• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daerah penangkapan ikan adalah area di mana sumber daya perikanan dapat dieksploitasi sepanjang waktu dan alat tangkap dapat dioperasikan dengan optimal (Simbolon 2011). Daerah penangkapan ikan akan terbentuk secara alami di suatu perairan jika kondisi fisik perairan tersebut disukai oleh ikan dan perairan tersebut mampu menyediakan kebutuhan ikan seperti makanan, tempat berlindung, tempat memijah, dan kebutuhan lainya. Daerah pertemuan dua massa air (front) yang memiliki sifat fisik yang spesifik, perairan yang dekat dengan muara sungai dan tempat terjadinya penaikkan massa air (upwelling) yang kaya akan sumber nutrisi, serta perairan dengan terumbu karang merupakan daerah penangkapan ikan yang potensial.

Ikan tuna dan ikan pelagis lainnya yang ada di perairan tropis telah diketahui berasosiasi dengan benda-benda terapung, baik yang alami (batang dan cabang kayu, rumput laut, bahkan ikan paus) maupun buatan manusia, seperti pelampung. Benda-benda terapung dalam jumlah yang sangat banyak telah dipasang oleh para nelayan untuk menangkap tuna dan ikan pelagis lainnya secara lebih efisien sejak tahun 1980-an. Lebih dari setengah hasil tangkapan tuna di daerah tropis ditangkap di sekitar benda-benda tersebut (Fonteneau et al. 2000). Pelampung- pelampung semacam ini juga telah banyak dipasang di perairan dekat pantai dan telah memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap perkembangan perikanan skala kecil, terutama di wilayah samudera Pasifik dan Hindia. Benda- benda ini dikenal sebagai rumpon atau alat pengumpul ikan (fish aggregating devices/FADs). Ikan yang berkumpul di sekitar rumpon bukan hanya jenis tuna saja. Tercatat lebih dari 333 spesies ikan, baik yang pelagis maupun demersal, didapati berasosiasi dengan benda terapung seperti rumpon dan lainnya di perairan terbuka (Castro et al. 2002).

Komunitas ikan terbentuk di sekitar rumpon sangat beragam baik jenis maupun ukurannya. Ikan yang berkumpul di sekitar rumpon bukan hanya jenis yang menjadi target penangkapan saja, melainkan ikan yang bukan merupakan target penangkapan yang disebut sebagai hasil tangkapan sampingan, bahkan termasuk jenis yang dilindungi. Romanov (2002) mendapati 45 spesies ikan tertangkap di sekitar rumpon dan sebagian besarnya bukan merupakan jenis yang menjadi tujuan penangkapan (non-target species). Jumlah ini lebih banyak daripada jenis yang tertangkap tanpa menggunakan rumpon yaitu hanya 19 spesies. Ikan yang berkumpul di dekat rumpon sebagian besar merupakan juvenil dari ikan pelagis besar dan ikan karang (Taquet et al. 2007) yang belum layak tangkap. Juvenil dari tuna sirip kuning dan tuna mata besar sangat sering didapati di sekitar rumpon dan tertangkap bersamaan dengan ikan cakalang yang memiliki ukuran yang hampir sama (Doray 2007).

Besarnya biomassa ikan yang berkumpul di sekitar rumpon seringkali tidak didukung dengan ketersediaan makanan yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan tingkat kompetisi yang tinggi diantara individu ikan dalam memperoleh makanan. Kondisi perut yang kosong dan pertumbuhan yang lambat

seringkali didapati pada ikan yang berasosiasi dengan rumpon. Rumpon dapat menjadi jebakan ekologis bagi ikan-ikan yang berasosiasi dengannya (Marsac et al. 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengevaluasi rumpon sebagai daerah penangkapan ikan; (2) menentukan TKG dan isi lambung ikan hasil tangkapan di sekitar rumpon; dan (3) menentukan dampak penggunaan rumpon dan teknologi penangkapan terhadap keberlanjutan sumber daya ikan.

