• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumberdaya Manusia yang Belum Dimanfaatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi

2.3.2 Sumberdaya Manusia yang Belum Dimanfaatkan

Besarnya penyediaan tenagakerja dalam masyarakat adalah jumlah orang yang menawarkan jasanya dalam proses produksi. Dimana diantara mereka sebagian sudah aktif dalam kegiatannya menghasilkan barang dan jasa (bekerja), dan sebagian lagi mereka yang siap bekerja dan sedang mencari pekerjaan (pencari kerja atau penganggur). Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat, dimana permintaan dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi dan tingkat upah. Proses terjadinya hubungan kerja melalui penyediaan dan penawaran tenagakerja tersebut dinamakan pasar kerja. Besarnya jumlah orang yang bekerja dipengaruhi oleh kekuatan penyediaan dan permintaan. Sedangkan penyediaan dan permintaan akan tenagakerja dipengaruhi oleh tingkat upah yang berlaku.

Berdasarkan teori klasik dijelaskan bahwa pengangguran bersifat sukarela karena tidak sesuainya tingkat upah dengan aspirasi pekerja. Bertambahnya jumlah pengangguran dalam masyarakat terjadi karena menunggu masa transisi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dalam teori klasik ini disebutkan bahwa untuk mengurangi pengangguran tidak diperlukan intervensi pemerintah, karena pengangguran yang terjadi bersifat sementara. Selain itu unit-unit pelaku ekonomi percaya bahwa upah dan tingkat harga yang fleksibel dapat menyesuaikan diri secara otomatis untuk mencapai titik keseimbangan (ekualibrium) dalam ekonomi. Namun demikian perlu diingat bahwa dalam teori klasik mengansumsikan:

a. Adanya pasar persaingan sempurna dan tiap industri terintegrasi secara vertikal.

b. Tidak ada serikat buruh yang efektif.

c. Terjaminnya mobilitas pekerja antar industri/ perusahaan dan daerah. d. Tersedianya informasi lengkap dan bebas untuk semua pekerja.

Ternyata pada kenyataan pasar persaingan tidak sempurna dan terjadi persaingan monopolistik. Menurut Keynes dalam Simanjuntak (1998) menyatakan bahwa pengangguran di masyarakat terjadi karena kekurangan permintaan umum terhadap barang, jasa dan tingkat upah yang tidak fleksibel di pasar kerja. Berarti dalam perekonomian wilayah yang stagnasi, permintaan akan barang dan jasa dalam masyarakat menurun, akibatnya produksi perusahaan juga menurun dan banyak tenagakerja yang tidak terpakai menjadi penganggur. Turunnya produksi seharusnya diikuti dengan turunnya tingkat upah, akan tetapi karena tingkat upah yang tidak fleksibel menyebabkan peningkatan pengangguran. Dalam hal ini untuk mengembalikan situasi pasar pada keadaan ekulilibrium diperlukan intervensi pemerintah, karena pelaku ekonomi hanya bertindak dalam batas-batas tertentu.

Simanjuntak (1998) dalam ekonomi Neoklasik diasumsikan bahwa penawaran tenagakerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Hal tersebut digambar oleh garis SS disajikan dalam Gambar 1, sedangkan permintaan terhadap tenagakerja akan berkurang apabila tingkat upah meningkat, hal ini dijelaskan oleh garis DD. Pernyataan tersebut dengan asumsi bahwa semua pihak

mempunyai informasi yang lengkap mengenai pasar kerja. Teori neoklasik ini beranggapan bahwa penawaran tenagakerja sama dengan permintaan Le. Bila keadaan dimana penawaran tenagakerja sama dengan permintaan tenagakerja berarti tidak terjadi pengangguran. Dalam kenyataannya, titik keseimbangan (E) tidak pernah tercapai karena ketidaksempurnaan informasi pasar kerja serta adanya hambatan-hambatan institusional selalu ada. Pada tingkat upah yang berlaku (Wi), penawaran tenagakerja sebanyak Ls sedangkan permintaan terhadap tenagakerja hanya sebesar Ld. Maka selisih antara Ls dan Ld merupakan jumlah penganggur.

Dalam kaitannya dengan penawaran dengan tenagakerja, pendapatan Neoklasik diatas hanya dapat menggambarkan pekerja total dan penganggur total (Gambar 1) sedangkan pekerja swakarya (self-employed) tidak tergambar secara eksplisit dimana untuk negara-negara berkembang pekerja swakarya harus diperhitungkan. Kelemahan tersebut disempurnakan oleh Squire (1986), yang menyatakan bahwa dalam menyelidiki hubungan konsep-konsep teoritis tentang kelebihan penawaran tenagakerja dan konsep empirikal tentang tingkat pengangguran untuk negara-negara sedang berkembang maka pekerja swakarya harus diperhitungkan secara eksplisit.

