitu dari bulan Juni 2009 sampai dengan April 2010. Pengambilan sampel air dilakukan dengan menggunakan suction sampler, kemudian dimasukkan kedalam botol. Pengambilan conto air meliputi air tanah dan airbumi (groundwater) (diambil dari jaringan peralatan pengamatan hidrokimia), air hujan dari ombrometer, air permukaan dari Chin-Ong meter, dan air dari saluran drainase. Selain itu juga diambil sampel air

sungai di bagian hulu, tengah, dan hilirnya. Analisis air dilakukan terhadap kandungan unsur: Kalium (K+), Natrium (Na+), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+), Alumunium (Al3+), Besi (Fe3+), Silikat (SiO2), Sulfat (SO42-), Posfat (PO42-), Nitrit (NO3-1), Klorium (Cl-1), dan Bikarbonat (HCO3-). Anion ditentukan dengan ion chromatography, sedangkan kation dengan Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS). Selain itu dilakukan pengukuran pH dan Electrical Conducivity (EC). Rangkuman jumlah sampel dan metode pengambilannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah sampel air dan metode pengambilannya

No. Jenis sampel Metode pengambilan sampel Jumlah lokasi sampling Frekuensi Total sampel

1. Air tanah Suction sampler 24 Bulanan dan setiap

kejadian hujan

193

2. Airbumi Piezometer 16 Bulanan dan setiap

kejadian hujan

412

3. Air sungai Manual 3 Bulanan dan setiap

kejadian hujan

87

4. Air hujan Ombrometer 1 Pada saat kejadian

hujan

16

5. Aliran permukaan

Chin-Ong meter 1 Pada saat kejadian

hujan

140

6. Air saluran Manual 1 Bulanan dan setiap

kejadian hujan

26

Total 46 874

3.3.7 End-member mixing analysis (EMMA) dan Separasi Hidrograf

Separasi hidrograf secara geokimia digunakan untuk memisahkan komponen limpasan pada saat terjadi hujan. Karena kimia air sungai merupakan campuran dari berbagai input sumber limpasan/aliran air (sources area), maka identifikasi potensial sumber limpasan yang berkontribusi terhadap kimia air sungai sangat penting. Hal ini memerlukan model campuran (mixing model) (Genereux dan Hooper, 1998). EMMA digunakan untuk menganalisis tiga komponen kimia air (sumber limpasan) yang paling dominan mempengaruhi kimia air sungai. Tiga komponen kimia air tersebut

bersifat konservatif (mengikuti hukum kekekalan masa). Proporsi ketiga komponen air tersebut selanjutnya digunakan untuk menghitung proporsi aliran melalui separasi hidrograf. Pertimbangan untuk menggunakan pendekatan ini adalah bahwa seluruh komponen sumber air diasumsikan bercampur secara konservatif sesuai kondisi DAS Ciliwung. Percampuran sifat kimia air secara konservatif terjadi karena komponen kimia air dari sumber limpasan mengalir mengikuti pergerakan air. Kimia air sungai merupakan turunan dari kimia air masing-masing komponen sumber limpasan yang mengalir ke sungai, dengan prinsip bahwa air dapat membawa unsur atau komponen kimia air dari masing-masing sumber limpasan tersebut.

EMMA dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah digunakan oleh Hooper (2001) and Christophersen dan Hooper (1992) serta Burns et al (2001) sebagai berikut:

(1) Menyusun data set air bumi (groundwater), air tanah (soil water), air hujan, dan air sungai yang diukur pada periode hujan tertentu di DAS mikro Cakardipa.

Dari unsur yang dianalisis yaitu: K+, Na+, Ca2+, Mg2+, Fe3+, Al3+, SiO2, SO4

2-, PO43-, NO3-, Cl-, dan HCO3- sejumlah 874 contoh, terdapat 9 unsur terpilih yaitu: K+, Na+, Ca2+, Mg2+, SiO2, SO42-, NO3-, Cl-, dan HCO3- sebanyak 497 set data. Set data diberi simbol X yang menggambarkan matriks berukuran n x p

(terdiri dari n contoh dan p pelarut/unsur terpilih).

(2) Normalisasi data dengan cara membagi (masing-masing data hasil pengamatan dikurangi masing-masing data rata-rata seluruh pengamatan) dengan standar deviasi masing-masing pelarut.

