• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Sumber vitamin dan mineral

Tomat 9 75,0 1 8,3 0 0,0 2 16,7 12 100 Bayam 1 8,3 6 50,0 0 0,0 5 41,7 12 100 Sop 4 33,3 8 66,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Toge 7 58,3 5 41,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Kangkung 9 75,0 3 25,0 0 0,0 0 0,0 12 100 Jeruk 2 16,7 10 83,3 0 0,0 0 0,0 12 100 Pepaya 3 25,0 9 75,0 0 0,0 0 0,0 12 100 Semangka 10 83,3 2 16,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Pisang lampung 10 83,3 2 16,7 0 0,0 0 0,0 12 100 Pisang ambon 6 50,0 5 41,7 0 0,0 1 8,3 12 100 5. Lain-lain Susu 8 66,7 0 0,0 0 0,0 4 33,3 12 100 Bubur ayam 9 75,0 3 25,0 0 0,0 0 0,0 12 100 Buras 7 58,3 4 33,3 1 8,3 0 0,0 12 100 Agar-agar 7 58,3 5 41,7 0 0,0 0 0,0 12 100

Jika dilihat berdasarkan konsumsi susu formula, lebih dari separuh anak (66,7%) tidak mengkonsumsi susu formula. Menurut Winarno (1995), pemberian susu formula sebagai tambahan untuk anak-anak dibawah 1 tahun sangat dianjurkan. Sedangkan anjuran minum susu pada anak lebih dari 1 tahun perlu

85

dilakukan, khususnya bagi mereka yang mampu dan sebaliknya bagi mereka yang kurang mampu anjuran tersebut perlu dipertimbangkan terutama mengingat daya beli masyarakat yang sangat rendah. Oleh karena itu, konsumsi susu formula sangat penting bagi anak batita mengingat zat gizi yang terkandung didalamnya cukup lengkap sehingga mampu memenuhi kebutuhan gizi anak. Namun, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa konsumsi susu formula harus disesuaikan dengan daya beli keluarga.

Pola asuh makan

Salah satu pola pengasuhan yang diberikan oleh seorang ibu kepada anaknya adalah pola asuh makan. Pola asuh makan inilah yang selanjutnya akan menentukan pola konsumsi pangan anak. Makanan anak pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif artinya makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu. Sedangkan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif yaitu telah memilih makanan yang disukainya. Kebiasaan makan yang baik harus ditanamkan dalam keluarga (Riyadi 2001, diacu dalam Supriatin 2004).

Tabel 19 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pola asuh makan Kelompok usia (bulan)

7-12 13-24 25-36 Total Kategori n % n % n % n % Baik 0 0,0 2 16,7 1 12,5 3 9,4 Cukup 10 83,3 9 75,0 7 87,5 26 81,2 Kurang 2 16,7 1 8,3 0 0,0 3 9,4 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0

Pola asuh makan anak batita pada ketiga kelompok usia sebagian besar (81,2%) termasuk dalam kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa cara pemberian makan, jumlah dan jenis pangan yang diberikan ibu (pengasuh) sudah cukup baik. Pola asuh makan yang telah diberikan tersebut sangat mendukung konsumsi pangan anak batita. Menurut Hartoyo et al. (2003), konsumsi pangan anak-anak sangat dipengaruhi oleh ibunya. Kepandaian dan kejelian ibu dalam memilih makanan dan porsinya juga kesabaran dan ketelatenan dalam memberikan makanan sangat mendukung terhadap konsumsi pangan anak.

Pengetahuan gizi ibu

Mengingat besarnya peran ibu dalam keluarga maka diharapkan seorang ibu mempunyai pengetahuan yang luas. Penyelenggaraan makanan dalam keluarga atau rumah tangga sehari-hari umumnya dikoordinir oleh ibu. Ibu yang

86

mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Menurut Riyadi (2001) menjelaskan bahwa perilaku pemberian makanan berhubungan secara bermakna dengan tingkat pendidikan ibu dan status gizi anak. Gangguan status gizi pada anak umumnya disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga mengenai perlunya gizi yang seimbang untuk pertumbuhan anak. Anak tidak akan tumbuh dengan baik tanpa perawatan yang baik dari keluarganya (Supriatin 2004).

