• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1. Supervisi Kepala Ruangan

Berdasarkan hasil penelitiann didapatkan hasil kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi yang dilakukan kepala ruangan di ruangan rawat ianap Rumah Sakit Imelda Medan yaitu diperoleh hasil 73,8% puas dengan kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan.

Hasil penelitian ini juga di dukung oleh jawaban responden terhadap item pernyataan kepala ruangan memfasilitasi saya untuk memahami materi supervisi yang akan disampaikan serta item pernyatan kepala ruangan menjadwalkan program supervisi secara teratur, dan di perkuat dengan jawapan responden mengatakan kepala ruanagan selalu memriksa pekerjaan perawat sesuai standar.

selain pernyataan tesebut memlalui wawan cara yang dilkukn peneliti perawat juga menyatakan mereka merasa senag dengan adanya supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan dengan adanya supervisi yang berkelanjutan mereka merasa ada penembahan ilmu baru setiap hari dan selalu mendapat bimbingan dalam bekerja serta dukungan yang postif dari kepala ruangan sehinga mereka mulai mencintai pekerjaanya dan puas dengan pekerjaanya sekarang.

Disamping itu kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan di rumah sakit Imelda medan dikarnakan supervisi ini merupakan kegiatan yang baru diprogramkan dan selalu diberikan pelatihan berkala kepada kepala ruangan untuk memahami supervisi lebih dalam lagi.

Kemampuan kepala ruang dalam mengelola ruang rawat inap dengan mengunakan supervisi yang benar harus di pertahankan bahkan perlu di tingkatkan lagi dengan cara pelatihan supervisi serta pelatihan manajemen keperawatan yang lainya, karena kepala ruang harus memiliki ketrampilan dalam komunikasi, kemampuan memberi motivasi kepada staf, ketrampilan kepemimpinan, ketrampilan mengatur waktu serta mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Disamping itu seorang kepala ruangan diharapkan dapat bertanggung jawab dan mampu melaksanakan manajemen keperawatan sehingga dapat menghasilkan pelayanan keperawatan yang berkualitas.

Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit Imelda Medan prinsipnya adalah proses pembelajaran dari kepala ruangan kepada perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan panduan supervisi yang telah dibuat dan di sesuikan dengan tingkat kemampuan perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.

Bentuk supervisi didesain dalam bentuk kegiatan educative, supportive, dan managerial yang memungkinkan semua perawat berperan aktif dalam kegiatan supervisi. Penerapan supervisi memacu kepala ruangan dan perawat pelaksana untuk terus mengembangkan kemampuan dalam praktik keperawatan.

Melihat data demografi kepala ruangan yang sebagian besar sudah memiliki pengalaman sebagi kepala ruangan lebih dari dua tahun dan memiliki latar belakang pendidikan 62,5% S1 keperawatan, dan didiukung dengan umur kepala ruangan 100% berada pada usia dewasa muda, sehinga dapat diasumsikan kepala ruangan bisa menguasai teknik-teknik yang baik untuk melakukan

66

supervisi, sehinga pelaksanaan supervisi bisa berjalan dengan biak dan diterima oleh perawat pelaksana kegiatan supervisi tersebut.

Usia responden termasuk pada usia dewasa muda hal ini menunjukan bahwa responden telah bepengalaman dalam hidupnya, dimana perawat pelaksana berada pada tingkat usia produktif yang dapat menunjang untuk berkinerja lebih baik. Secara teori umur ini tergolong umur produktif dengan kemampuan psikososial yang dapat dipertanggung jawabkan. Kondisi ini dapat digunakan untuk memperbaiki pelayanan dengan kinerja yang lebih baik yang berdampak terhadap mutu pelayanan rumah sakit. Berdasarkan lama kerja, lama kerja terkait dengan pengalaman dan kemampuan responden didalam pekerjaan, dimana masa kerja ini tergolong lama sehingga memungkinkan perawat pelaksana melakukan kinerja lebih baik, dengan adanya penambahan supervisi yang berkala yang dilakukan oleh kepala ruangan

Untuk dapat menerapkan manajemen keperawatan di ruang rawat inap diperlukan seorang kepala ruang yang memenuhi standar sebagai manajerial.

Menurut Hubber (2000) seorang manajer diharapkan mampu mengelola pelayanan keperawatan di ruang rawat inap dengan menggunakan pendekatan manajemen.

