• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6. Metode Penelitian

1.6.2. Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu data yang bersumber dari perundang-undangan atau bahan hukum,baik bahan hukum primer, bahan sekunder dan bahan tersier dan dengan alat pengumpul data berupa studi dokumen.

Data sekunder terdiri dari :

a. Bahan humum primer merupakan bahan yang berupa peraturan perundang-undangan, dalam penulisan ini bahan hukum primer yang digunakan adalah :

1.Kitab Undang-undang Hukum Pidana 2.Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

b. Bahan hukum sekunder, antara lain berupa tulisan-tulisan dari para pakar dengan permasalahan yang diteliti ataupun yang berkaitan dengan bahan hukum primer meliputi literatur-literatur yang berupa buku, jurnal, makalah, dan hasil penelitian. Dalam penulisan ini bahan sekunder yang digunakan adalah :

1. Andi Zainal Abidin, Asas-asas Hukum Pidana Bagian Pertama

2. Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana

34

3. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan

4. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum

c. Bahan hukum tersier, antara lain berupa bahan bahan yang bersifat menunjang bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, kamus bahasa, artikel pada suratkabar atau koran dan majalah.

1.6.3. Pengumpulan Bahan Hukum

Bahan hukum dikumpulkan dengan cara membaca, mempelajari dan mengidentifikasinya seluruh bahan hukum baik berupa peraturan perundang-undangan maupun pendapat para sarjana, kemudian bahan hukum tersebut diolah dengan cara dipilah-pilah dari bahan hukum yang bersifat umum kemudian disimpulkan menjadi khusus, sehingga diperoleh bahan hukum yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas, untuk membahas permasalahan dalam skripsi ini.

1.6.4. Teknik Analisis Bahan Hukum

Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan hukum yang terkait dan selanjutnya bahan hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya.

Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur, yang kemudian dipakai sebagai bahan analisis terhadap permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Pembahasan selanjutnya digunakan penafsiran sistematis dalam arti mengkaitkan pengertian antara peraturan perundang-undangan yang ada serta pendapat para sarjana.35

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematka penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang tersusun secara sistematis. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan: Di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah, kemudian berdasarkan latar belakang dari skripsi yang penulis buat yang kemudian dirumuskan beberapa permasalahan. Selanjutnya penulis mempunyai tujuan penelitian dan juga manfaat penelitian sebagai harapan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pada bagian Kajian Pustaka merupakan landasan hukum dan teori-teori dan memuat perundang-undangan umum dengan judul skripsi tindak pidana penggelapan dalam jabatan senior excutif finance di PT Rhodia di Gresik, isi dari dari penulisan skripsi ini mengenai pengertian tindak pidana, pengertian tindak pidana penggelapan dan penipuan dan pengertian tindak pidana membuat surat palsu. Selanjutnya

35

diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan salah satu syarat dalam setiap penelitian. Intinya mengemukakan tentang pendekatan masalah, sumber bahan hukum, pengumpulan bahan hukum serta teknik analisis bahan hukum

Bab II, dengan judul bab Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan menggunakan surat palsu (putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs). Bab ini dibahas untuk menjawab permasalahan pertama yaitu faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan menggunakan surat palsu (putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs). Sub babnya terdiri dari faktor internal yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan identitas palsu dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan identitas palsu. Dengan dibahasnya Bab II ini maka permasalahan pertama yaitu faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan menggunakan identitas palsu (putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs) telah terjawab.

Bab III, dengan judul bab penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan (analisis putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs). Bab ini dibahas untuk menjawab permasalahan kedua yaitu bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan (analisis putusan Pengadilan Negeri

Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs). Sub babnya terdiri dari gambaran kasus, penerapan sanksi tindak pidana penggelapan dalam jabatan dengan identitas palsu dan analisis putusan. Dengan dibahasnya Bab III ini maka permasalahan kedua yaitu bagaimana penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan (analisis putusan Pengadilan Negeri Gresik No. 163/Pid.B/2010/PN.Gs) telahn terjawab.