Tabel 20 Sebaran anak batita menurut kelompok usia dan pengetahuan gizi ibu Kelompok usia (bulan)

7-12 13-24 25-36 Total Kategori n % n % n % n % Baik 2 16,7 0 0,0 1 12,5 3 9,4 Cukup 7 58,3 8 66,7 2 25,0 17 53,1 Kurang 3 25,0 4 33,3 5 62,5 12 37,5 Total 12 100,0 12 100,0 8 100,0 32 100,0

Tabel 20 menunjukkan bahwa lebih dari setengah ibu anak batita pada kelompok usia 25-36 bulan (62,5%) mempunyai pengetahuan gizi yang masih kurang. Sedangkan lebih dari setengah ibu anak batita pada kelompok usia lainnya mempunyai pengetahuan gizi yang cukup. Ibu berperan penting dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan makan yang sehat. Untuk memperoleh makanan sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan (Nasoetion & Riyadi 1995). Oleh karena itu, diduga bahwa ibu anak batita pada kelompok usia 25-36 bulan kurang menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan makanan yang baik yang selanjutnya dikhawatirkan akan mempengaruhi konsumsi pangan anak.

Analisis Biaya Konsumsi Pangan Keluarga Anak Batita

Salah satu strategi yang harus digunakan dalam membuat suatu perencanaan konsumsi pangan diantaranya melakukan analisis biaya konsumsi pangan. Pengeluaran untuk pangan di Indonesia menurut BPS (1990) masih merupakan bagian terbesar dari total pengeluaran rumah tangga yaitu lebih dari 50%. Mengingat sasaran penelitian ini adalah anak batita dari keluarga miskin, biaya konsumsi pangan tentu menjadi suatu hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi daya beli keluarga tersebut terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Daya beli keluarga dipengaruhi oleh besarnya pendapatan yang diperoleh (Simatupang & Ariani 1997, diacu dalam Rita 2002).

87

Tabel 21 menunjukkan rata-rata pendapatan dan pengeluaran pangan keluarga anak batita. Rata-rata pendapatan keluarga anak batita adalah sebesar

Rp181.295.0 perkapita/bulan atau sebesar Rp6.043.2 perkapita/hari. Jumlah

tersebut menunjukkan bahwa umumnya anak batita tergolong dalam kategori miskin karena rata-rata pendapatan anak batita masih di bawah garis kemiskinan. Hal ini sesuai dengan data dan informasi kemiskinan BPS 2005-2006 dimana garis kemiskinan untuk wilayah Kabupaten Bogor adalah di bawah

Rp183.067.0 perkapita/bulan atau sebesar Rp6 102.2 perkapita/hari (BPS 2007).

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa besarnya pendapatan dapat mempengaruhi daya beli seseorang atau keluarga terhadap pangan yang akan dikonsumsi. Oleh sebab itu selain ditinjau dari segi pendapatan, dalam analisis biaya pangan juga mempertimbangkan besarnya pengeluaran khususnya pengeluaran pangan.

Tabel 21 Rata-rata pendapatan dan pengeluaran keluarga anak batita Pengeluaran (Rp/kap/…) Pendapatan

(Rp/kap/...) Pangan Non pangan

Keterangan

Bulan Hari Bulan Hari Bulan Hari Rata-rata 181 295.0 6 043.2 138 948.2 4 631.6 76 738.5 2 558.0 Minimum 13 333.3 444.4 11 750.0 391.7 7 444.4 248.1 Maksimum 533 333.3 17 777.8 341 760.0 11 392.0 653 133.3 21 771.1

Rasio *) 76,6% 42,3%

*) persentase pengeluaran pangan terhadap pendapatan

Berdasarkan tabel diatas, rata-rata pengeluaran pangan keluarga anak batita lebih besar bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran non pangannya. Dengan demikian, sebagian besar pengeluaran keluarga anak batita dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Adapun rasio pengeluaran pangan keluarga anak batita terhadap pendapatannya adalah sebesar 76,6%.

Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh data Susenas (1996 & 1998) bahwa

pengeluaran untuk pangan bagi rumah tangga miskin berkisar antara 60-80% dari pendapatan (Soekirman 2000).

Rata-rata pengeluaran pangan keluarga anak batita adalah sebesar

Rp138.948.2 perkapita/bulan atau Rp4.631.6 perkapita/hari. Jumlah inilah yang

selanjutnya akan digunakan sebagai dasar alokasi biaya pangan dalam penyusunan menu makanan anak batita dari keluarga miskin. Biaya yang

dihasilkan dari rancangan menu makanan diharapkan masih di bawah Rp4.631.6

perhari sehingga sesuai dengan daya beli anak batita terhadap konsumsi pangannya.

88

Alokasi pengeluaran pangan digunakan untuk pembelian beberapa jenis kelompok pangan seperti pangan pokok (beras), pangan nabati (kacang-kacangan, tahu, dan tempe), pangan hewani (ikan, daging, dan telur), sayur,

buah, MP-ASI dan kelompok pangan lainnya (bumbu, minyak goreng, jajanan

dan sebagainya). Berkaitan dengan pengeluaran pangan keluarga anak batita, berikut disajikan alokasi pengeluaran pangan harian keluarga anak batita per jenis kelompok pangan.

Tabel 22 Alokasi pengeluaran pangan keluarga anak batita tiap jenis kelompok pangan Pengeluaran pangan per jenis kelompok pangan (Rp/hari) Keterangan

Pokok Nabati Hewani Sayur Buah MP-ASI Lain-lain Rata-rata 5 404.3 2 224.1 2 569.3 1 451.9 624.1 3 222.2 5 156.5

Minimum 1 680.0 1 000.0 0.0 266.7 0.0 0.0 0.0

Maksimum 12 000.0 6 000.0 10 000.0 3 000.0 3 000.0 10 000.0 15 000.0 Standar deviasi 2 646.9 862.9 1 634.3 590.1 923.8 2 747.7 3 917.7

Rata-rata pengeluaran pangan keluarga terbesar digunakan untuk kelompok pangan pokok (beras) yaitu sebesar Rp5.404.3 per hari. Sedangkan rata-rata pengeluaran pangan keluarga terkecil digunakan untuk kelompok buah-buahan (Rp624.1 per hari). Hal ini menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran pangan keluarga untuk pangan pokok mempunyai proporsi terbesar atau lebih diutamakan bila dibandingkan dengan kelompok pangan lainnya. Rata-rata pengeluaran pangan keluarga untuk MP-ASI yaitu sebesar Rp3.222.2 per hari. Hal ini menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk MP-ASI lebih besar bila dibandingkan dengan biaya untuk pangan nabati, pangan hewani, sayur dan buah. Proporsi pengeluaran pangan keluarga untuk masing-masing kelompok pangan ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan biaya konsumsi pangan dalam rancangan menu makanan anak batita.

Rancangan Menu Makanan Harian Selama Satu Minggu

Menurut Hardinsyah (1996), makanan sehat adalah makanan yang aman dikonsumsi dan menyediakan semua zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup sehat. Makanan pokok seperti serealia dan umbi-umbian kaya akan energi terutama dari karbohidrat. Karena itu makanan ini berperan utama sebagai sumber zat tenaga (energi). Kemudian sebagai sumber zat pembangun (protein) berasal dari misalnya kacang-kacangan, telur, ikan, dan daging. Sedangkan sayur dan buah berperan sebagai zat pengatur (vitamin dan mineral). Oleh karena itu, dalam susunan (menu) makanan yang dikonsumsi sehari-hari

89

harus mengandung zat-zat penting tersebut agar kebutuhan tubuh akan zat gizi dapat terpenuhi.