Matriks X dinormalkan dengan cara membagi (masing-masing data hasil pengamatan dikurangi masing-masing data rata-rata seluruh pengamatan) dengan standar deviasi masing-masing pelarut. Matriks yang sudah dinormalkan diberi simbol X*. Jika j merupakan rata-rata pengamatan dari masing-masing pelarut dan sj merupakan standar deviasinya, maka nilai setiap elemen dari matrik yang dinormalkan adalah:

xij*=( xij - j )/ sj ...(6) (3) Melakukan analisis statistik multivariate dengan menggunakan proyeksi

ortogonal dari matrik nilai yang sudah dinormalkan ke dalam mixing subspace (plot kimia air sungai)

Metode analisis multivariate dengan analisis komponen utama (PCA: Principal Component Analysis) telah digunakan secara luas untuk menganalisis multidimensi data. Pada penelitian ini analisis komponen utama dilakukan terhadap data kimia air terpilih seperti pada point (1) dari beberapa source area. Eigenvectors matriks korelasi diperoleh dengan menggunakan program Minitab Release 14.

Nilai air sungai terproyeksi diperoleh dengan menggandakan eigenvectors dengan nilai pelarut terstandarisasi. Nilai air sungai terproyeksi ini akan diplotkan di dalam dimensi sub ruang (plot kimia air). Proyeksi orthogonal dari matriks X* dapat diketahui melalui persamaan :

* = X*Vt(VVt)-1V...(7) * dapat di normalkan kembali dengan menggandakan kembali dengan standar deviasi dari masing-masing pelarut ditambah dengan rata-ratanya sehingga menjadi . Masing-masing elemen dari matrik ini adalah

ij = ij*. sj + j ...(8) Residu antara nilai pelarut terproyeksi dengan data asli diplot terhadap konsentrasi unsur yang dimonitor melalui persamaan:

E = – X...(9) Untuk mengetahui fit data digunakan juga bias relatif/relative bias (RB) dan

relative root mean square error (RRMSE). Bias relatif untuk setiap pelarut (solute) ke j ditentukan melalui persamaan berikut:

...(10)

Sedangkan RRMSE untuk pelarut ke j ditentukan melalui persamaan berikut:

...(11)

(4) Untuk menguji bahwa kimia air dari sumber air yang menuju sungai menyebar di dalam plot kimia air sungai, data kimia air bumi,air tanah, dan air hujan diproyeksikan ke dalam mixing subspace (kimia air sungai)

(5) Data kimia air yang diprediksi dengan EMMA dibandingkan dengan konsentrasi terukur pada saat pengamatan selama hujan tertentu menggunakan regresi linear

Kontribusi setiap sumber air selama proses limpasan yang diprediksi menggunakan EMMA kemudian dihitung menggunakan metode kesetimbangan massa untuk air dan total unsur (larutan) sesuai dengan formula sebagai berikut (Hinton et al 1994): 3 2 1 2 2 3 2 1 3 2 2 2 3 2 1 c c C C C C c c c c C C C C c c Q Q T T T ………...(12) 3 1 2 1 1 3 1 2 3 1 1 1 3 1 2 c c C C C C c c c c C C C C c c Q Q T T T ………....(13)

Kemudian, Q3 dihitung sebagai berikut:

1 2 3 2 2 1 2 3 1 2 2 2 1 2 3 c c C C C C c c c c C C C C c c Q Q T T T ………...(14)

Dengan Q adalah debit, c adalah konsentrasi unsur 1 dan C adalah konsentrasi unsur 2, serta 1, 2, 3, dan T berturut-turut adalah aliran masuk ke sungai dari source area

(sumber aliran) 1, source area 2; source area 3, dan T adalah kombinasi total aliran keluar (total outflow).

