• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Survei Entomologi Malaria

2.2.1. Survei Nyamuk Anopheles Dewasa

Survei nyamuk Anopheles dewasa meliputi beberapa hal di bawah ini : 1. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang (human bite).

2. Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding rumah pada malam hari. 3. Penangkapan nyamuk di sekitar ternak pada malam hari.

4. Penangkapan nyamuk di dalam rumah atau bangunan lain pada malam hari. 5. Penangkapan nyamuk pada pagi hari di alam luar.

6. Penangkapan pagi hari di dalam rumah/bangunan lain dengan space spraying.

2.2.2 Survei Jentik a. Tujuan Survei Jentik

Tujuan dilakukan survei jentik adalah untuk mengetahui perilaku berkembang biak dan inventarisasi tempat perindukan atau tempat berkembang biak nyamuk yang sangat diperlukan dalam upaya tindakan anti larva.

Beberapa tujuan lain dalam melakukan survei jentik adalah : 1. Mengetahui habitat/breeding places dari suatu spesies 2. Mengetahui distribusi geografi dari spesies-spesies yang ada

3. Mengetahui hubungan larva dengan hewan atau tanaman air lainnya.

b. Alat/Bahan

1. Pipet larvae besar dan kecil. 2. dipper

3. vial/bottle

c. Cara Melakukan Survei Jentik

1. Pada setiap tempat masing-masing 1 m2 diambil 10 cidukan (bila arealnya luas diambil beberapa sampel).

2. Penangkapan dengan menggunakan dipper : dilakukan pada berbagai macam genangan air di daerah lokasi, misalnya sawah, rawa-rawa, pinggir-pinggir parit, kubangan atau jejak kerbau, dll. Genangan air di sekitar rumah, misalnya tempurung, bekas ban mobil, dll/

3. Larva di dipper diambil dengan pipet dan dipindahkan ke dalam vial (botol kecil).

4. Vial diberi label sesuai dengan tempat dimana larvanya diambil: tanggal, tempat, type tempat penangkapan, nama collector.

5. Selanjutnya akan diproses kemudian.

Survei dilakukan dengan menggunakan alat cidukan jentik. Kepadatan dapat dihitung untuk tiap ciduk atau tiap 10 ciduk. Banyaknya cidukan disesuaikan dengan

luasnya tempat perindukan serta penyebaran jentik. Dalam survei ini perlu dicatat luas tempat perindukan, flora dan fauna yang ada, baik yang ada di tempat perindukan maupun di sekitarnya.

2.2.3. Etiologi Malaria

Di Indonesia dikenal empat macam spesies parasit malaria yaitu : 1. Plasmodium Vivax sebagai penyebab Malaria Tertiana.

2. Plasmodium falciparum sebagai penyebab Malaria Tropika, yang sering menyebabkan malaria otak dengan kematian.

3. Plasmodium malariae sebagai penyebab malaria Quartana.

4. Plasmodium ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat jarang ditemukan (Depkes RI, 1999 ; Depkes RI, 2000).

2.2.3.1. Sumber dan Cara Penularan

Sumber penyakit adalah manusia sebagai host intermidiate dan nyamuk Anopheles betina yang infected sebagai host devinitive. Penyakit malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang siap menularkan (infected) dimana sebelumnya nyamuk tersebut telah menggigit penderita malaria yang dalam darahnya mengandung gametosit (gamet jantan dan betina).

2.2.3.2. Masa Inkubasi

Masa inkubasi pada tubuh manusia (masa inkubasi intrinsik), yaitu waktu manusia digigit nyamuk yang infected, dengan masuknya sporozoit, sampai timbul gejala klinis (demam). Kurang lebih 12 hari untuk Plasmodium falciparum. 15 hari

untuk Plasmodium vivax, 28 hari untuk Plasmodium malariae, dan 17 hari untuk Plasmodium ovale (Depkes, 2006).