Terpenuhinya kebutuhan seseorang akan zat gizi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi makanan yang beragam, bergizi dan berimbang. Hal ini dimaksudkan agar jenis dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi sesuai dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) dimana jika seseorang mengkonsumsi makanan yang beragam maka kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh makanan yang lain sehingga diperoleh asupan zat gizi yang seimbang. Secara alami, komposisi zat gizi setiap jenis dan kelompok pangan memiliki keunggulan dan kelemahan tertentu. Sebagai contoh, beberapa makanan mungkin mengandung karbohidrat yang tinggi tetapi rendah protein ataupun sebaliknya (Ray 1996).

Pola konsumsi pangan yang bermutu gizi seimbang dapat dilakukan dengan cara sederhana yang dikenal dengan pola empat sehat lima sempurna yang terdiri dari makanan pokok (sumber energi), lauk pauk, sayur, buah dan susu (Riyadi 1996). Berdasarkan hal tersebut, menu makanan harian (1 minggu) yang telah dirancang terdiri atas pangan pokok, pangan nabati, pangan hewani, sayur, buah dan tambahan lain (selingan) yang ditujukan untuk anak batita usia 7-12 bulan (menu A), 13-24 bulan (menu B) dan 25-36 bulan (menu C). Jumlah menu makanan yang dirancang adalah sebanyak 21 menu harian.

Menu makanan harian yang dirancang terdiri atas pangan pokok (nasi) sebagai sumber karbohidrat, pangan nabati dan pangan hewani sebagai sumber protein, sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral, serta jenis pangan lainnya yang memberikan kontribusi zat gizi tertentu. Adapun menu makanan yang direkomendasikan pada saat uji daya terima disajikan dalam bentuk susunan olahan makanan setiap waktu makan (pagi, siang, malam dan selingan). Jenis olahan makanan yang ditampilkan tersebut hanya sebagai contoh olahan yang mungkin dapat diterapkan. Akan tetapi, sebaiknya jenis olahan yang akan disajikan perlu disesuaikan dengan preferensi anak sehingga dapat meningkatkan selera makan anak tersebut.

Susunan jenis pangan yang telah dirancang didasarkan pada prinsip makanan yang beragam, bergizi dan berimbang dimana dengan komposisi pangan seperti diatas diharapkan semua kebutuhan zat gizi anak batita dapat terpenuhi. Selain itu, menu makanan yang telah dirancang juga didasarkan oleh pola konsumsi pangan anak batita dari keluarga miskin. Jika terdapat jenis

90

pangan yang tidak disukai dalam menu tersebut maka dapat diganti dengan jenis pangan yang mengandung zat gizi utama yang sama. Sebagai contoh, nasi dapat diganti dengan roti, ubi, atau lainnya. Berikut ditampilkan salah satu contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak batita pada masing-masing kelompok usia beserta biaya konsumsi pangan per hari. Adapun menu makanan harian yang dirancang selama satu minggu untuk ketiga kelompok usia dapat dilihat dalam Lampiran 3 dan 4.

Tabel 23 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 7-12 bulan

Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan

Jenis pangan

URT gram (Rp) Energi (Kal) Protein (g) (mg) Ca (mg) Besi Vit.A (RE) Vit.C (mg)

Beras 1/4 gls 15 81,6 26,7 0,3 0,8 0,1 0,0 0,0 Telur 1/4 btr bsr 15 166,5 21,9 1,7 7,3 0,4 41,7 0,0 Sop 1/4 gls 24 237,5 3,6 0,1 3,0 0,1 38,0 3,5 Pepaya 1/2 ptg sdg 49 217,9 22,7 0,2 11,3 0,8 27,6 38,5 Kacang hijau 4 1/2 gls 43 414,4 146,6 9,4 53,1 2,8 8,5 2,6 Agar-agar 3/4 ptg sdg 60 1619,7 0,0 0,0 239,2 3,0 0,0 0,0 Minyak 1 sdm 10 73,9 87,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Gula 1 sdm 10 72,0 36,4 0,0 0,5 0,0 0,0 0,0 ASI - - 364,0 6,2 197,7 0,0 392,0 15,1 Total 2883,4 708,9 18,1 512,9 7,2 507,8 59,6

