• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Praktik Klinis Fisioterapi.pdf"

Copied!
461
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

FISIOTERAPI

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA

The Indonesian Physiotherapy Association

Sekertariat : Jl Raya Serengseng No 8 E, Kembangan, Jakarta Barat 11630 Telp/fax : 021 5847248, Email : pp_ifi@yahoo.co.id, Website : www.ifi.or.id

(2)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | ii

KATAPENGANTAR

Salam Fisio

Puji syukur Alhamdulillah kami Panjatkan ke Hadirat Allah Tuhan yang Maha Esa atas segalarahmat dan karunia sehingga Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) dapat menerbitkan salah satu buku penting bagi Fisioterapi Indonsia sebagai profesi yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat .Buku ini adalah buku Panduan Pratik klinik Fisioterapi (PPK FT).

Sebagai profesi Fisioterapi Indonesia memiliki acuan baik dari sisi pertangung jawaban akademik maupun pertangggung jawaban praktik. Acuan itu adalah Standar Praktik Fisioterapi yang berisi standar kompetensi dan kode Etik profesi, Standar dan Pedoman Pelayanan serta Sumpah Profesi. Dengan Acuan ini maka Fisioterapi sebagai profesi dapat diukur dengan jelas .

Buku PPK FT ini adalah bagian tak terpisahkan dari lahirnya Permenkes no 65 thaun 2015 tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di sarana Kesehatan . Dengan Adanya buku PPK FT ini maka pelayanan Fisioterapi diseluruh Fasilitas Kesehatan di Indonesia akan terstandar . Dengan Demikian maka mutu dan keselamatan Pasien akan terjaga . Dengan menggunakan PPK maka setiap pelayanan Fisioterapi erdasar pada praktk terbaik dan parktik berdsar bukti. Implementasi PPK FT dalam pelayanan juga merupakan bukti bahwa pelayanan Fisioterapi di Indonesia sesuai dengan pendekatan Komite Akreditasi Rumah sakit yang berprinsip pada pelayanan yang berfokus pada pasien.

Buku PPK FT ini berisikan panduan praktik Fiioterapi dalam menangani klien gangguan gerak dan fungsi tubuh dalam lma bagian yaitu :

1. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Neurologi

2. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Ortopedik Muskuloskeletal 3. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Pediatri

4. Panduan Praktik Fisiterapi dalam Fisioterapi Olahraga

5. Panduan Praktif Fiisoterapi dalam Fisiterapi Kardio Respirasi Vaskuler

Perkembangan Pendekatan Fisioterapi dalam menangani gangguan gerak dan fungsi selalu berkembang dan menemukan bukti bukti baru , oleh karena itu buku PPK FT ini selalu akan berkembang dan disempurkan. Semoga bermanfaat

Jakarta, Februari 2017 Ikatan Fisioterapi Indonesia

Moh. Ali Imron, M.Fis Ketua umum

(3)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | iii

TIM PENYUSUN

Pengurus Pusat Ikatan Fisioterapi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Anak Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Neurologi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Kardiorespirasi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Ortopedik dan Muskuloskeletal Indonesia

(4)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL... i

KATA PENGANTAR………... ii

TIM PENYUSUN... iii

DAFTAR ISI ... iv

PEDIATRIC 1. Cerebral Palsy Diplegi... 2

2. Cerebral Palsy Hemiplegia ... 6

3. Cerebral Palsy Quadriplegi... 8

4. Cerebral Palsy Athetoid ... 12

5. Cerebral Palsy Ataxia ... 16

6. Autisme ... 20 7. Down syndrome ... 24 8. CTEV ... 27 9. CDH... ... 31 10. Genu Valgus ... 35 11. Genu Varum ... 38 12. Ankle Valgus... 42 13. Torticolis ... 45 14. Skoliosis... 48 15. DMA ... 52 16. Spina Bifida ... 59 17. ASD ... 62 18. Asma ... 65 19. Fraktur Humerus... 68

20. Fraktur Femur pada Bayi ... 70

(5)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | v

22. SCI ... 76

23. Flatfoot... 78

24. ADHD ... 81

25. Pneumonia ... 85

26. Tiptoe (Tip Toe Walking) ... 88

27. Bronkitis pada Anak... 91

28. Erb Palsy... 95

29. Kifosis... 99

30. Hiperlordosis ... 103

31. Sprain Ankle pada Pediatri ... 105

32. Klumpke ... 108

33. Ventrikel Septum Defek ... 111

34. Efusi Pleura ... 115

35. Arthrogryposis Multiplex Congenita (AMC) ... 118

36. Dandi Walker Syndrom ... 121

37. Post encephalitis ... 124 38. Strain Gastrocnemius ... 127 39. Tetralogi Of Fallot ... 131 40. Poliomyelitis... 135 41. Hidrosefalus ... 138 42. Microcephaly ... 142 Neuromuskular 1. Bell Palsy ... 147

