BAB IV PENYAJIAN DATA
F. Pemangku Kepentingan
4.4.3 Sumber Daya
Dalam implementasi kebijakan tidak hanya dibutuhkan komunikasi ataupun peraturan saja melainkan dibutuhkannya sumber daya agar dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensinya, sumber daya financial, dan sarana
dan prasarana penunjang kegiatan. Tanpa adanya sumber daya, suatu kebijakan hanya pajangan dokumen saja.
Penempatan pegawai pada posisi tertentu harus disesuaikan dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya. Dalam penginputan data siswa penerima KIP, dimana rincian tugas kebanyakan berhubungan dengan computer, maka seharusnya pegawainya adalah orang yang mengerti mengoperasikan computer. Maka, orang tersebut minimal memiliki pengalaman di bidang operasi computer atau berlatar belakang pendidikan computer.
Karena implementor dari Program KIP ada dua yaitu sekolah dan kelurahan, dimana kelurahan yang mendistribusikan KIP dan sekolah sebagai yang mendata siswa penerima KIP agar segera di kirim ke Dapodik yang kemudian akan di verifikasi pihak pemerintah pusat untuk mendapatkan dana manfaat dari KIP tersebut yang disalurkan melalui pihak ketiga yaitu penyalur yaitu bank-bank yang ditunjuk pemerintah untuk menyalurkan dana langsung ke nomor rekening penerima manfaat. Di kelurahan Pekan Gebang tahapan implementasi masih sampai pada tahap menunggu verifikasi dari pemerintah pusat, sehingga dari pendistribusian yang dilakukan pada 30 Juli 2016 KIP didistribusikan kepada masayarakat hingga saat ini masyarakat masih belum merasakan manfaat dari KIP itu sendiri. untuk itu tentu saja kerjasama antar keduanya harus terjalin dengan baik antar sekolah dan kelurahan.
Dari 3 sekolah yanga ada di kelurahan Pekan Gebang yaitu SD 054942 Tegal Rejo, SMPN 1 Gebang dan SMAN 1 Gebang, ketiga sekolah tersebut menempatkan pegawai yang sesuai dengan kompetensinya. Setiap operator dapodik sekolah memiliki latarbelakang pendidikan yang baik, semuanya
merupakan sarjana yang mengerti mengaplikasikan komputer. Operator SMPN 1 Gebang, yaitu bapak Ramanda saja merupakan lulusan sarjana Teknik informasi.
Kalau dalam penginputan sendiri menurutnya tidak terdapat kendala, hanya dibutuhkan ketelitian dalam melihat data baik itu nama maupun nomor siswa penerima KIP.
Untuk mengetahui bagaimana pendapat masyarakat mengenai sumber daya yang berkaitan langsung dengan masyarakat dalam proses Implementasi Program Kartu Indonesia Pintar, maka penulis akan menanyakan bebeberapa pertanyaan menegenai keefektifan pendistribusian KIP pada masyarakat mengenai kemampuan aparatur kelurahan dalam melaksanakan program KIP, mengenai proses pendataan masyarakat miskin yang layak menerima program KIP, yang menurut keterangan masyarakat maupun aparatur kelurahan bahwa data penerima KIP merupakan data dari BPS, dan menurut bapak M. Ali dengan 7 kepala lingkungan di keurahan Pekan Gebang bahwa data tersebut adalah data tahun 2011, pernyataan senada dikatakan oleh lurah Pekan Gebang yaitu ibu Herlinawati yang mengatakan bahwa data rumah tangga sasaran yang mendapat kan KIP merupakan data BPS 2011. Untuk hasil pendataan masyarakat yang penulis wawancarakan cukup tepat sasaran dan rata-rata kepala lingkungan mengatakan bahwa data KIP ini kurang tepat sasaran karena sudah lamanya data BPS tesebut yaitu tahun 2011 yang sudah pasti terjadi pergeseran data dari tahun 2011 hingga 2016. Karena dengan data tersebut ada beberapa warga yang seharusnya mendapatkan KIP tetapi tidak mendapatkannya dan sebaliknya.
