• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUMBERDAYA PADA KAWASAN PESISIR DAN ULAU PULAU KECIL (KP3K) KABUPATEN BIAK NUMFOR

Pendahuluan

Pengelolaan KP3K (Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil) Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan menjadi keharusan yang harus terus dilakukan, mengingat berbagai fungsi dari KP3K tersebut, seperti; fungsi sebagai spawning ground, nursery ground, feeding ground, fishing ground, marine culture hingga fungsi wisata dan fungsi fisik ekosistem perairan pantai lainnya, seperti pelindung pantai (barrier). Disisi lain, berbagai kegiatan pemanfaatan juga harus terus terjaga, agar kehidupan masyarakat (nelayan) di wilayah KP3K Biak Numfor dapat terus berjalan, seperti; kegiatan menangkap ikan, kegiatan budidaya laut, dan kegiatan wisata pantai. Berbagai kegiatan tersebut akan memberikan dampak secara langsung terhadap keberlangsungan ekosistem dan sumberdaya yang ada di KP3K Biak Numfor.

Pengelolaan berkelanjutan merupakan salah satu definisi teknis dari pembangunan berkelanjutan. Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1987 oleh World Comission on Environment and Development (Brundtland Comission) yang didefinisikan sebagai suatu upaya pemenuhan kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Lebih jauh Munasinghe (1993) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yakni; ekonomi, sosial, dan ekologi. Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan terfokus pada keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (economic growth), keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata (social equity), serta keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang (ecological sustain). Menurut Serageldin (1996) suatu kegiatan pembangunan (termasuk pengelolaan sumber daya alam dan berbagai dimensinya) dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan.

Demikian pula, dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor, dibutuhkan pendekatan pembangunan berkelanjutan dengan integrasi berbagai dimensi pengelolaan, seperti; dimensi ekologi, ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan. Guna mencapai pengelolaan berkelanjutan KP3K Biak Numfor, maka dirumuskan berbagai alternatif strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan.

112

Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi yang tepat dalam mengelola sumberdaya KP3K Kabupaten Biak Numfor, berdasarkan pandangan ahli, untuk menilai keterkaitan dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam mendukung tingkat pemanfaatan sumberdaya, sehingga dihasilkan strategi yang diharapkan dapat memberikan solusi atas permaslahan yang ada.

Metode Penelitian Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam kajian alternatif strategi pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan, adalah data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan/objek penelitian, baik berupa pengukuran, pengamatan maupun wawancara (Nazir 1988). Sumber data berasal dari pendapat ahli/responden yang merupakan keterwakilan dari pemangku kepentingan (aktor), yang meliputi; Dinas Perikanan dan Kelautan, Lembaga Adat, Kepala Kampung, Tokoh Agama, Asosiasi Pengusaha, Perguruan Tinggi dan Lembaga Non Pemerintah (NGO/LSM).

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data untuk kajian alternatif strategi pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan, adalah dilakukan dengan pendekatan survei berupa wawancara. Jumlah responden menjadi pakar sebanyak 7 (tujuh) orang yang mewakilli masing-masing pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Biak Numfor, Tokoh Adat, Tokoh Agama, Kepala Kampng, Perguruan Tinggi, Pengusaha dan NGO. Kuesioner yang dikembangkan merupakan kuesioner tertutup, dengan jenis data ordinal dengan menggunakan skala Saaty (1994). Lebih rinci sebagai berikut:

Tabel 43 Skala penilaian AHP Intensitas

Kepentingan Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain

7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai diantara kedua nilai pertimbangan yang berdekatan Sumber: Saaty (1994)

Penggunaan skala Saaty (1994) dilakukan dengan teknik perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yakni semua pada setiap level akan dilakukan perbandingan berpasangan dengan skala penilaian 1 hingga 9. Sebagai dasar penyusunan kuesioner perbandingan berpasangan tersebut disusun struktur/hirarki/level dari kajian yang dilakukan dengan rincian sebagai berikut:

113

Gambar 51 Hirarki/Struktur kajian alternatif strategi pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan

Tabel 44 Alternatif strategi pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan

No Kode/Singkatan Alternatif Strategi

1 Stra-1 P3ES Peningkatan, Perlindungan & Pengawasan Ekosistem Terumbu Karang, Mangrove, Lamun Serta Biota Yang Dilindungi 2 Stra-2 MDP3L Mengurangi Dampak Pencemaran Perairan Pesisir Dan Laut 3 Stra-3 PRZPB Penambahan Rumpon di Zona Perikanan Berkelanjutan

sebagai Areal Fishing Ground

4 Stra-4 MPATT Mempertahankan Penggunaan Alat Tangkap Tradisional 5 Stra-5

MMKOWBL

Memelihara & Meningkatkan Kualitas Obyek Wisata Bawah Laut (penigkatan tutupan karang dan objek kapal tenggelam peninggalan perang Dunia II)