Perawat pelaksana sebagai bagian dari tim organisasi pelayanan keperawatan, dan sebagai sumber daya manusia terbesar dirumah sakit adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Selain itu kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit didominasi oleh kegiatan pelayanan keperawatan. Hasil wawancara dengan 7 orang perawat pelaksana, mengatakan bahwa supervisi dilakukan oleh kepala ruangan setiap hari rabu sesuai jadwal yang telah ditentukan. Hasil

wawancara dengan seorang staf keperawatan menyatakan, perawat dalam melakukan asuhan keperawatan harus dapat memperlakukan pasien sebagai keluarganya sendiri, mereka harus bisa memberikan yang terbaik bagi pasien.

Oleh karena itu mereka harus dilakukan supervisi sehinga dapat mengembangkan diri, dan rumah sakit memberikan kesempatan untuk pelatihan, seminar, workshop baik didalam atau diluar rumah sakit, agar mereka lebih terampil lagi. Pernyataan tersebut didukung oleh 5 reponden (100%) bahwa mereka mengikuti seminar, workshop, pelatihan secara bergiliran baik didalam atau diluar rumah sakit.

5.1.1. Supervisi Educative

Hasil penelitian yang didapat untuk kegiatan supervisi educative di dapatkan hasil 92% puas dengan kegiatan educative yang dilakukan oleh kepala ruaangan. Kepala ruangan menerapkan kegiatan edukatif secara tutorial, yaitu kepala ruangan memberikan bimbingan dan arahan kepada setiap perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan educative yang dilakukan secara terus menerus mengakibatkan perawat selalu mendapat pengetahuan yang baru, terjadi peningkatan pemahaman, peningkatan kompetensi, peningkatan keterampilan berkomunikasi, dan peningkatan rasa percaya diri.

Pada kegiatan educative kepala ruangan mengatasi kebosanan dengan mengubah metode pemberian asuhan keperawatan dari metode fungsional menjadi metode tim. Setiap perawat pelaksana diberi tanggung jawab untuk

68

melaksanakan asuhan keperawatan terhadap satu atau beberapa pasien sesuai dengan kompetensi. Dengan cara ini perawat lebih tertantang untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya melalui arahan, bimbingan, dan umpan balik yang dilakukan oleh kepala ruangan selama kegiatan educative. Purani & Sahadev (2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan yang dirasakan dengan memiliki berbagai tugas yang menantang dan tidak rutinitas akan membantu perawat untuk melihat bahwa ada banyak peluang yang tersedia untuk tumbuh dalam organisasi.

Selain itu adanya pembagian tugas yang jelas menyebabkan tumbuhnya otonomi dalam bekerja. Otonomi adalah pemupukan rasa tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Perawat pelaksana yang diberikan tanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan akan menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan kepuasan. Sebaliknya dengan pengendalian terus menerus oleh kepala ruangan dan dibarengi dengan pengawasan ketat, dapat berakibat pada sikap apatis dan prestasi kerja yang rendah.

Kepuasan kerja merupakan perasaan yang dialami oleh perawat terhadap profesi yang dijalaninya yang didukung dengan sikap kepala ruangan yang memberikan kebebasan atau otonomi untuk bekerja sesuai kewenangan dan tanggung jawab serta kompetensi yang dimilikinya. Purani & Sahadev (2007) dalam Alam & Fakir (2010) menyatakan kepuasan akan dirasakan karyawan dengan memiliki kebebasan dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Supervisi kepala ruangan yang diterapkan di ruang rawat inap rumah sakit Imelda Medan prinsipnya adalah proses pembelajaran dari kepala ruangan kepada

perawat pelaksana. Kepala ruangan melakukan supervisi yang disesuaikan dengan panduan supervisi yang telah dibuat dan disesuikan dengan tingkat kemampuan perawat pelaksana dan kondisi rumah sakit serta kebutuhan di ruangan.

Proses kognitif utama dari supervisi model akademik adalah refleksi, yaitu berpikir kritis pada pengalaman untuk memahami, dan mengidentifikasi area yang masih memerlukan perbaikan yang selanjutnya dijadikan acuan dalam menentukan langkah perbaikan lebih lanjut. Refleksi sangat relevan dengan pertumbuhan profesional praktik keperawatan. Artinya, pengetahuan keperawatan yang didasarkan pada pengalaman klinis sangat penting untuk perkembangan praktik keperawatan profesional. Supervisi model akademik memungkinkan perawat untuk mendiskusikan perawatan pasien dalam suasana yang aman dan mendukung.

Partisipasi perawat pelaksana dalam supervisi kepala ruangan memungkinkan adanya umpan balik dan masukan bagi perawat lain dalam upaya meningkatkan pemahaman tentang isu-isu klinis.