Proses Pendistribusian dari Kartu Indonesia Pintar dilakukan secara bertahap yang terlihat jelas dalam tabel dibawah ini
Gambar 4.13 Tabel Tahapan Sasaran PIP 2015 Kemendikbud
Sumber: Slideplayer TNP2K PIP melalui KIP
Proses pendistribusian KIP yang melibatkan pemerintah daerah setempat seperti kelurahan, dimana kelurahan mengetahui kondisi dan keadaan dari warganya. Proses pendistribusian KIP sendiri di kelurahan ini dimulai pada tanggal 20 Juni 2016. Pada saat itu menurut lurah mengatakan:
“pendistribusian baru dapat dimulai saat kami mendapatkan kartunya, sedangkan kartunya kami dapatkan dari pihak kecamatan pada tanggal 20 juni 2016 dan besoknya kami langsung laksankan mandat tersebut dengan mendelegasikan kepada kepala lingkungan agar diberikan langsung kepada masayarakat yang benar terdata dalam data nama penerima KIP (Lurah Pekan Gebang, Wawancara 07 Februari 2017) ”
Dan pendistribusian tersebut dilakukan dengan segera oleh pihak kepala lingkungan kelurahan Pekan Gebang. Hanya saja data yang digunakan oleh pemerintah untuk mendapatkan data masyarakat yang berhak mendapatkan KIP sesuai kriteria yang telah ditetapkan masih menggunakan data BPS tahun 2011.
Sebelumnya KIP ini didistribusi melalui kecamatan, dimana pihak kecamatan berkoodinasi dengan lurah dan kades agar segera menyalurkan KIP kepada rumah tangga sasaran. Pihak kelurahan menyatakan bahwa kartu yang didistribusikan kepada masyarakat dalam berbentuk amplop. 1 amplop mewakili 1 rumah tangga sasaran, dalam amplop tersebut terdapat jumlah kartu yang sudah ditetapkan oleh pusat sesuai dengan penerima KIP dalam rumah tangga sasaran tersebut. Menurut keterangan kepala lingkungan bahwa amplop tersebut tidak berhak untuk dibuka oleh pejabat daerah melainkan langsung masyarakat yang membukanya pada saat diberikan. Maka, ketika masyarakat merasa kekurangan jumlah dari KIP tersebut maka itu bukan menjadi tanggung jawab kelurahan karena sesuai dengan daftar nama yang diberikan kelurahan kepada kepala lingkungan, dan telah disesuaikan dengan nama yang tertera diluar amplop tersebut. Dan berikut distribusi jumlah yang medapatkan KIP dikelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat.
Tabel 4.9 Distribusi data penerima KIP Kelurahan Pekan Gebang berdasarkan lingkungan.
Sumber: Data Penerima KIP Kelurahan Pekan Gebang 2016
Mekanisme pendistribusian Kartu Indonesia Pintar yang masih belum jelas sehingga banyaknya permasalahan terjadi dalam pendistribusian. Banyaknya pemberitaan dan pengaduan tentang KIP yang tidak sampai pada masyarakat
sasaran. Beberapa pendistribusian KIP yang melalui kelurahan masih tertahan di kelurahan, tetapi hal tersebut tidak terjadi di kelurahan Pekan Gebang. Masyarakat pun puas dengan kinerja distribusi KIP yang dilakukan kelurah karena langsung memberikan KIP ke tempat tinggal dari rumah tangga sasaran.
Waktu Pendistribusian pun terbilang singkat hanya memakan waktu 1 minggu saja, KIP sudah sampai pada rumah tangga sasaran.
Gambar 4.14 Skema Alur pendistribusian dikelurahan
Sumber: Olahan sendiri berdasarkan wawancara dengan ibu Herlinawati, 07 Februari 2017.
Setelah masayarakat mendapatkan KIP, masyarakat tidak mengetahui alur berikutnya, hanya beberapa yang mendapatkan KIP merupakan penerima BSM sebelumnya. Menurut keterangan masyarakat yang mendapatkan KIP
“yah, KIP ini kan sama seperti BSM bantuan untuk anak sekolah kalau untuk dapat duitnya sih pasti sama seperti BSM juga” (Susanti, Wawancara Febuari 2017)
Sebelum ada pemberitahuan pengumpulan syarat penerima KIP dari sekolah masyarakat belum mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya setelah menerima KIP tersebut dari kelurahan.
Rentang waktu yang cukup jauh dengan penerimaan KIP dari kelurahan oleh masyarakat dengan permintaan akan syarat KIP agar segera di sesuaikan dengan dapodik cukup jauh. Waktu input data siswa penerima kip ke dapodik oleh sekolah di kelurahan Pekan Gebang sendiri setelah data-data dan pesyaratan yang
Kelurahan Kepala Lingkungan
diajukan kepada masayarakat penerima KIP sudah terkumpul di sekolah. Menurut keterangan bapak Riza selaku operator di SDN 054942 Tegal Rejo mengatakan kalau untuk batas tanggal penginputan data sebenarnya ditetapkan oleh Kemendikbud, hingga sampai bulan maret 2017.
