• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Lampung Timur adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2008

JUNIALDI BAKTIAWAN

ABSTRACT

JUNIALDI BAKTIAWAN. Analysis of Cocoa Smallholding Development in Lampung Timur Regency. Under the direction of WIDIATMAKA and SUNSUN SAEFULHAKIM.

Development of preeminent commodity of cocoa is one of Lampung Timur regency government’s strategy to improve society prosperity. To support the mentioned things, this research is conducted with purpose: determining suitability location for the development of cocoa crop based on land evaluation, analysing finansial and marketing feasibility of cocoa smallholding, analysing the determinant factors of performance improvement cocoa smallholding and it’s relation with region development performance by using Spacial Durbin Model Analysis. The research result showed that location which is able to be recomended for the development of cocoa crop in Lampung Timur is 104,685.42 ha. Financially, the enterpasing of cocoa smallholding in every land suitability class is feasible. From marketing side, market chain of cocoa in Lampung Timur is not efficient enough. The performance of cocoa smallholding in Lampung Timur especially productivity is influenced by agricultural agent, the availability of farmer group, productivity and area of cocoa in the neighbour village, and availability of agricultural infrastructure. Actually, performance of cocoa smallholding in Lampung Timur is not related with region development performance.

RINGKASAN

JUNIALDI BAKTIAWAN. Analisis Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Lampung Timur. Dibimbing oleh : WIDIATMAKA dan SUNSUN SAEFULHAKIM.

Pembangunan sub sektor perkebunan merupakan salah satu strategi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan sub sektor ini dapat dilakukan salah satunya dengan pengembangan perkebunan rakyat. Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini. Di Kabupaten Lampung Timur, dengan potensi lahan kering yang luas dan adanya minat masyarakat yang tinggi akan tanaman kakao, perkebunan kakao rakyat sangat potensial dikembangkan. Karena itu diperlukan suatu analisis dalam rangka memberikan masukan dalam rangka perencanaan pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Lampung Timur.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao, (2) membuat lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat, (3) menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan, (4) menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam saluran pemasaran biji kakao rakyat, (5) menganalisis faktor penentu kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan keterkaitannya dengan pembangunan wilayah.

Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data tabular dan peta-peta tematik digital yang berasal dari berbagai instansi pemerintah. Selain itu, digunakan juga data primer hasil wawancara dengan petani, pedagang pengumpul, dan exportir biji kakao. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah (1) analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), (2) analisis kelayakan finansial, (3) analisis pemasaran yaitu analisis margin pasar dan integrasi pasar (4) analisis statistika multivariate yaitu Principal Components Analysis (PCA) dan Cluster Analysis (CA), dan (5) analisis Spatial Durbin Models.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Lampung Timur sesuai untuk budidaya tanaman kakao. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara aktual, luasan untuk kelas cukup sesuai sebesar (S2) 85,696.45 ha (21.71%) dan kelas sesuai marginal (S3) seluas 166,646.37 ha (42.21%). Sedangkan secara potensial, luasan lahan yang sangat sesuai (S1) untuk pengembangan kakao seluas 2,789.35 ha (0.71%), kelas S2 seluas 111,750.93 ha (28.30%), dan kelas S3 seluas 137,801.94 ha (34.90%). Pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur dapat diarahkan pada lahan seluas 104,685.42 ha (26.51%). Secara spasial lokasi arahan pengembangan tersebut menyebar di 23 kecamatan.

Pengusahaan perkebunan kakao rakyat di lahan arahan tersebut layak dan menguntungkan untuk dilakukan. Hal tersebut terlihat dari nilai NPV antara Rp.19,014,723 – Rp.31,990,514, nilai BCR antara 4–6, dan nilai IRR antara 20%-31% yang keseluruhan parameter tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 17%. Namun yang merupakan permasalahan adalah kinerja pemasaran biji kakao di Lampung Timur yang cenderung belum efisien.

ke lembaga pemasaran yang terlibat (31.06%) dan tidak adanya keterpaduan harga pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat eksportir (pedagang besar). Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi.