Supervisi model akademik dalam penerapannya di rumah sakit Imelda Medan dilakukan secara terprogram, terjadwal, dan perhatian kepala ruangan bukan hanya pada pelaksanaan praktik keperawatan tetapi juga pada sikap dan tanggung jawab perawat pelaksana dalam praktik profesional. Hal ini sesuai dengan pendapat Marquis & Huston (2010) yang mengemukakan bahwa supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

Marquis & Huston (2010) menyatakan supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Kepala

70

ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan memandang secara menyeluruh faktor-faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan untuk mencari jalan pemecahannya. Bittel (1987) mengemukakan pelaksanaan supervisi kepala ruangan harus terjadwal dan terprogram dan bila dilakukan secara terus menerus dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai standar praktik keperawatan (Depkes, 2010). Oleh karena itu, Swansburg (2000) menyatakan seorang manajer keperawatan harus mempunyai kemampuan manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai (Kron, 1987).

Pemahaman dan kemampuan kepala ruangan melakukan supervisi dapat dilakukan melalui pelatihan. Mangkunegara (2005) mendefinisikan pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas.

Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan.

5.1.2. Supportive

Hasil penelitian terhadap kegiatan supervisi supportive yang dilakukan oleh kepala ruangan di dapatkan hasil 59,5% perawat pelaksana menyatakan puas dengan kegiatan supportive yang dilakkan oleh kepala ruangan terhdap pekerjaanya.

Penerapan kegiatan supportive dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan kasus pada saat operan menggunakan standar komunikasi yang efektif. Kegiatan supportive bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan dan dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung diantara perawat sebagi rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan supportive yang dilakukan secara terus menerus dapat meningkatan rasa percaya diri perawat, mengurangi kecemasan, mengurangi konflik, dan mengurangi ketidakdisplinan kerja.

Kegiatan supervisi supportive dilakukan kepala ruangan dengan member kesempatan kepada perawat untuk mempresentasikan secara singkat kasus pada saat operan merupakan bentuk dukungan positif yang diberikan oleh kepala ruangan dan rekan kerja. Perawat merasa bangga dapat menunjukkan secara kongkret hasil pekerjaannya. Jika hasil pekerjaan tidak mendapat penghargaan akan menurunkan kepuasan kerja. Meskipun dalam pemberian asuhan keperawatan merupakan hasil dari sekelompok perawat, namun kepala ruangan

72

harus dapat meyakinkan bahwa setiap perawat turut memberikan kontribusi kongkret dalam hasil asuhan keperawatan yang diberikan.

Kepala ruangan harus mampu mendorong perkembangan pribadi perawat baik perasaan, harapan maupun segi intelektual, disamping kebutuhan akan tata hubungan yang serasi baik dengan pasien maupun rekan kerja. Perawat akan merasa bangga, mempunyai komitmen organisasional yang besar, memiliki motivasi yang tinggi serta kepuasan kerja yang besar jika ia

mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu dianggap penting oleh orang lain.

Supervisor keperawatan perlu menanamkan kepada setiap perawat bahwa sesederhana apapun pekerjaan yang mereka lakukan sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keberlangsungan pelayanan keperawatan di rumah sakit.

Kegiatan supportive dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan kesempatan berharga bagi perawat untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik keperawatan.

Melalui kegiatan supportive, perawat dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik serta kepercayaan diri dalam menjalankan tugasnya (Wink,1995 dalam Billings & Judith, 1999). Pada kegiatan ini perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul, saling bertanya, mengekspresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Dalam kegiatan ini juga perawat dapat mengidentifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil untuk mencari solusi (Reilly & Obermann, 1999). Setiap perawat pelaksana akan bekerja keras dan berusaha mencapai tujuan dengan cepat, jika

dalam diri perawat tidak ada hambatan psikologis. Perawat pelaksana harus senang berbuat dalam kondisi yang menyenangkan pula. Penerapan supervisi melalui kegiatan supportive memampukan kepala ruangan untuk memberi dukungan positif pada setiap prestasi yang dicapai perawat pelaksana.

5.1.3. Supervisi Manegerial

Hasil penelitian menunjukan kepuasan perawat terhadap supervisi Manejerial yang dilakukan kepala ruangan didapatkan hasil cukup puas 52,4.

Kepala ruangan menerapkan kegiatan managerial dengan melibatkan perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, seperti mengkaji SOP yang ada atau membahas standar pendokumentasian asuhan keperawatan. Kegiatan managerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.

Kegiatan supervisi managerial yang dilakukan dengan melibatkan perawat pelaksana dalam pembahasan SOP/SAK telah menumbuhkan pemahaman tentang pentingnya bekerja berdasarkan standar. Pemahaman ini sangat penting untuk memacu perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan menjaga standar pelayanan, peningkatan patient safety, dan peningkatan mutu.

