• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supply Chain Performance Evaluation: A Case Study (Aravechia, Carlos dan Pires, Silvio, University of Piracicaba, Brazil, 2000)

Dalam dokumen Bab II Studi Literatur (Halaman 32-42)

II.8 Studi tentang Pengukuran Kinerja Supply Chain

4. Supply Chain Performance Evaluation: A Case Study (Aravechia, Carlos dan Pires, Silvio, University of Piracicaba, Brazil, 2000)

Studi kasus ini dilakukan dengan melibatkan objek studi yang terdiri dari tiga buah perusahaan di Brazil. Perusahaan pertama (A) adalah sebuah perusahaan mesin, sedangkan perusahaan kedua (B) dan ketiga (C) adalah perusahaan supplier tingkat pertama dan kedua.

Data-data studi dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner yang berisi mengenai indikator-indikator kinerja supply chain yaitu (1) kinerja biaya yang meliputi 27 pertanyaan; (2) kinerja kualitas yang meliputi 31 pertanyaan; (3) kinerja fleksibilitas yang meliputi 43 pertanyaan; dan (4) kinerja pengiriman yang meliputi 12 pertanyaan.

Responden diminta untuk menanggapi pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner tersebut dengan memilih enam kemungkinan jawaban, yaitu (1) tidak digunakan; (2) berhenti digunakan; (3) tidak ditekankan; (4) mulai digunakan; (5) ditekankan; dan (6) tidak ada perubahan. Studi ini menyimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan yakni pencapaian Supply Chain Management yang kompetitif mencakup pula evaluasi ulang dan adaptasi terhadap sistem evaluasi kinerjanya. Artinya diperlukan suatu pembuatan sistem kinerja supply chain yang lebih spesifik.

5. Using the Balanced Scorecard to Measure Supply Chain Performance (Peter C. Brewer dan Thomas W. Speh, Miami University, Journal of Business Logistics, Vol. 21, No. 1, 2000)

Penelitian ini menghubungkan pendekatan pengukuran berimbang (Balanced Scorecard - BSC) dengan kinerja manajemen supply chain (Supply Chain Management - SCM). Pendekatan BSC dimodifikasi sehingga sesuai dan dapat digunakan untuk mengembangkan kerangka kerja yang komprehensif unutk mengukur kinerja SCM.

Tujuan utamanya adalah untuk menghubungkan pengukuran berimbang dengan tujuan utama SCM. Penelitian ini mengemukakan 16 (enam belas) hal dalam kerangka kerja SCM. Hubungan konseptual dalam keenam belas kerangka kerja SCM dengan kerangka kerja BSC dalam penelitian Brewer dan Speh ini adalah sebagai berikut:

- Tujuan SCM yang terdiri dari pengurangan pemborosan, pemadatan waktu, respon yang fleksibel dan pengurangan biaya per unit dihubungkan dengan Perspektif Proses Bisnis Internal.

- Keuntungan bagi customer yang terdiri dari kualitas produk/jasa yang lebih baik, ketepatan waktu yang meningkat, fleksibilitas yang lebih baik dan pertambahan nilai dihubungkan dengan Perspektif Pelanggan.

- Keuntungan finansial yang terdiri dari marjin laba yang lebih tinggi, cash flow yang lebih baik, pertumbuhan penerimaan dan pengembalian aset yang lebih tinggi dihubungkan dengan Perspektif Keuangan.

- Pengembangan SCM yang terdiri dari inovasi produk/proses, manajemen kemitraan, informasi dan ancaman/penggantian dihubungkan dengan Perspektif Inovasi/Pertumbuhan dan Pembelajaran.

Dari keterkaitan antara kerangka kerja SCM dan BSC di atas kemudian dibuat suatu kerangka kerja terpadu mengenai pengukuran kinerja SCM melalui pendekatan BSC. Dalam kerangka kerja ini ditetapkan tujuan serta ukuran untuk masing-masing perspektif sebagaimana terlihat pada Tabel II. 4 berikut.

