4.3 Implementasi Kebijakan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)
4.3.2 Sumber Daya
4.3.2.2 Sumber Daya Finansial
Menurut Indiahono (2009:31-32) sumber daya menunjuk pada setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya finansial merupakan kecukupan modal investasi atas sebuah program atau kebijakan. Sumber daya finansial menjamin keberlangsungan program atau kebijakan. Tanpa adanya dukungan finansial yang memadai, program tidak dapat berjalan efektif dan cepat dalam mencapai tujuan dan sasaran.
Pembiayaan SPIPISE tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal. Dalam penyelenggaraan SPIPISE tanggung jawab pembiayaan dibebankan kepada (pasal 26):
a. BKPM, untuk antarmuka sistem (interface) dari BKPM ke Kementerian Teknis/LPND, PDPPM, dan PDKPM;
b. Kementerian Teknis/LPND, untuk jaringan dan keterhubungan dari Kementerian Teknis/LPND ke BKPM;
c. Pemerintah Provinsi, untuk jaringan dan keterhubungan dari PDPPM ke BKPM; dan
d. Pemerintah kabupaten/kota, untuk jaringan dan keterhubungan dari PDKPM ke BKPM
Secara rinci Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal menjelaskan sumber pendanaan SPIPISE yang berasal dari APBN dan APBD seperti yang termaktub pada pasal 28, dijelaskan bahwa;
(1) Biaya yang diperlukan BKPM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(2) Biaya yang diperlukan PDPPM dan PDKPM untuk penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah masing-masing.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan dalam implementasi SPIPISE diatur oleh Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2014. Pada pasal 27 ayat (1) dijelaskan bahwa pembiayaan yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) BKPM meliputi pembangunan dan pengelolaan SPIPISE yang terdiri dari; (a) perangkat keras dan perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE; (b) perangkat lunak yang meliputi, yakni subsistem informasi penanaman modal, subsistem pelayanan perizinan dan nonperizinan penanaman modal, dan subsistem pendukung.
Sedangkan pembiayaan SPIPISE yang dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pemerintah kabupaten/kota seperti dijelaskan pada pasal 27 ayat (5) meliputi, (a) jaringan dan keterhubungan dari BPMPTSP Kabupaten/Kota ke BKPM; (b) perangkat keras dan perangkat pendukung untuk pengolahan data, jaringan, dan keterhubungan/interkoneksi SPIPISE.
Mengenai pembiayaan SPIPISE, berikut pernyataan Bapak Agus Salam SE selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar;
“Sumber pendanaan SPIPISE berasal dari APBN dan APBD, platform aplikasi SPIPISE ini dibebankan kepada APBN sedangkan perangkat kerasnya seperti komputer dan printer kita sudah punya, perangkat keras itu dibebankan ke APBD Kota. Namun, pada saat SPIPISE ini diluncurkan pertama kali di Pematangsiantar, kita mendapat bantuan dari BKPM, mereka menghibahkan beberapa unit perangkat komputer dan printer. Hibah itu kita peroleh dengan syarat harus ada penandatanganan pendelegasian wewenang hak akses SPIPISE ini oleh BKPM RI kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP melalui Walikota. Bantuan yang berasal dari BKPM belum maksimal, kiranya perlu ditambah lagi pembiayaan khusus penunjang aplikasi SPIPISE ini. (hasil wawancara dengan Bapak Agus Salam SE pada tanggal 8 Mei 2017)
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Evanita Purba selaku Kepala Sub Bagian Keuangan Sekretariat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar;
“Pembiayaan SPIPISE berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara BKPM RI dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Pematangsiantar. BKPM RI pernah menghibahkan tiga unit perangkat komputer dan printer. Untuk lalu lintas internet yang menghubungkan SPIPISE ini ke BKPM RI dibebankan kepada APBD Kota Pematangsiantar. Untuk saat ini dukungan finansial berupa bantuan perangkat pendukung tersebut sudah memadai, tetapi dukungan finansial untuk sosialisasi SPIPISE ini masih kurang.” (hasil wawancara pada tanggal 9 Mei 2017)
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari para informan diatas dan dokumen yang dikumpulkan dapat disimpulkan bahwa sumber pembiayaan SPIPISE bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Pematangsiantar lewat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Namun, pembiayaan SPIPISE ini dirasa masih
belum optimal terutama dalam menopang biaya operasional Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kota Pematangsiantar untuk melakukan sosialisasi kebijakan SPIPISE kepada masyarakat.