Metode Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan yaitu metode deskriptif (Walliman 2011), dengan aspek yang dikaji yaitu aspek biologis ikan yang berkumpul di sekitar rumpon laut dalam. Objek penelitiannya yaitu jenis-jenis ikan yang ditangkap menggunakan pukat cincin dan pancing ulur di sekitar rumpon laut dalam yang dipasang oleh nelayan yang berpangkalan di PPP Tamperan, Kabupaten Pacitan di perairan Samudera Hindia selatan Jawa.

Pengumpulan Data

Jenis ikan yang tertangkap di sekitar rumpon diperoleh dari data pendaratan hasil tangkapan harian yang ada di UPT TPI Tamperan. Khusus untuk ikan cakalang dan tuna sirip kuning, pencatatan produksi dilakukan berdasarkan ukurannya sehingga bisa dihitung persentase hasil tangkapan kedua jenis tersebut berdasarkan ukuran.

Jenis ikan yang dijadikan bahan penelitian diambil melalui proses pengambilan contoh secara acak di atas 3 kapal pukat cincin dan 2 kapal pancing ulur. Kapal-kapal tersebut dipilih karena kelimanya berangkat bertepatan dengan waktu pengambilan data. Kelima kapal tersebut beroperasi pada periode yang sama yaitu antara tanggal 9 – 16 Januari 2015. Masing-masing kapal melakukan penangkapan ikan pada 3 – 5 rumpon yang berbeda, namun pengambilan contoh dilakukan hanya pada 2 lokasi rumpon untuk kapal pukat cincin dan 1 lokasi rumpon untuk kapal pancing ulur, sehingga secara keseluruhan terdapat 8 lokasi pengambilan contoh yang berbeda. Pengambilan contoh dilakukan oleh kapten kapal dan satu orang awak kapal yang telah ditugaskan untuk melakukan hal tersebut. Peta daerah penelitian, posisi rumpon yang dimiliki oleh masing-masing kapal dan posisi rumpon di mana contoh ikan diambil ditunjukkan pada Gambar 14. Cara pengambilan dan penyimpanan contoh pada kapal pukat cincin dan pancing ulur sedikit berbeda karena adanya perbedaan ukuran ikan yang tertangkap oleh kedua alat tangkap tersebut. Ikan yang tertangkap oleh pukat cincin diangkat ke atas dek kapal menggunakan penangguk (scoop net) dan ditumpahkan di atas dek sebelum dimasukkan ke palka. Ikan contoh diambil secara acak dengan jumlah 5 – 10 ekor per jenis ikan, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berukuran besar yang selanjutnya diikat rapat menggunakan tali rafia sehingga tidak ada air yang masuk ke dalam plastik saat penyimpanan di dalam palka yang dapat mempengaruhi bobot ikan. Lokasi rumpon dan waktu penangkapan dituliskan pada plastik tersebut menggunakan spidol permanen.

Gambar 14 Lokasi penelitian, posisi rumpon dan posisi pengambilan contoh ikan Ikan contoh yang telah dibungkus dalam kantong plastik kemudian disimpan di dalam palka yang bersuhu rendah. Media pendingin yang digunakan berupa balok es yang diberi air laut. Ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur umumnya berukuran besar sehingga tidak memungkinkan untuk dimasukkan ke dalam kantong plastik. Ikan contoh yang diambil diberi tanda menggunakan

plastik yang diikatkan pada pangkal ekornya, kemudian dimasukkan ke dalam palka bersama ikan hasil tangkapan lainnya. Posisi rumpon dan waktu tertangkapnya ikan dituliskan pada plastik penanda menggunakan spidol permanen. Contoh ikan dari kapal pukat cincin yang telah didaratkan di PPP Tamperan disimpan dalam kotak pendingin (coolbox) dan didinginkan menggunakan es curah untuk analisis selanjutnya.