Tabel II.4 Kerangka Kerja BSC untuk Pengukuran SCM

Perspektif Tujuan Ukuran

Perspektif customer ƒ Pandangan customer pada produk/ jasa ƒ Pandangan customer

pada ketepatan waktu ƒ Pandangan customer

pada fleksibilitas ƒ Nilai customer

ƒ Jumlah poin kontak customer ƒ Waktu relative untuk

merespon pesanan customer ƒ Persepsi customer atas respon

yang fleksibel ƒ Rasio nilai customer Perspektif bisnis

internal

ƒ Pengurangan pemborosan ƒ Penyingkatan waktu ƒ Respon yang fleksibel ƒ Pengurangan biaya unit

ƒ Biaya supply chain atas kepemilikan

ƒ Efisiensi siklus supply chain ƒ Jumlah yang ditetapkan/

rata-rata waktu respon

ƒ Persentase biaya target supply chain yang didapatkan Perspektif inovasi dan

pembelajaran ƒ Inovasi produk/proses ƒ Manajemen kemitraan ƒ Laju informasi ƒ Ancaman dan penggantian

ƒ Poin penyelesaian produk ƒ Rasio komitmen kategori

produk

ƒ Jumlah rangkaian data yang dibagi/ total data

ƒ Lintasan kinerja teknologi yang bersaing

Perspektif finansial ƒ Marjin laba ƒ Cash flow

ƒ Pertumbuhan penerimaan ƒ Pengembalian asset

ƒ Marjin laba dengan mitra supply chain

ƒ Siklus cash-to-cash

ƒ Pertumbuhan konsumen dan profitabilitas

ƒ Pengembalian asset-asset supply chain

Kerangka kerja BSC untuk pengukuran SCM yang dikemukakan oleh Brewer dan Speh di atas menunjukkan bahwa kinerja supply chain dapat diukur atau dinilai melalui kerangka BSC. Artinya, tingkat kinerja manajemen supply chain dapat dinilai melalui keempat perspektif BSC. Secara akurat, Brewer dan Speh memadukan tujuan-tujuan dan ukuran-ukuran di dalam manajemen supply chain dengan keempat perspektif BSC beserta tujuan dan ukuran-ukurannya.

Kelemahan dari perpaduan antara BSC dan SCM sebagaimana dikemukakan oleh Brewer dan Speh tersebut adalah bahwa indikator-indikator yang dijadikan sebagai ukuran masih terlalu umum, di mana hanya terdapat 16 (enam belas) indikator. Penentuan indikator-indikator ukuran tersebut terlalu mengacu pada tujuan SCM ditinjau dari masing-masing perspektif BSC. Padahal, indikator-indikator ukuran tersebut masih dapat diperinci lagi menjadi lebih banyak indikator, sehingga pengukuran kinerja supply chain yang dilakukan akan dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang lebih akurat.

6. Kajian Hubungan Antar Pihak yang Terlibat dalam Rantai Pasok Proyek Konstruksi Bangunan Gedung (Ir. Reini D. Wirahadikusumah, MSCE. Ph.D., Ir. Biemo W. Soemardi, MSE., Ph.D, Ir. Muhamad Abduh, MT., Ph.D., Riset KK-ITB 2007, Institut Teknologi Bandung)

Pada penelitian ini dilakukan pengembangan indikator pengukuran kinerja yang akan digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja supply chain proyek konstruksi bangunan gedung, sehingga tinggi rendahnya efektifitas dan efisiensi supply chain di proyek konstruksi bangunan dapat diketahui. Pengembangan indikator dilakukan dengan mengacu pada konsep supply chain management dan konsep lean construction. Penyusunan indikator dilakukan berdasarkan hasil dari identifikasi terhadap jenis-jenis data primer eksisting di lapangan yang terkait dengan aliran material dan informasi di suatu proyek konstruksi melalui suatu survey pendahuluan berupa wawancara dan diskusi terpadu dengan pihak-pihak yang terlibat di proyek yang dijadikan studi kasus.