3.3.8 Keragaman Unsur Hidrokimia Secara Spasial dan Temporal

Keragaman unsur hidrokimia secara spasial ditentukan dengan menghitung standar deviasi dan koefisien keragaman. Sedangkan analisis data berdasarkan seri waktu (time series) digunakan untuk mengetahui keragaman unsur hidrokimia secara temporal. Untuk mempelajari proses hidrologi dan hidrokimia yang dapat berubah secara temporal, dapat digunakan analisis autokorelasi dengan menggunakan metode Hann (1985) sebagai berikut:

฀(τ) = Cov (X(t) , (X(t+ τ))/Var (X(t))...(15)

฀(τ) adalah fungsi autokorelasi, Cov (X(t)), X(t+τ) adalah autocovarian, dan Var

X(t) adalah keragaman. Covarian ditentukan dengan menggunakan persamaan 14, sedangkan keragaman ditetapkan melalui persamaan 15, sebagai berikut:

m ___ _____

Cov (X(t), X(t+τ)) = Σ (Xi(t) - X(t))(Xi(t+τ) - X(t + τ))/m...(16)

j = 1

k __

Var (X(t)) = Σ (Xi - X)2ni/(n – 1)...(17)

i=1

____

X(t) merepresentasikan proses stokastik, X rata-rata data, k jumlah kelompok data, dan n adalah jumlah data pengamatan. Fungsi autokorelasi dihitung menggunakan program SPSS for windows release 16.0.

3.3.9 Analisis Konsentrasi dengan Debit (Discharge)

Untuk mengkuantifikasi hubungan antara proses hidrologi dan hidrokimia yang terjadi selama kejadian hujan, C-Q diagram yang pernah didemonstrasikan oleh Evans dan Davies (1998) dan Evans et al (1999) dipergunakan dalam penelitian ini. Konsentrasi unsur K+, Na+, Ca2+, Mg2+, SiO2, SO42-, NO3-, Cl-, dan HCO3- sebagai unsur terpilih diplot terhadap debit (discharge). Plot data tersebut dikombinasikan dengan plot data debit observasi secara temporal dan variasi unsurnya.

Model histeresis Evans dan Davies (1998) digunakan untuk menguji hubungan antara komponen sumber aliran (model 3 komponen campuran/the three component mixing model) yang ditetapkan melalui separasi hidrograf dan sifat kimia airnya. Histeresis C-Q digunakan untuk menentukan tingkat pencucian (flushing) unsur. Tiga kriteria digunakan dalam model tersebut untuk mengkarakterisasi tipe histeresis, yaitu: (a) pola rotasi (clockwise/anticlockwise), (b) bentuk kurva (convex/concave), dan (c) kecenderungan/trend (positif/negatif) dan ini digunakan untuk menentukan ranking dari komponen runoff (Tabel 3).

Tabel 3 Diagnosa penetapan ranking model tiga komponen runoff

Tipe Arah rotasi Bentuk kurva Trend Ranking komponen runoff

C1 C2 C3 A1 A2 A3

Searah jarum jam Searah jarum jam Searah jarum jam Berlawanan jarum jam Berlawanan jarum jam Berlawanan jarum jam

Cembung Cekung Cekung Cembung Cekung Cekung N/A Positive Negative N/A Positive Negative

CKomp1>CKomp2 >CKomp3

CKomp1>CKomp3>CKomp2

CKomp2 >CKomp1 >CKomp3

CKomp3 >CKomp2 >CKomp1

CKomp3 >CKomp1 >CKomp2

CKomp2 >CKomp3 >CKomp1

Sumber: Evans dan Davies (1998)

3.3.10 Menyusun Model Konseptual Hubungan Proses Aliran Permukaan dengan Ketersediaan Air

Konsep hubungan proses limpasan dengan ketersediaan air memiliki beberapa karakteristik, yaitu:

(1) Secara eksplisit terdapat kaitan antara faktor internal dalam DAS (tanah dan larutan unsur kimia) dengan pengamatan kimia aliran/stream chemistry,

(2) Keragaman konsentrasi pelarut di outlet berdasarkan pengukuran mungkin meningkat dibandingkan berdasarkan model. Pengukuran berdasarkan hidrometrik juga akan menunjukkan perbedaaan dibandingkan dengan end member,

(3) Hanya mencakup proses di dalam DAS yang mempengaruhi kimia dalam aliran di outlet. Dengan demikian hanya membangun model yang berisi informasi yang memberi pertanda kimia dalam aliran.

Model konseptual diharapkan dapat memberikan informasi, antara lain: (1)

source (sumber limpasan) mana yang berkontribusi paling besar terhadap aliran sungai, (2) di wilayah mana (lereng atau riparian atau lainnya) solute mixing paling intensif terjadi?, (3) di wilayah mana respon aliran akan lebih lambat atau lebih cepat?, (4) di wilayah mana pencucian hara paling banyak/sedikit terjadi?

IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Dokumen terkait