6 Stra-6 P3MBI Pengembangan Panti Pembenihan Untuk Mendukung Budidaya Ikan Yang Berkelanjutan

7 Stra-7 KPE Perlunya Kelembagaan Pengelola KP3K Yang Lebih Efektif 8 Stra-8 PSPP Peningkatan Sumberdaya Pengelola Yang Lebih Profesional 9 Stra-9 PB Adanya Pendanaan Yang Berkelanjutan

10 Stra-10 TPMA Transparansi Pengelolaan & Pelibatan Masyarakat Adat, Kepala Kampung Dan Tokoh Masyarakat

11 Stra-11 PMPU Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Usaha dan Penggunaan Alat Tangkap Yang Ramah Lingkungan

12 Stra-12 PHA Penegakan Hukum Yang Sesuai Aturan

Metode Analisis Data

Metode analisis data kajian alternatif strategi pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan, dilakukan dengan pendekatan AHP (Analytic Hierarchy Process). AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty tahun 1994. Model

Strategi Keberlanjutan Pengelolaan KKPD Biak Numfor Dinas KP Lembaga Adat Kepala Kampung Tokoh Agama Asosiasi Pengusaha Perguruan Tinggi NGO/LSM

Ekologi Ekonomi Sosial Budaya Kelembagaan

Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pariwisata Stra-1 P3ES Stra-2 MDP3L Stra-3 PRZPB Stra- 4 MPATT Stra-5 MMKOWB L Stra- 6 P3MBI Stra-7 KPE Stra-8 PSPP Stra- 9 PB Stra-10 TPMA Stra-11 PMPU Stra-12 PHA

114

pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor ataupun multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki/level. Menurut Saaty (1994), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan/fokus, yang diikuti level berikutnya, yaitu kriteria, sub kriteria, dan seterusnya hingga level terakhir yakni alternatif. Lebih disebutkan bahwa AHP merupakan metode pengambilan keputusan yang melibatkan sejumlah kriteria dan alternatif yang dipilih berdasarkan pertimbangan semua kriteria terkait dalam bentuk hirarki. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian disusun secara hirarki sehingga permasalahan akan terlihat lebih terstruktur dan sistematis. Menurut Marimin (2004), AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Tahapan operasional AHP dalam menganalisis alternatif strategi pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor secara berkelanjutan, sebagai berikut: - Membuat dan menyusun struktur hirarki, meliputi; tujuan, aktor, dimensi,

aspek dan alternatif strategi.

- Mendefinisikan fokus/tujuan/goal, yakni; Strategi Keberlanjutan Pengelolaan - KP3K Biak Numfor.

- Mendefinisikan aktor (stakeholders), yakni pemangku kepentingan dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor, meliputi; Dinas KP, Lembaga Adat, Kepala Kampung, Tokoh Agama, Asosiasi Pengusaha, Perguruan Tinggi, dan NGO. - Mendefinisikan dimensi pengelolaan, meliputi; dimensi ekologi, ekonomi,

sosial budaya dan kelembagaan.

- Mendefinisikan aspek pemanfaatan, meliputi; pemanfaatan perikanan tangkap, pemanfaatan perikanan budidaya dan pemanfaatan pariwisata.

- Menentukan alternatif berupa strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan, meliputi 12 strategi.

- Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya.

- Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] x level atas, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan.

- Menyusun kuesioner perbandingan berpasangan (pairwise comparison). - Mentabulasi data hasil kuesioner dalam bentuk matriks.

- Melakukan rata-rata geometrik untuk memperoleh 1 nilai bulat dari sejumlah responden.

- Meng-input data rata-rata geometrik tersebut ke dalam software. - Me-run software Expert Choice 2000.

Expert Choice merupakan perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah berdasarkan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yaitu membandingkan banyak alternatif dengan kriteria-kriteria tertentu. Expert Choice menyediakan tools antara lain untuk analisa pengambilan keputusan, memberi keputusan yang lebih cepat serta keputusan akhir lebih baik serta dapat dibenarkan.

