• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka saran dari penulis sebagai berikut:

a. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat disarankan kepada seluruh pustakawan pada bidang Deposit, Pengamatan dan Pelestarian Bahan Pustaka mengikuti pelatihan tentang alih media naskah kuno agar kegiatan ini dapat dilakukan oleh pustakawan sendiri tanpa melibatkan pihak ketiga.

b. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat juga disarankan untuk menyediakan driver CD-ROM atau DVD untuk mengoperasikan naskah kuno digital agar pengguna dapat menggunakan naskah kuno digital.

c. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat disarankan untuk menganggarkan dana ideal dalam melakukan kegiatan alih media naskah kuno dalam bentuk digital agar sumber daya manusia serta sarana

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori-teori yang Relevan

Teori-teori yang relevan merupakan teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Teori ini mengenai naskah kuno yang terdiri dari pengadaan dan tujuan pengadaan naskah kuno, alih media yang terdiri dari prioritas utama alih media, tujuan dan manfaat alih media, transformasi digital yang terdiri dari digitalisasi, prosedur sebelum melakukan digitalisasi, proses digitalisasi, dan proses transformasi digital naskah kuno serta perangkat keras untuk mengoperasikan naskah kuno digital.

2.2 Naskah Kuno

Naskah kuno dapat dikategorikan dalam manuskrip tetapi tidak semua manuskrip dikategorikan naskah kuno. Manuskrip merupakan hasil tulisan tangan yang ditulis atau diketik oleh seseorang yang tidak dicetak dan juga tidak dipublikasikan. Naskah kuno terdiri dari dua arti kata yaitu “naskah” artinya karangan yang masih ditulis dengan tangan atau karangan seseorang yang belum diterbitkan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, 776) dan kata “kuno” berarti lama atau dahulu kala (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002, 614). Naskah kuno adalah karangan seseorang pada masa lalu yang kandungan isinya mencerminkan berbagai pemikiran, pengetahuan, adat istiadat, serta perilaku masyarakat dan belum diterbitkan.

Pengertian naskah kuno yang tercantum pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan Bab 1 pasal 1 ayat 4 adalah:

Semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah dan ilmu pengetahuan. Sedangkan Pudjiastuti (2006, 9) menyatakan bahwa “naskah kuno merupakan tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan rasa dan pikiran hasil budaya masa lampau yang mengandung nilai historis.” Selanjutnya Suprihati (2004, 2) menyatakan bahwa “naskah kuno terdiri dari berbagai aksara dan bahasa daerah yang ditulis pada daun lontar, bambu, rotan, daun nipah, kulit kayu, tulang binatang, lurang, kertas Eropa, kain dan lain-lain.”

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa naskah kuno adalah semua dokumen hasil tulisan tangan dari berbagai aksara dan bahasa daerah yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun yang berisi berbagai pemikiran mengenai ilmu pengetahuan, adat istiadat atau budaya masa lampau yang mengandung nilai historis baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.

2.2.1 Pengadaan Naskah Kuno

Pengadaan koleksi bahan pustaka adalah proses menghimpun bahan pustaka yang akan dijadikan koleksi diperpustakaan. Menurut Soeatminah (1992, 71) pengadaan bahan pustaka berasal dari berbagai sumber yaitu:

1. Pembelian

Pengadaan bahan pustaka dengan cara pembelian merupakan kegiatan penambahan koleksi yang paling banyak dilakukan oleh perpustakaan. Dengan cara ini dapat dilakukan pemilihan koleksi yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna dan dana yang tersedia. Sebelum melakukan pembelian, setiap judul buku harus diperiksa kembali untuk mengetahui apakah buku tersebut sudah dimiliki oleh perpustakaan atau sedang dipesan. Pembelian bahan pustaka dapat dilakukan melalui penerbit, toko buku dan agen buku.

2. Tukar menukar

Tukar menukar bahan pustaka dapat dilakukan apabila perpustakaan memiliki jumlah bahan pustaka yang tidak dibutuhkan lagi atau jumlah bahan pustaka yang terlalu banyak, atau hadiah yang tidak diinginkan. Pada proses tukar menukar dibutuhkan kesepakatan yang lazimnya memiliki perbandingan 1:1 tidak memandang berat, tebal atau tipis publikasi dan harga. Tujuan dari tukar menukar bahan pustaka yaitu untuk memperoleh bahan pustaka tertentu yang tidak dapat dibeli, untuk memanfaatkan bahan pustaka yang duplikasi atau penerimaan hadiah yang tidak sesuai dan untuk mengembangkan kerjasama yang baim antar perpustakaan.