Pengukuran panjang dan berat tubuh serta pembedahan isi perut contoh ikan dari kapal pukat cincin dilakukan di darat, sedangkan pengukuran panjang dan berat tubuh ikan dari kapal pancing ulur serta pengambilan isi perutnya dilakukan di atas dek kapal segera setelah contoh ikan dikeluarkan dari palka, karena contoh ikan tersebut selanjutnya akan dijual kepada pedagang pengumpul bersama ikan hasil tangkapan lainnya. Panjang tubuh ikan diukur menggunakan penggaris ukur untuk ikan yang berukuran kecil dan meteran ukur untuk ikan yang berukuran besar. Panjang ikan yang diukur yaitu panjang baku (standard length), yang diukur dari bagian mulut terdepan sampai dengan pangkal ekor. Pengukuran panjang tubuh ikan dilakukan hingga ketelitian 1 mm. Berat tubuh ikan diukur menggunakan timbangan meja untuk ikan yang berukuran di bawah 5 kilogram dan menggunakan timbangan duduk digital untuk ikan di atas 5 kg. Pengukuran berat tubuh ikan dilakukan hingga tingkat ketelitian 1 gram. Panjang dan berat tubuh ikan yang telah diukur dicatat dalam tabel pencatatan dan diberi nomor. Ikan yang telah diukur panjang dan berat tubuhnya kemudian dibelah pada bagian perutnya untuk diambil bagian lambung (gut) dan gonadnya. Bagian lambung dan gonad dari ikan contoh selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik kecil transparan yang diberi nomor sesuai dengan nomor contoh yang ada pada tabel pencatatan, kemudian diawetkan dalam lemari pendingin untuk dilakukan analisis isi lambung dan tingkat kematangan gonad (TKG) nya.

Proses identifikasi isi lambung ikan contoh dilakukan di ruang laboratorium basah yang terdapat di kantor PPP Tamperan. Lambung ikan dibuka menggunakan pisau bedah, kemudian isinya dikeluarkan dan dipisahkan berdasarkan jenisnya. Isi lambung ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian hingga 0,5 gram. Identifikasi jenis makanan dilakukan saat itu juga untuk jenis ikan yang mudah dikenali, sedangkan jenis makanan yang belum dapat diidentifikasi, dicatat dan didokumentasikan menggunakan kamera untuk kemudian diidentifikasi menggunakan bantuan buku identifikasi dan basis data yang ada pada portal www.fishbase.org.

Analisis Data

Analisis ukuran ikan hanya dilakukan terhadap data panjang tubuh ikan. Hubungan antara pertumbuhan panjang dan berat tubuh ikan contoh bersifat linier sehingga salah satunya dapat mewakili. Data panjang tubuh ikan untuk tiap spesies yang tertangkap menggunakan pukat cincin dan pancing ulur ditampilkan secara terpisah dalam bentuk diagram kotak garis (box plot) untuk menggambarkan sebaran ukuran tiap jenis ikan yang berkumpul pada masing- masing rumpon. Data panjang tubuh ikan yang tertangkap oleh kedua alat tangkap tersebut juga dapat memberikan gambaran mengenai sebaran ukuran ikan secara horisontal maupun vertikal dengan memperhatikan kedalaman operasi alat tangkap dan jarak pengoperasian alat tangkap dari rumpon berdasarkan informasi

dari nelayan. Data panjang tubuh tiap jenis ikan juga akan dibandingkan dengan panjang tubuh ikan tersebut saat mencapai matang gonad pertama kali (length at first maturity/Lm) untuk menentukan belum atau sudah dewasanya ikan yang

tertangkap di sekitar rumpon. Ukuran Lm masing-masing jenis ikan diperoleh dari

portal www.fishbase.org. Hasil analisis tersebut selanjutnya akan digunakan dalam menentukan tingkat keramahan kedua jenis alat tangkap.

Penentuan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad dari ikan contoh dilakukan secara visual dengan melihat ciri fisik gonad tersebut. Tingkat kematangan gonad dibagi menjadi lima tingkatan dengan memperhatikan ciri-ciri fisik gonad, dengan kriteria berdasarkan Effendie (1997) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2. Data TKG ikan contoh akan digunakan dalam menentukan persentase jumlah ikan yang layak tangkap dan tidak layak tangkap dalam rangka menentukan tingkat keramahan kedua alat tangkap terhadap lingkungan.

