PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia
crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA
TAHUN 2010
TESIS
OLEH ELZA ARTHA 087031003/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF PHYSICAL, CHEMICAL, BIOLOGICAL OF WATER WITH THE PRESENT OF ENCENG GONDOK (Eichornia crassipes) ON THE
MULTIPLICATION OF ANOPHELES SPP. MOSQUITO IN LAKE TOBA IN THE YEAR 2010
T H E S I S
BY ELZA ARTHA 087031003/IKM
MASTER OF PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY PUBLIC HEALTH FACULTY
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia
crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA
TAHUN 2010
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELZA ARTHA 087031003/IKM
ROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK
(Eichornia crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK
Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU
TOBA TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Elza Artha
Nomor Induk mahasiswa : 087031003
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S)
Ketua Anggota
(dr. Taufik Ashar, M.K.M)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR FISIKA, KIMIA, BIOLOGI AIR DENGAN KEBERADAAN TUMBUHAN ENCENG GONDOK (Eichornia
crassipes) TERHADAP PERKEMBANGBIAKAN NYAMUK Anopheles spp. DI PERAIRAN DANAU TOBA
TAHUN 2010
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
Telah diuji
Pada tanggal 02 Desember 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M
ABSTRAK
Nyamuk Anopheles spp. adalah vektor penyebab penyakit malaria. Penyebaran dari nyamuk Anopheles spp. tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk Anopheles spp. dapat berkembangbiak pada air yang terdapat tanaman air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes) yang hidup di perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir dan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Pengumpulan data meliputi data primer yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik (suhu, kedalaman, sinar matahari) dan biologi (hewan predator) air yang terdapat tumbuhan enceng gondok di sepuluh titik di perairan Danau Toba dan pemeriksaan kimia (pH, salinitas, BOD, DO) air di laboratorium dan analisis data, dan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda.
Dari 8 variabel independen yang diteliti, terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangbiakan nyamuk, secara statistik dengan nilai p < 0,05 yaitu variabel suhu air p = 0,019, sinar matahari p = 0,011 dan hewan predator p = 0,011. Berdasarkan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel hewan predator lebih dominan pengaruhnya terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp.
Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Samosir perlu melakukan upaya pelestarian Danau Toba dengan membersihkan enceng gondok yang tumbuh di perairan serta masyarakat untuk tidak membuang deterjen ke dalam perairan karena dapat memicu perkembangbiakan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes).
ABSTRACT
Anopheles spp. as the causing vector of malaria. The spread of Anopheles spp. influenced by several factors and one of them is the place where the mosquitoes multiply. Anopheles spp. can multiply in the water which growth water plant such as enceng gondok (Eichornia crassipes where growth in Lake Toba.
The purpose of this study with cross-sectional design was to analyze the influence of physics, chemistry, and biology of water with the present of enceng gondok (Eichornia crassipes) against Anopheles spp. breeding. This study was conducted in Lake Toba water of Samosir District and in the laboratory of the Environmental Health Engineering Office in Medan. The physical data examination (temperature, the depth, and the sunshine), the biological examination spots of Lake Toba, and the chemical examination (pH, salinity, BOD, DO) of the water in laboratory and data analysis. The secondary data were obtained from Samosir District Health Sevice. The data obtained were analyzed through Multiple Logistic Regression.
From 8 independent variables observed founded 3 variables statistically significant to Anopheles spp. breeding with p < 0,05, namely variable of temperature p = 0,019, sunshine p = 0,011 and predator animal of water p = 0,011. Based on Multiple Logistic Regression was known that predator animal of water variable had more dominant influence on Anopheles spp. Breeding.
The management of Samosir District Goverment is suggested to do some efforts to preserve Lake Toba by clearing the enceng gondok (Eichornia crassipes) growing in the water. The community members must be asked not to polute water because it can trigger the growth of enceng gondok (Eichornia crassipes).
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat,
rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Pengaruh Faktor Fisika, Kimia, Biologi Air dengan Keberadaan Tumbuhan Enceng
Gondok (Eichornia crassipes) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp.
di Perairan Danau Toba Tahun 2010, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program Magister pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).
Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2/S3 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, M.S selaku ketua komisi pembimbing yang
dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan saran dalam
penyusunan tesis ini.
dr. Taufik Ashar, M.K.M sebagai anggota komisi pembimbing atas
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D sebagai
dosen pembanding yang telah banyak memberi masukan dan saran untuk perbaikan
serta penyempurnaan tesis ini.
Drs. Chairuddin, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
masukan dan arahan demi perbaikan tesis ini agar lebih sempurna.
Terima kasih tak terhingga kepada ibunda tercinta (Rosland Diana Siahaan)
dan abang serta adik tercinta (Sunggu , Joice dan Horas Siregar) yang telah
memberikan motivasi serta dukungan doa kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan.
Dr. Dahniar Lubis, sebagai Kepala Puskesmas Tukka Kabupaten Tapanuli
Tengah yang telah memberikan izin untuk menyelesaikan penyusunan tesis.
Selanjutnya terima kasih penulis kepada teman-teman sejawat Pahala M.J
Simangunsong, S.K.M, M.Kes, Yuanita Nasution, S.K.M, M.Kes, Eva Dewi R Purba,
S.Si, M.Kes, Elfrida Nadapdap, S.K.M, Agustina Saragih, S.P dan teman-teman
angkatan 2008 Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri (MKLI) yang
membantu penulis dan bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini
dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.