3. Hadiah

Sebagian bahan pustaka yang terdapat di perpustakaan ada juga diperoleh melalui hadiah. Bahan pustaka yang diperoleh lewat hadiah sangat penting untuk mengembangkan koleksi perpustakaan. Perpustakaan yang menerima bahan pustaka berupa hadiah dapat menghemat biaya pembelian. Ada dua cara teknik yang ditempuh unutk mendapatkan bahan pustaka melalui hadiah yaitu hadiah atas permintaan dan hadiah tidak atas permintaan.

4. Titipan

Pengadaan bahan pustaka melalui titipan biasanya dilaksanakan oleh pecinta buku yang menitipkan koleksinya diperpustakaan agar dibaca oleh pengguna.

Sedangkan Windi (2013, 5) mengemukakan cara pengadaan naskah kuno adalah sebagai berikut:

1. Hibah

Hibah dari pemilik naskah atau kolektor naskah kuno ialah para pemilik naskah dengan senang hati menitipkan naskah kuno yang ada pada mereka kepada Perpustakaan. Apabila naskah kuno yang ada pada pemilik naskah tidak sanggup untuk merawatnya, maka pihak Perpustakaan meminta persetujuan pewaris naskah agar naskah kuno yang ada pada mereka disimpan pada Perpustakaan.

2. Pembelian Naskah secara Pribadi

Museum atau perpustakaan membeli benda-benda kuno, termasuk naskah, yang ditawarkan pemilik benda kuno atau naskah itu. Dalam hal ini Perpustakaan hanya sedikit ingin membeli naskah kuno dari pewaris naskah, kurangnya dana mengakibatkan sulitnya membeli naskah kuno dari pewaris naskah. Naskah yang di jual dengan sangat mahal maupun ketertutupan informasi dari masyarakat.

3. Salinan dari Naskah Induk

Naskah kuno yang tersimpan kebanyakan berupa kopiian naskah, alih media naskah maupun salinan naskah dari naskah induk.

4. Pengembalian atau Penyerahan

Perpustakaan atau museum suatu negara yang menyimpan naskah kuno untuk dikembalikan ke negara asal naskah kuno. Pada saat ini perpustakaan belum pernah menerima foto copy maupun salinan naskah asli dikembalikan atau diserahkan kepada perpustakaan.

Selain pendapat di atas Sutarno (2006, 177) mengemukakan koleksi bahan pustaka dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain:

1. Pembelian baik langsung maupun melalui pihak ketiga; 2. Melakukan tukar menukar;

3. Mendapatkan bantuan atau sumbangan;

4. Menggandakan seperti membuat foto kopi, membuat duplikasi, membuat CD dan lain sebagainya; dan

5. Menerbitkan termasuk didalamnya membuat kliping koran.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa cara pengadaan naskah kuno hampir sama dengan pengadaan bahan pustaka. pengadaan bahan pustaka dapat dilakukan melalui pembelian, tukar menukar, hadiah dan titipan sedangkan pengadaan naskah kuno dapat dilakukan melalui hibah, pembelian secara pribadi, salinan naskah induk dan penyerahan atau pengembalian dari perpustakaan lain yang memiliki naskah kuno.

2.2.2 Tujuan Pengadaan Naskah Kuno

perpustakaan dapat dibina sebaik mungkin sehingga tujuan perpustakaan tercapai. Menurut Sutarno (2006, 174) “tujuan pengadaan bahan pustaka menambah dan melengkapi koleksi yang sudah ada serta menjadi titik tolak kegiatan pembinaan dan pengembangan koleksi selanjutnya.” Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi (2002, 6) dinyatakan tujuan pengadaan bahan pustaka adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan pada rencana pengadaan bahan pustaka; 2. Menetapkan metode yang sesuai dan terbaik untuk pengadaan;

3. Mengadakan pemeriksaan langsung pada bahan pustaka yang dikembangkan;

4. Menetapkan skala prioritas pada bahan pustaka yang dikembangkan; 5. Mengadakan kerjasama antara perpustakaan pada pengadaan bahan

pustaka dan pelayanan setiap unit perpustakaan; serta

6. Melakukan evaluasi pada koleksi yang dimiliki perpustakaan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan pengadaan bahan pustaka dapat menambah koleksi yang sudah ada. Dapat juga dijadikan sebagai metode serta skala prioritas dalam pengembangan koleksi. Selain itu dapat dilakukan evaluasi pada koleksi yang telah dimiliki perpustakaan.