4.3.2.3Fasilitas
Pelaksana kebijakan mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berjalan efektif.
Berdasarkan pengamatan peneliti dari segi fisik kantor, sarana perkantoran di Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar sudah baik. Hal ini dibuktikan dengan ruangan kerja pegawai (back office) yang cukup nyaman dilengkapi dengan Air Conditioner (AC). Sedangkan ruangan untuk pelayanan kepada masyarakat (front office), Dinas Penanaman Modal dan PTSP menyediakan kursi tunggu bagi masyarakat yang mengurus perizinan dan dilengkapi AC dan Televisi sehingga membuat ruangan menjadi sejuk dan nyaman.
Tabel 4.6 Daftar Peralatan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar Tahun 2017
No Nama Peralatan Jumlah (unit)
1 Komputer 21 2 Printer 8 3 Mesin Fotokopi 2 4 AC 8 5 TV 3 6 Meja 25 7 Kursi 29 8 Wifi Tower 1 9 Absensi Fingerprint 2
Dinas Penanaman Modal & PTSP Kota Pematangsiantar juga dilengkapi dengan alat Fingerprint Detector yang digunakan untuk mengisi daftar hadir para pegawai. Alat absensi elektronik tersebut diterapkan karena lebih efektif dan efisien ketimbang sistem absensi manual lewat kertas. Selain memudahkan sistem absensi, fingerprint juga berfungsi untuk mengendalikan kedisiplinan para pegawai dalam bekerja. Berikut ini penjelasan dari Bapak Rusman Damanik, SE selaku Kepala Bidang Pengaduan, Kebijakan, Pelaporan, Layanan pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar.
“Untuk absensi kita punya alat fingerprint yang akan mendeteksi kehadiran para pegawai secara otomatis melalui sidik jarinya masing- masing. Jadi gak bisa lagi main-main dengan kehadiran. Jika pegawai bolos ataupun telat maka akan berdampak langsung kepada penghasilan pegawai, misalnya TPPnya dipotong. Pada apel pagi pegawai harus menempelkan sidik jarinya ke alat fingerprint begitu juga ketika apel sore mau pulang.” (wawancara dengan Bapak Rusman Damanik SE pada tanggal 9 Mei 2017)
Pengoperasian SPIPISE secara khusus didukung oleh perangkat komputer dan printer masing-masing sebanyak empat unit. Tiga dari perangkat elektronik tersebut merupakan bantuan dari BKPM RI kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pematangsiantar yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Mengingat SPIPISE ini merupakan bentuk aplikasi portal berbasis internet, maka mutlak dibutuhkan layanan koneksi internet. Tanpa koneksi internet, aplikasi SPIPISE tidak akan berjalan. Sedangkan untuk keterhubungan jaringan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pematangsiantar ke Badan Koordinasi Penanaman Modal tidak ditanggung oleh APBN melainkan dibebankan kepada Dinas Penanaman Modal dan PTSP melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota Pematangsiantar.