115

Hasil dan Pembahasan Prioritas Aktor (Stakeholders)

Aktor (stakeholders) merupakan pemangku kepentingan dalam pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor, meliputi; Dinas Kelautan dan Perikanan, Lembaga Adat, Tokoh Agama, Kepala Kampung, Asosiasi Pengusaha, Perguruan Tinggi dan NGO/LSM. Ketujuh aktor tersebut diharapkan dapat bersinergi dalam setiap rencana kegiatan pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor, agar dapat berkelanjutan. Output analisis AHP terhadap ketujuh aktor dalam pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor disajikan pada Tabel 45 berikut.

Tabel 45 Prioritas aktor (stakeholders)

Decision Pengelolaan Berkelanjutan KP3K Biak Numfor Aktor/Stakeholders Value Decision Scores

Dinas Kelautan & Perikanan .380

Lembaga Adat .168 Tokoh Agama .161 Kepala Kampung .140 Perguruan Tinggi .079 NGO/LSM .044 Asosiasi Pengusaha .027 0.00 0.400

Hasil analisis menunjukkan bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan merupakan aktor yang menjadi prioritas utama dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor dengan nilai bobot mencapai 0,380 atau sekitar 38,00% dari total bobot aktor yang ada. Selanjutnya secara berurutan prioritas aktor kedua hingga prioritas ketujuh adalah Lembaga Adat dengan nilai bobot 0,168 atau sekitar 16,80%, Tokoh Agama dengan nilai bobot 0,161 atau sekitar 16,10%, Kepala Kampung dengan nilai bobot 0,140 atau sekitar 14,00%, Perguruan Tinggi dengan nilai bobot 0,079 atau sekitar 7,90%, NGO/LSM dengan nilai bobot 0,044 atau sekitar 4,40% dan Asosiasi Pengusaha dengan nilai bobot 0,027 atau sekitar 2,70%. Persentase tersebut menunjukkan bahwa aktor utama dalam pengelolaan KP3K Kabupaten Biak Numfor adalah Dinas Kelautan dan Perikanan. Hal tersebut didasarkan pada bahwa keberadaan KP3K lebih banyak diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yang merupakan kelembagaan teknis sebagai penangungjawab pengelolaan dibentuknya KP3K Kabupaten Biak Numfor. Dinas Kelautan dan Perikanan memiliki peran yang sangat strategis mengingat objek utama KP3K Biak Numfor adalah ekosistem pesisir dan laut. Kewenangan pengelolaan ekosistem pesisir dan laut dibawah Kementerian Kelautan dan Perikanan ditingkat pusat dan Dinas Kelautan dan Perikanan ditingkat daerah.

Prioritas Dimensi Pengelolaan

Dimensi pengelolaan berkelanjutan menjadi mainstream pembangunan kekinian termasuk dalam sektor perikanan dan kelautan, seperti halnya dalam pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Biak Numfor. Menurut Munasinghe (1993) bahwa pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting, yakni; ekonomi, sosial, dan ekologi. Dengan

116

demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan terfokus pada keberlanjutan ekonomi (economic growth), keberlanjutan sosial (social equity), dan keberlanjutan ekologi (ecological sustain). Dalam kajian keberlanjutan pengelolaan KP3K Biak Numfor difokuskan pada empat dimensi pengelolaan, yakni; ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan. Berikut output analisis AHP untuk kriteria dimensi pengelolaan KP3K Biak Numfor.

Tabel 46 Prioritas dimensi pengelolaan

Decision Pengelolaan Berkelanjutan KP3K Biak Numfor Dimensi Value Decision Scores

Ekologi .451

Ekonomi .293

Sosial Budaya .152

Kelembagaan .105

0.00 0.500

Hasil analisis menunjukkan dimensi ekologi merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor dengan nilai bobot 0,451 atau sekitar 45,10%. Selanjutnya secara berurutan mulai prioritas kedua hingga prioritas keempat adalah ekonomi dengan nilai bobot 0,293 atau sekitar 29,30%, dimensi sosial budaya dengan nilai bobot 0,152 atau sekitar 15,20% dan dimensi kelembagaan dengan nilai bobot 0,105 atau sekitar 10.50%. Nilai bobot yang diperoleh tersebut merupakan penggambaran penilaian responden terhadap prioritas dimensi pengelolaan KP3K Biak Numfor. Dimensi ekologi yang merupakan prioritas pertama didasarkan pada objek dan tujuan pengelolaan yakni merupakan kawasan konservasi perairan. Dengan demikian, dimensi ekologi merupakan modal utama dalam keberlanjutan pengelolaan KP3K Biak Numfor.