Rasio kandungan gizi (%) 109,1 113,3 128,2 103,5 127,0 119,2

Keterangan :

URT (Ukuran Rumah Tangga) :

sdm = sendok makan bh = buah bks = bungkus sdt = sendok teh bh bsr = buah besar bj bsr = biji besar

gls = gelas bh sdg = buah sedang

ptg sdg = potong sedang btr bsr = butir besar

Jenis bahan pangan yang terdapat dalam rancangan menu makanan diatas dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan (pagi, siang, malam dan selingan). Selain itu dapat pula diberikan jenis pengolahan yang sesuai dengan preferensi anak. Jenis makanan anak kelompok usia 7-12 bulan masih dalam bentuk makanan dengan konsistensi lunak. Contoh olahan yang dapat disajikan misalnya nasi tim yang dapat dijadikan sebagai makanan untuk siang atau malam hari. Nasi tim tersebut dapat diperoleh dari kombinasi beberapa jenis bahan pangan seperti beras, sayur sop, telur dan minyak. Kemudian, untuk sarapan dapat dipilih bubur kacang hijau dengan menggunakan kombinasi bahan pangan kacang hijau dan gula. Sedangkan untuk makanan selingan, anak dapat diberikan agar-agar atau sari buah pepaya. Jenis olahan yang dipilih untuk anak kelompok usia 7-12 bulan biasanya belum menggunakan banyak bumbu

91

misalnya penggunaan bumbu yang menyengat atau pedas seperti cabe atau lada.

Rasio kandungan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C) yang dihasilkan dari rancangan menu makanan sudah dibuat sedemikian rupa sehingga tergolong normal (cukup). Dilihat dari segi biaya rancangan menu makanan yang dihasilkan juga telah dibuat seminimum mungkin yaitu sebesar Rp2.883.4 per hari. Selain rancangan menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan, Tabel 24 menampilkan contoh rancangan menu makanan untuk anak kelompok usia 13-24 bulan.

Tabel 24 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 13-24 bulan

Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan

Jenis pangan

URT gram (Rp) Energi (Kal) Protein (g) (mg) Ca (mg) Besi Vit.A (RE) Vit.C (mg)

Beras 1 gls 69 375,2 248,4 4,7 4,1 0,6 0,0 0,0 Tempe 1 ptg sdg 25 227,3 37,3 4,6 32,3 2,5 1,5 0,0 Mujair 1/2 ptg sdg 19 243,8 13,4 2,8 14,4 0,2 0,9 0,0 Bayam 1/2 gls 44 255,2 11,2 1,1 82,9 1,2 283,9 24,9 Toge 1/2 gls 35 169,2 8,1 1,0 10,2 0,3 0,4 5,3 Pisang ambon 1/4 bh bsr 19 78,1 13,9 0,2 1,1 0,1 3,0 0,4 Agar-agar 1/2 ptg sdg 51 1368,1 0,0 0,0 202,1 2,5 0,0 0,0 Roti 1 iris 20 366,7 49,8 1,6 4,0 0,5 0,0 0,0 Minyak 2 sdm 11 144,4 94,8 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Kecap 2 sdm 15 275,0 6,9 0,9 18,5 0,9 0,0 0,0 ASI - - 260,0 4,4 141,2 0,0 280,0 10,8 Total 3502,9 943,7 23,3 510,7 8,7 569,6 41,3