Bab IV, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan atas pembahasan pada bab dua dan bab tiga serta berisi saran-saran atas permasalahan yang dikaitkan dalam penulisan skripsi ini.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJ ADINYA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM J ABATAN DENGAN MENGGUNAKAN IDENTITAS PALSU (PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK

NO. 163/PID.B/2010/PN.GS)

2.1.Faktor Internal Yang Menyebabkan Ter jadinya Tindak Pidana Penggelapan Dalam J abatan Dengan Menggunakan Identitas Palsu

Perihal faktor penyebab terjadinya tindak pidana tidak lepas untuk mempelajari mengenai kriminologi yakni ”ilmu yang mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya. Pengertian seluas-luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan”.36 Sehubungan dengan hal yang dipelajari oleh kriminologi di antaranya.

Penjelasan ini mengemukakan suatu proses terjadinya seseorang berbuat sesuatu yang dapat dianalisa, dengan 9 hyphotesa sebagai berikut:

a. Tingkah Laku Manusia Itu Dipelajari

Secara kalimat negatif dapat dinyatakan bahwa perilaku jahat tidak merupakan kewarisan, maka sukar diterima bahwa seseorang menjadui penjahat secara mekanis.

b. Prilaku jahat dipelajari dalam hubungan antar manusia dalam suatu proses komunikasi.

36

Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, 1981, hlm. 1.

Hubungan komunikasi ini dapat berupa relasi lisan ataupun melalui gerakan-gerakan badan yang mengandung suatu sikap tertentu.

c. Bagian-bagian utama (unsur penentu) dari prilaku kiminil, dipelajari dalam kelompok pergaulan yang intim.

Secara kalimat negatif dapat dijelaskan bahwa alat-alat komunikasi tak langsung dalam masyarakat seperti surat kabar, film dan lain-lain, tidak mempunyai peranan yang penting atas terjadinya tingkah laku kejahatan. d. Apabila prilaku kriminil itu dipelajari (dalam suatu proses mempelajari);

maka terjadi kemungkinan-kemungkinan;

1. Cara dilakukannya kejahatan dapat bersifat sederhana, dapat pula yang rumit.

2. Motif, dorongan-dorongan, sikap dan tindakan kejahatan bersifat spesifik.

e. Arah motif dan pendorong-pendorong yang spesifik, dipelajari dalam kehiupan masyarakat, yang mana di dalamnya terdapat individu yang menyetujui pentaatan terhadap undang-undang; dan terdapat pula yang lebih senang melanggar undang-undang.

f. Seseorang menjadi pelanggar undang-undang karena lebih menafsirkan ”persetujuan”nya akan pelanggaran undang-undang, dari pada menyetujui perbuatan mentaati undang-undang.

g. Differential Association (assosiasi yang bwerbeda-beda), terbentuk melalui suatu proses, dan membentuk pula tingkah laku kriminil atau non

kriminil atau juga anti kriminil dalam hubungan dengan pengertian, frequency, duration, intensity dan priority.

Frequency dan Duration dalam penjelasan cara-cara sudah jelas mennjukkan lamanya proses berlangsung, intensity dan priority menunjukkan prinsip yang utama, yang memberikan penafsiran terhadap berlakunya suatu undang-undang. Dan proses priority ini dapat diketahui sejak kehidupan mudanya.

h. Proses mempelajari tingkah laku kejahatan secaa berasosiasi dengan pola-pola kriminalitas dan sikap anti kriminil, yang meliputi di dalamnya sebagaimana kita mempelajari segala sesuatu. Dalam arti kalimat negatif berarti bahwa mempelajari tingkah lakui kriminil tidak dibatasi seperti halnya meniru orang lain berbuat kejahatan (proses belajar berbeda dengan gerakan meniru).

i. Apabila tingkah laku kejahatan adalah expresi dari pada kebutuhan-kebutuhan dana nilai-nilai umum; sebenarnya sulit dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tadi, karena kelakuan atau tindakan yang tidak merupakan kejahatan adalah juga expresi dari pada kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama; misalnya pencuri dan buruh yang jujur mereka bekerja untuk mendapatkan uang untuk nafkahnya (sebagai pencerminan kebutuhannya), jadi nyatalah bahwa terjadinya suatu masyarakat, dan bukan merupakan gejala kewarisan sifat.37