Berikut penjelasan dari Ibu Rika Elisabet Sinaga SE selaku Pejabat Fungsional Umum Dinas Penaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar;
“Kalau dari BKPM sendiri, mereka sudah memberikan perangkat komputer dan printer yang dilengkapi dengan alat scanner, dan itu semua merupakan hibah dari BKPM ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar. Tapi yang terpenting adalah jaringan internet dan itu berasal dari DPMPTSP dan sudah memadai. Kendala yang dihadapi dalam pemakaian fasilitas tersebut paling karena listrik padam ataupun koneksi internet yang error. Kalau komputer dan printer rusak kan sudah ada pemeliharaan dari kantor.”(hasil wawancara dengan Ibu Rika Elisabet SE pada tanggal 12 Mei 2017)
Fasilitas yang disediakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar dalam menunjang penyelenggaraan pelayanan perizinan kepada masyarakat umumnya sudah memadai. Hal itu dibukt ikan oleh peneliti dengan mengamati fasilitas di ruang pelayanan (front office) yang mendukung dan nyaman bagi warga yang mengurus perizinan. Walaupun begitu, fasilitas yang dipergunakan untuk menunjang SPIPISE masih terdapat kekurangan seperti koneksi internet (wi-fi) yang kadang error sehingga menyebabkan proses pelayanan elektronik menjadi terkendala.
4.3.3 Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Jika implementasi kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kua litas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana).
Jika para pelaksana bersikap baik karena menerima suatu kebijakan dalam hal ini berarti adanya dukungan maka kemungkinan besar para pelaksana akan melaksanakan kebijakan secara bersungguh-sungguh seperti tujuan yang diharapkan. Sebaliknya, jika perspektif dan tingkah laku para pelaksana berbeda dengan para pembuat kebijakan maka proses implementasi kebijakan akan mengalami kesulitan. Para pelaksana yang memiliki perspektif berbeda tersebut cenderung menggunakan keputusan mereka sendiri yang berbeda dari peraturan seharusnya dari kebijakan yang dilaksanakan sehingga menimbulkan tujuan dari kebijakan tersebut tidak tercapai.
Menurut George Edward III, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam melihat disposisi dari para pelaksana kebijakan yakni pengangkatan pegawai dan insentif yang diberikan. Pemilihan personil pelaksana kebijakan haruslah orang- orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.
Berikut pernyataan dari Bapak Dasnizar Zega, S.Sos selaku Kasubbag Umum dan Kepegawaian Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar mengenai pengangkatan pegawai.
“Pengangkatan pegawai diadakan melalui sistem seleksi CPNS, bukan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pematangsiantar yang menentukan. Kami hanya mengusulkan misalnya jika ada kekurangan pegawai pada dinas ini maka akan kami laporkan pada Badan Kepegawaian Daerah sesuai dengan jumlah pegawai yang kami butuhkan di dinas ini.” (hasil wawancara dengan Bapak Dasnizar Zega, S.Sos pada tanggal 18 Mei 2017)
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Ronald Eston Siregar, ST selaku pejabat fungsional di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar.
“Kalau pegawai jelas diangkat melalui sistem seleksi CPNS secara nasional. Namun sejak diberlakukannya moratorium CPNS oleh pemerintah pusat pengangkatan pegawai pun menjadi terhenti. Pada kondisi tertentu ketika dinas sangat membutuhkan tenaga pada tugas tertentu, dinas punya inisiatif untuk mengangkat tenaga honorer agar kekurangan tenaga pegawai pada dinas ini dapat terpenuhi.” (hasil wawancara dengan Bapak Ronald Eston Siregar ST pada tanggal 8 Mei 2017)
Dalam perekrutan pegawai di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar dilakukan melalui sistem penerimaan CPNS yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat secara nasional. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar hanya sebatas memberikan usulan kepada Badan Kepegawaian Daerah (BKD) mengenai kekurangan pegawai yang dibutuhkan. Namun dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu sepertilayanan penjagaan kantor, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar mengandalkan tenaga harian lepas dimana kinerja tenaga harian lepas tersebut dievaluasi setiap tahunnya.