Tabel 2 Kriteria penentuan tingkat kematangan gonad ikan contoh

TKG Betina Jantan

I

Ovari seperti benang, panjang sampai depan rongga tubuh. Warna jernih, permukaan licin

Testes seperti benang lebih pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya di rongga tubuh. Warna Jernih.

II

Ukuran ovari lebih besar, permukaan lebih gelap kekuningan, telur belum terlihat jelas dengan mata

Ukuran testes lebih besar. Warna putih seperti susu. Bentuk lebih jelas dari tingkat I

III

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirannya dengan mata

Permukaan testis tampak bergerigi. Warna makin putih. Testes makin besar, dan dalam keadaan diawet mudah putus IV

Ovari makin besar. Telur berwarna kuning dan mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak. Volume ½ - ⅔ rongga perut. Usus terdesak.

Seperti pada tingkat III, tampak lebih jelas. Testes semakin pejal.

V

Ovari berkerut, dinding tebal. Butir telur sisa terdapat di dekat saluran pelepasan. Banyak telur seperti pada tingkat II.

Testes bagian belakang kempis dan di bagian dekat pelepasan masih berisi

Jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan yang tertangkap dihitung menggunakan persamaan frekuensi kejadian (frequency of occurence). Penggunaan rumus ini dikarenakan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ikan yang tertangkap saat penelitian hanya sedikit. Persamaan ini juga sudah bisa menggambarkan adanya persaingan antar spesies dalam mendapatkan jenis makanan yang sama. Persamaan frekuensi kejadian (Oi) berdasarkan Hyslop

Oi = ��

�� ...(3)

dengan :

Ji = Jumlah ikan dengan jenis makanan ke-i di perutnya; dan

Pi = Jumlah ikan yang lambungnya berisi makanan

Nilai frekuensi kejadian akan memberikan gambaran mengenai jenis makanan yang dominan dimakan oleh ikan yang berkumpul di sekitar rumpon.

Nilai indeks kepenuhan isi lambung (index of stomach fullness) ikan saat tertangkap dihitung sebagai bentuk persentase berat isi lambung terhadap berat tubuh ikan, dengan rumus (Hyslop 1980) :

Indeks Kepenuhan Lambung = ���������������� (��)

���������ℎ���� (��)� x100 ...(4)

Nilai ini akan memberikan gambaran mengenai aktivitas makan ikan dan ketersediaan makanan di sekitar rumpon.

Hasil

Jenis Ikan yang Tertangkap di Sekitar Rumpon Laut Dalam

Jenis ikan yang berkumpul di sekitar konstruksi rumpon yang dipasang oleh nelayan Pacitan, meskipun tidak semuanya, dapat diketahui dari jenis ikan yang tertangkap oleh alat tangkap yang dioperasikan di sekitar rumpon tersebut, yaitu pukat cincin dan pancing ulur. Jenis ikan yang tertangkap menggunakan pukat cincin umumnya berupa ikan yang membentuk gerombolan (schooling) dan memiliki ketertarikan terhadap cahaya karena dalam pengoperasiannya pukat cincin menggunakan lampu untuk menarik ikan berkumpul sehingga mudah ditangkap. Ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur tidak selalu harus dalam keadaan bergerombol dan memiliki kedalaman renang hingga lebih dari 200 meter, khususnya untuk jenis ikan marlin dan tuna mata besar.

Hasil identifikasi terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Tamperan dan pengambilan contoh ikan di atas kapal pukat cincin dan pancing ulur menunjukkan adanya 16 spesies ikan yang tertangkap menggunakan kedua alat tangkap tersebut. Jenis ikan yang tertangkap di sekitar rumpon berasal dari 8 suku/famili yaitu: (1) Scombridae: cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna sirip kuning (Thunnus albacares), albakora (Thunnus alalunga), tongkol (Euthynnus affinis), tuna mata besar (Thunnus obesus), tenggiri (Scomberomorus sp.) dan kembung (Rastrelliger sp.); (2) Carangidae: layang (Decapterus ruselli), sunglir (Elagatis bipinnulata) dan kuwe (Caranx sexfasciatus),; (3) Coryphaenidae: lemadang (Coryphaena hippurus); (4) Istiophoridae: marlin (Makaira sp.); (5) Charcharinidae: hiu (Carcharhinus longimanus); (6) Monacanthidae: pogot (Canthidermis maculata); (7) Loliginidae: cumi-cumi (Loligo sp.); dan (8) Clupeidae: lemuru (Sardinella lemuru).