Tabel 4.10 Distribusi data penerima KIP di sekolah
Sekolah Jumlah
Sumber: Data Penerima KIP SDN 054942 Tegal Rejo, SMPN 1 Gebang, dan SMAN 1 Gebang.
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa siswa pemegang KIP di kelurahan Pekan Gebang di ketiga sekolah tersebut hanya 151 siswa. Dan untuk dapat mengidentifikasi siswa yang mendapatkan KIP sekolah melakukan pengumpulan data, dengan melakukan pengumuman yang dilakukan dengan datang ke kelas-kelas agar siswa yang mempunyai KIP segera melapor ke sekolah. dengan menyertai beberapa dokumen pendukung seperti fotokopi kartu keluarga, fotokopi ktp orang tua siswa penerima KIP, serta fotokopi KIP siswa.
Masyarakat tidak keberatan dengan syarat-syarat yang diajukan sekolah tersebut.
seperti telah di jelaskan pada variabel komunikasi bahwa hambatan yang dihadapai sekolah bukanlah masalah yang ditimbulkan oleh pegawai sekolah tetapi masalah ditimbulkan oleh masyarakat itu sendiri dengan tidak segera merespon apa yang di instruksikan sekolah, sehingga menimbulkan keterlambatan pengumpulan data dan penginputan di aplikasi Dapodik. Fasilitas yang dimiliki implementor sangat mendukung untuk melaksanakan Program KIP dari
pendistribusian hingga penginputan dengan masing masing sekolah memiliki 1 komputer dengan 1 operator untuk menginput data siswa penerima KIP.
4.4.4 Disposisi
Pada Model Edrward III bahwa dalam implementasi kebijakkan disposisi merupakan salah satu variable penting dalam mengukur baik atau buruknya pelaksanaan suatu kebijakan. Disposisi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah sikap watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila pelaksana kebijakan memiliki disposisi yang baik, maka pelaksanaan kebijakan akan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan untuk memuaskan penerima kebijakan. Pandangan yang berbeda dari implementor tentang isi dan tujuan dari kebijakkan yang telah ditetapkan akan mempengaruhi sikap dari implementor untuk melaksanakan tugas dan mensukseskannya.
Sebagaimana menurut bu Herlinawati menyatakan bahwa program KIP ini sangat baik dan membantu masyarakat yang kurang mampu yang memiliki anak usia sekolah. pernyataan senanda juga dikatakan oleh ibu Asnywati, berikut pernytaannya:
“Program KIP ini sangat bagus untuk masyarakat kurang mampu yang memiliki anak usia sekolah. karena uang sekolah kan sudah ditanggung pemerintah melalui danan BOS, nah ini kan bantuan untuk membeli peralatan sekolah anak. Jadi, anak yang gak mampu sekolah karena peralatan sekolah yang mahal seperti baju, tas, buku dan lainnya sangat terbantu dengan adanya Program KIP ini. Program KIP ini kan pengantinya BSM”(Asnywati, Wawancara 16 Februari 2017)
Begitu juga pernyataan yang dikatakan oleh bapak Daniel , berikut pernyataan beliau:
“Bantuan tidak hanya cukup mengratiskan biaya sekolah tetapi juga peralatan maupun perlengkapan yang mendukung sekolah anak dan pemerintah sekarang sadar dengan hal itu dengan merealisasikannya dengan Program KIP ini yang langsung dikelola pusat sehingga tingkat kesalahan semakin diperkecil melalui program ini”(Daniel, Wawancara, 13 Februari 2017)
Pernyataan bapak Daniel pun didiukung oleh Ibu Rosliana, berikut pernyataan beliau:
“KIP ini sangat bangus untuk siswa, jadi siswa sangat terbantu dan tidak membebankan orang tua dengan peralatan dan perlengkapan sekolah yang mahal. KIP pun diverifikasi langsung oleh kemendikbud dan disalurkan melalui bank jadi tidak ada dana yang tidak sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan.”(Rosliana, Wawancara, 20 Februari 2017)
Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan Masyarakat Kelurahan Pekan Gebang yang merupakan objek dan juga sebagai pelaksana program sangat antusias dengan adanya program ini, seperti yang disamapaikan oleh salah satu orang tua anak penerima KIP yang mengatakan :
“Ibu sangat bersyukur dengan adanya program KIP, saya gak pusing lagi memikirkan peralatan dan perlengkapan sekolah anak yang sekarang sangat mahal. Sebelumnya ada BSM atau sekarang diganti dengan KIP saya sangat pusing dengan uang baju anak saya yang mahal, Ya sangat membantu lah.” (Wawancara 12 Februari 2017)
Senada dengan yang disampaikan oleh masyarakat lain yang menerima KIP yang menyampaikan:
“keluarga kami merasa program ini sangat membantu, khususnya masyarakat yang sama seperti saya yang untuk makan saja pusing uangnya dari mana karena pekerjaan suami saya yang tidak menentu.”(Wawancara Februari 2017)
Berdasarkan observasi diatas, masyarakat sebagai objek dan juga sebagai pelaksana program, sangat antusias dan memahami arti pentingnya program yang
sedang dijalankan. Dan hal ini sangat berpengaruh terhadap berhasil tidaknya program KIP bergulir itu sendiri. kesatuan pendapat perihal program ini juga mempengaruhi sikap dari implementor untuk melaksanakan tugasnya denga baik.