37

Faktor internal adalah dari dalam diri sipelaku terkait dengan persepsi terhadap penggelapan dalam jabatan dan moralitas maupun integritas moral individu yang bersangkutan.

a. Persepsi Terhadap Penggelapan dalam jabatan

Penggelapan dalam jabatan adalah sebuah perbuatan kriminal dan kejahatan yang sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Meskipun demikian, ada anggapan yang mengatakan bahwa yang bersifat fungsional, karena disebut mendapat meningkatkan derajat ekonomi seseorang karenanya, Uang suap dianggap dapat memberi konstribusi positif, Yaitu dapat mengatasi regiditas dan konfleksitas sistem administrasi yang kaku. Bahkan, beberapa bentuk penggelapan dalam jabatan juga disinyalir dapat memberi andil bagi pembangunan politik dengan cara penguatan partai politik tertentu. Umumnya penggelapan dalam jabatan disebabkan karena tidak seimbangnya antara jabatan yang diembannya dengan pendapatan yang diperoleh oleh seorang pejabat, ditambah dengan kesempatan yang ada padanya karena jabatannya, untuk menutupi penilaian masyarakat sekitarnya mencari jalan pintas dengan memanfaatkan kesempatan memakai uang perusahaan tanpa hak.38

b. Moralitas dan Integritas individu

Persoalan moralitas banyak dihubungkan dengan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai keagamaan pada seseorang. Agama, dalam hal islam misalnya mengajarkan manusia untuk tidak mencuri, karena Tuhan

38

Wawancara dengan Edy Toto Purbo, Hakim Pengadilan Negeri Gresik, Tanggal 23 Maret 2013.

Yang Maha Esa akan mengancam tindakan pencurian dengan siksa didunia (potong tangan) dan juga siksa di akhirat. Agama juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Pengingkaran terhadap prinsip-prinsip agama ini menjadikan individu tidak memiliki moralitas. Semua agama melarang menggunakan apapun tanpa hak, pengelapan dalam jabatan ini di antara salah satu penyebab pada diri pelaku yaitu kurangnya memahami mengenai larangan agama tersebut. Umumnya kepetingan duniawi yang menjadi pertimbangan utama, sehingga selama ada kesempatan tanpa harus memikirkan apa kelak yang diterimanya setelah meninggal dunia diabaikan oleh pelaku39

Memperhatikan uraian sebagaimana di atas berkaitan dengan faktor internal yang menjadi penyebab seseorang melakukan tindak pidana penggelapan yaitu faktor ekonomi yang kurang menunjang bila dibandingkan dengan jabatan yang diembannya, kesempatan ada dan kurangnya memahami bahwa hidup tidak hanya didunia saja melainkan di akhirat nanti setelah meningal dunia yang diajarkan oleh semua agama juga menjadi salah satu penyebab terjadinya tindak pidana dalam jabatannya.

2.2. Faktor Eksternal Yang Menyebabkan Ter jadinya Tindak Pidana Penggelapan Dalam J abatan Dengan Menggunakan Identitas Palsu

Faktor eksternal adalah sistem dan struktur hukum, politik, corporate culture, sistem dan culture sosial, dan pendidikan.

