• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber daya inti setiap organisasi adalah sumber daya manusia. Sumber daya yang lain akan tetap seperti semula tanpa adanya campur tangan manusia. Bahkan sumber daya manusia seringkali menjadi unsur yang dominan yang menentukan struktur dan proses organisasi. Seringkali struktur dan proses yang disusun menurut teori paling logis diubah demi menyesuaikan dengan sumber daya manusia yang ada.

Adapun faktor penting dalam penataan organiasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4

MISI

STRATEGI

STRUKTUR PROSES S D M

Selanjutnya Galbraith dalam Toha (2008) mengatakan bahwa Sumber: Cushway dan Lodge, 1993

perlu dilakukan hal-hal berikut: Pertama, harus ditentukan kebijakan strategis yang dijadikan landasan langkah-langkah berikutnya. Langkah berikutnya baru menetapkan satuan-satuan organisasi yang akan dibuat, langkah terakhir memadukan orang-orang yang harus melaksanakan. Berdasarkan langkah tersebut, maka setiap pimpinan organisasi harus menentukan terlebih dahulu bagaimana kebijakan strategisnya ketika akan menentukan arah bagi satuan-satuan organisasi yang dipimpinnya. Kebijakan strategis ini termasuk di dalamnya menentukan visi yang akan diwujudkan dalam organisasi tersebut. Selain visi, pemimpin juga harus menentukan misi, tujuan dan domain untuk masing-masing satuan organisasi yang dipimpinnya. Hal ini berarti, setiap pemimpin organisasi baik di pusat maupun daerah harus memahami kebutuhan dan kemampuannya dalam setiap upaya menata ataupun membentuk organisasi. Kebijakan strategis yang ditetapkan akan menjadi landasan berapa banyak dan jenis satuan satuan organisasi yang akan ditetapkan. Baru kemudian langkah terakhir menentukan siapa pejabat yang akan diangkat untuk menduduki jabatan yang tersedia. Urutan langkah penataan ini, merupakan langkah yang logis dan sistematis dalam merancang dan menata organisasi. Urutan sekuensinya tidak boleh dibolak balik misalnya, menetapkan jumlah organisasi didasarkan atas jumlah orang atau sumber daya manusia yang tersedia dan terakhir baru disusun kebijakan strategisnya. Kalau terjadi tidak sistematis urutan langkahnya, seperti dikatakan Galbraith, maka akan terjadi banyak persoalan. Misalnya struktur, jumlah unit organisasi atau jenis organisasi yang dibentuk tidak bisa efektif bekerja, sumber daya manusiannya juga tidak profesional. Adapun urutan sekuensi dalam penataan organisasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5

Proses Penataan Organisasi Secara Sequently KEBIJAKAN

Jika suatu organisasi sudah terbentuk menurut Henry Mintzberg (1993), maka susunannya mengandung unsur-unsur berikut:

1. Strategic Apex, adalah unsur pimpinan yang bertugas dan berwenang menyusun kebijakan strategis

2. Middle Line, yang bertugas dan berwenang memberikan fasilitas kepada unsur-unsur lainnya yang letak dan kedudukannya berada di tengah-tengah badan satuan organisasi. Unsur ini umumnya juga yang melaksanakan tugas auxiliary. Pada organisasi pemerintah daerah unsur ini dilaksanakan oleh Sekretaris daerah.

3. Operating Core, adalah unsur pelaksana kebijakan strategis yang dibuat oleh satuan pimpinan. Unsur organisasi ini juga berfungsi melaksanakan tugas substansi atau tugas pokok organisasi. Unsur ini dalam organsiasi pemerintah daerah dilaksanakan oleh dinas daerah.

4. Techno Structural, adalah satuan organisasi yang bertugas melaksanakan analisis yang hasil analisisnya disampaikan kepada satuan pimpinan untuk membuat kebijakan strategis. Dalam struktur organsiasi di daerah unsur ini dilaksanakan oleh Lembaga Teknis Daerah (Badan/kantor).

5. Supporting Staff yang berfungsi memberikan bantuan staf pada unit atau unsur Middle Line dan unsur-unsur lain.

Oleh karena itu, dalam menata, menentukan posisi atau kedudukan organisasi seperti organisasi perangkat daerah baik di provinsi maupun di Kabupaten/Kota maka harus didasarkan apda landasan konsep atau teori yang bisa memperkuat kedudukan dari tiap

organisasi yang ada., sehingga organisasi yang dibentuk dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi teknis maupun teoretis.