Rasio kandungan gizi (%) 94,4 93,1 102,1 109,0 142,4 103,3

Sama halnya seperti rancangan menu makanan anak kelompok usia 7-12 bulan, rancangan menu makanan anak kelompok usia 13-24 bulan pun dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan (pagi, siang, malam, dan selingan). Jenis olahan yang dipilih juga lebih bervariasi dan biasanya mulai menggunakan banyak campuran bumbu karena jenis makanan pada kelompok usia ini sudah dapat disamakan dengan makanan orang dewasa. Namun, porsi makan anak kelompok usia ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan porsi makan orang dewasa. Jenis makanan yang dapat disajikan untuk pagi (sarapan) misalnya roti. Kemudian untuk siang hari dapat diberikan nasi (beras), tempe kecap (tempe, kecap, dan minyak) dan sayur bayam. Sedangkan untuk malam dapat disajikan nasi (beras), mujair goreng (mujair dan minyak), dan sayur toge. Makanan yang dapat diberikan sebagai selingan diantaranya agar-agar dan buah (pisang ambon).

92

Rasio kandungan zat gizi (energi, protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan vitamin C) juga telah dibuat sedemikian rupa sehingga sudah tergolong normal (cukup). Selain itu biaya yang digunakan untuk rancangan menu makanan diatas pun masih dibawah alokasi pengeluaran pangan keluarga anak batita (Rp4.631.6) yaitu sebesar Rp3.502.9. Tabel 25 berikut menyajikan contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 25-36 bulan.

Tabel 25 Contoh rancangan menu makanan satu hari untuk anak kelompok usia 25-36 bulan

Jumlah pangan Biaya Kandungan zat gizi menu makanan

Jenis pangan

URT gram (Rp) Energi (Kal) Protein (g) (mg) Ca (mg) Besi Vit.A (RE) Vit.C (mg)

Beras 1 gls 70 380,63 252 4,76 4,2 0,56 0 0 Tahu 3/4 bj bsr 19 112,5 12,8 1,5 23,3 0,0 0,0 0,0 Telur 1 btr bsr 41 457,5 60,1 4,7 20,0 1,0 114,6 0,0 Susu 1/2 bks 21 492,1 70,6 1,7 57,8 0,0 36,8 0,2 Toge 1/4 gls 18 84,6 4,0 0,5 5,1 0,1 0,2 2,6 Sawi 1/4 gls 25 75,0 4,8 0,5 47,9 0,6 210,8 22,2 Jeruk manis 3/4 bh bsr 38 225,0 12,2 0,2 8,9 0,1 7,8 13,2 Kacang hijau 5 sdm 50 487,5 172,5 11,1 62,5 3,4 10,0 3,0 Roti 3/4 iris 15 275,0 37,4 1,2 3,0 0,4 0,0 0,0 Agar-agar 3/4 ptg sdg 71 1929,7 0,0 0,0 285,0 3,6 0,0 0,0 Gula 2 sdm 20 144,0 72,8 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 Minyak 2 sdm 20 265,0 174,0 0,2 0,0 0,0 0,0 0,0 Total 4928,5 973 26,43 518,6 9,79 380,1 41,25

Rasio kandungan gizi (%) 97,3 105,7 103,7 122,4 95,0 103,1

Berbeda halnya dengan anak kelompok usia sebelumnya, pada anak kelompok usia 25-36 bulan sudah tidak lagi mengkonsumsi ASI sehingga semua kebutuhan zat gizi harus dipenuhi dari makanan. Jenis bahan pangan yang terdapat dalam rancangan menu makanan diatas juga dapat dikelompokkan berdasarkan waktu makan disertai dengan jenis olahan pada saat disajikan. Sebagai contoh makanan untuk pagi (sarapan) dapat dipilih susu dan roti, untuk siang misalnya nasi (beras), tahu goreng (tahu dan minyak), sayur sawi dan buah (jeruk). Sedangkan untuk malam dapat dipilih nasi (beras), telur rebus dan tumis toge (toge dan minyak). Kemudian sebagai makanan selingan dapat diberikan bubur kacang hijau dan agar-agar. Penambahan bumbu dan jenis olahan makanan sudah dapat disamakan dengan makanan keluarga.