Masing-masing jenis data primer eksisting di lapangan yang terkait dengan aliran material dan informasi yang berhasil diidentifikasi dan keterkaitannya dengan indikator pengukuran yang telah dikembangkan, diilustrasikan pada Gambar II.9. Hasil dari penelitian ini telah dikembangkan 10 (sepuluh) indikator pengukuran yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengukur efektifitas dan efisiensi dari supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung. Pengukuran lebih difokuskan pada efektifitas dan efisiensi aliran dari material dan informasi pada suatu supply chain, karena berdasarkan literatur yang ada diketahui bahwa dalam suatu supply chain terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik, sehingga efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi dapat ditingkatkan.

Hasil pengukuran terhadap ke 10 (sepuluh) indikator dikelompokkan terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama dalam lean construction (conversion, flow dan value). Hal ini dilakukan karena adanya suatu asumsi bahwa melakukan pengelolaan yang baik terhadap ke 3 (tiga) prinsip utama yang terkandung di dalam konsep conversion, flow dan value, merupakan suatu hal yang penting di industri konstruksi karena dapat mendukung terhadap peningkatan efektifitas dan efisiensi supply chain. Keterkaitan antara indikator dan manfaat hasil pengukuran terhadap efektifitas dan efisiensi supply chain di proyek konstruksi diilustrasikan pada Gambar II.10.

Gambar II.9 Keterkaitan antara jenis data primer eksisting di lapangan dan indikator pengukuran

Secara lebih lengkap dan mendetail hasil identifikasi indikator pengukuran kinerja supply chain disajikan pada Lampiran A pada Tabel A.1. Pada tabel tersebut terbagi menjadi beberapa kolom, di mana pada kolom (2) dipaparkan jenis indikator-indikator dan pada kolom (3) berisi uraian singkat dari masing-masing indikator yang terdiri dari definisi, objektif, jenis data untuk pengukuran kuantitatif, jenis data untuk pengukuran kualitatif serta keterkaitannya dengan lean construction.

Rangkuman dari indikator-indikator pengukuran yang terdiri atas keterkaitan antar indikator pengukuran (kolom 1) dengan jenis data yang diperlukan untuk mendukungnya (kolom 2), bentuk rumus matematis untuk pengukuran kuantitatif (kolom 3) serta bagaimana bentuk pengukuran yang dilakukan di masing-masing indikator apakah kuantitatif, kualitatif atau keduanya (kolom 4) disajikan pada Tabel II.5.

INDIKATOR 3 :

Intensitas rapat koordinasi antar pihak yang terlibat INDIKATOR 1 :

Intensitas perubahan/revisi terhadap rencana kerja

INDIKATOR 2 :

Intensitas constraint selama pelaksanaan pekerjaan

INDIKATOR 5 :

Kinerja supplier dalam memenuhi jadwal pengiriman material

INDIKATOR 4 :

Intensitas defect pekerjaan

INDIKATOR 6 :

Waktu tenggang (lead time) antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver)

INDIKATOR 7 :

Intensitas kejadian reject material

INDIKATOR 8 : Inventory material

INDIKATOR 9 :

Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan

INDIKATOR 10 :

Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier

K O N S E P L E A N C O N S T R U C T I O N CONVERSION Kontrol dan optimalisasi penggunaan sumber daya FLOW Identifikasi dan minimalisasi terhadap

aktifitas yang tidak memberikan tambahan value (non-value adding

activites); Minimalisasi waste

VALUE

Memberikan kepuasan terhadap konsumen

Gambar II.10 Pengelompokkan indikator pengukuran terhadap prinsip lean construction

49

Tabel II.5 Keterkaitan antar indikator pengukuran, jenis data, rumus pengukuran kuantitatif dan bentuk pengukuran

Indikator Jenis data yang diperlukan Rumus penilaian kuantitatif Bentuk Penilaian