2.3 Alih Media

Alih media pada saat ini menjadi suatu fenomena baru yang mulai banyak diperhatikan dan dibutuhkan penyebaran informasi maupun pelestarian informasi yang terkandung didalamnya, sehingga akses informasi menjadi cepat dan efisien. Menurut Hartinah (2009, 15) “alih media adalah merubah bentuk dari bahan tercetak ke dalam bentuk digital seperti mikrofice, pita magnetik, CD, DVD dan lain-lain.” Alih media biasanya dilakukan pada bahan pustaka yang bernilai sejarah seperti naskah kuno, buku langka atau bahan pustaka yang memiliki

kondisi fisik yang sudah rapuh. Sedangkan Kosasih (2008, 12) mengemukakan bahwa “alih media juga merupakan alternatif untuk melestarikan kandungan informasi bahan pustaka, karena formatnya dapat disimpan pada media penyimpanan yang relatif besar kapasitasnya dan tahan lama.” Selanjutnya, Husna (2013, 2) mengemukakan bahwa:

Alih media digital artinya suatu proses pengalihan bentuk ke dalam format digital dari bentuk analog yang sebelumnya hanya satu buah menjadi file digital yang dapat dibaca pada komputer dan dapat dibuatkan kopi digitalnya, sehingga ada dua versi yaitu versi asli dan kopiannya dalam bentuk digital.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa alih media adalah merubah bentuk tercetak ke dalam bentuk digital atau alternatif untuk melestarikan kandungan informasi bahan pustaka. Format penyimpanan yang relatif besar kapasitasnya dan tahan lama sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas serta digunakan kapan saja dalam jangka waktu yang cukup lama. Selain itu, dapat juga dibuatkan kopi digitalnya yang memiliki versi asli dan versi kopiannya dalam bentuk digital.

2.3.1 Prioritas Utama Alih Media

Langkah pertama dalam melestarikan isi kandungan naskah kuno adalah dengan membuat suatu prioritas. Prioritas ini diperlukan untuk menyelamatkan nilai historis dan isi kandungan dalam naskah kuno. Menurut survey yang dilakukan oleh Gould dan Ebdon yang dikutip oleh Lee (2001, 4) mencatat bahwa “hampir dua pertiga perpustakaan telah melakukan program kegiatan alih media bahan pustaka yang terjadi sekitar tahun 1995-1996, tetapi tidak semua

utama banyaknya perpustakaan dan museum melakukan alih media bahan pustaka ialah untuk meningkatkan penggunaan koleksi, mengusahakan agar bahan pustaka asli tidak cepat mengalami kerusakan, menjaga dan melestarikan nilai yang terkandung dalam naskah kuno seperti nilai historisnya.

Dalam Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995, 7) dinyatakan bahwa:

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu bahan pustaka perlu dilakukan alih media, diantaranya, faktor lingkungan (temperatur dan kelembapan udara, cahaya, pencemaran udara, faktor biota, dan bencana alam seperti kebanjiran, gempa bumi, kebakaran dan kerusuhan) dan faktor manusia. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kualitas kertas yang baik dan keterbatasan dana yang ada serta pentingnya peranan bahan pustaka sebagai media informasi di masa mendatang, mengakibatkan sering ditemukan bahan pustaka sudah dalam kondisi rusak, kertasnya rapuh dan berubah warna menjadi kuning kecoklatan, bahkan ada juga yang telah hancur. Dengan hancurnya kertas tersebut, berakibat hancur juga informasi yang terkandung di dalamnya dan hal ini merupakan kerugian yang tak ternilai.