Restrukturisasi organisasi tidak sinonim dengan perampingan. Sebagian organisasi pemerintah akan lebih efektif jika memiliki struktur yang ramping, sementara sebagian lainnya tidak (Osborne dan Plastrik; 1997.13). Hal ini cukup relevan dalam pembaruan birokrasi pemerintah daerah yang melakukan penggabungan organisasi secara sederhana, hasil penggabungan organisasi pemerintah malah seringkali menimbulkan organisasi yang semakin besar dan bukannya perampingan.

Dalam rangka melaksanakan restructuring dan repositioning organisasi perangkat daerah, maka berbagai pertimbangan harus dipikirkan secara matang mengacu pada kewenangan yang dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Realisasi pelaksanaan otonomi daerah itu salah satunya adalah dengan melakukan pemetaan terhadap urusan yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Dari peta urusan yang dirumuskan diharapkan akan menghasilkan sebuah penataan susunan organisasi perangkat daerah yang lebih efisien dan efektif .

Namun demikian, tidak ada formula yang sederhana untuk menentukan seberapa besar suatu organisasi pemerintah itu seharusnya (Turner dan Hulme, 1997). Di negara sangat miskin, birokrasi mungkin menjadi satu-satunya cara penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Namun demikian, sebenarnya yang harus diperhatikan adalah apa yang masyarakat harapkan dari Pemerintah dan apa yang Pemerintah rencanakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Harapan terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik dalam era otonomi daerah, khususnya setelah penataan organisasi adalah suatu tantangan. Birokrasi pemerintah diharapkan akan memberi perhatian (komitmen) yang sungguh-sungguh dalam

pemberian pelayanan publik sesuai dengan jiwa otonomi daerah. Untuk itu, perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah juga perlu menjadi perhatian dalam mendesain organisasi pemerintah daerah.

2.4. Operasionalisasi Konsep

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini tidak melihat hubungan antar variabel, tetapi yang dilakukan adalah mendiskripsikan bagaimana proses penetapan kebijakan restrukturisasi organisasi, bagiamana implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah beserta faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut melalui pembahasan secara komprehensif.

Proses penetapan kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah yang akan diteliti disini adalah bagaimana tahapan yang dilakukan dalam menentukan besaran dan jenis organisasi perangkat daerah yang ditetapkan dalam Perda Nomor 10 Tahun 2008. Proses penetapan kebijakan restrukturisasi oganisasi ini diukur dengan melihat sejauhmana prinsip-prinsip pengorganisasian yang berlaku diakomodasikan dalam penetapan kebijakan restrukturisasi organisasi khususnya dalam penetapan besaran dan jenis organisasi perangkat daerah.

Implementasi kebijakan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses melaksanakan keputusan atau kebijakan yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah implementasi kebijakan penetapan Perda tentang Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Adapun variabel yang akan diteliti dalam implementasi kebijakan ini meliputi: (1) prubahan yang diinginkan dari kebijakan restrukturisasi organisasi, (2) Penyusunan Peraturan pelaksanaan, dan (3) sosialisasi. Indikator keberhasilan implementasi kebijakan akan dilihat dari:

• Konsistensi dalam mewujudkan perubahan yang diinginkan;

• Terwujudnya organisasi perangkat daerah yang efektif, efisien, rasional dan proporsional.

• Pemberdayaan kota/kabupaten administrasi, kecamatan dan kelurahan.

• Kejelasan pembagian peran antar satuan kerja perangkat daerah. (2) Penyusunan Peraturan pelaksanaan:

• Tersusunnya peraturan pelaksanaan dari kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah secara optimal.

• Tidak terjadi duplikasi dalam pelaksanaan tugas antar organisasi perangkat daerah.

(3) Sosialisasi

Proses sosialisasi yaitu kegiatan mengkomunikasikan segala sesuatu tentang kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah sampai dengan ke level wilayah di kecamatan dan kelurahan. Proses tersebut diukutdengan tingkat pemahaman dan interpretasinya terhadap kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah, baik mengenai muatan materi perubahan maupun pelaksanaannya.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat derah yang akan diteliti meiputi variabel: (1) komunikasi dan koordinasi, (2) sumber daya, dan (3) struktur birokrasi.

(1) Koordinasi dan komunikasi diukur dengan adanya kejelasan petunjuk pelaksanaan, pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan, kesamaan persepsi dalam menyikapi kebijakan restrukturisasi, terjalinnya koordinasi yang efektif baik secara vertikal maupun horisontal.

(2) Sumber daya, diukur dengan melihat terdapatnya dukungan sumber daya yang memadai dalam implementasi kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerah khususnya sumber daya manusia yang menjadi inti dari organisasi.

(3) Struktur birokrasi, diukur dengan melihat sejauhmana penyusunan SOP dilakukan, kejelasan peran dan tugas masing-masing unit organisasi, dan efektivitas mekanisme pengawasan.

Dokumen terkait