Kepada sahabat-sahabat tercinta Melva Sari Silitonga, S.H, Rispa Meini
Bangun, S.H, Kartini Sitompul, S.E, Melikaries Silaban, S.Hut, Duma Pratiwi Purba,
S.Kep yang telah bersedia menjadi tempat berbagi suka dan duka dalam
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, September 2011
Elza Artha
RIWAYAT HIDUP
Elza Artha dilahirkan di Siborong-borong pada tanggal 19 November 1984,
anak kedua dari Ayahanda Mangido Siregar dan Ibunda Rosland Diana Siahaan, yang
bertempat tinggal di Jl. Kader manik no. 42 Sibolga. Beragama Kristen Protestan dan
belum menikah.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD sw. Tri Ratna Sibolga pada tahun
1997, pada tahun 2000 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP sw. Tri
Ratna Sibolga, Tahun 2003 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 2
Matauli Pandan, dan pada Tahun 2007 menamatkan pendidikan Sarjana di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis memulai karir sebagai tenaga Pelaksana Verifikator Jamkesmas
Departemen Kesehatan RI di Rumah Sakit Putri Hijau Medan mulai Mei 2008 sampai
Desember 2009 dan Staf Pegawai Negeri Sipil di Puskesmas Tukka Dinas Kesehatan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 5
1.4. Hipotesis ... 5
1.5. Manfaat Penelitian ... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Pengertian Vektor ... 8
2.1.1. Vektor Nyamuk ... 8
2.1.2. Biologi dan Siklus Hidup Nyamuk... 8
2.1.3. Tata Hidup Nyamuk ... 11
2.1.4. Biologi dan Kehidupan Vektor Malaria ... 14
2.1.5. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 24
2.2. Survei Entomologi Malaria ... 29
2.2.1. Survei Nyamuk Anopheles Dewasa ... 29
2.2.2. Survei Jentik ... 30
2.2.3. Etiologi Malaria ... 31
2.2.4. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria ... 32
2.2.5. Tumbuhan Enceng gondok (Eichornia crassipes) ... 36
2.3. Landasan Teori ... 41
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 44
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 45
3.1. Jenis Penelitian ... 45
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 45
3.3. Populasi dan Sampel... 45
3.3.1. Populasi ... 45
3.3.2. Sampel ... 46
3.3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel Air ... 47
3.3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel Larva ... 47
3.3.2.4. Teknik Pengambilan Sampel Pupa ... 48
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48
3.4.1. Data Primer ... 48
3.4.2. Data Sekunder ... 49
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49
3.5.1. Variabel Terikat ... 49
3.5.2. Variabel Bebas ... 49
3.6. Metode Pengukuran ... 50
3.7. Metode Analisis Data ... 52
3.6.1. Teknik Pengolahan Data ... 52
3.6.2. Analisis Data ... 53
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56
4.1. Gambaran Geografis dan Demografi ... 56
4.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 58
4.3. Analisis Univariat ... 58
4.4. Analisis Bivariat ... 59
4.5. Analisis Multivariat ... 64
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Distribusi Lingkungan Fisik, Kimia, dan Biologi Perairan ... 67
5.2. Pengaruh Suhu terhadap Angka Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 68
5.3. Pengaruh Sinar Matahari terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 69
5.4. Pengaruh Kedalaman Air terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 71
5.5. Pengaruh pH Air terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 72
5.6. Pengaruh BOD (Biological Oxygen Demand) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 73
5.7. Pengaruh DO (Dissolved Oxygen) terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 74
5.8. Pengaruh Hewan Predator terhadap Perkembangbiakan Nyamuk Anopheles spp. ... 75
5.9. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi terhadap Larva Nyamuk Anopheles spp. ... 76
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 78
6.2. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria ... 34
4.1. Gambaran Lingkungan Fisik Air Perairan Danau Toba ... 58
4.2. Distribusi Larva dan Imago Nyamuk Anopheles spp. ... 59
4.3. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap
Jumlah Larva Nyamuk Anopheles spp. Per 10 Cidukan ... 61
4.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap
Keberadaan Pupa Nyamuk Anopheles spp. ... 63
4.5. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap
Jumlah Larva Nyamuk Anopheles spp. ... 65
4.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisika, Kimia, dan Biologi Terhadap
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Tabulasi Data Primer Hasil Penelitian ... 1
2. Output Hasil Analisis Statistik ... 2
ABSTRAK
Nyamuk Anopheles spp. adalah vektor penyebab penyakit malaria. Penyebaran dari nyamuk Anopheles spp. tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah tempat perkembangbiakan nyamuk. Nyamuk Anopheles spp. dapat berkembangbiak pada air yang terdapat tanaman air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes) yang hidup di perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggunakan rancangan Cross Sectional yang bertujuan untuk menganalisis tentang pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. Penelitian ini dilakukan di perairan Danau Toba Kabupaten Samosir dan Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Medan. Pengumpulan data meliputi data primer yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik (suhu, kedalaman, sinar matahari) dan biologi (hewan predator) air yang terdapat tumbuhan enceng gondok di sepuluh titik di perairan Danau Toba dan pemeriksaan kimia (pH, salinitas, BOD, DO) air di laboratorium dan analisis data, dan data sekunder dari Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik berganda.
Dari 8 variabel independen yang diteliti, terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap perkembangbiakan nyamuk, secara statistik dengan nilai p < 0,05 yaitu variabel suhu air p = 0,019, sinar matahari p = 0,011 dan hewan predator p = 0,011. Berdasarkan uji regresi logistik berganda diketahui bahwa variabel hewan predator lebih dominan pengaruhnya terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp.
Disarankan kepada pemerintah Kabupaten Samosir perlu melakukan upaya pelestarian Danau Toba dengan membersihkan enceng gondok yang tumbuh di perairan serta masyarakat untuk tidak membuang deterjen ke dalam perairan karena dapat memicu perkembangbiakan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes).
ABSTRACT
Anopheles spp. as the causing vector of malaria. The spread of Anopheles spp. influenced by several factors and one of them is the place where the mosquitoes multiply. Anopheles spp. can multiply in the water which growth water plant such as enceng gondok (Eichornia crassipes where growth in Lake Toba.
The purpose of this study with cross-sectional design was to analyze the influence of physics, chemistry, and biology of water with the present of enceng gondok (Eichornia crassipes) against Anopheles spp. breeding. This study was conducted in Lake Toba water of Samosir District and in the laboratory of the Environmental Health Engineering Office in Medan. The physical data examination (temperature, the depth, and the sunshine), the biological examination spots of Lake Toba, and the chemical examination (pH, salinity, BOD, DO) of the water in laboratory and data analysis. The secondary data were obtained from Samosir District Health Sevice. The data obtained were analyzed through Multiple Logistic Regression.
From 8 independent variables observed founded 3 variables statistically significant to Anopheles spp. breeding with p < 0,05, namely variable of temperature p = 0,019, sunshine p = 0,011 and predator animal of water p = 0,011. Based on Multiple Logistic Regression was known that predator animal of water variable had more dominant influence on Anopheles spp. Breeding.
The management of Samosir District Goverment is suggested to do some efforts to preserve Lake Toba by clearing the enceng gondok (Eichornia crassipes) growing in the water. The community members must be asked not to polute water because it can trigger the growth of enceng gondok (Eichornia crassipes).
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat
menurunkan produktivitas kerja (Depkes RI, 2008). Malaria adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles spp.
Penduduk yang berisiko malaria sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk
dunia. Setiap tahun jumlah kasus malaria berjumlah 300-500 juta dan mengakibatkan
1,5 s/d 2,7 juta kematian, terutama di Afrika Subsahara (Harijanto, 2000)
Sutherland dan Wayne (2000) mengatakan bahwa larva nyamuk Aedes dapat
ditemukan pada genangan air bersih dan tidak mengalir, sedangkan larva Culex dan
Anopheles spp. dapat ditemukan di segala jenis air, termasuk perairan sawah dan
kolam yang dangkal. Larva nyamuk Anopheles spp. dapat ditemukan di perairan
sawah yang ditumbuhi padi berumur satu bulan maupun perairan sawah yang
ditumbuhi tanaman air (Munif, 1990).
Batas dari penyebaran malaria adalah 610 LU (Rusia) dan 320 LS (Argentina). Ketinggian yang dimungkinkan adalah 100 meter di bawah permukaan laut (Laut
mempunyai distribusi geographis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim
dingin, sub tropik sampai ke daerah tropik (Depkes RI, 1990).
Keberadaan spesies nyamuk di suatu daerah sangat tergantung pada jenis atau
tipe perairan yang ada dan letak geografis daerah tersebut. Nyamuk yang ada di
daerah pantai kemungkinannya berbeda dengan di daerah pedalaman, demikian pula
nyamuk yang ada di sekitar daerah persawahan kemungkinannya berbeda dengan di
daerah non persawahan (Jastal, 2001).
Perilaku nyamuk Anopheles sebagai host defenitive, sangat menentukan
proses penularan malaria, seperti tempat hinggap/istirahat yang eksofilik (senang
hinggap di luar rumah) dan endofilik (suka hinggap di dalam rumah), tempat
menggigit yakni eksofagik (menggigit diluar rumah) dan endofagik (lebih suka
menggigit didalam rumah), obyek yang digigit yakni antrofilik (manusia) dan zoofilik
(hewan). Sedangkan faktor lingkungan yang cukup memberi pengaruh antara lain
lingkungan fisik seperti suhu udara, kelembaban, hujan, angin, sinar matahari, arus
air, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi (flora dan fauna) dan lingkungan sosial
budaya. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena ia dapat menghalangi sinar matahari
(Irsanya, 2005).
Penularan malaria berpengaruh juga dengan cara hidup, misalnya tidur dengan
kelambu relatif lebih aman dari infeksi parasit. Sosial ekonomi masyarakat yang
status gizi rendah juga bisa lebih rentan terkena infeksi parasit di bandingkan orang
berstatus gizi baik (Irsanya, 2005).