Sumber : Simanjuntak, 1998

Gambar 1. Penawaran dan Permintaan Tenagakerja Wage D W1 W2 S o Ld Le Ls E S D Tenagakerja Penempatan Penganggur

Adapun menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis (Simanjuntak, 1985) yaitu:

a. Pengangguran Friksional

Pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Pengangguran friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justeru terdapat bukan di sekitar tempat tinggal pencari kerja. Bentuk ketiga pengangguran friksional terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai.

b. Pengangguran Struktural

Pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian. Perubahan struktur memerlukan perubahan dalam keterampilan tenagakerja yang dibutuhkan, sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut. Misalnya dalam suatu pergeseran ekonomi yang cenderung agraris menjadi ekonomi yang cenderung industri, disatu pihak akan terjadi pengurangan tenagakerja di sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Tenagakerja yang berlebih disektor industri memerlukan tenagakerja dengan keterampilan tertentu, akibatnya tenaga berlebih di sektor pertanian tersebut merupakan pengangguran struktural.

c. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Di luar musim panen dan turun sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru, dan selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.

Sedangkan Bellante (1990) menyatakan pengangguran dibedakan menjadi tiga yaitu: Pengangguran friksional, pengangguran struktural dan pengangguran karena kurangnya permintaan barang dan jasa. Arfida (2003) menggolongkan

pengangguran menjadi enam profil pengangguran, yaitu: Friksional, struktural, siklikal, musiman, teknologi dan kurangnya permintaan agregate.

Penganggur adalah angkatan kerja yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau dapat dikatakan penganggur adalah orang yang full timer dalam mencari pekerjaan. Ukuran yang digunakan adalah angka pengangguran terbuka, yaitu persentase angkatan kerja yang mencari pekerjaan terhadap angkatan kerja seluruhnya, konsep ini didasarkan pada labor force approach. Sebenarnya pendekatan ini mempunyai kelemahan, karena klarifikasi yang diajukan masih belum menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya. Angka pengangguran terbuka kurang tepat untuk menganalisa masalah ketenagakerjaan di negara berkembang, angka ini lebih sesuai untuk negara maju karena situasi ketenagakerjaan di negara berkembang berbeda dengan kondisi ketenagakerjaan di negara maju (Ananta, 1991), karena di negara berkembang tidak ada tunjangan hidup bagi penganggur dan setengah penganggur serta pekerja di sektor informal.

Myrdal (1968) menyatakan bahwa pengangguran terbuka tidak menggambarkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya di Asia. Hal tersebut disebabkan karena negara berkembang sebagian besar penduduknya bekerja pada jenis pekerjaan yang tidak berlaku sistem upah atau gaji. Disamping itu tanpa adanya tunjangan penganggur menyebabkan penduduk di negara sedang berkembang tidak mampu untuk menganggur (Arndt dan Sundrum, 1983).

Pengangguran memang belum mencerminkan masalah ketenagakerjaan yang sebenarnya, akan tetapi pengangguran merupakan sebagian dari masalah ketenagakerjaan masih perlu diungkapkan dalam rangka melihat keseimbangan antara kesempatan kerja dan penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Disamping itu apabila dilihat dari pemanfaatan angkatan kerja, pengangguran merupakan angkatan kerja yang belum dimanfaatkan sehingga pembahasan pengangguran akan memperjelas potensi sumberdaya yang tidak dimanfaatkan.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia digunakan pendekatan pemanfaatan angkatan kerja yang kemukakan Hauser (1981), sebagai penyempurnaan kedua pendekatan yang telah dijelaskan di atas. Pendekatan pemanfaatan angkatan kerja dapat dilihat dari aspek jumlah jam kerja, besarnya pendapatan maupun aspek pendidikan terakhir yang ditamatkan. Pendekatan ini membagi angkatan kerja

menjadi beberapa kelompok yaitu angkatan kerja yang telah dimanfaatkan secara ekonomi dan mereka yang kurang dimanfaatkan. Berdasarkan pendekatan jumlah jam kerja apabila seseorang bekerja kurang dari sejumlah jam kerja normal, akan menghasilkan pekerja yang kurang dimanfaatkan. Sedangkan berdasarkan aspek pendidikan, akan diperoleh apakah jenis pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan pendidikan yang ditamatkan. Secara garis besar dapat tersaji pada Gambar 2.

Sumber : Afrida, 2003 Gambar 2. Konsep Pengangguran