Prioritas Aspek Pemanfaatan

Pemanfaatan sumberdaya menjadi salah satu kriteria penilaian dalam penentuan strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan. Pada KP3K Biak Numfor teridentifikasi tiga jenis pemanfaatan utama, yakni; perikanan tangkap, pariwisata dan perikanan budidaya. Berikut adalah output analisis AHP untuk kriteria aspek pemanfaatan dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor.

Tabel 47 Prioritas aspek pemanfaatan

Decision Pengelolaan Berkelanjutan KP3K Biak Numfor

Dimensi Value Decision Scores

Perikanan Tangkap .412

Periwisata .310

Perikanan Budidaya .278

0.00 0.450

Hasil analisis menunjukkan kriteria pemanfaatan perikanan tangkap merupakan prioritas pertama dengan nilai bobot 0,412 atau sekitar 41,20%. Selanjutnya prioritas kedua adalah pariwisata dengan nilai bobot 0,310 atau sekitar 31,00% dan prioritas ketiga adalah perikanan budidaya dengan nilai bobot 0,278 atau sekitar 27,80%. Tingginya nilai bobot untuk aspek pemanfaatan perikanan tangkap dikarenakan, mata pencaharian utama masyarakat di wilayah

117 KP3K Biak Numfor adalah perikanan tangkap dalam skala kecil (tradisional). Kegiatan tersebut telah dilakukan secara turun-temurun. Sementara itu kegiatan pariwisata dan perikanan budidaya merupakan kegiatan yang relatif baru berkembang. Dengan kata lain, sosoi-cultural masyarakat di KP3K Biak Numfor lebih kepada kegiatan perikanan tangkap. Disisi lain, kegiatan perikanan tangkap skala tradisional tersebut merupakan kegiatan yang relatif dapat menjaga keberlanjutan pengelolaan KP3K Biak Numfor. Kegiatan perikanan tangkap tradisional merupakan kegiatan yang ramah lingkungan dengan penggunaan alat tangkap dan sarana penangkapan yang masih sederhana.

Prioritas Strategi Pengelolaan

Alternatif strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan, merupakan strategi implementatif dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor. Agar strategi pengelolaan berkelanjutan dapat terwujud dengan baik, maka dirumuskan 12 strategi. Output analisis AHP untuk prioritas strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan ditunjukkan pada Tabel 48.

Tabel 48 Prioritas strategi pengelolaan

Decision Pengelolaan Berkelanjutan KP3K Biak Numfor Alternatif Strategi Value Decision Scores

Peningkatan, Perlindungan dan Pengawasan Ekosistem Terumbu Karang, Mangrove dan Lamun

.116

Perlunya Kelembagaan Pengelola KP3K Yang Lebih Efektif

.111

Penegakan Hukum Yang Sesuai Aturan .110

Memelihara & Meningkatkan Kualitas Obyek

Wisata Bawah Laut .090

Peningkatan Sumberdaya Pengelola Yang

Lebih Profesional .085

Mempertahankan Penggunaan Alat Tangkap

Tradisional .079

Adanya Pendanaan Yang Berkelanjutan .078

Transparansi Pengelolaan & Pelibatan Masyarakat Adat, Kepala Kampung dan Tokoh Masyarakat

.077

Mengurangi Dampak Pencemaran Perairan

Pesisir dan Laut .073

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pelatihan Usaha dan Penggunaan Alat Tangkap Yang Ramah Lingkungan

.066

Pengembangan Panti Pembenihan Untuk

Mendukung Budidaya Ikan Yang Berkelanjutan

.059 Penambahan Rumpon di Zona Perikanan

Berkelanjutan sebagai Area Fishing Ground .055

0.00 0.116

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum alternatif strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan memiliki nilai prioritas yang relatif sama. Prioritas pertama strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan adalah upaya peningkatan, perlindungan dan pengawasan ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun serta biota yang dilindungi

118

dengan nilai bobot 0,116 atau sekitar 11,60%. Selanjutnya prioritas kedua adalah perlunya kelembagaan pengelola KP3K yang lebih efektif dengan nilai bobot 0,111 atau sekitar 11,10% dan prioritas ketiga adalah penegakan hukum yang sesuai aturan dengan nilai bobot 0,110 atau sekitar 11,00%. Selanjutnya secara berturut-turut adalah memelihara dan meningkatkan kualitas obyek wisata bawah laut (9,00%), peningkatan sumberdaya pengelola yang lebih profesional (8,50%), mempertahankan penggunaan alat tangkap tradisional (7,90%), adanya pendanaan yang berkelanjutan (7,80%), transparansi pengelolaan dan pelibatan masyarakat adat, kepala kampung dan tokoh masyarakat (7,70%), mengurangi dampak pencemaran perairan pesisir dan laut (7,30%), pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan usaha dan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan (6,60%), pengembangan panti pembenihan untuk mendukung budidaya ikan yang berkelanjutan (5,90%) dan penambahan rumpon di zona perikanan berkelanjutan sebagai areal fishing ground (5,50%).