Penyakit malaria pada saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara-negara tropis yang biasanya negara yang sedang berkembang
termasuk Indonesia. Nyamuk merupakan vektor yang bertanggung jawab atas
berbagai penyakit yang disebabkan oleh parasit dan virus, terutama di daerah tropis
dan subtropis.
Di Indonesia malaria masih merupakan masalah kesehatan yang serius.
Kejadian luar biasa (KLB) malaria telah menyerang di 15 propinsi yang meliputi 84
desa endemis dengan jumlah penderita 27.000 dan 368 kematian (Depkes RI, 2003).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2001, terdapat 15 juta kasus
malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk
Indonesia tinggal di daerah yang berisiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota
yang ada di Indonesia, 338 Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria
(Depkes RI, 2008).
Dari beberapa laporan yang ada, menunjukkan bahwa malaria telah menjadi
salah satu masalah kesehatan masyarakat sejak lama di beberapa daerah Sumatera
Utara. Diantaranya dilaporkan dari daerah wilayah Kabupaten Dairi yang terletak
diantara Bukit Barisan pada ketinggian 700 m sampai 1200 m di atas permukaan laut
yang berbatasan dengan Danau Toba (Tuti dkk, 2003).
Pada tahun 1981 masalah malaria juga dilaporkan dari daerah asahan yang
Sibolga) dan Spleen Rate (SR) sebesar 5,1 % yang menunjukkan bahwa daerah
tersebut hipoendemik. Survei di pantai barat (daerah Sibolga) pada tahun yang sama
melaporkan PR sebesar 23 % dan SR sebesar 31,7 % (Sudomo dan Idris, 1994).
Pada tahun 1992, di desa sihepeng kecamatan siabu, kabupaten Tapanuli
Selatan merupakan salah satu daerah endemis malaria. Kejadian luar biasa (KLB)
terjadi pada bulan Mei pada tahun yang sama menimbulkan korban jiwa yaitu 38
orang meninggal dalam waktu seminggu dengan jumlah penduduk desa sebanyak
3000 jiwa. Sudomo dkk (1993) melaporkan bahwa prevalensi malaria di Desa
Sihepeng adalah sebesar 7,2 % (Sudomo dan Idris, 1994).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Samosir malaria masih menjadi
salah satu penyakit menular yang terdapat di daerah Kabupaten Samosir. Pada tahun
2007 ditemukan 97 kasus malaria per 1000 penduduk (Dinkes Kab. Samosir, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tuti dkk (2003) di Pulau Samosir
ditemukan kasus malaria di daerah tersebut yang tersebar di beberapa desa.
Mengingat letaknya yang terisolir di tengah Danau Toba dengan ketinggian sekitar
1000 meter di atas permukaan air laut Pulau Samosir selama ini dianggap bebas
malaria dan belum pernah dilaporkan adanya penderita penyakit tersebut (Tuti dkk,
2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marsaulina (2002) di Desa Sihepeng
Kecamatan Siabu Kabupaten Mandailing Natal menunjukkan bahwa tumbuhan air
(vegetasi air) yang bersifat fitoplankton yang terdapat di persawahan mempengaruhi
merupakan tumbuhan yang dapat hidup mengapung bebas di atas permukaan air dan
berakar di dasar kolam atau rawa jika airnya dangkal. Orang lebih banyak mengenal
tumbuhan ini tumbuhan pengganggu (gulma) di perairan karena pertumbuhannya
yang sangat cepat. Awalnya didatangkan ke Indonesia pada tahun 1894 dari Brazil
untuk koleksi kebun raya Bogor. Ternyata dengan cepat menyebar ke beberapa
perairan di Pulau Jawa (Muhtar, 2008).
Pulau Samosir merupakan pulau yang dikelilingi Danau Toba dimana Danau
Toba pada saat ini banyak ditumbuhi tumbuhan enceng gondok yang berpotensi
sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles karena dengan adanya
tumbuhan enceng gondok tersebut dapat mengalangi masuknya sinar matahari ke
dalam air sehingga baik untuk perkembangbiakan larva (Anonimous, 2005).
1.2.Permasalahan
Enceng gondok (Eichornia crassipes) yang tumbuh di perairan danau toba
berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles sehingga perlu
diteliti pengaruh faktor fisika, kimia, dan biologi air dengan keberadaan tumbuhan
enceng gondok terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles dan kaitannya
dengan penularan penyakit malaria di perairan Danau Toba.
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor
(Eichornia crassipes) terhadap perkembangbiakan nyamuk Anopheles spp. di
perairan Danau Toba.
1.4.Hipotesis
1.4.1. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari,
kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia
crassipes) terhadap perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di
perairan danau Toba Kabupaten Samosir.
1.4.2. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO)
dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap
perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.4.3. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan
keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap
perkembangbiakan larva nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.4.4. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari,
kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia
crassipes) terhadap perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di
perairan danau Toba Kabupaten Samosir.
1.4.5. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO)
perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.4.6. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan
keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap
perkembangbiakan pupa nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.4.7. Ada pengaruh faktor lingkungan fisik air (Suhu air, Sinar matahari,
kedalaman air) dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia
crassipes) terhadap perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di
perairan danau Toba Kabupaten Samosir.
1.4.8. Ada pengaruh faktor lingkungan kimia air (pH, Kadar garam, BOD, DO)
dengan keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap
perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.4.9. Ada pengaruh faktor lingkungan biologi air (Hewan predator) dengan
keberadaan tumbuhan enceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap
perkembangbiakan imago nyamuk Anopheles spp. di perairan Danau Toba
Kabupaten Samosir.
1.5.1. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan diketahui pengaruh tumbuhan enceng
gondok terhadap perkembangbiakan nyamuk anopheles dan kaitannya dengan
penularan penyakit malaria.
1.5.2. Sebagai bahan masukan kepada pemerintah setempat khususnya dinas
kesehatan dalam upaya pengendalian penyakit malaria di wilayah sekitar
perairan Danau Toba.
1.5.3. Sebagai masukan kepada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dalam
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Vektor
Vektor adalah arthropoda yang dapat memindahkan/menularkan suatu
“infectious agent” dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan (susceptible
host). Vektor dapat merugikan manusia dan merusak lingkungan hidup manusia. Oleh
karena itu, adanya vektor harus ditanggulangi, sekalipun demikian tidak mungkin kita
membasmi vektor tersebut sampai ke akar-akarnya, melainkan kita hanya mampu
berusaha mengurangi atau menurunkan populasi vektor tersebut ke tingkat tertentu
yang tidak mengganggu atau membahayakan kehidupan manusia. Nyamuk
merupakan salah satu jenis vektor yang dapat mengganggu kesehatan manusia
(Depkes RI, 2000).
2.1.1. Vektor Nyamuk
Di dunia kesehatan kelompok nyamuk yang perlu diketahui adalah Tribus
culicini dan Tribus anophelini. Tribus anophelini diantaranya yang penting adalah
genus anopheles sedangkan dari Tribus culicini yang penting adalah genus aedes,
culex dan mansonia.
2.1.2. Biologi dan Siklus Hidup Nyamuk
Siklus hidup nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama
dengan serangga yang lain mengalami tingkatan (stadium) yang berbeda-beda. Dalam
(3) jentik dan (4) pupa/kepompong. Stadium dewasa sebagai nyamuk yang hidup di
alam bebas, sedangkan ketiga stadium yang hidup dan berkembang di dalam air.
1. Nyamuk Dewasa
Dari kepompong akan keluar nyamuk/stadium dewasa. Berdasarkan jenis
kelaminnya nyamuk dapat dibedakan atas nyamuk jantan dan nyamuk betina.