Data produksi PPP Tamperan tahun 2014 menunjukkan jenis ikan yang dominan tertangkap di sekitar rumpon (Gambar 15) yaitu cakalang (1 807 ton), tuna sirip kuning (1 605 ton) dan layang (1 395 ton). Ikan jenis lain tertangkap

dalam jumlah yang lebih sedikit, antara lain: albakora (208), lemadang (123 ton), pogot (114 ton), tongkol (97 ton), sunglir (66 ton), cumi-cumi (59 ton) dan marlin (40 ton). Jenis ikan yang lain tertangkap dalam jumlah yang sangat sedikit, yaitu tenggiri (8 ton), tuna mata besar (6 ton), hiu (3 ton), lemuru (0.34 ton), kuwe (0.12 ton) dan kembung (0.003 ton).

Gambar 15 Produksi berdasarkan jenis ikan di PPP Tamperan tahun 2014 yang tertangkap di sekitar rumpon laut dalam

Keberadaan ikan lemadang yang berukuran kecil, pogot dan sunglir dapat dengan mudah diamati dari kapal karena selalu berenang di sekitar pelampung rumpon dan di sekitar kapal secara bergerombol di dekat permukaan air saat siang maupun malam hari. Ikan cakalang dan tuna sirip kuning yang berukuran kecil serta layang berenang dalam gerombolan yang berukuran besar dan padat pada lapisan yang lebih dalam sebagaimana dapat diamati melalui layar echo sounder yang terdapat di kapal, dan hanya sesekali muncul ke permukaan terutama pada pagi dan siang hari saat terdapat ikan teri atau lemuru yang menjadi mangsanya. Keberadaan ikan jenis lainnya sulit teramati secara visual maupun melalui alat echo sounder karena biasanya berenang pada perairan yang lebih dalam dengan ukuran gerombolan yang lebih kecil dan kepadatan yang rendah.

Ukuran dan Tingkat Kematangan Gonad Ikan Hasil Tangkapan

Ikan cakalang dan tuna sirip kuning merupakan target penangkapan alat tangkap pukat cincin dan pancing ulur. Ikan cakalang yang tertangkap oleh pukat cincin sebagian besar (70%) berukuran kecil (<3 kg) dan sisanya (30%) berukuran besar (>3 kg). Komposisi hasil tangkapan tuna sirip kuning didominasi oleh ikan berukuran kecil yaitu berat <3 kg sebesar 64%, 3–10 kg sebesar 34 % dan hanya 2% ikan tuna sirip kuning yang ukurannya di atas 20 Kg. Ikan cakalang yang ditangkap dengan pancing ulur berukuran lebih besar dengan komposisi 38% berukuran <3 kg dan 62% berukuran >3 kg. Komposisi ukuran tuna sirip kuning yang ditangkap dengan pancing ulur terdiri dari 18% berukuran <3 kg, 35%

0 500 1000 1500 2000

Kembung Kuwe Lemuru Hiu Tuna Mata Besar Tenggiri Marlin Cumi-cumi Sunglir Tongkol Pogot Lemadang Albakora Layang Tuna Sirip Kuning Cakalang

berukuran 3–10 kg, 2% berukuran 10–15 kg, 3% berukuran 15–20 kg dan 42% berukuran di atas 20 kg, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 16.