Sikap dari implementor dalam menyikapi program KIP sangat baik, dari wawancara yang penulis lakukan, bahwa kepala lingkungan merasa perihatin kepada warga dari lingkungannya mengadukan ketidak adilan dari pendistribusian KIP dimana menurut keterangan kepala lingkungan 1 yaitu Bapak Sarwo bahwa ada beberapa masayarakat yang sebelumnya mendapatkan BSM tetapi pada saat terbitnya kartu KIP ini, anaknya tidak mendapatkan kartu apapun. Dan menurut keterangan beliau bahwa ada beberapa keluraga yang kurang mampu tetapi tidak memiliki bentuk bantuan apapun. Hal serupa dinyatakan oleh pak Aziz yang membawa penulis melihat warga yang tidak menerima KIP sedangkan masayarakat tersebut memiliki KPS. Kesediaan implementor membantu melayani kebutuhan masyarakat dengan merespon segera dengan cara membantu mengusulkan anak usia sekolah di keluarga bukan penerima KIP langsung mencari tahu apa prosedur unruk pengusululan nama anak yang tidak mendapatkan KIP. Karena tidak adanya informasi yang beliau dapakan dari kelurahan tetapi usaha beliau langsung mendatangi dimana anak tersebut sekolah.
hal serupa juga dilakukan oleh Pak Sarwo dan Pak Ali yang berusaha membantu anak usia sekolah yang tidak medapatkan KIP langsung menemui pihak sekolah untuk membantu anak tersebut.
Menyikapi ketidak tepat sasaran tersebut sekolah melakukan bantuan kemudahan akses kepada siswa tidak mampu tetapi tidak memiliki KIP dengan memberitahukan anak secara khusus untuk membuat surat keterangan tidak
mampu dari kelurahan/desa dan langsung memberikannya kepada sekolah agar dapat diusulkan untuk menerima KIP. Kerajinan dan kegigihan anak untuk hadir setiap hari menjadi salah satu faktor pendukung sekolah membantu anak selain itu rasa ingin tolong menlong yang kuat dirasakan pihak sekolah maupun kelurahan yang mampu membuat KIP ini terlaksana sebagaimana mestinya.
Tetapi ada beberapa kendala dalam rasa keterikatan dengan warga maupun rasa tolong menolong tersebut, menurut keterangan Bapak Kusmano bahwa dalam membuat surat keterangan tidak mampu dari kelurahan/desa memiliki kelemahan yaitu tidak adanya indikator ataupun peraturan baku yang mengatur hal tersebut. Sehingga ketidakjelasan syarat tersebut di manfaatkan oleh beberapa masyarakat. Berikut pernyataan pak Kusmano:
“syarat untuk pengusulan anak usisa sekolah tapi tidak mendapat KIP kan melalui Surat Keterangan Tidak Mampu nah, ini kan tidak ada aturan khusu yang mengatur apa sayarat masyarakat yang mendapatkanya bagaimana, atau seperti apa. Hal inilah yang membuat kegaduhan, jika pihak kelurahan tidak memberikan surat nanti dikatakan tidak bagus pelayanannya padahal masyarakat tersebut kalau diliat sehari-hari serba berkecukupan.”(Wawancara, Februari 2017)
Dari pernyataan diatas bahwa dalam hal ini implementor harus menyikapi dengan jujur, yang tidak memanipulasi data dari calon penerima KIP agar dapat segera diusulkan. Dengan sikap baik, tanggap dan jujur yang dimiliki implementor Program KIP di Kelurahan Pekan Gebang akan mempengaruhi berjalannya program ini dengan baik dan sesuai dengan apa yang telah ditargetkan oleh pemerintah.
BAB V