Upaya peningkatan, perlindungan dan pengawasan ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun serta biota yang dilindungi yang merupakan prioritas pertama strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor secara berkelanjutan merupakan upaya menjaga keberlanjutan ekosistem dan sumberdaya alam yang ada di dalam KP3K Biak Numfor. Upaya ini tentu akan berjalan dengan baik bila ditunjang dengan adanya lembaga pengelola yang efektif disertai dengan penegakan aturan yang lebih tegas.

Simpulan

Prioritas pertama dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor dari kriteria pemangku kepentingan (stakeholders) adalah Dinas Kelautan dan Perikanan. Prioritas kedua dan seterusnya adalah Lembaga Adat, Tokoh Agama, Kepala Kampung, Perguruan Tinggi, NGO/LSM dan Asosiasi Pengusaha.

Prioritas pertama dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor dari kriteria dimensi pengelolaan adalah aspek ekologi. Prioritas kedua dan selanjutnya adalah dimensi ekonomi, dimensi sosial budaya dan dimensi kelembagaan.

Prioritas pertama dalam pengelolaan KP3K Biak Numfor dari kriteria aspek pemanfaatan adalah perikanan tangkap, selanjutnya prioritas kedua adalah pariwisata dan prioritas ketiga adalah perikanan budidaya.

Prioritas pertama strategi pengelolaan KP3K Biak Numfor adalah upaya peningkatan, perlindungan dan pengawasan ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun serta biota yang dilindungi. Prioritas kedua adalah perlunya kelembagaan pengelola KP3K yang lebih efektif dan prioritas ketiga dan selanjutnya adalah penegakan hukum yang sesuai aturan, memelihara dan meningkatkan kualitas obyek wisata bawah laut, peningkatan sumberdaya pengelola yang lebih profesional, mempertahankan penggunaan alat tangkap tradisional, adanya pendanaan yang berkelanjutan, transparansi pengelolaan dan pelibatan masyarakat adat, kepala kampung dan tokoh masyarakat, mengurangi dampak pencemaran perairan pesisir dan laut, pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan usaha dan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, pengembangan panti pembenihan untuk mendukung budidaya ikan yang berkelanjutan dan penambahan rumpon di zona perikanan berkelanjutan sebagai areal fishing ground.

119

8

PEMBAHASAN UMUM

Efektifitas Pengelolaan KP3K Biak Numfor

Efektivitas menggambarkan keberhasilan dalam melakukan suatu tindakan, atau dapat dikatakan suatu tindakan yang berhasil guna (Alwi 2003). Eriyatno (1999) menyatakan bahwa efektivitas mencakup kegiatan apa yang seyogyanya dikerjakan dan menjamin bahwa kriteria yang terpilih adalah yang mempunyai relevansi dengan tujuan. Terkait dengan manajemen organisasi, perbedaan antara berhasil dan efektif seringkali mengungkapkan ihwal mengapa para supervisor dapat memperoleh output yang memuaskan hanya apabila mereka berada di sekitar bawahan dan mengawasi mereka dengan ketat. Tetapi, jika tanpa ada pengawasan maka pelaksanaan sesuatu kegiatan dan tujuannya menjadi tidak tercapai. Jadi, suatu kegiatan dikatakan efektif jika pengaruh yang ditimbulkan oleh keberadaan seseorang ataupun aturan yang berlaku cenderung menghasilkan produktivitas jangka panjang dan perkembangan suatu organisasi (Hersey dan Blanchard 2000). Adanya penilaian efektivitas dapat menjadi salah satu pendukung terlaksananya akuntabilitas serta transparansi pengelolaan yang telah dilakukan kepada publik (KLHK 2015).