1. Intensitas perubahan/revisi

terhadap rencana kerja Data Variation Order (VO) atau Change Order (CO) Kuantitatif/Kualitatif

2. Intensitas kendala selama

pelaksanaan pekerjaan Daftar kendala yang terjadi selama masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif

3. Intensitas rapat koordinasi antar

pihak yang terlibat Data risalah jenis-jenis rapat yang dilakukan selama masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif 4. Intensitas defect pekerjaan

Data catatan hasil pengawasan yang dilakukan proyek terkait inspeksi dan tes terhadap subkontraktor

Kuantitatif/Kualitatif 5. Kinerja supplier dalam

memenuhi jadwal pengiriman

material Purchase Order (PO)

Kuantitatif/Kualitatif 6. Waktu tenggang (lead time)

antara pemesanan (order) dan pengiriman (deliver)

Purchase Order (PO) dan data

monitoring kedatangan material Kuantitatif/Kualitatif

7. Intensitas kejadian reject

material Data material reject Kuantitatif/Kualitatif

8. Inventory material Data inventory material di gudang Kuantitatif/Kualitatif

9. Keikutsertaan subkontraktor di dalam perencanaan pelaksanaan

Catatan keikutsertaan subkontraktor

dalam perencanaan pelaksanaan Kualitatif

10. Intensitas complaints dari owner kepada kontraktor & dari kontraktor kepada supplier

Daftar complaints yang terjadi selama

masa pelaksanaan Kuantitatif/Kualitatif

50 Perbedaan indikator kinerja

Berdasarkan hasil studi literatur terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait dengan pengukuran kinerja supply chain yang dilakukan di industri manufaktur, terlihat bahwa indikator pengukuran yang digunakan dalam proses pengukuran kinerja supply chain di industri manufaktur meliputi aspek pengiriman, fleksibilitas, biaya, kualitas, dan waktu. Pengembangan indikator dilakukan melalui pendekatan proses yang dilakukan pada industri manufaktur dengan melihat faktor-faktor antara lain sumber daya, output/ keluaran dan fleksibilitas.

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian pengembangan indikator pengukuran kinerja supply chain di industri konstruksi dilakukan dengan menggabungkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam supply chain management dengan lean construction sehingga akan lebih mengakomodir karakteristik dari industri konstruksi sebagai industri yang unik. Selain itu juga dilakukan kolaborasi dengan teori yang menyatakan bahwa dalam suatu supply chain terdapat 3 (tiga) macam aliran yang harus dikelola dengan baik yaitu aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream), aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya serta aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu.

Karena sulitnya mendapatkan informasi terkait dengan aliran uang (dana) di proyek konstruksi, maka pengembangan indikator pengukuran hanya akan dilakukan untuk melakukan pengukuran terhadap efektifitas dan efisiensi terkait aliran material dan aliran informasi di dalam supply chain pada proyek konstruksi bangunan gedung saja. Disisi lain pengembangan indikator juga dilakukan dengan lebih melihat ketersediaan data di lapangan sebagai pedoman dalam melakukan pengukuran nantinya. Hal ini terkait dengan kebiasaan dalam proyek konstruksi di mana biasa catatan dan data-data pelaksanaan produksi di lapangan akan berakhir manakala proyek tersebut selesai.

Secara garis besar tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara indikator-indikator yang dikembangkan dan digunakan di industri manufaktur dengan indikator yang dikembangkan dan dicoba untuk digunakan di industri konstruksi. Perbedaan yang terlihat hanya pada pemakaian istilah yang digunakan karena disesuaikan dengan istilah yang dikenal secara umum pada industri konstruksi. Selain itu juga dicoba untuk mengembangkan suatu indikator penilaian yang tidak hanya mengkaitkan penilaian kinerja hanya dari sisi keuangan saja sebagaimana yang biasa dilakukan oleh pelaku-pelaku industri konstruksi selama ini.

Dalam dokumen Bab II Studi Literatur (Halaman 32-42)

Dokumen terkait