Nyamuk-nyamuk yang keluar dari kepompong sebagian jadi nyamuk jantan dan
sebagian lainnya betina dengan perbandingan yang kira-kira sama (1:1). Nyamuk
jantan keluar lebih dahulu daripada nyamuk betina. Setelah nyamuk jantan keluar dari
kepompong, maka jantan tersebut tetap tinggal di dekat sarang (breeding places).
Kemudian setelah jenis yang betina keluar, maka si jantan kemudian akan mengawini
betina sebelum betina tersebut mencari darah. Betina yang telah kawin akan
beristirahat untuk sementara waktu (1-2 hari) kemudian baru mencari darah. Setelah
perut penuh darah betina tersebut akan beristirahat lagi untuk menunggu proses
pemasakan dan pertumbuhan telurnya. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali
kawin. Untuk pembentukan telur yang berikut, nyamuk betina cukup mencari darah
untuk memenuhi kebutuhan zat putih telur yang diperlukan. Waktu yang dibutuhkan
untuk menunggu proses perkembangan telurnya berbeda-beda tergantung pada
beberapa faktor diantaranya yang penting adalah temperatur dan kelembaban serta
species dari nyamuk.
2. Telur
Nyamuk akan meletakkan telurnya di tempat yang berair. Air dalam hal ini
berkembang. Dalam keadaan kering telur akan cepat kering dan mati, meskipun ada
beberapa nyamuk yang telurnya dapat bertahan dalam waktu cukup lama meskipun
dalam lingkungan tanpa air (Aedes). Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk
berbeda-beda tergantung jenisnya. Nyamuk Anopheles akan meletakkan telurnya di
atas permukaan air, telur diletakkan satu persatu atau bergerombolan tetapi saling
lepas. Telur Anopheles mempunyai alat pengapung nyamuk. Nyamuk Culex
meletakkan telur di atas permukaan air, telur diletakkan sebagai gerombolan yang
bersatu berbentuk seperti rakit sehingga mampu untuk mengapung. Nyamuk Aedes
meletakkan telurnya menempel pada yang terapung di atas air atau menempel pada
permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas permukaan air dengan
tempatnya. Nyamuk mansonia meletakkan telurnya menempel pada tumbuhan air dan
diletakkan secara bergerombol sebagai karangan bunga. Stadium telur ini memakan
waktu beberapa hari (1-2 hari).
3. Jentik
Untuk perkembangan stadium jentik memerlukan tingkatan tertentu. Antara
tingkatan yang satu dengan tingkatan yang lainnya bentuk dasarnya sama. Dalam hal
ini pertumbuhan kecuali untuk memperbesar ukuran tubuh juga melengkapi
bulu-bulunya. Stadium jentik dikenal empat tingkatan jentik yang masing-masing
tingkatan dinamakan instar. Jadi untuk jentik nyamuk dikenal instar pertama, kedua,
ketiga dan keempat bulu-bulu sudah lengkap, sehingga untuk identifikasi jentik
Stadium jentik memerlukan waktu kira-kira satu minggu. Pertumbuhan dan
perkembangan jentik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang penting
adalah: temperatur, cukup tidaknya bahan makanan, ada/tidak ada binatang air
lainnya yang merupakan predator. Jentik Anopheles hanya mampu berenang ke
bawah permukaan paling dalam 1 meter, maka di tempat-tempat dengan kedalaman
lebih dari 1 meter tidak ditemukan jentik Anopheles.
4. Kepompong
Kepompong adalah stadium akhir dari nyamuk yang berada di dalam air.
Stadium kepompong tidak memerlukan makanan dan kepompong merupakan stadium
dalam keadaan inaktif. Pada stadium ini terjadi pembentukan sayap sehingga setelah
cukup waktunya nyamuk yang keluar dari kepompong dapat terbang. Meskipun
kepompong dalam keadaan inaktif, tidak berarti tidak ada proses kehidupan.
Kepompong tetap memerlukan zat asam (O2
2.1.3. Tata Hidup Nyamuk
), zat asam masuk ke tubuh kepompong
melalui corong nafas. Stadium kepompong makan waktu kira-kira 1-2 hari.
Dalam kehidupannya nyamuk selalu memerlukan tiga macam tempat yaitu:
1. Tempat Berkembang Biak (Breeding Places)
Dalam hidup siklus nyamuk mempunyai empat stadia yaitu nyamuk dewasa,
telur, larva, kepompong. Stadia telur, larva, dan kepompong berada di dalam air dan
tempat yang mengandung air tersebut dinamakan breeding places. Untuk tiap jenis
nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan. Nyamuk Culex dapat
bersih dan tidak beralas tanah. Mansonia senang di kolam, rawa-rawa danau yang
airnya banyak tanaman air. Sedangkan Anopheles kesenangan untuk memilih
breeding places sangat bervariasi.
Tipe-tipe breeding places yang disenangi Anopheles untuk berkembang biak
bermacam-macam tergantung species Anopheles yang bersangkutan. macam breeding
places Anopheles antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Berdasarkan kadar garam dari air dibedakan atas :
1. Air payau yaitu campuran air tawar dengan air laut. Breeding places air payau
dapat sebagai tambak-tambak ikan pantai, muara sungai yang sedang menutup,
dll. Anopheles yang sedang berkembang biak di air payau diantaranya:
An.sundaicus, An.subpictus-subpictus, An.Vagus.
2. Breeding places air tawar masih dibedakan lagi atas macam-macam tipe.
Kebanyakan nyamuk Anopheles senang berkembang biak di air tawar.
b. Berdasarkan keadaan sinar matahari breeding places dibedakan atas :
1. Breeding places yang langsung mendapat sinar matahari
Anopheles yang senang berkembang biak di tempat yang langsung mendapat
sinar matahari adalah antaranya An.sundaicus, An.maculatus.
2. Breeding places yang terlindung dari sinar matahari
Nyamuk Anopheles yang menyenangi tempat yang terlindung, misalnya :
An.vagus, An.umbrocus, An.burbumbrosus.
c. Berdasarkan aliran air dibedakan :
1. Air tidak mengalir seperti kobokan, bekas-bekas tapak kaki yang kemasukan
air, bekas-bekas roda yang kemasukan air dan lain sejenisnya. Tempat-tempat
macam ini dapat digunakan berkembang biak oleh An.vagus, An.indefinitus,
An.leucosphirus.
2. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah disenangi banyak jenis
Anopheles, misalnya : An.acunitus, An.vagus, An.barbirostris, An.indefinitus,
An.anularis, dll.
Stadium dalam air bagi nyamuk, sejak dari telur hingga nyamuk keluar dari
kepompong memerlukan waktu 8-12 hari. Panjang pendeknya waktu yang
diperlukan dipengaruhi oleh temperatur air.
2. Tempat Untuk Mendapatkan Umpan/Darah (Feeding Places)
Berdasarkan kesenangan mencari darah, dikenal dua golongan nyamuk yaitu
nyamuk yang senang mencari darah binatang dan nyamuk yang senang mencari darah
manusia.
Kebanyakan nyamuk di Indonesia kesenangan ini tidak bersifat mutlak,
artinya meskipun nyamuk tersebut bersifat senang menggigit binatang tetapi bila
tidak ada binatang nyamuk tersebut akan menggigit orang juga, misalnya An.
aconitus. Waktu keaktifan mencari darah bagi nyamuk berbeda-beda. berdasarkan
waktu keaktifan mencari darah dibedakan atas nyamuk yang aktif pada waktu malam,
misalnya Anopheles dan Culex serta nyamuk yang aktif pada waktu siang, misalnya
Baik nyamuk yang aktif waktu malam maupun siang, bila diteliti lebih lanjut
tiap jenis mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda pula. Ada golongan nyamuk yang
banyak mulai menggigit pada siang hari yang makin malam makin berkurang
(Anaconitus). Ada yang mulai menggigit setelah tengah malam hingga pagi (An.
icucosphyrus). Ada juga yang sepanjang malam terus menerus ditemukan banyak
menggigit orang/binatang (Anopheles sundaicus-subpictus).