Efektivitas dapat diukur melalui dampak (produktivitas) relatif yang ditimbulkan oleh jenis pemanfaatan yang telah direncanakan dan berlangsung dalam jangka panjang (lestari/sustainable) dan selalu mengalami perkembangan (Hershman et al. 1999). Di Amerika Serikat, ada yang dikenal dengan konsep Effectiveness of Coastal Zone Management” (ECZM). Kajian ECZM berlangsung pada tahun 1995 dan 1997 yang dilakukan untuk menggambarkan bagaimana sebaiknya program pengelolaan wilayah pesisir mengimplementasikan lima tujuan aksi (U.S. Coastal Zone Management Act, CZMA). Kelima tujuan aksi tersebut yakni (1) proteksi kawasan estuari dan mangrove; (2) proteksi pantai, bukit pasir, tebing pantai dan pantai berbatu; (3) ketersediaan layanan publik; (4) revitalisasi urban waterfront;dan (5) akomodasi di kawasan pelabuhan laut. Efektivitas dapat diukur melalui pencapaian keseluruhan outcome pelaksanaan dan keputusan program pengelolaan pesisir, proses yang digunakan untuk mencapai hasil dan kepentingan yang memberikan issu bagi program pengelolaan wilayah pesisir (Hershman et al. 1999). Selanjutnya Goodwin (1999) menyatakan bahwa sebuah program/kegiatan pengelolaan pesisir dikatakan efektif jika memenuhi 4 syarat yakni: telah diwujudkan dalam bentuk kebijakan formal atau dalam pengertian lainnya (seperti dokumen petunjuk) untuk tujuan membantu merevitalisasi waterfront yang rusak; telah menyajikan bantuan teknis dan atau keuangan, atau bentuk kemitraan aktif, untuk merencanakan dan menerapkan revitalisasi waterfront; telah meningkatkan manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat; dan tujuan lain pengelolaan pesisir telah dicapai oleh masyarakat, termasuk penambahan aksesibilitas publik terhadap air, restorasi kerusakan lingkungan, dan memelihara situs dan struktur sejarah.

Berdasarkan isu otonomi daerah, tuntutan terhadap pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil (KP3K) dan sumberdaya alam di dalamnya, serta efektifitas pengelolaan kawasan berimplikasi luas terhadap keseluruhan aspek manajemen dan perangkat regulasinya. Keberadaan sebuah kelembagaan yang

120

handal sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan KP3K. Kelembagaan yang dijalankan secara profesional serta dapat mengakomodasi kepentingan para pemangku kepentingan lebih dapat menunjang keberhasilan pengelolaan kawasan dalam mencapai tujuan pembentukannya. Scott (2004) menyatakan bahwa efektivitas pengelolaan ekowisata bahari menunjukkan optimal-tidaknya peran kelembagaan yang menaungi dan memberikan pedoman pelaksanaan kegiatan wisata di PPK. Kelembagaan yang dimaksud adalah suatu organisasi formal ataupun non formal dalam suatu masyarakat (memiliki keanggotaan) dan terikat dalam aturan (hukum) yang berlaku untuk ditaati bersama.

Konsep pengelolaan wilayah pesisir adalah fokus pada karakteristik wilayah dari pesisir itu sendiri, dimana inti dari konsep pengelolaan wilayah adalah kombinasi dari pembangunan adaptif, terintegrasi, lingkungan, ekonomi dan sistem sosial. Strategi dan kebijakan yang diambil didasarkan pada karakteristik pantai, sumberdaya, dan kebutuhan pemanfaatannya. Oleh karena itu dalam proses perencanaan wilayah pesisir, dimungkinkan pengambilan keputusan diarahkan pada pemeliharan untuk generasi yang akan datang (pembangunan berkelanjutan). Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang unik dan kompleks. Kompleksitas ditunjukkan oleh keberadaan berbagai pengguna dan berbagai entitas pengelola wilayah yang mempunyai kepentingan dan cara pandang yang berbeda mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya di wilayah pesisir.

Berdasarkan hasil kajian, efektivitas pengelolaan kelembagaan KP3K Kabupaten Biak Numfor dikategorikan kurang efektif, yakni dengan nilai ordinasi efektivitas hanya mencapai 41,32%. Hal tersebut menujukkan bahwa tingkat pengelolaan kelembagaan yang dilakukan selama ini tergolong kurang efektif. Belum efektifnya pengelolaan kelembagaan ini lebih didasarkan pada kenyataan, bahwa kerjasama antar sektor kelembagaan baik pemerintah (khususnya antar instansi terkait), Perguruan Tinggi, masyarakat adat, NGO maupun swasta masih belum terjalin dengan baik, sehingga masih terkesan jalan sendiri-sendiri. Dengan

Dokumen terkait