Rasio kandungan zat gizi yang dihasilkan dari rancangan menu makanan sudah tergolong normal (cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anak batita). Sedangkan dari segi biaya yang digunakan dalam rancangan menu makanan diatas yaitu sebesar Rp4.928.5. Besar biaya yang digunakan ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan besar biaya rancangan menu makanan kelompok usia

93

sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh makin besarnya kebutuhan zat gizi anak sehingga jenis bahan pangan yang digunakan pun semakin banyak mengingat pada kelompok usia ini sudah tidak mengkonsumsi ASI.

Pangan sebagai sumber zat gizi merupakan kebutuhan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari. Berbeda dengan kebutuhan lainnya, kebutuhan pangan hanya memerlukan jumlah secukupnya. Kekurangan maupun kelebihan konsumsi pangan dalam jangka waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan (Muhilal et al. 1998). Oleh karena itu, disamping memperhatikan biaya konsumsi pangan, dalam penyusunan menu makanan harus memperhatikan juga kontribusi kandungan zat gizi yang dihasilkan sehingga jumlah zat gizi yang dikonsumsi sesuai dengan yang dibutuhkan. Tabel 26 menyajikan rata-rata biaya dan kontribusi zat gizi dari menu makanan harian yang telah dirancang selama satu minggu.

Tabel 26 Rata-rata biaya dan kontribusi kandungan zat gizi tiap menu makanan Rata-rata kontribusi kandungan zat gizi *) (%)

Jenis

menu Energi Protein Kalsium Besi Vit. A Vit. C Rata-rata biaya (Rupiah/hari) Menu A 107,1 107,8 115,3 99,6 150,6 101,4 3 125.3 Menu B 108,6 97,1 116,7 102,1 450,7 133,3 3 261.6 Menu C 99,6 100,8 100,2 126,9 105,7 125,1 4 877.5

Minimum 97,7 87,3 85,2 93,1 95,0 87,2 1 572.5

Maksimum 128,3 130,8 144,7 149,3 504,8 161,9 5 590.8 *) Kontribusi kandungan zat gizi dari menu terhadap AKG anak batita

Keterangan : Menu A = Menu untuk kelompok usia 7-12 bulan Menu B = Menu untuk kelompok usia 13-24 bulan Menu C = Menu untuk kelompok usia 25-36 bulan

Secara umum, kontribusi kandungan zat gizi dalam contoh rancangan menu makanan masing-masing kelompok usia anak batita sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dihasilkan rasio yang sesuai dengan AKG anak batita untuk masing-masing kelompok usia. Kontribusi kandungan energi, protein, kalsium zat besi, vitamin A dan vitamin C pada rancangan menu diatas sudah tergolong kategori normal. Rasio yang dihasilkan sudah sesuai dengan cut off point normal menurut Depkes (1996) yaitu antara 90-119% untuk energi dan protein, sedangkan untuk vitamin dan mineral digunakan batasan normal Gibson (2005) yaitu di atas 77%. Kontribusi vitamin dan mineral dari rancangan menu makanan menggunakan batasan maksimum yang diperbolehkan (Tolerable Upper Intake Level, UL) sehingga batas atas kontribusi vitamin dan mineral dari menu yang dirancang jauh di bawah batas toksisitas. Persentase kontribusi zat gizi yang paling menonjol adalah vitamin A pada kelompok usia 13-24 bulan yaitu

94

sebesar 450,7% (1.802,50 RE). Menurut Muchtadi (2002), keracunan vitamin A

akan terjadi bila anak pada usia tersebut mengkonsumsi 25.000-50.000 RE per

hari selama 30 hari yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan dalam tempurung kepala dan hydrocephalus. Berdasarkan hal itu maka kontribusi vitamin A tersebut masih dalam batas aman untuk dikonsumsi.