Dalam usahanya mendapatkan umpan perlu diperhatikan jarak terbangnya
sangat jauh, misalnya Anopheles sundaicus jarak terbangnya bisa mencapai 5 km.
3. Tempat Untuk Beristirahat (Resting Places)
Setelah nyamuk betina menggigit orang/binatang hingga perutnya penuh
darah, nyamuk tersebut akan pergi ke resting places. Nyamuk akan beristirahat di
resting places selama 2-3 hari untuk iklim Indonesia. Kemudian setelah telur masak
nyamuk pergi ke breeding places untuk bertelur.
Tempat beristirahat nyamuk dapat bersifat di dalam rumah/bangunan lain dan
di luar rumah/bangunan lain atau di alam luar.
Resting places di alam luar dapat bersifat alamiah seperti gua-gua,
tebing-tebing sungai/parit, semak-semak, dll. Resting places di alam luar dapat juga bersifat
buatan seperti pit traps yaitu lubang-lubang dalam tanah yang sengaja dibuat atau
kotak-kotak yang diwarnai gelap sebagai resting places buatan yang ditempatkan di
tempat-tempat yang bisa didatangi nyamuk. Resting places buatan biasanya aman dari
Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Plasmodium (kelas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah.
2.1.4. Biologi dan Kehidupan Vektor Malaria
1. Anopheles sundaicus
Malaria adalah termasuk jenis penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus
plasmodium, yang ditandai dengan demam mendadak (parozysmal), anemia,
pembesaran limpa. Vektor penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles. Nyamuk ini
termasuk ke dalam ordo Diphtera, dengan sub ordonya Nematocera. Dari sub ordo
ini, family adalah Culicidae, sub family Culicinae dengan genusnya Anopheles. Dari
genus tersebut salah satu spesies yang paling berbahaya adalah Anopheles sundaicus,
dimana “natural infection rate” nya tinggi seperti di pulau Jawa 1-36%.
Nyamuk Anopheles mengalami metamorfose yang lengkap, yaitu meliputi
empat stage telur, larva (jentik), kepompong (pupa) dan dewasa. Telur nyamuk ini
diletakkan di atas permukaan air. Air dalam hal ini merupakan faktor utama karena
tanpa air tidak akan bertumbuh dan berkembang. Telur diletakkan satu per satu atau
bergerombol tetapi saling lepas. Stadium telur memakan waktu 1-2 hari.
Pada stadium jentik dikenal empat tingkatan disebut Instar. Untuk
membedakan ke empat Instar ini dapat dilihat keadaan umum dari jentik tersebut
atau dengan melihat bulu-bulunya. jentik I dan II ukurannya kecil dan bulu-bulunya
sederhana. Kunci untuk mengidentifikasi jentik biasanya dipakai instar IV, karena
mudah untuk melihat keadaan bulu-bulunya. Demikian pula jentik III tidak jauh
beberapa faktor antara lain suhu air, ada tidaknya bahan makanan, ada tidaknya
binatang air lainnya yang merupakan predator, yaitu musuh-musuh dari larva
tersebut.
Larva Anopheles mampu berenang ke bawah permukaan air paling dalam 1
meter maka tempat-tempat dengan kedalaman lebih 1 meter tidak ditemukan jentik
Anopheles. Jentik ini memakan zat-zat organik di dalam air dalam pertumbuhannya
menjadi pupa. Jentik Anopheles bila beristirahat sejajar dengan permukaan air.
Stadium jentik Anopheles ini memerlukan waktu 7-8 hari.
Larva Anopheles sundaicus panjangnya 5 mm, dengan warna coklat atau
kehijau-hijauan. Untuk mengidentifikasi jentik An. sundaicus dapat dilihat
tanda-tandanya sebgai berikut :
a. Bulu selukung dalam depan berjauhan
b. Bulu kipas abdomen segmen I tumbuh sempurna
c. Bulu selukung dalam, sederhana.
d. Bulu lubang udara 7 sampai 8
e. Pada ruas perut X, duri-durinya kasar dan berpigmen, berbentuk
kerucut, letaknya tidak berhamburan. Jumlah yang berpigmen adalah
76%.
Pada stadium pupa tidak memerlukan makanan, karena pupa merupakan
stadium yang inaktf. meskipun demikian, proses kehidupan tetap ada karena pupa
tetap memerlukan zat asam (O2) yang masuk ke dalam tubuhnya melalui corong
Pada stadium dewasa sebagai nyamuk telah hidup di alam bebas.
Nyamuk-nyamuk yang keluar dari pupa menjadi Nyamuk-nyamuk jantan dan betina dengan
perbandingan kira-kira sama (1:1). Nyamuk jantan keluar lebih dahulu dari betina.
Setelah nyamuk jantan mengawini nyamuk betina barulah nyamuk betina pergi
mencari darah. Dalam mencari darah nyamuk Anopheles sundaicus aktif pada malam
hari, sepanjang malam terus-menerus ditemukan banyak menggigit orang.
Nyamuk Anopheles sundaicus termasuk spesies yang besarnya sedang.
Nyamuk dewasa senang hinggap di dalam rumah, kandang atau di luar rumah. Di
dalam rumah hinggap di dinding, di bawah atap, gantungan pakaian, di bawah kolong
alat-alat rumah tangga, sedangkan di luar rumah terdapat pada pagar dari daun
kelapa, daun pisang, semak belukar.
Tempat berkembang biak An. sundaicus adalah air payau, dimana biasanya
terdapat tumbuh-tumbuhan Enteromorpha, Chsetomorpha dengan kadar garam
kesukaannya adalah 1,2 – 1,8% dan tidak suka pada kadar garam lebih dari 4%.
Namun larvanya masih juga diketemukan pada kadar garam 0,4%, bahkan di
Sumatera larva An. sundaicus di temukan di air tawar, misalnya di Mandailing
dengan ketinggian 210 m dari permukaan laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000
meter. Tetapi jentiknya paling banyak terdapat pada air payau, lebih menyukai daerah
terbuka yang langsung terkena sinar matahari seperti pada lagune-lagune, rawa atau
Nyamuk ini termasuk ke dalam jenis nyamuk yang terbangnya kuat, dapat
mencapai 5 km dari sarang jentiknya, dan lebih suka darah manusia daripada darah
binatang.
Ciri-ciri nyamuk Anopheles sundaicus :
a. Sayap paling sedikit dengan 4 noda hitam, termasuk costs & long.
b. Kaki bertitik, kaki belakang tanpa hubungan putih lebar antara tibia dan
tarsale.
c. Tarsale 5 seluruhnya hitam
d. Long 6 kurang dari 3 noda hitam.
2. Anopheles aconitus
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir di seluruh kepulauan kecuali
Maluku dan Irian. Biasanya dapat dijumpai di dataran rendah tetapi lebih banyak di
dapat di daerah kaki gunung (foothilis) pada ketinggian 400-1000 m. makin ke
Indonesia timur penyebarannya makin berkurang.