2. Stroke Ischemic Hemipharase ... 150

3. Erb Palsy ... 153

4. Gullain Barre Syndrome ... 156

5. Poliomyelitis ... 159

6. Carpal Tunnel Syndrome ... 162

7. Stroke Hemoragic Hemiplegi ... 165

8. Vertigo Perifer ... 168

9. Thoracic Outlet Syndrome ... 170

10. Epilepsi ... 173

11. Distonia ... 176

(6)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | vi

13. Mielopati ... 181

14. Multiple Sclerosis ... 184

15. Ensefalitis Viral ... 187

16. Tetanus ... 190

17. Duchene Muscular Dystrophy ... 193

18. Sinus Tromboflebiti ... 196

19. Sindroma Tolosa-Hunt ... 198

20. Stroke Ischemic Paraplegi ... 200

21. Spinal Cord Injury ... 203

22. Amyotrophic Lateral Sclerosis ... 208

23. Cidera Nervus Ulnaris ... 213

24. Cidera Nervus Radialis ... 218

25. Neuralgia Trigeminal ... 221

26. Spinocerebellar Degeneration Desease (Ataxia) ... 225

27. Parkinson ... 226

28. Alzheimer... 231

29. Cervical Root Syndrome... 234

30. Meningitis ... 236 31. Miopati ... 239 32. Ischialgia... 241 33. Moyamoya syndrome... 244 34. Migrain Komplikata ... 247 35. Neuroblastoma ... 251 36. Asperger Syndrome ... 253 37. Myasthenia Gravis ... 255 38. Neroma Akustik ... 257 FISIOTERAPI KARDIOPULMONAL 1. Asthma Bronchial ... 260 2. Sinusitis... 267 3. Asthma Bronchiale ... 269

(7)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | vii

4. Penyakit Paru Obstruktif Kronis ... 277

5. Pneumonia………... 285 6. Emphysema... 290 7. Tuberkulosis (TBC) Paru... 293 8. Emboli Pulmonal ... 297 9. Efusi Pleura ... 299 10. Cystic Fibrosis... 302 11. Bronchopneumonia... 305 12. Bronchiectasis... 308 13. Hipertensi... 311 14. Diabetes Mellitus... 314

15. Chronic Rheumatic Heart Diseases... 317

16. Miokard Infark... 320

17. Congestive Heart Failure ... 321

18. Post-Op Coronary Artery Bypass Graft... 323

19. Varises…... 328

20. Lymphadema... 330

21. Respiratory Failure... 333

22. Pulmonary Heart Disease... 338

23. Kanker Paru... 343

24. Pasca Bedah Thoraks... 346

25. Obesitas... 349 26. Pneumothorax………... 352 27. Pericarditis …... 355 Muskulosekeletal 1. Frozen Shoulder ... 356 2. Tendopathy M. Supraspinatus ... 360

3. Tennis elbow (Epicondylitis lateralis) ... 362

4. Golfer‘s Elbow (Epicondylitis medialis) ... 365

5. De Quervain Syndrome ... 368

6. Trigger Finger... 371

(8)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | viii

8. Osteoarthrosis Hip Joint ... 378

9. Tension Type Headache... 381

10. Scoliosis ... 385

11. Disc Bulging Lumbal ... 389

12. Spondyloarthritis Lumbalis ... 393

13. Sacroiliac Joint Dysfunction ... 397

14. Plantar Fasciitis ... 400

15. Myofascial Pain Syndrome ... 403

16. Piriformis Syndrome ... 406

17. Plat Foot ... 409

18. Spondyloarthrosis Cervical ... 412

19. Carpal Tunnel Syndrome ... 416

20. Chondromalacia Patella ... 419 OLAHRAGA 1. Sprain Ankle ... 423 2. Shin Splints... 426 3. Tennis Elbow ... 428 4. Sprain ACL ... 431 5. Sprain MCL ... 434 6. Jumper‘s Knee ... 437 7. Condromalacia Patella ... 440 8. Meniscus Tears... 443 9. Internal Impingement ... 445

(9)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 1

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

FISIOTERAPI

PEDIATRIC

(10)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 2 PEDIATRIC

1. Cerebral Palsy Diplegi A. Cerebral Palsy Diplegi

 ICF : b7s7

 ICD-10 : G80.1

B. Masalah Kesehatan

 Definisi

- Menurut Bobath (1996), Cerebral Palsy adalah gangguan gerak dan postur yang terjadi karena adanya lesi pada saraf otak yang sedang berkembang (usia dibawah dua tahun) dan bersifat non progressif, sering disertai dengan gangguan sensomotor, gangguan kognitif, gangguan komunikasi dan gangguan belajar.