Gambar 16 Komposisi ukuran ikan cakalang (kiri) dan tuna sirip kuning (kanan) yang ditangkap menggunakan pukat cincin ( ) dan pancing ulur ( ) Ikan yang tertangkap di sekitar rumpon selama penelitian ada 6 jenis yaitu cakalang, layang, tuna sirip kuning, lemadang, sunglir, dan tongkol. Alat tangkap pukat cincin menangkap keenam jenis ikan tersebut, sedangkan pancing ulur hanya menangkap ikan cakalang, lemadang dan tuna sirip kuning. Ikan yang tertangkap menggunakan pukat cincin tertangkap pada jarak 50–200 meter dari rumpon dengan kedalaman operasional jaring 50–70 meter. Ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur tertangkap pada jarak hingga 1 mil dari rumpon dengan kedalaman operasional pancing mencapai 250 meter.

Jumlah total contoh ikan yang diambil selama penelitian yaitu sebanyak 279 ekor yang terdiri dari 212 ekor dari kapal pukat cincin dan 67 ekor dari kapal pancing ulur. Contoh ikan dari kapal pukat cincin terdiri dari 49 ekor tuna sirip kuning dengan panjang 23–61 cm, 46 ekor layang dengan panjang 21–28 cm, 43 ekor cakalang dengan panjang 28.5–67 cm, 38 ekor sunglir dengan panjang 30– 46.5 cm, 26 ekor tongkol dengan panjang 22–28.2 cm dan 10 ekor lemadang dengan panjang 48.5–68 cm. Contoh ikan dari kapal pancing ulur terdiri dari 39 ekor tuna sirip kuning dengan panjang 64–98 cm, 18 ekor lemadang dengan panjang 74–142 cm, dan 10 ekor cakalang dengan panjang 51–77 cm. Semua contoh ditangkap pada periode yang sama yaitu antara tanggal 11 sampai 14 Januari 2014 oleh 3 kapal pukat cincin dan 2 kapal pancing ulur di 8 titik rumpon yang berbeda.

Gambar 17 menunjukkan bahwa ikan yang ditangkap dengan pukat cincin umumnya berukuran kecil, sedangkan yang ditangkap dengan pancing ulur berukuran lebih besar (Gambar 17). Pukat cincin menangkap ikan dengan rata-rata panjang untuk ikan cakalang 43 cm (s = 11.5 cm), layang 24 cm (s = 1.5 cm), lemadang 57 cm (s = 7.5 cm), sunglir 40 cm (s = 3.7 cm), tongkol 26 cm (s = 1.7 cm) dan tuna sirip kuning 39 cm (s = 9.8 cm). Pancing ulur menangkap ikan cakalang dengan rata-rata panjang 62 cm (s = 8.4 cm), lemadang 83 cm (s = 10.4 cm) dan tuna sirip kuning 103 cm (s = 13.7 cm).

0 20 40 60 80 <3 kg >3 kg P roduks i ( %) Ukuran ikan 0 20 40 60 80 <3kg 3-10 kg 10-15 kg 15-20 kg >20 kg P roduks i ( %) Ukuran ikan

Gambar 17 Ukuran ikan yang tertangkap menggunakan pukat cincin (kiri) dan pancing ulur (kanan) di sekitar rumpon laut dalam

Nelayan pancing ulur yang ada di PPP Tamperan menyatakan bahwa tujuan utama penangkapan pancing ulur yaitu ikan tuna dengan ukuran yang besar. Ikan jenis ini biasanya diperoleh pada kedalaman 100–250 meter, namun umpan yang terpasang seringkali dimakan oleh ikan jenis lain sebelum mata pancing mencapai kedalaman yang diinginkan. Jenis ikan seperti sunglir dan tenggiri seringkali menyambar umpan pada saat pancing baru mencapai kedalaman 5–20 meter, sementara ikan cakalang, tuna kecil dan lemadang seringkali menyambar umpan pada kedalaman antara 30–50 meter. Nelayan pancing ulur memodifikasi pancingnya dengan menambahkan pemberat berupa batu, sehingga pancing lebih cepat mencapai kedalaman yang diinginkan dan terhindar dari sambaran ikan selain tuna.