Jentiknya terdapat di sawah dan saluran irigasi. Sawah yang akan ditanami
dan mulai diberi air, yang masih ada batang padi dan jerami yang berserakan,
merupakan sarang yang sangat baik. Di seluruh irigasi jentiknya terdapat di tepi yang
banyak ditumbuhi rumput dan tidak begitu deras airnya. Sawah yang permukaannya
bersih dan saluran air yang tepinya terpelihara dengan baik biasanya tidak ada
jentiknya.
Nyamuk dewasa terdapat hinggap dalam rumah dan kandang, tetapi tempat
lembab. Juga terdapat di antara semak belukar di dekat sarangnya. Jarak terbangnya
dapat mencapai 1,5 km, tetapi jarang terdapat jauh dari sarangnya. Terbangnya pada
malam hari untuk menghisap darah.
Pemeriksaan dengan precipitin test menunjukkan darah manusia dan kerbau
dalam lambung mereka. Anopheles aconitus lebih menyukai darah binatang dan
hanya menggigit darah manusia bila tidak banyak ternak yang dapat dijadikan umpan.
Nyamuk dewasa kecil, agak hitam, rusuk ke-6 (long6) mempunyai 3 noda
hitam dan jumbai pada ujung rusuk ke-6 putih, moncong (probocis) separuh bagian
ke ujungnya coklat kekuningan. Jentik juga kecil, bulu selukung (cypeal hairs)
pendek, bercabang-cabang; tergal plate bentuknya convex. Tergal plate pada
abdomen besar-besar, pada ruas yang kedua.
3. Anopheles barbirostris (Anophel wulp)
Terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran rendah maupun di dataran
tinggi. Jentik biasanya terdapat di dalam air yang jernih, seperti sawah, parit yang
aliran airnya tidak begitu deras, kolam yang banyak tumbuh-tumbuhannya,
rawa-rawa, mata air, dan genangan air lainnya. Sering juga dijumpai pada air yang keruh.
Tempat air yang teduh lebih disukai, walaupun terdapat juga dalam air yang terbuka.
Biasanya air payau yang dihindari.
Nyamuk dewasa lebih jarang dijumpai daripada jentiknya, sehingga dapat
digolongkan sebagai nyamuk liar. Akan tetapi kadang-kadang dapat dijumpai di
tebing-tebing sungai sebelah sawah, diantaranya semak-semak, rumpun-rumpun bambu, dan
bangunan-bangunan kosong.
Jarak terbangnya tidak jauh, terbang pada siang hari bila cuaca gelap
(berawan) dan dalam keteduhan hutan-hutan yang lebat. sebagian besar zoophilic,
makin ke timur makin domestik. Di Sulawesi sering masuk rumah untuk menghisap
darah dan keluar lagi.
Mempunyai natural infection rate 0,5% walau demikian penting artinya di
Sumatera dan Sulawesi, karena ikut memelihara adanya malaria. Di tempat lain
kurang penting dan hanya merupakan vektor tambahan pada waktu epidemi atau bila
terdapat dalam jumlah yang besar.
Nyamuk besar hitam, palpi lebat, ada sisik putih pada ruas abdomen 3-6,
sayap seperti Myzorhyncus lainnya tetapi jumbai punya noda putih yang sempit pada
ujung long 3, hubungan putih ruas tersalah 2-4 kaki belakang jelas; pada
mesepimoron ada segerombolan sisik-sisik putih. Jentiknya juga besar, tidak punya
stigma club, Souter clypeals dengan lebih dari 50 cabang.
Banyak spesies yang mirip dengan A.barbirotris sehingga sering
dikelompokkan menjadi Barbirotris Group. Di Sulawesi dilaporkan salah satu spesies
dari group ini yang mempunyai natural infection rate 13,3 yang diduga adalan An.
vanus walker. Nyamuk ini hanya terdapat di Sulawesi bedanya hubungan putih rusa
tersala 3-4 kecil, hanya pada ujung tersale 3, dan perbedaan kecil lainnya pada alat
Jumlah cabangnya lebih sedikit, misalnya outer clypeals kurang dari 50. Yang
menyolok adalah bahwa spesies ini anthropophilik.
4. Anopheles bancrofti (Giles)
Di Indonesia hanya terdapat di Maluku dan Irian. Sarang jentiknya di dalam
hutan, yaitu rawa-rawa yang banyak dengan tumbuh-tumbuhan yang lebat. Ternyata
jentiknya memerlukan keteduhan dan perlindungan dari tumbuh-tumbuhan ini.
Nyamuk dewasa tabiatnya nocturnal. Menyerang manusia dalam rumah
maupun luar rumah, tetapi juga menggigit binatang, banyak terdapat hinggap pada
dinding rumah, dan kelambu, juga di kandang-kandang tidak jarang terdapat dalam
jumlah yang besar.
Di Irian Barat ditemukan dengan natural infection rate 4,3% maka harus
dianggap sebagai vektor yang berbahaya bila dijumpai dalam jumlah yang besar.
Palpi hitam, femur, tibia dan metatarsus kaki belakang bertitik jumbai dengan
noda putih pada ujung long 4.2, 5.1, dan 5.2. Jentiknya mempunyai stignal,
innercypeals berdekatan panjang dengan cabang pendek-pendek serta jarang; outer
clypeals dengan banyak cabang (60) yang berasal dari 2-3 cabang utama.
5. Anopheles farauti (Laveran)
Tadinya dikenal sebagai A.punculatus dan melucensis, tetapi pada tahun 1946
diakui sebagai spesies tersendiri. Terdapat di Kepulauan Maluku dan Irian Barat di
daerah ini penyebarannya sangat luas.
Jentiknya terdapat dalam air tawar, air payau dan genangan air hujan. Ada
panas. Pada musim hujan dapat bersarang pada semua macam genangan air, tetapi
genangan yang dapat dijadikan sarang tidak banyak, dengan sendirinya jumlah
nyamuk pada musim kemarau juga sedikit.
Nyamuk dewasa aktif pada malam hari, tetapi mau menggigit pada siang hari
bila udara tidak cerah. Di beberapa daerah mereka menggigit manusia, tanpa
menghiraukan sama sekali adanya binatang ternak di daerah itu. Di tempat yang satu
banyak terdapat di dalam rumah, sedangkan di tempat yang lain hinggap di luar
rumah.
Natural Infection Rate pernah terdapat di 12,7% dari Irian. Sangat susceptible
terhadap infeksi dan tergolong spesies yang domestik, disamping itu juga
antropophilik, sehingga merupakan vektor yang sangat efisien.
Nyamuk mempunyai banyak noda-noda pada sayap, shaltor putih pada
pangkalnya dan hitam pada ujungnya. Probiscia seluruhnya hitam sedangkan
A.koliensis ada noda-noda putih. Jentiknya susah dibedakan dengan jentik A.
koliensis.
6. Anopheles kochi (Donitz)
Tersebar di seluruh Indonesia kecuali Irian. Jentiknya terdapat dalam
macam-macam genangan air, baik yang jernih maupun yang keruh, tetapi tidak pernah dalam
air payau. Lebih suka tempat yang terbuka, misalnya genangan air dalam lumpur
bekas tapak kaki kerbau, kubangan, sawah yang akan ditanami. Juga terdapat di
menyesuaikan diri dari keadaan. Mengingat sifatnya bersarang dalam musim hujan
mencapai jumlah yang terbanyak.
Nyamuk dewasa terdapat di dalam rumah maupun kandang. Termasuk
nyamuk yang domestik dan lebih menyukai darah binatang daripada manusia.
Sebagai vektor malaria tidak begitu penting artinya kecuali bila terdapat dalam
jumlah yang besar. Natural Infection Rate-nya 0,4 - 11,5%, biasanya rendah, tetapi di
tempat-tempat tertentu dan pada waktu ada epidemi ratenya tinggi.