Menurut Barkauskas (2000) dan Brunero & Parbury (2005) kegiatan managerial yang dilakukan memacu adanya perubahan tindakan, pemecahan masalah, peningkatan praktik, peningkatan isu-isu profesional, kepuasan kerja, dan patient safety.

74

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang mengemukakan supervisi penting dilakukan karena merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya. Sejalan pendapat Siagian (2009) yang menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga setiap instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan secara kontinu.

Hal ini diharapkan kepada kepala ruangan harus mempunyai kemampuan manajerial yang handal untuk melaksanakan supervisi dan dapat menjalankan peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, dan penilai agar supervisi berjalan dengan baik.

Adanya supervisi yang optimal dapat meningkatkan kemampuan perawat pelaksana pada satu keterampilan tertentu. Perawat pelaksana yang mampu mengerjakan pekerjaannya dengan sempurna akan memperoleh pengakuan dari lingkungannya. Pengakuan yang diberikan lingkungan akan prestasi perawat yang dicapai dapat meningkatkan harga diri dan aktualisasi diri perawat. Seseorang yang berhasil memperoleh aktualisasi diri di lingkungan pekerjaan akan memberi peluang bagi orang tersebut untuk memiliki kepuasan yang tinggi terhadap pekerjaannya. Dengan adanya kepuasan perawat terhadap kegiatan supervisi menimbulkan rasa nyaman dalam bekerja dan membuat perawat percaya diri hal ini akan berdampak kepada kualiatas pelayanan. Bila dikaitkan dengan teori di atas bahwa supervisi yang dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat

yaitu: dapat lebih meningkatkan efektivitas kerja, dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja, dan kenyamanan kerja dalam hal ini bardampak kepada kepuasan kerja perawat pelaksana.

Selain itu supervisi akan mencapai tingkat kegunaan yang tinggi apabila kegiatannya dilakukan melalui tiga prinsip hubungan kemanusiaan, yaitu;

pengakuan dan penghargaan, obyektifitas, dan kesejawatan. Pengakuan dan penghargaan berkaitan dengan sikap kepala ruangan untuk mengakui potensi dan penampilan pihak yang disupervisi dan menghargai bahwa pihak yang disupervisi dapat dan harus mengembangkan diri.

Obyektifitas berkaitan dengan informasi dan permasalahan yang telah ditemukan dan bagaimana upaya pemecahan permasalahan yang akan dilakukan secara rasional. Kesejawatan memberi corak bahwa kegiatan pelayanan dilangsungkan dalam suasana akrab dan kekerabatan.

Hubungan kemanusian mendasari pelayanan professional titik berat hubungan kemanusiaan ialah sikap dan ekspresi yang menunjukkan pengakuan, pujian, dan penghargaan; bukan sebaliknya yaitu mencerminkan pengabaian, penentangan, dan makian terhadap aktivitas yang dilakukan oleh pihak yang disupervisi.

5.2.Kepuasan kerja

Hasil penelitian yang didapatkan untuk kepuasan kerja perawat pelaksana di rumah sakit Imelda medan yaitu berada pada katagori puas sebnayak 31 orang dengan persentase 73,8%. Analisis selanjutnya disimpulkan bahwa persepsi perawat yang cukup puas terhadap pelaksanaan supervisi kepala ruangan mempunyai peluang lebih besar menyebabkan perasaan tidak puas dengan

76

pekerjaannya dibandingkan dengan perawat yang mempersepsikan baik. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik persepsi perawat pelaksana terhadap pelaksanaan fungsi supervisi kepala ruangan maka akan semakin besar kemungkinan perawat pelaksana memiliki perasaan puas terhadap pekerjaannya.

Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja dan rekan sekerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan sesuatu yang lebih penting untuk dimiliki oleh seorang karyawan, dimana mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya.

Untuk selanjutnya mereka akan bekerja sebaik mungkin sehingga tujuan perusahaan akan tercapai. Pengertian kepuasan kerja tidak saja bermanfaat bagi perusahaan dalam usaha meningkatkan produktivitas kerja, tetapi juga dirasakan manfaatnya oleh karyawan sebagai salah satu upaya dari perusahaan untuk meningkatkan kehidupannya. Kemudian dari upaya yang dilakukan karyawan dan perusahaan terhadap perbaikan setiap karyawan terhadap pekerjaan maka masyarakat dapat menikmati hasil yang maksimal

Kepuasan kerja perawat adalah tingkat kesenangannya terhadap pekerjaannya hal ini di tunjukan dengan pernyataan responden puas dengan waktu yang diberikan oleh kepala ruangan untuk menyelesaikan pekerjaanya, diberikesempatan untuk mengerjakan sesuatu sesuai dengan kemampuan indipidu, diberikesempatan untuk melakukan hal hal yang berbeda dan baru, dan perawat juga puas dengan kesempatan yang diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat untuk mengembangkan diri dengan mengikuti pelatihan, seminar, dan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.