39

a. Sistem hukum

Penyebab penggelapan dalam jabatan sering dilihat dari seberapa besar efektifitas sistem hukum untuk mencegahnya. Sistem hukum yang tidak efektif sangat berpengaruh terhadap perilaku penggelapan dalam jabatan, dan jika awalnya disebabkan oleh tidak adanya dana untuk penyelesaian masalah, peluang tersebut digunakan untuk penyelewengan-penyelewengan yang lebih besar. Jaks, pengecara, hakim, melakukan kerja sama yang saling menguntungkan diantara mereka sendiri sehingga tidak ada efek jera bagi pelaku penggelapan dalam jabatan. Sistem hukum di Indonesia yang tidak perlu dipungkiri dan umum sudah mengetahui bahwa sistem hukum di Indonesia kurang berpihak pada pelaku tindak pidana dari kalangan bawah, banyak dijmumpai pelaku tindak pidana yang seharusnya pidana penjara yang dijatuhkan berat, namun kenyataannya tidak seimbang dengan tindakan yang dilakukannya dalam arti pidana yang dijatuhkan adalah ringan. Ini menjadi salah satu penyebab orang tidak jera dalam melakukan tindak pidana termasuk penggelapan dalam jabatan, pemeriksaan perkara dengan majelis hakim diharapkan putusan yang dijatuhkan seadil-adilnya kenyataan yang terjadi tidak jarang pertimbangan hakim untuk menjatuhkan putusan tidak secara aklamasi, melainkan melalui foting jika ada hakim yang tidak setuju atas pertimbangan hakim lainnya.40

40

b. Sistem politik

Struktur dan sistem politik biasanya dipahami sebagai proses sebagai proses bagaimana kekuasaan didapatkan dan dijalankan. Meskipun perilaku penggelapan dan penyuapan sebagai hal yang lama terjadi, tetapi masih ada pengaruh cara pandang politik tradisional, yang membenarkan seorang raja yang menggunakan penghasilan negara demi kepentingan keluarga, keaguangan pribadi dan dinasti. Dalam sistem tradisional, pejabat menggunakan penghasilan dari jabatannya untuk menunjukkan keagungannya sebagai pejabat negara. Keluarga pejabat, orang terpandang juga mempengaruhi perilaku pelaku tindak pidana dalam jabatannya, dengan harapan turuyt campur tangannya akan mempengaruhi proses bahkan perkaranya ditutup.41

c. Carporate culture

Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab penggelapan dalam jabatan adalah faktor budaya perusahaan atau lembaga (corporate culture).

Corporate cultur yang dimaksud adalah kebisaan kerja seluruh perangkat perusahaan atau lembaga baik manajemen maupun seluruh lapisan karyawan yang dibentuk dan dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku kerja, serta membuat seluruh perangkat terikat terhadap perusahaan atau lembaga inti. Inti dari corporate culture adalah nilai atau value yang menjadi landasan kerja. Kondisi perusahaan juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindak pidana penggelapan dalam jabatan, misalnya

41

perusahaan keluarga jadi pos-pos penting diduduki oleh lingkaran keluarga, pegawai lainnya menjadi enggan dan adanya rasa takut memberikan pengawasan dan tegoran untuk menyelamatkan diri pribadi agar tetap bekerja.42

Nilai-nilai yang menjadi landasan kerja bias berasal dari ajaran agama ataupun tradisi. Adapun dalam ajaran islam terdapat nilai-nilai yang seharusnya menjadi rujukan corporate culture seperti keharusan untuk bekerja keras dan selalu bekerjasama untuk kebaikan, bersikap profesional, jujur, tidak saling menipu, dan tidak saling bermusuhan. Jabatan seharusnya didukung oleh pengetahuan baik pendidikan yang diperoleh secara formal maupun informal, aturan perusahaan yang tidak memberikan keleluasaan pekerja untuk beribadah menurut agamanya masing-masing, kurangnya saling toleransi dalam perusahaan, kuarngnya pengawasan menjadi salah satu penyebab terjadinya penggelapan dalam jabatan.43 d. Struktur dan sistem sosial

Struktur dan sistem politik tersebut akan semakin memberi peluang untuk penggelapan dalam jabatan jika ditingkat masyarakat juga muncul budaya nrimo, ing pandum. Budaya pada awalnya tampak tumbuh di masyarakat jawa, bahwa manusia manusia harus menerima kenyataan, sabar dengan kenyataan. Jika dihubungkan dengan penggelapan dalam

42

Ibid.