Tanda pengenal nyamuk dewasa adalah 6 pasang kumpulan bersisik pada
abdomen bagian ventral. jentiknya mempunyai innerclype, as yang panjang dengan
cabang-cabang yang sangat halus, inner shoulder hair bercabang 2-9, natural hair
simple.
7. Anopheles koliensis (Owen)
Hanya terdapat di Irian, di tempat-tempat yang tingginya lebih dari 500 m di
atas permukaan air. Genangan air temporair di padang rumput di tepi hutan dan kena
sinar matahari lebih disukai oleh jentik-jentiknya daripada yang terlindung. Selama
musim kering jarang dijumpai, demikian pula nyamuk dewasanya.
Sangat antropophilik dan suka hinggap di dalam rumah sesudah menggigit
sampai malam berikutnya. Mulai aktif jam 09.00 malam sampai pagi hari, puncak
kegiatannya setelah tengah malam.
8. Anopheles letifer (Gater)
Terdapat di Sumatera dan Kalimantan, di dataran rendah dekat pantai. Sarang
tetapi di daerah hutan yang sudah dibuka, dalam air yang terlindung oleh semak
belukar.
Nyamuk dewasa masuk rumah dari senja sampai pagi hari. Tempat
hinggapnya di luar rumah, sangat antropophilik, hidupnya lebih dekat dengan
kediaman manusia daripada A. umbrosus.
Nyamuk besar, palpi kurang begitu lebat, tidak ada propleural setae, kaki
depan tidak ada hubungan putih, sedangkan hubungan putih kaki belakang sempit.
Jentiknya berbeda dengan spesies Umbrosus Group lainnya pada rambut-rambutnya
yang bercabang, jumlah cabang lebih sedikit inner clypeals 4-7 cabangnya; posterior
Clypeals pendek, tidak mencapai pangkal Inner Clypeals, bercabang 3-4; lateral hair
ruas abdomen ke-3 dengan 3-4 cabang.
2.1.5. Faktor Lingkungan Yang Memengaruhi Perkembangbiakan Nyamuk
Anopheles spp.
2.1.5.1. Lingkungan Fisik a. Suhu
Suhu udara mempengaruhi panjang pendeknya siklus perkembangbiakan
nyamuk. Menurut Thomson dalam Marsaulina (2002), waktu tetas telur Anopheles
sangat dipengaruhi oleh suhu air pada tempat perindukannya, makin tinggu suhu air
maka waktu tetas akan semakin singkat.
b. Kelembaban
Kelembaban dapat mempengaruhi perkembangan nyamuk Anopheles karena
kelembaban paling rendah 63 % untuk memungkinkan terjadinya penularan.
Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit,
istirahat nyamuk. Rata-rata kelembaban minimal adalah 60%, relatif kelembaban
tertinggi bagi hidup nyamuk memungkinkan lebih lama dalam mentransmisi infeksi
pada beberapa orang (Marsaulina, 2002).
c. Hujan
Hujan mempengaruhi terjadinya breeding places. Curah hujan yang
berlebihan dapat mengubah aliran kecil air menjadi aliran deras hingga banyak larva
dan pupa serta telur terbawa oleh arus air. Menurut Depkes RI dalam Marsaulina
(2002) nyamuk Anopheles berkembangbiak dalam jumlah besar.
d. Sinar Matahari
Menurut penelitian Ompusunggu dkk (1992) larva An.sundaicus dan An.
subpictus hampir selalu ditemukan bersama-sama di lagun yang berjarak 0-10 meter
dari pantai. Kondisi lagun pada saat penemuan kedua spesies ini adalah sebagai
berikut: lebih sering ditemukan di air bersih daripada air kotor, hampir selalu ada
algae, lebih sering dengan bahan-bahan terapung, hampir selalu ada sinar matahari
langsung (Ompusunggu dkk, 1992).
Menurut Depkes dalam Marsaulina 2002 pengaruh sinar matahari terhadap
larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang sedikit cahaya
matahari sebaliknya An. hyrcanus lebih menyukai tempat terbuka, An. barbirostris
dapat hidup baik di tempat teduh maupun terang. Cahaya matahari langsung akan
e. Arus air
Arus air mempengaruhi perkembangan nyamuk Anopheles karena arus air
yangt deras dapat merusak tempat perindukan nyamuk. Larva An.maculatus
mempunyai habitat khusus yaitu di parit atau sungai kecil berbatu dengan air
mengalir perlahan atau tanpa aliran pada daerah pegunungan (Pranoto dan Munif,
1992).
f. Kedalaman Air
Jentik Anopheles mampu berenang pada permukaan air paling dalam 1 meter,
maka tempat-tempat dengan kedalaman lebih 1 meter tidak ditemukan jentik
Anopheles spp. (Marsaulina, 2002).
2.1.5.2.Lingkungan Kimia a. Salinitas
Menurut Takken dalam Marsaulina (2002), berbagai spesies nyamuk
Anopheles spp. Dapat digolongkan menurut kandungan garam dari air di habitatnya
ada tiga, yaitu spesies air asin, air payau, ataupun air tawar. Salinitas optimum untuk
perkembangan Anopheles sundaicus di Indonesia adalah 12-18 0/00
Berdasarkan penelitian Ompusunggu (1992) di Kabupaten Sikka, Flores
menemukan larva Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus hidup pada kadar
garam yang sangat bervariasi antara 2,2-30
. Salinitas
optimum ini tidak selalu sama di berbagai tempat untuk perkembangan Anopheles
sundaicus.
0
ditemukan di sungai yang mengalir dan lagun dengan kadar garam berkisar antara
0,2-10,4 0/00. Larva An. vagus ditemukan mampu hidup pada lagun dengan kadar
garam 0,4-5,0 0/00 (Ompusunggu, 1992). Anopheles sundaicus yang dikenal sebagai
vektor malaria disana banyak ditemukan di sawah, kolam-kolam yang tidak
terpelihara dan genangan air di sekitar rumah yang banyak ditumbuhi lumut. Salinitas
air sekitar 15-28 0/00
Bone-Webster dan Swellengrebel dalam Ompusunggu (1992) menyatakan
bahwa larva jenis nyamuk An. sundaicus bisa hidup mulai dari air tawar hingga air
payau yang berkadar garam 8,6
(Blondini dkk, 2003).
0
/00 b. pH
atau lebih.
pH air mempengaruhi tempat perindukan nyamuk Anopheles spp. Menurut
Marsaulina (2002) derajat keasaman (pH) air digunakan dalam pengaturan respirasi
dan sistem enzim dalam tubuh larva nyamuk. pH air sangat bervariasi dengan
bertambahnya kedalaman, pH cenderung menurun (Marsaulina, 2002).
Menurut Depkes RI (1990) disebutkan bahwa An. sundaicus mempunyai
tempat perindukan utama di pantai dan air payau berkadar garam antara 12-18 0/00 c. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
.
BOD (Biochemical Oxygen Demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi
bahan-bahan buangan di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan
yang membutuhkan oksigen tinggi untuk reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi
bahan organik, sintesis sel, dan oksidasi sel (Fardiaz, 2004).
d. DO (Dissolved Oxygen)
Menurut Warren dalam Marsaulina (2002) bahwa kandungan oksigen terlarut
yang sangat rendah mengurangi jenis invertebrata berukuran lebih besar sedangkan
caing Tubifex, larva-larva nyamuk dan sebagainya masih ditemukan. Biasanya pada
air yang cukup dangkal persediaan O2
Penurunan oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan
dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena mahluk hidup tersebut banyak yang mati
atau melakukan migrasi ke tempat yang konsentrasi oksigennya masih tinggi
(Fardiaz, 2004).
masih banyak ditemukan (Marsaulina, 2002).
e. CO2
Penurunan pH diduga berhubungan dengan kandungan CO
(Karbondioksida)
2
(Karbondioksida), karena setiap pertambahan kedalaman air konsentrasi CO2
(Karbondioksida) juga akan bertambah. Pada perairan yang telah tercemar oleh bahan
organik kandungan CO2
Menurut Bates dalam Marsaulina (1992) CO
(Karbondioksida) ini semakin tinggi sehingga meracuni
kehidupan organisme perairan.
