• Tidak ada hasil yang ditemukan

Botani Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Divisi : Spematophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone

Keluarga : Aracaceae (dahulu disebut Palmae) Subkeluarga : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Kelapa sawit mampu tumbuh secara tegak lurus dan dapat mencapai ketinggian 15-20 m. Tanaman ini berumah satu atau monoecious dengan bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon. Bunga jantan dan bunga betina masing-masing terdapat pada tandan bunganya dan terletak terpisah yang keluar dari ketiak pelepah daun. Dari setiap ketiak pelepah daun akan keluar satu tandan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan dan bunga betina ini sebagian akan gugur (aborsi) sebelum atau sesudah anthesis (Lubis, 1992).

Menurut Setyamidjaja (2006) bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah ketika bunga tersebut menjelang matang. Pada tanaman kelapa sawit muda jumlah bunga jantan lebih sedikit dibandingkan dengan bunga betina, tetapi perbandingan ini akan berubah sesuai dengan bertambahnya umur tanaman. Letak bunga jantan dan bunga betina yang terpisah ini dan matang matangnya tidak bersamaan sehingga tanaman kelapa sawit biasa menyerbuk secara silang. Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit ini temasuk “buah batu”. Pada satu buah kelapa sawit tersusun atas kulit buah (exocarp), daging buah (pulp, mesocarp), cangkang (tempurung, endocarp) dan inti (kernel, endosperm).

Daun kelapa sawit membentuk suatu pelepah bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah dapat mencapai 9 meter dengan jumlah anak daun tiap

pelepah dapat mencapai 380 helai. Pelepah daun sejak mulai terbentuk sampai tua mencapai waktu sekitar 7 tahun dengan jumlah pelepah dalam satu pohon dapat mencapai 60 pelepah. Pelepah tumbuh secara teratur membentuk spiral sebanyak 8 spiral. Selanjutnya dinyatakan bahwa kelapa sawit memiliki rumus daun 3/8. Spiral yang terbentuk mengarah ke kiri atau ke kanan tergantung sifat genetis dari sifat genetisnya. Batang tanaman ini bercabang dan tidak berkambium. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang terus berkembang membentuk daun dan ketinggian batang. Akar tanaman ini merupakan akar serabut yang terdiri atas akar primer, akar sekunder, tertier dan kuarter. Akar primer merupakan akar yang tumbuh ke bawah sedangkan akar sekunder, tertier dan kuarter mempunyai arah tumbuh mendatar ke bawah (Risza, 1994).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit Faktor Iklim

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan dengan baik pada curah hujan rata-rata tahunan 1,250-3,000 mm yang merata sepanjang tahun dengan jumlah bulan kering kurang dari 3 bulan. Curah hujan optimal yang diperlukan untuk pertumbuhannya berkisar antara 1,750-2,500 mm. Tanaman ini mampu tumbuh pada suhu minimum yang yaitu 22oC dan suhu optimal 33oC dengan suhu optimum sekitar 27oC. Aspek iklim lain yang juga berpengaruh pada budidaya kelapa sawit adalah ketinggian tempat dari permukaan laut (elevasi). Elevasi untuk perkembangan kelapa sawit yaitu kurang dari 400 m dari permukaan laut (dpl). Area dengan ketinggian tempat lebih dari 400 mdpl tidak disarankan untuk pengembangan kelapa sawit (PPKS, 2003).

Faktor Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman (pH) yang optimum untuk sawit adalah 5.0- 5.5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase (beririgasi) baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanpa lapisan padas (BPPP, 2008).

Menurut Mangoensoekarjo (2007), tekstur tanah yang terbaik untuk kelapa sawit adalah lempung liat berpasir, liat berpasir, lempung liat berdebu dan lempung berdebu. Khusus tanah gambut, ketebalan gambut tidak menjadi pedoman untuk persyaratan agronomi sebab tanaman ini mampu tumbuh dan berproduksi baik pada berbagai tingkat ketebalan tanah gambut.

Pemanenan Kelapa Sawit

Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari warna hijau pada buah yang masih muda menjadi berwarna merah jingga pada waktu buah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buahnya telah maksimal. Buah kelapa sawit akan yang lewat matang akan terlepas dari tangkai tandannya dan disebut brondolan (Satyawibawa dan Yustiana, 1992). Selanjutnya Naibaho (1998) menyatakan bahwa dalam proses pematangan buah terjadi pembentukan komponen buah dan setelah terjadi kejenuhan setiap unsur komponen maka mulailah terjadi fase pematangan. Pada fase pematangan terjadi perubahan karbohidrat menjadi gula, perombakan hemisellulose menjadi sakarida sederhana dan perubahan fisik buah yaitu malam yang berkilap berubah menjadi suram.

Panen dan pengelolaan hasil merupakan merupakan rangkaian terakhir dari kegiatan budidaya kelapa sawit, kegiatan ini memerlukan teknik tersendiri untuk mendapatkan hasil yang berkualitas tinggi. Hasil panen utama dari kegiatan panen yaitu buah kelapa sawit, sedangkan hasil pengolahan buah adalah minyak sawit. Menurut Fauzi et al.(2002) proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan mengumpulkannya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Kegiatan pemanen tidak boleh dilakukan secara sembarangan tetapi harus dilakukan sesuai dengan kriteria tertentu sesui dengan tujuan pemanenan yaitu mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dan dengan kualitas minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan yaitu kematangan buah, cara memanen, peralatan panen, rotasi, sistem panen dan mutu hasil panen.