43

jabatan di Indonesia maka muncul satu praduga bahwa penggelapan dalam jabatan hampir menjadi kultur yang diterima oleh masyarakat Indonesia. e. Sistem pendidikan

Diatas segala faktor yang sudah disebut diatas, memang sudah saatnya jika dunia pendidikan melakukan koreksi diri (intropeksi). Lembaga pendidikan sebagai lembaga pencerahan yang mendidik siswa dan mahasiswa untuk lebih kritis, paham dengan kenyataan, dan bias menyelesaikan persoalan-persoalan hidup masih dipersoalkan.

Persoalan ini tentu saja menjadi persoalan yang sangat kursial, idikator keberhasilan belajar yang hanya dilihat dari nilai yang didapatkan murid, tentu membuat tenaga pendidik memiliki peluang untuk penyelewengan atau penggelapan dalam jabatan dengan memberikannilai tidak berdasarkan kemampuan tetapi karena faktor lain. Selain itu kecenderungan peerta didik untuk melakukan negosiasi dalam mendapatkan nilai juga menjadi persoalan yang sangat memperihatinkan. Banyak dijumpai pegawai yang menempati pos-pos penting dengan gelar kesarjanaannya, namun maraknya gelar kesarjanaan yang diperoleh melalui prosedur yang resmi menjadikan gelar pendidikan hanya sebagai pajangan karena tidak diikuti dengan ilmu yang didapat dengan jabatan yang diembannya.44

f. Sistem ekonomi

Persoalan kemiskinan, gaji yang tidak memadai menjadi faktor yang

44

sangat klasik untuk membenarkan tindakan penggelapan dalam jabatan. Pegawai kelurahan mencari tambahan dengan menarik uang administrasi seikhlasnya. Aditjondro membagi penggelapan dalam jabatan dalam tiga lapis. Pertama penggelapan dalam jabatan yang langsung berkaitan antara warga (citizen) dan birokrasi dengan bentuk-bentuk seperti suap. Kedua Nepotisme, kronisme, dan kelas baru yang mendapatkan kemudahan untuk mendapatkan untuk usaha mereka. Ketiga penggelapan dalam jabatan cabal yang meliputi birokrat, politisi, aparat hukum pendidikan.

Memperhatikan uraian sebagaimana tersebut di atas berkaiktan dengan faktor eksternal terjadinya tindak pidana dalam jabatannya dapat dijelaskan bahwa kesempatan merupakan faktor utama seseorang melakukan tindak pidana, meskipun faktor lain menunjang, namun karena tidak ada kesempatan dapat menjadikan gagalnya rencana melakukan tindak pidana. Tindak pidana dalam jabatan yang berasal dari faktolr eksternal lebih komplek bila dibandingkan dengan faktor eksternal. Di antara faktor eksternal penggelapan dalam jabatan yaitu faktor sistem hukum yang lemah dan perlu adanya penagakan hukum, faktor sistem politik dengan kekuasaan didapatkan dan dijalankan. Dalam sistem tradisional, misalnya pekerja yang menduduki jabatan tertentu menggunakan penghasilan dari jabatannya untuk menunjukkan keagungannya sebagai pejabat negara. Carporate culture yaitu faktor budaya perusahaan atau lembaga (corporate culture). Corporate cultur

yang dimaksud adalah kebisaan kerja seluruh perangkat perusahaan atau lembaga baik manajemen maupun seluruh lapisan karyawan yang dibentuk

dan dibakukan serta diterima sebagai standar perilaku kerja, serta membuat seluruh perangkat terikat terhadap perusahaan atau lembaga inti. Struktur dan sistem social, semakin memberi peluang untuk penggelapan dalam jabatan jika ditingkat masyarakat juga muncul budaya nrimo, ing pandum. Sistem pendidikan, lembaga pendidikan sebagai lembaga pencerahan yang mendidik siswa dan mahasiswa untuk lebih kritis, paham dengan kenyataan, dan bias menyelesaikan persoalan-persoalan hidup masih dipersoalkan. Sistem ekonomi, persoalan kemiskinan, gaji yang tidak memadai menjadi faktor yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatannya.