2 (Karbondioksida) di tempat
perindukan larva Anopheles umumnya tidak ada korelasinya secara langsung terhadap
kehidupan larva. Hal ini disebabkan oleh larva Anopheles hidup di permukaan air
dengan spirakelnya selalu berontak dengan udara bebas, sehingga larva mengambil
2.1.5.3.Lingkungan Biologi a. Vegetasi air
Vegetasi air dapat mempengaruhi kehidupan larva seperti pohon bakau,
ganggang. Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain
dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar
matahari (Irsanya, 2005).
Menurut Rao dalam Marsaulina (2002) tumbuhan air di tempat perindukan
sangat berperan terhadap keberadaan larva nyamuk Anopheles. Hal ini disebabkan
oleh tumbuhan air dapat berfungsi sebagai tempat penambatan diri bagi larva nyamuk
saat beristirahat di atas permukaan air, tempat berlindung dari arus air dan serangan
predator (Marsaulina, 2002).
b. Hewan Predator
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax
spp.), gambusia, nila, mujahir dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di
suatu daerah. Coelentarata adalah hidra air tawar yang dapat menghancurkan larva
instar pertama dan instar kedua di tempat perkembangbiakan nyamuk dalam air
tergenang. Serangga pemangsa di air, larva Dyscidae dan Hydrophilidae (Coleoptera)
adalah musuh dari nyamuk (Marsaulina, 2002).
c. Makanan
Lingkungan tempat perindukan nyamuk, khususnya larva nyamuk Anopheles
banyak ditemukan di perairan dangkal karena berhubungan dengan cara makan dan
alam, larva nyamuk bergantung pada mikroorganisme yang menjadi makanannya,
zooplankton dan fitoplankton.
Pada stadium pupa tidak memerlukan makanan, karena pupa merupakan
stadium yang inaktif. Meskipun demikian, proses kehidupan tetap ada karena pupa
tetap memerlukan zat asam (O2) yang masuk ke dalam tubuhnya melalui corong
nafas. Stadium ini memerlukan waktu kira-kira 1-2 hari.
2.2. Survei Entomologi Malaria
2.2.1. Survei Nyamuk Anopheles Dewasa
Survei nyamuk Anopheles dewasa meliputi beberapa hal di bawah ini :
1. Penangkapan nyamuk dengan umpan orang (human bite).
2. Penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding rumah pada malam hari.
3. Penangkapan nyamuk di sekitar ternak pada malam hari.
4. Penangkapan nyamuk di dalam rumah atau bangunan lain pada malam hari.
5. Penangkapan nyamuk pada pagi hari di alam luar.
6. Penangkapan pagi hari di dalam rumah/bangunan lain dengan space spraying.
2.2.2 Survei Jentik a. Tujuan Survei Jentik
Tujuan dilakukan survei jentik adalah untuk mengetahui perilaku berkembang
biak dan inventarisasi tempat perindukan atau tempat berkembang biak nyamuk yang
Beberapa tujuan lain dalam melakukan survei jentik adalah :
1. Mengetahui habitat/breeding places dari suatu spesies
2. Mengetahui distribusi geografi dari spesies-spesies yang ada
3. Mengetahui hubungan larva dengan hewan atau tanaman air lainnya.
b. Alat/Bahan
1. Pipet larvae besar dan kecil.
2. dipper
3. vial/bottle
c. Cara Melakukan Survei Jentik
1. Pada setiap tempat masing-masing 1 m2 diambil 10 cidukan (bila arealnya luas
diambil beberapa sampel).
2. Penangkapan dengan menggunakan dipper : dilakukan pada berbagai macam
genangan air di daerah lokasi, misalnya sawah, rawa-rawa, pinggir-pinggir
parit, kubangan atau jejak kerbau, dll. Genangan air di sekitar rumah, misalnya
tempurung, bekas ban mobil, dll/
3. Larva di dipper diambil dengan pipet dan dipindahkan ke dalam vial (botol
kecil).
4. Vial diberi label sesuai dengan tempat dimana larvanya diambil: tanggal,
tempat, type tempat penangkapan, nama collector.
5. Selanjutnya akan diproses kemudian.
Survei dilakukan dengan menggunakan alat cidukan jentik. Kepadatan dapat
luasnya tempat perindukan serta penyebaran jentik. Dalam survei ini perlu dicatat
luas tempat perindukan, flora dan fauna yang ada, baik yang ada di tempat
perindukan maupun di sekitarnya.
2.2.3. Etiologi Malaria
Di Indonesia dikenal empat macam spesies parasit malaria yaitu :
1. Plasmodium Vivax sebagai penyebab Malaria Tertiana.
2. Plasmodium falciparum sebagai penyebab Malaria Tropika, yang sering
menyebabkan malaria otak dengan kematian.
3. Plasmodium malariae sebagai penyebab malaria Quartana.
4. Plasmodium ovale sebagai penyebab malaria ovale yang sudah sangat jarang
ditemukan (Depkes RI, 1999 ; Depkes RI, 2000).
2.2.3.1. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penyakit adalah manusia sebagai host intermidiate dan nyamuk
Anopheles betina yang infected sebagai host devinitive. Penyakit malaria ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang siap menularkan (infected) dimana
sebelumnya nyamuk tersebut telah menggigit penderita malaria yang dalam darahnya
mengandung gametosit (gamet jantan dan betina).
2.2.3.2. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada tubuh manusia (masa inkubasi intrinsik), yaitu waktu
manusia digigit nyamuk yang infected, dengan masuknya sporozoit, sampai timbul
untuk Plasmodium vivax, 28 hari untuk Plasmodium malariae, dan 17 hari untuk
Plasmodium ovale (Depkes, 2006).
2.2.3.3. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala klinis yang ditimbulkan penyakit malaria yang klasik adalah :
menggigil, demam (suhu antara 37,5 oC – 40 o
Pada penyakit malaria dengan komplikasi (malaria berat) gejala yang timbul
dapat berupa, gangguan kesadaran, kejang, panas tinggi hingga >40
C); dan berkeringat. Gejala lain yang
mungkin timbul adalah sakit kepala, mual atau muntah dan diare serta nyeri otot atau
pegal-pegal pada orang dewasa.
o
2.2.4. Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis Malaria
C, anemia, mata
dan tubuh menguning (ikterus), serta perdarahan hidung, gusi atau saluran
pencernaan, jumlah kencing berkurang (oliguri), muntah terus menerus sehingga
tidak dapat makan dan minum, warna urine seperti teh coklat tua sampai kehitaman
(black water fever), dan pernafasan cepat.
2.2.4.1.Siklus Hidup Plasmodium
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang hidup dan berkembangbiak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Species plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, P. vivax,
P. ovale dan P. Malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia
beberapa propinsi antara lain : Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua. P. ovale
pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.
2.2.4.2. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia
dan nyamuk anopheles betina.
1. Siklus Hidup pada Manusia (Aseksual)
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah selama
lebih kurang ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi
tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari
10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih
kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi
aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut
berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit, tergantung
eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel
darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina (Seksual)
Apabila nyamuk betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di
dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan melalui zigot.
Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk.
Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung
spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit
[image:56.612.112.528.555.627.2]dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria
Plasmodium