Selain dilihat dari segi kontribusi zat gizi, menu makanan yang telah dirancang juga memperhatikan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mengkonsumsi makanan tersebut. Rata-rata biaya pangan harian selama satu minggu pada kelompok usia 7-12 bulan (menu A) dan 13-24 bulan (menu B)

masih dibawah rata-rata alokasi pengeluaran pangan yang dihasilkan dari

analisis biaya (Rp4.631.6 per kapita per hari). Sedangkan pada kelompok usia 25-36 bulan (menu C), terdapat kelebihan sebesar Rp245.9 atau sebesar 5,3%. Hal ini diduga disebabkan oleh jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi pada kelompok usia tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Semakin banyak jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi maka akan semakin besar pula biaya yang akan dikeluarkan. Biaya pangan yang telah ada belum memperhitungkan biaya pengolahan atau penyajian. Oleh sebab itu, jika dalam menu tersebut menggunakan alternatif jenis olahan yang cukup kompleks (misalnya penggunaan banyak bumbu) maka dibutuhkan tambahan biaya sekitar 20% dari biaya pangan. Akan tetapi, biasanya menu makanan anak batita terutama untuk kelompok usia 7-12 bulan (bayi) belum menggunakan olahan atau kombinasi bumbu yang kompleks baik dalam hal jenis maupun jumlahnya sehingga kemungkinan peningkatan biaya sangat kecil.

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa untuk memenuhi kebutuhan zat gizi maka perlu mengkonsumsi pangan yang beragam, bergizi dan berimbang. Konsep ini juga digunakan dalam perancangan menu makanan anak batita dengan mengacu pada analisis diversifikasi pangan yang biasa dilakukan secara makro (wilayah) yaitu menggunakan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan atas dasar proporsi sumbangan energi yang mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan dan gizi penduduk dalam hal kuantitas, kualitas dan keragaman dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya (acceptabilty), ekonomi (affordability), cita rasa (palatability) dan daya cerna (digestibility). Skor PPH ideal adalah 100 (Riyadi 1996). Walaupun PPH ini hanya cocok digunakan untuk yang bersifat makro namun dalam hal ini hanya digunakan untuk menguji apakah menu makanan yang telah dirancang ini

95

mengikuti susunan keragaman yang terdapat dalam PPH atau tidak. Skor PPH ini hanya melihat keragaman pangan dari segi kontribusi energi dari masing-masing kelompok pangan sedangkan kontribusi untuk zat gizi lainnya tidak. Berikut disajikan skor PPH dari masing-masing menu makanan.

Tabel 27 Skor PPH menu makanan berdasarkan jenis menu makanan Jenis menu

No. Kelompok Pangan Maks Skor

Menu A Menu B Menu C

1 Padi-padian 25,0 19,6 25,0 25,0

2 Umbi-umbian 2,5 0,4 0,0 0,0

3 Pangan Hewani 24,0 24,0 24,0 22,2

4 Minyak dan Lemak 5,0 5,0 4,0 5,0

5 Buah/Biji Berminyak 1,0 0,0 0,0 0,0

6 Kacang-kacangan 10,0 10,0 10,0 10,0

7 Gula 2,5 2,5 0,7 1,6

8 Sayur dan Buah 30,0 30,0 30,0 21,5

9 Lain-lain 0,0 0,0 0,0 0,0

Total 100,0 91,5 93,7 85,3

Skor PPH pada semua kelompok pangan secara umum telah mendekati ideal (100). Skor PPH yang dihasilkan tentu saja sudah mendekati ideal karena sebelumnya dalam rancangan model menu makanan setiap kelompok usia anak batita sudah diusahakan sedemikian rupa sehingga jumlah energi yang dihasilkan dari susunan menu makanan sesuai dengan AKG yang dianjurkan. Akan tetapi, terdapat skor kelompok pangan yang masih nol yaitu buah/biji berminyak. Hal ini diduga disebabkan karena dalam perancangan menu makanan anak batita tidak memperhitungkan bumbu yang umumnya termasuk

Dokumen terkait