Dari analisis permodelan variabel kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat, ditemukan bahwa peningkatan produktifitas dan luas kebun kakao ditentukan oleh ada tidaknya penyuluhan, ketersediaan sarana dan prasarana pertanian, produktifitas dan luas kebun daerah yang berdekatan, dan interaksi keberadaan kelompok tani dan penyuluh. Kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat belum memiliki keterkaitan dengan kinerja pembangunan daerah di Lampung Timur. Hal ini diperkirakan terjadi karena luasan kebun kakao masih belum terlalu luas sehingga belum dapat menggambarkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Di samping itu, belum adanya industri pengolahan yang berkembang membuat biji kakao di jual ke luar daerah dalam bentuk bahan mentah. Akibatnya perkebunan kakao rakyat belum memiliki nilai tambah bagi pembangunan daerah, khususnya masyarakat di sekitar kebun.

Latar Belakang

Perkebunan secara nasional merupakan subsektor pertanian yang cukup strategis. Perkembangan subsektor ini menjadikannya sebagai salah satu andalan perekonomian Indonesia. Subsektor ini mampu berkembang terus walaupun krisis ekonomi melanda Indonesia beberapa tahun silam. Dari tahun 1998 sampai 2004 subsektor perkebunan terus berkembang dengan peningkatan luas lahan dan produktifitas masing-masing sebesar 2.15% dan 5.6% per tahun. Kontribusi terhadap nilai ekspor juga terus meningkat yaitu sebesar 4.39% per tahun (Bappenas, 2005).

Peran subsektor perkebunan sebenarnya jauh lebih besar karena mempunyai keterkaitan yang erat dengan sektor industri yang menjadi sub sistem tengah dan hilirnya sehingga berpotensi meningkatkan nilai tambah. Dengan keterkaitan ini subsektor perkebunan dapat mengatasi permasalahan ketenagakerjaan, pangan dan perekonomian daerah. Peran penting lain subsektor perkebunan adalah sebagai basis pengembangan ekonomi rakyat di seluruh wilayah Indonesia termasuk di wilayah marginal, pedesaan dan terpencil, sehingga berperan dalam pengembangan daerah tertinggal dan mengurangi kesenjangan pembangunan.

Kakao merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai kontribusi besar bagi sektor pertanian. Perkebunan kakao, selain banyak menyerap tenaga kerja juga banyak menghasilkan devisa bagi pemerintah. Dengan posisi Indonesia yang merupakan produsen utama dunia (nomor tiga setelah Ghana dan Pantai Gading), komoditi ini telah menyumbangkan devisa sebesar US $ 488 Juta pada tahun 2005 yang merupakan perolehan devisa ketiga terbesar di sektor perkebunan setelah komoditi sawit dan karet (Ditjenbun, 2007). Oleh karena itu pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap komoditas tersebut.

Bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan kakao di Indonesia pada saat ini direalisasikan dalam Program Revitalisasi Perkebunan. Program tersebut merupakan tindak lanjut kebijakan pemerintah tentang Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI pada bulan Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat. Kegiatan dalam program revitalisasi perkebunan meliputi perluasan, peremajaan dan rehabilitasi perkebunan rakyat,

dimana untuk komoditi kakao akan mencakup areal pengembangan 200 ribu hektar yang meliputi perluasan 110 ribu hektar, peremajaan 54 ribu hektar, dan rehabilitasi 36 ribu hektar untuk seluruh Indonesia (Ditjenbun, 2007).

Pilihan komoditi kakao (disamping kelapa sawit dan karet) dalam program Revitalisasi Perkebunan didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: (1) komoditi yang dikembangkan mempunyai peranan yang sangat strategis sebagai sumber pendapatan masyarakat, (2) komoditi yang dikembangkan mempunyai prospek pasar, baik pasar dalam negeri maupun ekspor, (3) mampu menyerap tenaga kerja baru, serta (4) mempunyai peranan dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Ditjenbun, 2007). Uraian diatas menunjukkan bahwa pengembangan komoditi kakao cukup prospektif dan juga sangat mendukung dalam pembangunan wilayah serta aspek pelestarian lingkungan.

Di Kabupaten Lampung Timur, tanaman kakao merupakan tanaman unggulan perkebunan disamping kelapa dan lada. Lampung Timur merupakan salah satu sentra pengembangan kakao di Propinsi Lampung di samping Kabupaten Lampung Selatan dan Tanggamus. Dibandingkan tanaman kelapa dan lada, pertumbuhan luasan kakao di Lampung Timur sejak tahun 2002 sampai 2006 jauh lebih baik. Pertumbuhan luasan tanaman kakao mencapai 71.68% sedangkan pertumbuhan luasan tanaman kelapa – 5.57% dan pertumbuhan luasan tanaman lada hanya 5.12 %. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman kakao lebih baik dibandingkan tanaman kelapa dan lada.

Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lampung Timur (2006), perbandingan kelayakan investasi usaha tani tiga komoditas perkebunan utama di Lampung Timur yaitu kelapa, lada, dan kakao (dihitung pada tingkat diskon faktor 17 % dengan tingkat teknologi yang ada pada petani) adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Kelayakan investasi usaha tani komoditi perkebunan utama di Lampung Timur

No Komoditi NPV (Rp.) IRR (%) B/C ratio Payback Periode 1 Kelapa 8,329,178.26 18 7.30 11 tahun, 2 bulan. 2 Lada 14,211,240.67 19 3.35 7 tahun, 1 bulan. 3 Kakao 30,664,785.30 30 4.72 4 tahun, 4 bulan.

Dari tabel tersebut terlihat bahwa tanaman kakao memiliki kelayakan investasi yang lebih menguntungkan dibandingkan tanaman kelapa dan lada.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Timur (2007), saat ini luasan tanaman kakao di Lampung Timur mencapai 9,749.50 ha, yang merupakan luasan terluas ketiga setelah tanaman kelapa dan lada. Produktifitas rata-rata kakao rakyat di Lampung Timur berkisar 972.73 kg per ha. Produktifitas tersebut diatas rata-rata produktifitas propinsi dan nasional yang masing-masing adalah sebesar 913 kg per ha dan 642 kg per ha (Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2007), namun masih jauh dibawah produktifitas potensial tanaman kakao yang menurut Spiliane (1995) dapat mencapai 2000 kg per ha.

Pada tahun 2003, ekspor komoditi kakao Kabupaten Lampung Timur mencapai US$ 4.6 juta dengan volume ekspor mencapai 3,153.60 ton sedangkan tahun 2005 mencapai US$ 13.7 juta dengan volume ekspor mencapai 10,466.24 ton (BPS Lampung Timur, 2006). Selain itu, nilai ekspor komoditi kakao tahun 2005 menunjukkan nilai tertinggi dibandingkan komoditi lain (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa komoditi kakao merupakan komoditi yang memiliki peran besar dalam pembangunan ekonomi di Lampung Timur.

Tabel 2 Nilai ekspor Kabupaten Lampung Timur tahun 2005

No. Komoditi Nilai Ekspor (US$)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Lada Hitam Kopi Robusta Kakao Pisang segar Cabe Jawa Kayu manis Pinang Jahe Bungkil Kopra MSG Tapioka 7,468,511 1,166,426 13,770,480 1,828,494 27,793 1,996 45,785 51,582 286,185 12,181,142 3,861,493

Sumber : BPS Kab. Lampung Timur, 2006.

Keberhasilan pengusahaan tanaman kakao di Lampung Timur semakin terbukti dengan keberhasilan petani di Desa Labuhan Ratu IV menjalin kemitraan dengan PT Delfi, perusahaan produksi makanan yang berpusat di Tanggerang. Sebagai tahap awal, mulai bulan Juni tahun 2007, perusahaan tersebut siap

membeli biji kakao fermentasi dengan kuota 500 ton per bulan (Radar Lampung, 2007). Keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan pembinaan Badan Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung (BPTP) Lampung yang telah melakukan program Primatani Kakao sejak tahun 2005. Dukungan lain yang diberikan oleh BPTP berupa pendirian Laboratorium Agrobisnis Primatani Lahan Kering Dataran Rendah Iklim Basah di desa Labuhan Ratu IV yang merupakan sarana penunjang Program Primatani Kakao di desa tersebut.

Melihat minat masyarakat yang tinggi dan prospek pasar yang baik bagi komoditi kakao, serta didukung dengan kebijakan pemerintah yang memadai memungkinkan untuk dilakukannya pengembangan komoditas kakao lebih luas di Lampung Timur.

Rumusan Masalah

Di Kabupaten Lampung Timur, sektor pertanian merupakan sektor basis. Sektor ini menyumbang PDRB terbesar dibanding sektor lain dalam beberapa tahun terakhir. Disamping itu sektor ini juga menyerap jumlah tenaga kerja terbanyak, yaitu sebesar 462,708 jiwa atau 64.95 % dari jumlah angkatan kerja pada tahun 2005 (BPS Lampung Timur, 2006). Hal ini menunjukkan bahwa sektor ini merupakan sektor yang sangat penting bagi perkembangan wilayah Kabupaten Lampung Timur, karena sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya pada sektor ini.