2.2.3.3. Gejala dan Tanda Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit malaria yang klasik adalah : menggigil, demam (suhu antara 37,5 oC – 40 o

Pada penyakit malaria dengan komplikasi (malaria berat) gejala yang timbul dapat berupa, gangguan kesadaran, kejang, panas tinggi hingga >40

C); dan berkeringat. Gejala lain yang mungkin timbul adalah sakit kepala, mual atau muntah dan diare serta nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa.

o

2.2.4. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria

C, anemia, mata dan tubuh menguning (ikterus), serta perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan, jumlah kencing berkurang (oliguri), muntah terus menerus sehingga tidak dapat makan dan minum, warna urine seperti teh coklat tua sampai kehitaman (black water fever), dan pernafasan cepat.

2.2.4.1.Siklus Hidup Plasmodium

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.

Species plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale dan P. Malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di

beberapa propinsi antara lain : Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.

2.2.4.2. Siklus Hidup Plasmodium

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.

1. Siklus Hidup pada Manusia (Aseksual)

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).

Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya

eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.

Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).

2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (Seksual)

Apabila nyamuk betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan melalui zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium.

Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (Hari)

P. falciparum 9-14 (12)

P. vivax 12-17 (15)

P. ovale 16-18 (17)

2.2.4.3. Patogenesis Malaria

Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokinin, antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF ini akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, Plasmodium vivax/ovale 48 jam, dan Plasmodium malariae demam timbul selang waktu 2 hari.

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari semua jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P.vivax dan P.ovale dan P.malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.

Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi Plasmodium falciparum akan mengalami sekuestrasi

yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu, pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette” yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah yang lainnya. Pada proses sitoaderensi ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokinin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.

2.2.5. Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) 2.2.5.1. Klasifikasi Eceng Gondok

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Suku : Pontederiaceae Marga : Eichhornia

Jenis : Eichornia crassipes Solms

Orang lebih banyak mengenal tanaman ini tumbuhan pengganggu (gulma) diperairan karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Ternyata

dengan cepat menyebar ke beberapa perairan di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya, tanaman keluarga Pontederiaceae ini justru mendatangkan manfaat lain, yaitu sebagai biofilter cemaran logam berat, sebagai bahan kerajinan, dan campuran pakan ternak.

Eceng gondok hidup mengapung bebas bila airnya cukup dalam tetapi berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Eceng gondok dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Kemampuan tanaman inilah yang banyak di gunakan untuk mengolah air buangan, karena dengan aktivitas tanaman ini mampu mengolah air buangan domestic dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Eceng gondok dapat menurunkan kadar BOD, partikel suspensi secara biokimiawi (berlangsung agak lambat) dan mampu menyerap logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik, kemampuan menyerap logam persatuan berat kering eceng gondok lebih tinggi pada umur muda dari pada umur tua (Mukti, 2008).

Adapun bagian-bagian tanaman yang berperan dalam penguraian air limbah adalah sebagai berikut :

1. Akar

Bagian akar eceng gondok ditumbuhi dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar tanaman. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan tanaman dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang mana di bawah sinar matahari kantung akar ini berwarna merah, susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur atau partikel-partikal yang terlarut dalam air (Mukti, 2008).

2. Daun

Daun eceng gondok tergolong dalam makrofita yang terletak di atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi sebagai alat pengapung tanaman. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat dalam sel epidemis. Dipermukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata) dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, batang, dan daun selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O

2 dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk respirasi tumbuhan dimalam hari dengan menghasilkan CO

2 c. Tangkai

yang akan terlepas kedalam air (Mukti, 2008).

Tangkai eceng gondok berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang berperan untuk mengapaungkan tanaman di permukaan air. Lapisan terluar petiole adalah lapisan epidermis, kemudian dibagian bawahnya terdapat jaringan tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan

parenkim, kemudian didalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih (Mukti, 2008).

d. Bunga

Eceng gondok berbunga bertangkai dengan warna mahkota lembayung muda. Berbunga majemuk dengan jumlah 6 - 35 berbentuk karangan bunga bulir dengan putik tunggal.

Eceng gondok juga memiliki ciri-ciri morfologi sebagai berikut, eceng gondok merupakan tumbuhan perennial yang hidup dalam perairan terbuka, yang mengapung bila air dalam dan berakar didasar bila air dangkal. Perkembangbiakan eceng gondok terjadi secara vegetatif maupun secara generatif, perkembangan secara vegetatif terjadi bila tunas baru tumbuh dari ketiak daun, lalu membesar dan akhirnya menjadi tumbuhan baru.