Sedangkan Seadle (2004, 119) mengemukakan kriteria yang harus menjadi prioritas penting untuk mengalihmediakan bahan pustaka, adalah:

1. Apakah bahan pustaka merupakan bahan pustaka yang rusak dan berharga;

2. Apakah prosedur digitalisasi bahan pustaka sesuai dengan standar yang ada; dan

3. Apakah hak cipta memberikan akses untuk tujuan pendidikan dan penelitian.

Selanjutnya menurut Hendrawati (2014, 11) kriteria dalam penyeleksian materi yang akan didigitalisasi meliputi:

1. Prioritas: koleksi naskah nusantara, buku langka, peta kuno, gambar, foto bersejarah, majalah, surat kabar;

2. Koleksi dengan permintaan yang tinggi atau sedang;

4. Kriteria: Tema: yang menajdi prioritas adalah sejaran terbentuknya zaman kolonial, kemerdekaan dan lain-lain serta tingkat keterpakaian. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk mengalihmediakan bahan pustaka terlebih dahulu harus membuat suatu prioritas utama dilakukannya kegiatan alih media. Selain itu, dalam melakukan alih media juga harus memperhatikan kriteria penting dalam mengalihmediakan bahan pustaka seperti bahan pustaka yang berharga, prosedur dan standar digitalisasi bahan pustaka serta hak cipta untuk mengaksesnya.

2.3.2 Tujuan Alih Media

Tujuan dilakukannya kegiatan alih media naskah kuno yaitu untuk menyelamatkan nilai informasi yang terkandung didalamnya dan mengurangi intensitas penggunaan naskah secara langsung karena naskah rentan mengalami kerusakan. Hartinah (2009, 15) mengemukakan bahwa:

Kegiatan alih media bertujuan untuk untuk melestarikan nilai informasi termasuk koleksi informasi langka, efisiensi ruang simpan, memperbanyak jumlah dan keragaman koleksi informasi, kecepatan temu kembali informasi, tukar menukar informasi antar perpustakaan, penggunaan koleksi bersama, dan memudahkan diseminasi informasi kepada pengguna dan bisa juga dikatakan agar koleksi tersebut selalu tersedia dan siap pakai untuk jangka waktu yang lama.

Sedangkan Lee (2002, 93) mengemukakan bahwa “tujuan dilakukan kegiatan alih media agar koleksi tersebut selalu tersedia dan siap pakai untuk jangka waktu yang lama.” Selanjutnya, Yulia (2009, 9.3) menyatakan bahwa “tujuan alih media adalah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungsin untuk dapat digunakan secara optimal dalam jangka waktu yang cukup lama.”

Selanjutnya Hendrawati (2014, 11) mengemukakan lebih rinci tujuan alih media digital adalah:

1. Kemudahan Akses, memungkinkan orang ataupun pemustaka untuk dapat mengakses informasi tanpa harus datang ke perpustakaan dapat diakses secara online;

2. Layanan jarak jauh (long distance service), artinya pengguna dapat menikmati layanan sepuasnya, kapanpun, tanpa dihalangi ruang dan waktu;

3. Melestarikan serta mempertahankan koleksi-koleksi yang bersifat langka, usang dan perlu penanganan, karena bentuk asli koleksi yang perlu pelestarian dapat digantikan dengan format digitalnya;

4. Melestarikan khasanah budaya bangsa, dengan mendokumentasikan naskah-naskah yang ada di Nusantara ke dalam format digital sebagai kepentingan, penelitian, pendidikan pengguna, penerbitan serta program-program pameran;

5. Membangun komunitas sosial baru yang tersimpan dalam media portal Perpustakaan Digital Nasional Indonesia dapat digunakan oleh masyarakat yang berbeda termasuk mereka yang menggunakan jaringan sosial dan teknologi baru lainnya;

6. Tujuan pembangunan perpustakaan digital untuk mempromosikan pemahaman dan kesadaran antar budaya dalam lingkup nasional, menyediakan sumber belajar, mendorong ketersediaan bahan pustaka dan informasi yang mengandung nilai budaya setempat (local content) serta mendukung penelitian ilmiah; dan

7. Serta memungkinkan kerja sama antar lembaga atau instansi yang terkait dalam pemanfaatan sumber informasi bersama (e-resources). Selain pendapat di atas Zulfitri (2014, 83) mengemukakan tujuan alih media naskah kuno sebagai berikut:

1. Menyelamatkan nilai informasinya; 2. Menyelamatkan fisiknya;

3. Mengatasi masalah kekurangan ruang;

4. Mempercepat perolehan informasi, seperti dokumen yang tersimpan dalam CD (Compact Disk) sangat mudah diakses, baik dalam jarak jauh maupun dekat. Hal ini dilakukan untuk melestarikan informasi yang terkandung dalam koleksi dengan mengalih mediakan atau melestarikan kedua-duanya (bentuk fisik maupun kandungan informasinya).