Faktor-faktor baik internal maupun eksternal tersebut ternyata tidak digunakan sebagai pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Gresik yang memeriksa perkara pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatannya yaitu Giok Lan Melannia Indahwati, pertimbangan hakim dalam menilai pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatannya yaitu karena faktor ekonomi dan faktor agama. Hal ini berarti bahwa hakim dalam menilai hanya bertumpu pada faktor internal pelaku tindak pidana, memang mengenai faktor-faktor hyang menjadi penyebab pelaku melakukan tindak pidana dalam jabatannya tersebut tidak penting bagi hakim, karena yang lebih penting adalah kepastian hukum, bahwa pelaku telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum. Hal yang dipergunakan sebagai pertimbangan hakum untuk, menjatuhkan pidana kepada pelaku adalah hal-hal yang dapat memberatkan atau meringankan pidana terhadap pelaku.

Apabila hakim dengan pertimbangan jaksa penuntut umum dapat membuktikan dakwaannya dan berdasarkan atas bukti serta keyakinan hakim menilai pelaku terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, maka putusannya berupa menjatuhkan pidana penjara bagi pelakunya, dan jika jaksa penuntut umum tidak dapat membuktikan dakwaannya, maka putusan yang dijatuhkan adalah pelaku tidak terbukti melakukan tindak pidana dengan putusan bebas dari segala tuntutan hukum. Apabila terbkti tetapi bukan merupakan suatu perbuatan pidana maka putusannya adalah lepas dari segala tuntutan hukum.

PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM J ABATAN (ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI GRESIK NO. 163/PID.B/2010/PN.GS)

3.1. Gambaran Kasus

Giok Lan Melannia Indahwati salah seorang pekerja pada PT Rhodia di Gresik, perusahaan yang bergerak di bidang industri kimia yang ditempatkan pada jabatan senior finance executif dengan tugas dan tanggung jawab antara lain membuat bilyet giro (BG), membuat cek, melakukan pembayaran ke supplier dan mengecek saldo bank.

PT Rhodia dalam menjalankan usaha bekerja sama dengan beberapa perusahaan lain yang memasok kebutuhan untuk operasional perusahaan antara lain PT Manggala Indah Makmur dan PT Ecogreen Oleochemical dan perusahaan suplier tersebut setelah mengirimkan barang sesuai dengan kesepakatan permintaan barang dan PT Rhodia memasukan tagihan untuk melakukan pembayaran sesuai dengan tanggal jatuh tempo yang tertera dalam tagihan tersebut.

Giro yang seharusnya digunakan untuk pembayaran kepada suplier telah dicairkan oleh Giok Lan Melannia Indahwati dengan bantuan Lusiana (bagian cashier Finance and Administration Executif PT Rhodia) dan itu dilakukan secara berulang-ulang, tetapi tidak untuk melakukan pembayaran melainkan dimasukan rekening terdakwa Giok Lan Melannia Indahwati atas

nama Manggala Indah di Bank Panin dan nama tersebut digunakan terdakwa dalam rekening merupakan nama fiktif dengan membuat Kartu Tanda Penduduk untuk dirinya.

Tindakan terdakwa tersebut oleh jaksa penuntut umum didakwa dalam dakwaan kesatu melanggar pasal 374 KUHP dan dakwaan Kedua melanggar pasal 372 KUHP.

3.2. Penerapan Sanksi Tindak Pidana Penggelapan Dalam J abatan Dengan Menggunakan Identitas Palsu

Giok Lan Melannia Indahwati didakwa oleh jaksa penuntut umum melakukan penggelapan, apabila perbuatannya memenuhi keseluruhan unsur Pasal 372 KUHP, yaitu:

Ketentuan pasal 372 KUHP diawali dengan kata barangsiapa yang ditujukan kepada pelaku tindak pidana dalam hal ini Giok Lan Melannia Indahwati, sehingga unsur barang siapa telah terpenuhi.

Dengan sengaja;

- menguasai secara melawan hukum; - suatu benda;

- sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain;

- berada padanya bukan karena kejahatan.45

Dokumen terkait