Proporsi jawaban perawat dengan kategori puas dan sangat puas yang paling besar adalah terkait dengan promosi selalu diberikan oleh atasan kepada semua perawat (93%). Sementara itu terdapat beberapa item pernyataan dimana sebaran jawaban perawat berkisar antara 17% untuk kategori tidak puas. Pernyataan yang dimaksud terkait perbandingan gaji dengan beban kerja yang saya lakukan (17%), kesempatan untuk mengembangkan diri dengan kegiatan pelatihan atau seminar (17%), dan kesempatan saya untuk mengunakan metode sendiri dalam bekerja (17%).

Memang secara angka statistik jumlah proporsi jawaban perawat ini tidak terlalu besar, namun tetap dapat dijadikan dasar bagi kepala ruangan sebagai pencegahan terhadap perkembangan kondisi yang tidak baik. Oleh karena itu mulai sekarang kepala ruangan dapat melakukan berbagai upaya untuk lebih berhati-hati dalam pembagian kerja kepada perawat pelaksana, dan memberi masukan secara intens kepada rumah sakit untuk memperhatikan kesejahteran perawat dan kesempatan untuk mengembangkan diri atau promosi.

5.2.1. Kerja Yang Menantang

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kepuasan kerja perawat yang dilihat dari Kerja yang menantang didapatkan hasil dikategori puas 59,5% menyatakan puas dengan pekerjaan yang menantang. Pekerjaan yang menantang adalah pekerjaan-pekerjaan yang memberikan kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan dan menawarkan satu varietas tugas, kebebasan dan umpan balik tentang seberapa baiknya melakukan pekerjaan itu, yang secara mental menantang. Lebih lanjut dikatakan, bahwa perawat akan lebih memilih pekerjaan- pekerjaan yang komplek dan menantang, yakni jenis-jenis pekerjaan yang dapat

78

meningkatkan kepuasan dan menyebabkan angka ketidakhadiran menjadi lebih rendah. Herzberg dalam Hasibuan (2005:203) berpendapat bahwa suatu pekerjaan yang disenangi dan menantang dapat menimbulkan kegairahan seorang karyawan untuk melakukan pekerjaannya tersebut dengan baik.

Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan, maka seseorang seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang, maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan. Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang perawat mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan.

5.2.2. Ganjaran

Ganjaran yang pantas dalam hal ini yang dimaksud adalah karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan harapan mereka. Promosi merupakan perpindahan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain dimana jabatan tersebut memiliki status dan tanggung jawab yang lebih tinggi. Hal ini memberikan nilai tersendiri bagi karyawan, karena merupakan bukti pengakuan terhadap prestasi kerja yang telah dicapai oleh karyawan. Promosi juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan pribadi, untuk lebih bertanggung jawab dan meningkatkan status sosial (Robbins, 2003). Oleh karena itu salah satu kepuasan terhadap pekerjaan dapat dirasakan melalui ketetapan dan kesempatan promosi yang diberikan oleh perusahaan.

Ganjaran merupakan pemberian kepada pegawai atau sesuatu yang diterima pegawai sebagai balas jasa atas prestasinya kepada perusahaan dalam melaksanakan pekerjaan.

Ganjaran ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif, dan lain-lain. Para ahli umumnya membagi ganjaran menjadi 2 kelompok yaitu ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik. Ganjaran intrinsik adalah ganjaran yang bersumber dari diri para pegawai sendiri seperti penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan ganjaran ekstrinsik adalah ganjaran yang berasal dariluar pegawai seperti gaji dan

Ganjaran ekonomi biasanya diberikan dalam bentuk gaji, upah, tunjangan, bonus, insentif, dan lain-lain. Para ahli umumnya membagi ganjaran menjadi 2 kelompok yaitu ganjaran intrinsik dan ganjaran ekstrinsik. Ganjaran intrinsik adalah ganjaran yang bersumber dari diri para pegawai sendiri seperti penyelesaian tugas, prestasi, otonomi, perkembangan pribadi. Sedangkan ganjaran ekstrinsik adalah ganjaran yang berasal dariluar pegawai seperti gaji dan

Dokumen terkait