Setiap 10 tanaman eceng gondok mampu berkembangbiak menjadi 600.000 tanaman baru dalam waktu 8 bulan, hal inilah membuat eceng gondok banyak dimanfaatkan guna untuk pengolahan air limbah. Eceng gondok dapat mencapai ketinggian antara 40 - 80 cm dengan daun yang licin dan panjangnya 7 - 25 cm.

2.2.5.2. Faktor Lingkungan yang Menjadi Syarat untuk Pertumbuhan Eceng gondok

Faktor lingkungan yang menjadi syarat untuk pertumbuhan eceng gondok adalah sebagai berikut :

1. Cahaya matahari, PH dan Suhu

Pertumbuhan eceng gondok sangat memerlukan cahaya matahari yang cukup, dengan suhu optimum antara 25

o

C-30

o

2. Ketersediaan Nutrien Derajat keasaman (pH) Air

C, hal ini dapat dipenuhi dengan baik di daerah beriklim tropis. Di samping itu untuk pertumbuhan yang lebih baik, eceng gondok lebih cocok terhadap pH 7,0 - 7,5, jika pH lebih atau kurang maka pertumbuhan akan terlambat (Mukti, 2008).

Pada umumnya jenis tanaman gulma air tahan terhadap kandungan unsur hara yang tinggi. Sedangkan unsur N dan P sering kali merupakan faktor pembatas. Kandungan N dan P kebanyakan terdapat dalam air buangan domestik. Jika pada perairan kelebihan nutrien ini maka akan terjadi proses eutrofikasi. Eceng gondok dapat hidup di lahan yang mempunyai derajat keasaman (pH) air 3,5 - 10. Agar pertumbuhan eceng gondok menjadi baik, pH air optimum berkisar antara 4,5 – 7.

2.2.5.3. Ciri-ciri Fisiologis Enceng Gondok

Eceng gondok memiliki daya adaptasi yang besar terhadap berbagai macam hal yang ada disekelilingnya dan dapat berkembang biak dengan cepat. Eceng gondok dapat hidup ditanah yang selalu tertutup oleh air yang banyak mengandung makanan. Selain itu daya tahan eceng gondok juga dapat hidup ditanah asam dan tanah yang

basah (Anonim, 1996). Kemampuan eceng gondok untuk melakukan proses-proses sebagai berikut :

a. Transpirasi

Jumlah air yang digunakan dalam proses pertumbuhan hanyalah memerlukan sebagian kecil jumlah air yang diadsorbsi atau sebagian besar dari air yang masuk kedalam tumbuhan dan keluar meninggalkan daun dan batang sebagai uap air. Proses tersebut dinamakan proses transpirasi, sebagian menyerap melalui batang tetapi kehilangan air umumnya berlangsung melalui daun. Laju hilangnya air dari tumbuhan dipengaruhi oleh kwantitas sinar matahari dan musim penanamnan. Laju teraspirasi akan ditentukan oleh struktur daun eceng gondok yang terbuka lebar yang memiliki stomata yang banyak sehingga proses transpirasi akan besar dan beberapa factor lingkungan seperti suhu, kelembaban, udara, cahaya dan angin.

b. Fotosintesis

Fotosintesis adalah sintesa karbohidrat dari karbondioksida dan air oleh klorofil. Menggunakan cahaya sebagai energi dengan oksigen sebagai produk tambahan. Dalam proses fotosintesis ini tanaman membutuhkan CO

2 dan H 2

c. Respirasi

O dan dengan bantuan sinar matahari akan menghasilkan glukosa dan oksigen dan senyawa-senyawa organic lain. Karbondioksida yang digunakan dalam proses ini beasal dari udara dan energi matahari.

Sel tumbuhan dan hewan mempergunakan energi untuk membangun dan memelihara protoplasma, membran plasma dan dinding sel. Energi tersebut dihasilkan

melalui pembakaran senyawa-senyawa. Dalam respirasi molekul gula atau glukosa (C 6H 12O 6

Dokumen terkait