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dilakukan kegiatan mengalihmediakan bentuk cetak ke dalam bentuk digital yaitu agar informasi

yang terkandung dalam koleksi tersebut bisa dilestarikan dan selalu tersedia serta bisa digunakan kapan saja dalam jangka waktu yang cukup lama serta mengurangi intensitas penggunaan naskah kuno secara langsung karena rentan mengalami kerusakan.

2.3.3 Manfaat Alih Media

Kegiatan alih media naskah kuno memiliki banyak manfaat. Selain menghemat tempat penyimpanan manfaat alih media juga bisa menyelamatkan nilai informasi yang terkandung didalam naskah kuno tersebut. Menurut Restinaningsih manfaat alih media yaitu:

1. Mengamankan isi naskah dari kepunahan agar generasi seterusnya tetap mendapatkan informasi dari ilmu-ilmu yang terkandung dari naskah tersebut;

2. Mudah digandakan berkali-kali untuk dijadikan cadangan (back up data);

3. Mudah untuk digali informasinya oleh para peneliti jika di-upload ke sebuah alamat web; dan

4. Dapat dijadikan sebagai objek promosi terhadap kekayaan bangsa. Sedangkan Hartinah (2009, 16) mengemukakan manfaat alih media adalah sebagai berikut:

1. Melestarikan nilai atau kandungan informasi;

2. Meningkatkan akses pada informasi dan pengetahuan yang tersembunyi;

3. Mempromosikan sumber daya yang pernah ada seperti sejarah, budaya, pengetahuan dan lain sebagainya; serta

4. Mempromosikan instansi atau lembaga sumber dokumen.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manfaat alih media naskah kuno dapat menyelamatkan, mengamankan dan melestarikan kandungan informasi yang terkandung didalamnya. Tidak hanya itu saja, alih media dapat juga meningkatkan

sebagai media untuk mempromosikan lembaga atau instansi sumber dokumen tersebut.

2.4 Digitalisasi

Digitalisasi ialah bagian dari pelestarian yang berupaya untuk menyelamatkan naskah-naskah kuno dengan memanfaatkan teknologi digital seperti soft file, foto digital, mikrofilm serta mengupayakan agar naskah asli atau naskah duplikatnya dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Menurut Restinaningsih (2009, 24) “digitalisasi manuskrip adalah proses pengalihan manuskrip dari bentuk aslinya ke dalam bentuk digital atau menyalinnya dengan melakukan proses scanning atau memfotonya dengan kamera digital.” Digitalisasi naskah kuno dilakukan agar isi kandungan informasi dari naskah tetap terjaga jika sewaktu-waktu fisik naskah tersebut sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

Sedangkan menurut Chowdhury yang dikutip oleh Husna (2013, 1) menyatakan bahwa:

“Digitization is the proses of taking a physical item, such as a book, manuscript or photograph, and making a digital copy of it. Digitization entails creating a digital copy of an analogue object”. Maksud dari ahli tersebut yaitu digitalisasi merupakan suatu proses mengalihmediakan bentuk cetak bahan pustaka seperti manuskrip atau naskah kuno ke dalam bentuk digital yang mencakup pembuatan salinan file yang berbentuk analog.

Selain pendapat di atas, Gardjito (2002, 13) mengemukakan bahwa:

Kelebihan bentuk digital dibandingkan dengan bentuk media lain yaitu informasi digital ikut membentuk sebagian besar peningkatan budaya dan warisan intelektual bangsa serta memberikan manfaat yang penting bagi penggunanya. Salah satu contoh dari kelebihan produk digital ialah

dikemas dalam bentuk CD-ROM yang cara penelusurannya berbeda dari cara pengaksesan informasi melalui jaringan internet.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa digitalisasi adalah suatu proses mengalihkan bentuk asli bahan pustaka seperti buku dan naskah kuno kedalam bentuk digital yang mencakup pembuatan salinan dalam bentuk analog dengan melakukan scanning atau memfotonya dengan menggunakan kamera digital.