Ikan yang tertangkap oleh pukat cincin sebagian besar belum dewasa, sedangkan ikan yang tertangkap oleh pancing ulur sebagian besar sudah dewasa. Ikan yang panjang tubuhnya lebih besar dari panjang tubuh saat ikan tersebut pertama kali mengalami matang gonad (Length at First Maturity/Lm) digolongkan

sebagai ikan dewasa. Tabel 3 menunjukkan bahwa ikan tuna sirip kuning, sunglir dan tongkol yang tertangkap oleh pukat cincin semuanya (100%) belum dewasa, sedangkan ikan cakalang dan lemadang setengahnya telah dewasa (50%). Hanya ikan layang yang sebagian besarnya (61%) telah dewasa. Ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur hampir semuanya telah dewasa, kecuali tuna sirip kuning yang sebagiannya (49%) belum dewasa (Tabel 4).

Tabel 3 Sebaran ukuran dan persentase ikan yang telah dewasa yang tertangkap menggunakan pukat cincin

Jenis ikan Jumlah contoh (ekor) Kisaran panjang (cm) Rata-rata panjang (cm) Simpangan baku (s) Lm (cm) Persentase ikan dewasa (%)

Tuna sirip kuning 49 23.0–61.0 39 9.8 103 0

Cakalang 43 28.5–67.0 43 11.5 40 49

Lemadang 10 48.5–68.0 57 7.5 56 50

Sunglir 38 30.0–46.5 40 3.7 65 0

Tongkol 26 22.0–28.2 26 1.7 40 0

Layang 46 21.0–28.0 24 1.5 24 61

Tabel 4 Sebaran ukuran dan persentase ikan yang telah dewasa yang tertangkap menggunakan pancing ulur

Jenis ikan Jumlah contoh (ekor) Kisaran panjang (cm) Rata-rata panjang (cm) Simpangan baku (s) Lm (cm) Persentase ikan dewasa (%) Tuna sirip kuning 39 74.0–142.0 103 13.7 103 51

Cakalang 10 51.0–77.0 62 8.4 40 100

Lemadang 18 64.0–98.0 83 10.4 56 100

Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad ikan contoh menunjukkan bahwa ikan yang ditangkap menggunakan pukat cincin seluruhnya belum pernah memijah dan hanya sebagian kecil dari ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur yang berada dalam kondisi siap memijah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat kematangan gonad ikan contoh yang ditangkap menggunakan kedua alat tangkap tersebut. Gambar 18 menunjukkan bahwa sebagian besar ikan contoh yang ditangkap dengan pukat cincin berada pada tingkat kematangan I dan II, bahkan untuk ikan tuna sirip kuning seluruhnya berada pada TKG I. Persentase jumlah ikan yang berada pada TKG I untuk jenis cakalang, layang, lemadang, tongkol dan sunglir berturut-turut yaitu 47%, 39%, 60%, 29% dan 92%. Persentase untuk TKG II berturut-turut yaitu 37%, 54%, 40%, 68%, dan 8%. Ikan cakalang, layang dan sunglir sebagian kecilnya berada pada TKG III yaitu masing-masing 16%, 7% dan 3%.

Ikan yang tertangkap menggunakan pancing ulur memiliki ukuran relatif besar dan sebagian besarnya berada dalam kondisi siap memijah. Kondisi gonad ikan cakalang dan lemadang berada pada TKG III (90% dan 44%) dan TKG IV (10% dan 56%), sedangkan ikan tuna sirip kuning sebagian besarnya masih berada pada TKG II (54%) dan sebagian kecilnya berada pada TKG I (13%), TKG III (23%) dan TKG IV (10%).

Gambar 18 Tingkat kematangan gonad tiap jenis ikan yang ditangkap dengan pukat cincin (kiri) dan pancing ulur (kanan)

Jenis Makanan dan Keadaan Isi Lambung Ikan Hasil Tangkapan

Hasil analisis terhadap isi lambung 279 contoh ikan menunjukkan bahwa sebanyak 117 ikan (44%) ditemukan dalam keadaan kosong dan sebanyak 162 sisanya (56%) berada dalam kondisi berisi makanan. Tingkat kepenuhan lambung untuk ikan yang lambungnya berisi makanan digambarkan dalam bentuk persen

Dokumen terkait