Tanda buah segar (TBS) dipanen saat kematangan buah tercapai dengan ditandai oleh sedikitnya 1 brondolan telah lepas/kg TBS. Dengan kriteria panen ini, diharapkan kandungan minyak dalam TBS optimal dengan kandungan ALB yang sangat rendah dan biaya relatif lebih ekonomi. Tandan buah segar merupakan produk utama kebun kelapa sawit dan bahan baku utama bagi pabrik kelapa sawit (PKS). Rendemen dan mutu produk hasil dari PKS tergantung kepada mutu TBS yang masuk ke pabrik dari kebun TBS. Pabrik kelapa sawit tidak dapat meningkatkan mutu TBS, hanyalah dapat meminimalisasi penurunan mutu (PPKS, 2003).

Kegiatan panen harus dilakukan dengan cara yang tepat karena cara pemanenan buah sangat mempengaruhi jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Pemanenan pada buah yang lewat matang akan meningkatkan kandungan ALB sehingga menurunkan mutu minyak. Selain itu, buah buah yang lewat matang akan lebih mudah terserang oleh hama dan penyakit. Pemanenan buah yang mentah akan menurunkan kandungan minyak walaupun ALB nya rendah. Menurut Setyawibawa dan Yustiana (1992) sebaiknya pemanenan dilakukan terhadap semua buah yang telah matang. Berdasarkan tinggi tanaman, terdapat tiga cara yang dialakukan diperkebuanan kelapa sawit Indonesia. Tanaman dengan tinggi 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat panen dodos. Tanaman dengan tinggi 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Alat agrek digunakan untuk pemanenan tanaman dengan tinggi 10 m. Pelepah penyangga buah dipotong terlebih dahulu sebelum buah dipanen. Pelepas yang dipotong kemudian diatur rapi di tengah gawangan. Proses pengeringan dan pembusukan pelepah dapat dipercepat dengan cara memotong pelepah menjadi dua atau tiga bagian. Tandan buah yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya maksimal 2 cm. Tandan buah yang dipotong diletakkan teratur di piringan dan brondolan yang jatuh dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan harus bersih, tidak tercampur tanah atau kotoran lain. Tandan buah dan brondolan kemudian dikumpulkan d TPH.

Pelepah yang dipotong kemudian diatur rapi di tengah gawangan. Proses pengeringan dan pembusukan pelepah dapat dipercepat dengan cara memotong pelepah menjadi dua atau tiga bagian. Tandan buah yang matang dipotong sedekat

mungkin dengan pangkalnya maksimal 2 cm. Tandan buah yang dipotong diletakkan teratur di piringan dan brondolan yang jatuh dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan harus bersih, tidak tercampur tanah atau kotoran lain. Tandan buah dan brondolan kemudian dikumpulkan d TPH.

Rotasi panen merupakan waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Rotasi yang digunakan di Indonesia pada umumnya yaitu rotasi 7 hari, artinya satu area panen harus dimasuki oleh pemanen setiap 7 hari. Terdapat dua sistem panen yang digunakan yaitu sistem giring dan tetap. Sistem giring yaitu apabila suatu hanca telah selesai dipanen maka pemanen akan pindah pada hanca berikutnya. Sistem ini memudahkan pengawasan pekerjaan, hasil panen lebih capat sampai di TPH dan pabrik, sehingga lebih umum digunakan di perkebunan-perkebunan saat sekarang. Sedangkan sistem tetap yaitu pemanen diberi hanca dengan luas tertentu dan tidak berpindah-pindah. Hal tersebut menjamin diperolehnya TBS dengan kematangan yang optimal sehingga baik diterapkan pada areal perkebunan yang sempit, topografi berbukit dan tanaman dengan tahun tanam yang berbeda.

Pengangkutan tandan dibagi atas dua bagian yaitu pengangkutan dari pohon yang dipanen ke TPH dan pengangkutan dari TPH ke PKS. Pengangkutan dari pohon ke TPH merupakan tugas pemanen sedangkan pengangkutan dari TPH ke pabrik dilakukan oleh petugas transportasi. Pengangkutan ke TPH dapat dilakukan secara sederhana, yaitu tandan dipikul dari pohon tempat panen ke TPH, sedangkan brondolan dapat diangkut dengan menggunakan karung plastik. Pengangkutan buah dari TPH ke PKS dapat menggunakan traktor atau truk. Pilihan terhadap salah satu jenis transportasi tersebut dipengaruhi oleh tandan yang harus diangkut, jarak yang ditempuh, tipe permukaan jalan yang disediakan dan kondisi topografi. Kegiatan pemanenan harus dilakukan pengawasan yang tinggi dari para pengelola perkebunan. Hal ini dikarenakan masih banyak pelaksanaan panen yang terlalaikan oleh karyawan panen (Soepadiyo dan Haryono, 2005).

Dokumen terkait