2.4.1 Prosedur Sebelum Melakukan Digitalisasi

Ada beberapa tahapan sebelum melakukan proses digitalisasi. Prosedur digitalisasi ini dilakukan agar memudahkan dalam proses temu kembali dan penyimpanannya. Gardjito (2002, 1-20) mengemukakan mengenai prosedur digitalisasi sebagai berikut:

1. Identifikasi Kategori

Penetapan kategori dari pemilihan informasi harus dipertimbangkan berdasarkan kebutuhan yang dapat mewakili kepentingan berbagai sektor. Setelah penetapan kategori dipilih langkah selanjutnya yaitu harus mengetahui apakah koleksi dilindungi oleh hak cipta. Jika bahan pustaka dilindungi oleh hak cipta, maka proses pelaksanaanya tidak dapat dilanjutkan tanpa izin dari pemilik hak cipta tersebut.

2. Menghimpun atau Mengumpulkan Koleksi

Langkah selanjutnya adalah menghimpun dan mengumpulkan koleksi. Dalam mengumpulkan koleksi dapat dilakukan oleh setiap pusdokinfo melalui pemilik atau pengelola informasi. Setiap melakukan pemilihan koleksi, topiknya terbatas begitu juga dengan waktu pemilihan, penghimpunan dan pemrosesannya harus disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

3. Proses Digitalisasi

Tahap selanjutnya yaitu melakukan digitalisasi atau proses digital. Pengalihmediaan informasi berbagai jenis media dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa macam alat perekam. Proses yang paling sederhana dalam pengalihmediaan bentuk digital dapat dilakukan dengan bantuan alat perekam (scanner) atau kamera digital untuk menghasilkan gambar elektronik (bitmap images).

yang mempunyai kemampuan dalam menentukan suatu sumber, menunjukkan lokasi data atau dokumen serta memberikan ringkasan tentang apa yang perlu dimanfaatkan. Ada tiga kemampuan yang sangat diperlukan dalam pembuatan metadata untuk sebuah paket informasi yaitu: penyandian (encoding),pembuatan deskripsi untuk informasi dan preservasi, dan penyediaan akses untuk deskripsi tersebut.

5. Pengelolaan

Setelah melakukan pembuatan metadata tahapan selanjutnya yaitu pengelolaan informasi digital. Pengelolaan informasi digital ini dilakukan oleh pihak yang terkait didalamnya agar pemustaka atau pengguna lebih mudah dalam mencari bahan pustaka yang dibutuhkannya. Tahap pengelolaan informasi digital dapat dilakukan oleh pemrakarsa, pembuat peraturan, pembuat atau pencipta, pemilik hak cipta, penyandang dana, pendukung, pembaca dan konservator. 6. Pendistribusian

Tahap terakhir dari proses ini yaitu tahap pendistribusian. Sistem pendistribusian informasi digital dapat dilakukan melalui situs web masing-masing perwakilan atau dari badan asosiasi yang menjadi pengelolaan kandungan informasi naskah lokal atau naskah kuno. Informasi yang dapat dilayankan berupa teks dan gambar.

Sedangkan Najiah (2015, 26) mengemukakan tahapan dalam alih media digital adalah:

1. Pengumpulan dan Seleksi Bahan Pustaka

Untuk pengumpulan dan seleksi bahan pustaka dapat diperoleh melaui intern dan ekstern instansi.

2. Pengecekan Kondisi Fisik Bahan Pustaka

Bahan pustaka yang akan dialihmediakan sebelumnya dilakukan pengecekan kondisi fisik, apabila tingkat kerusakan bahan pustaka tersebut tinggi maka terlebih dahulu perlu dilakukan perbaikan. Setelah dilakukan perbaikan, bahan pustaka tersebut dapat dialihmediakan. 3. Pencatatan Deskripsi Bibliografis

Selanjutnya dilakukan pencatatan data-data bibliografisnya dicatat dan metadata dari file-file elektronik yang telah dialihmediakan. Hal ini dilakukan agar koleksi yang telah dialihmediakan dapat ditelusur kembali dengan menggunakan data bibliografisnya serta data-data tersbut disimpan di dalam pangkalan data sebagai arsip Bidang Transformasi Digital.

4. Proses Pengambilan Objek yang akan Dialihmediakan ke Bentuk

Dokumen terkait