Dari sektor pertanian, kontribusi PDRB terbesar didapatkan dari sub sektor tanaman bahan makanan, perikanan, dan perkebunan. Masing-masing subsektor tersebut merupakan subsektor prioritas bagi pemerintah daerah Lampung Timur untuk terus dikembangkan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan jumlah penduduk miskin sebesar 262,784 orang atau 27.49 % dari jumlah penduduk Lampung Timur (BPS Propinsi Lampung, 2006), yang umumnya tinggal di pedesaan, maka pembangunan sektor pertanian melalui ketiga subsektor diatas diharapkan dapat memacu kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat menekan atau menghilangkan angka kemiskinan tersebut.

Subsektor perkebunan sejak dahulu telah berkembang di Lampung Timur. Sebagian besar perkebunan di Lampung Timur merupakan perkebunan rakyat dengan luas total 48,747 ha dengan jumlah petani pekebun 72,176 kepala keluarga

(Dinas Perkebunan Propinsi Lampung, 2006). Kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Lampung Timur tahun 2005 sebesar 7.14 % dan merupakan sektor kelima terbesar penyumbang PDRB (BPS Lampung Timur, 2006). Dengan luasan lahan kering yang lebih dominan dibandingkan lahan basah (98.921 ha), maka subsektor perkebunan merupakan salah satu potensi dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, tanaman perkebunan memiliki kelebihan karena merupakan tanaman tahunan yang hanya memerlukan modal pada awal pembukaan kebun, yang selanjutnya hanya dibutuhkan perawatan tanaman sampai umur produktif, sedangkan produksi yang dihasilkan dapat mencapai puluhan tahun, tentu saja sangat membantu petani dalam peningkatan pendapatannya.

Komoditi perkebunan yang cukup pesat perkembangannya saat ini dan memiliki prospek pasar yang baik di Lampung Timur adalah tanaman kakao. Harga jual yang tinggi dan stabil beberapa tahun terakhir membuat tingginya minat masyarakat membudidayakan tanaman kakao di Lampung Timur. Hampir sebagian besar lahan pekarangan dan kebun masyarakat di tanami tanaman kakao. Lampung Timur yang dahulu merupakan sentra lada, berlahan-lahan berubah menjadi sentra kakao. Banyak lahan-lahan yang tidak produktif atau kebun-kebun lada yang telah tua diganti dengan tanaman kakao.

Untuk menghindari agar masyarakat tidak dirugikan dengan menanan tanaman kakao di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang), dan aspek ekonomi, maka diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Dengan pemilihan lokasi yang tepat, produk yang dihasilkan akan maksimal dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang didapat. Untuk itu, yang menjadi pertanyaan adalah dimanakah lokasi pengembangan tanaman kakao yang sesuai dan tersedia di Lampung Timur? Dengan diketahuinya lokasi-lokasi yang sesuai, maka diharapkan peluang keberhasilan pengusahaan kebun kakao rakyat akan lebih besar dan tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di samping lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu tanaman. Tak

jarang petani menanam suatu tanaman hanya menghasilkan keuntungan yang kecil atau hanya memperoleh pengembalian modal bahkan ada yang rugi. Hal tersebut dikarenakan belum adanya perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan pengusahaan kebunnya baik aspek budidaya maupun aspek pasar. Karena itu perlu diketahui apakah kondisi perkebunan kakao rakyat di Lampung Timur saat ini telah memberikan keuntungan yang sesuai bagi modal yang telah dikeluarkan petani. Hal tersebut terutama bagi petani yang menanam tanaman kakaonya di daerah yang memiliki tingkat kesuburan yang sedang hingga marginal bagi tanaman kakao. Untuk itu yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah kelayakan finansial pengusahaan perkebunan kakao rakyat pada tiap tingkat kelas kesesuaian lahan?

Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pengusahaan kebun kakao rakyat. Untuk komoditi kakao, kebutuhan dunia yang cenderung terus meningkat mengakibatkan harga kakao cukup stabil dan cendrung meningkat. Beberapa bulan terakhir harga kakao di tingkat petani mencapai harga yang paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir yaitu sebesar Rp. 11,000 – 13,000. Petani juga tidak mengalami kesulitan dalam penjualan biji kakao karena pedagang pengumpul cukup banyak yang mendatangi petani untuk membeli biji kakaonya. Permasalahannya adalah apakah rantai pemasaran biji kakao oleh petani di Lampung Timur saat ini telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang didapatkan petani (farmer share) cukup sebanding/sesuai dengan modal atau pengorbanan yang dikeluarkan petani dan apakah harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di level eksportir? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran biji kakao di Lampung Timur menjadi lebih efisien.

Pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan kerjasama berbagai pihak dalam rangka mengembangkan dan mendorong peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat di Lampung Timur. Sebagai langkah awal maka perlu diidentifikasi faktor-faktor kewilayahan apa yang menentukan kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat. Dengan diketahuinya

faktor-faktor penentu tersebut diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah dalam mendukung pengembangan tanaman kakao di Lampung Timur sekaligus menjadi suatu arahan yang menunjukkan daerah-daerah yang prospektif untuk dikembangkan. Disamping itu dengan masih tingginya angka kemiskinan di Lampung Timur, diharapkan dengan pengembangan tanaman kakao menjadi salah satu solusi dalam pengentasan kemiskinan. Untuk itu perlu dianalisis apakah sejauh ini terdapat keterkaitan antara pengusahaan perkebunan kakao dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat (kinerja pembangunan daerah).

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan beberapa masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Dimanakah lokasi pengembangan tanaman kakao yang sesuai berdasarkan aspek fisik lahan dan spasial?

2. Bagaimanakah kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan?

3. Bagaimanakah efisiensi kelembagaan pemasaran kakao rakyat?

4. Apakah faktor-faktor penentu kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat? 5. Apakah kinerja pengusahaan perkebunan kakao rakyat mempunyai keterkaitan

dengan kinerja pembangunan daerah ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao.

2. Membuat lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat.

3. Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan.

4. Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam saluran pemasaran biji kakao rakyat.

5. Menganalisis indeks komposit dan membuat tipologi wilayah berdasarkan kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan kinerja pembangunan daerah. 6. Menganalisis faktor penentu kinerja pengusahaan kebun kakao rakyat dan

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan pengembangan perkebunan kakao di Lampung Timur sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani kakao khususnya dan peningkatan ekonomi daerah umumnya. Di samping itu juga sebagai penambah khasanah ilmu pengetahuan dalam pengembangan kawasan khususnya sektor perkebunan.

Pembangunan Ekonomi Wilayah

Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik” (Rustiadi et al., 2006). Pembangunan juga dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Sedangkan menurut Todaro (2000) dalam Rustiadi et al. (2006), pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustenance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jatidiri (self–esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih.

Menurut Arsyad (1996), pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terjadi saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkannya. Pembangunan ekonomi tersebut harus dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga diketahui tuntutan peristiwa yang timbul sehingga akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari suatu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Anwar (2001b) berpendapat bahwa paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah kepada penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Pembangunan ekonomi wilayah seyogyanya juga dilakukan dengan menggunakan paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal (local community-based economy) dan sumber daya domestik. Anwar (1999) menekankan agar pembangunan ekonomi wilayah harus berorientasi pada peningkatan kesempatan kerja, penurunan kesenjangan antara produktivitas sektor pertanian dan nonpertanian, serta menciptakan “social safety net” / kebutuhan

dasar bagi golongan miskin terlemah dan membantu mereka melalui program-program padat karya (food for work programs).

Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu 1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs), 2) meningkatkan rasa harga diri (self esteem), masyarakat sebagai manusia, dan 3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu hak asasi manusia.

Prospek Pengembangan Tanaman Kakao

Perkebunan kakao Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun 1980-an. Pada tahun 2002, areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 914,051 ha dimana sebagian besar (87.4%) dikelola oleh rakyat dan selebihnya merupakan perkebunan besar negara (6.0% ) dan perkebunan besar swasta (6.7%) (Balitbangtan, 2005). Keberhasilan perluasan areal tersebut telah memberikan hasil nyata bagi peningkatan pangsa pasar kakao Indonesia di kancah perkakaoan dunia. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen kakao terbesar kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d'Ivoire) pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003. Tergesernya posisi Indonesia tersebut salah satunya disebabkan oleh makin mengganasnya serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK). Di samping itu, perkakaoan Indonesia dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain mutu produk yang masih rendah dan masih belum optimalnya pengembangan produk hilir kakao. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor

Dokumen terkait