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Sikap tersebut dapat dilihat dari bagaimana respon setiap pegawai terhadap pelaksanaan kebijakan SPIPISE di Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Pematangsiantar. Oleh karena itu, peneliti menanyakan kepada informan tentang respon pegawai terhadap penerapan SPIPISE. Berikut tanggapan Bapak Sarifuddin Sijabat SH mengenai respon pegawai.
“Respon pegawai bisa dibilang positif karena dengan adanya SPIPISE ini kan lebih membantu kinerja pegawai dalam pengurusan perizinan. Sudah lebih maju dibandingkan yang sebelumnya, dulu kan belum ada online, sekarang sudah ada online. Jika sekarang melihat persyaratan- persyaratan perizinan sudah bisa online, lebih mudah lah dibandingkan
yang sebelumnya.” (hasil wawancara dengan Bapak Sarifuddin Sijabat SH pada tanggal 9 Mei 2017)
Berikut penjelasan Bapak Drs. Hendrik Sihombing Msi tentang respon pegawai terhadap implementasi SPIPISE,
“Kalau pegawai sebenarnya mendukung pelaksanaan SPIPISE. Tapi, off the record tak terekspose kan, ada-ada saja pegawai yang tak suka dengan sistem tersebut karena jika tidak ada itu bisa dia ‘ngolah’. Kalau untuk masyarakat sangat membantu dengan adanya SPIPISE ini tapi kalau untuk pegawai tergantung orangnya.” (hasil wawancara dengan Bapak Drs. Hendrik Sihombing Msi pada tanggal 12 Mei 2017)
Umumnya pegawai di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar mendukung pelaksanaan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi. Namun tidak dipungkiri pegawai yang tidak setuju dengan kebijakan tersebut juga pasti ada seperti yang dikatakan Bapak Drs. Hendrik Sihombing Msi. Pegawai yang setuju dan tidak setuju dengan kebijakan SPIPISE dapat dilihat dari sikap para pegawai. Mengubah sikap pelaksana kebijakan dalam birokrasi pemerintah merupakan pekerjaan yang sulit dan tidak menjamin proses implementasi dapat berjalan lancar. Salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif-insentif. Pemberian insentif dapat mempengaruhi kinerja pegawai dalam meningkatkan motivasi kerja para pegawai. Dengan cara menambah keuntungan-keuntungan atau biaya-biaya tertentu barangkali akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana melaksanakan perintah dengan baik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan mengenai insentif pegawai sebenarnya sudah ada tetapi insentif khusus pelaksanaan SPIPISE ini belum ada. Berikut pengakuan dari Bapak Sarifuddin Sijabat SH
selaku pegawai fungsional umum di Dinas Penanaman Modal dan PSTP Kota Pematangsiantar.
“Pemberian insentif pada dasarnya sudah ada untuk semua pegawai seperti Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) dan Uang Lauk Pauk (ULP), itu saja. Khusus insentif untuk pelaksanaan SPIPISE tidak ada.” (hasil wawancara dengan Bapak Sarifuddin Sijabat SH pada tanggal 9 Mei 2017)
Berikut tanggapan Ibu Mardiana SH selaku Kepala Bidang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Pematangsiantar;
“Kalau itu jelas belum ada kami atur untuk insentif administrator SPIPISE. Kalau SIMDA, Pejabat Komitmen, Bendahara itu ada insentifnya secara khusus. Apalagi aturan sekarang melarang adanya tumpang tindih tunjangan pegawai, tidak ada lagi menampung yang macam-macam.” (hasil wawancara dengan Ibu Mardiana SH pada tanggal 8 Mei 2017)
Dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa pemberian insentif kepada para pegawai sudah ada melalui Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) dan Uang Lauk Pauk (ULP). Namun, dalam mengimplementasikan SPIPISE tidak ada sama sekali insentif yang diberikan kepada para pegawai khususnya operator SPIPISE. Diharapkan kedepannya agar disediakan pemberian insentif kepada pegawai operasional SPIPISE sehingga para pegawai akan termotivasi dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat khususnya pelayanan SPIPISE.