- Menurut Miller & Bachrach (1998), Diplegi adalah tipe dari cerebral palsy yang mengenai tungkai, dimana ektremitas atas lebih ringan dari pada ektremitas bawah

 Epidemiologi

Angka kejadian penderita CP, menurut studi kasus yang dilakukan para peneliti, terjadi pada 3,6 per 1.000 anak atau sekitar 278 anak. Studi kasus yang dilakukan di negara Georgia, dan Wisconsin menyebutkan angka yang cukup sama, yaitu 3,3 per 1.000 anak di Wisconsin, dan 3,8 per 1.000 anak di Georgia. Hingga saat ini, belum tersedia data akurat perihal jumlah penderita CP di Indonesia, diperkirakan terdapat sekitar 1-5 kasus per 1.000 kelahiran hidup.

Franky (1994) pada penelitiannya di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan bahwa 58,3 % penderita cerebral palsy yang diteliti adalah laki-laki, 62,5 % anak pertama, umur ibu semua dibawah 30 tahun, 87,5 % berasal dari persalinan spontan letak kepala dan 75 % dari kehamilan cukup bulan.

C. Hasil Anamnesis

Pasien berusia 5 tahun 5 bulan namun pasien belum bisa berdiri dan berjalan mandiri. Saat ini yang pasien dapat lalukan adalah merangkak namun dengan

(11)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 3 posisi yang belum sempurna. Proses kelahiran pasien cukup sulit karena pasien mengalami lilitan tali pusat sehingga ibu pasien mengalami kesulitan untuk melahirkan pasien. Saat lahir, usia kandungan pasien <32 minggu (premature) dan berat badan pasien <2.500 gr. Pada masa kehamilan ibu pasien tidak mengalami gangguan apapun.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Fisik: o Pemeriksaan tonus o Pemeriksaan antropometri o Pemeriksaan fungsi  Koginitif: a) Atensi b) Motivasi c) Emosi d) Komunikasi  Inspeksi a) Statis :  Trunk kifosis

 Saat supine knee flexi dan ankle plantar flexi b) Dinamis :

 Pasien mampu berpindah tempat dengan merangkak namun belum sempurna

 Saat diberdirikan knee flexi dan kakinya jinjit (ankle plantar flexi)

 Palpasi :

a) Suhu local pasien normal

 Adanya spasme pada otot sternocleidomastoideus serta adanya kontraktur pada knee

 Pemeriksaan Spastisitas dengan Asworth Scale:

Grup otot Kanan Kiri Grup otot Kanan Kiri

Abduktor Hip 2 2 Fleksor Knee 3 3

(12)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 4  P e m e ri k saan Kemampuan Motorik Kasar dengan GMFM

No Dimensi Score 1 A 84,31% 2 B 53,33% 3 C 40,47% 4 D 0% 5 E 0% Total 35,62%  Pemeriksaan Penunjang : a) MRI b) CT-Scan E. Penegakkan Diagnosis

1) Body Structure & Function :

 Spasme pada otot sternocleidomastoideus

 Kontraktur pada knee

 spastisitas pada lower extremity 2) Adanya Activity Limitation :

Tidak dapat berdiri dan berjalan mandiri 3) Participation Restriction :

Mengganggu aktivitas bermain 4) Diagnosis Fisioterapi :

Belum bisa berdiri dan berjalan mandiri karena adanya kontraktur pada knee dan spastisitas pada lower extremity sehingga mengganggu aktivitas bermain Endorotator Hip 1 1 Plantar Fleksor Ankle 3 3 Eksorotator Hip 1 1 Dorsal Fleksor Ankle 3 3

Fleksor Hip 3 3 Fleksor Trunk 3 3

(13)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 5 F. Rencana Penatalaksanaan

 Tujuan :

Memperbaiki aktifitas fungsional agar lebih mandiri

 Prinsip Terapi :

o Penurunan spastisitas pada lower extremity

o Fasilitasi pola-pola gerakan

o Edukasi : Mengajarkan cara menggunakan tangan dan kakinya dengan benar

 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis

G. Prognosis

60-80% bisa berjalan

H. Sarana dan Prasarana

a) Sarana : Bed, handuk, bench, meja dan mainan b) Prasarana : Ruangan Terapi

Referensi :

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(14)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 6 2. CP Hemiplegia A. CP Hemiplegia 1) ICF : b73 2) ICD-10-CM : G81 B. Masalah Kesehatan 1) Definisi

Cerebral palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non-progresif, gagguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak.

Hemiplegia pada bayi dan anak-anak adalah jenis cerebral palsy yang dihasilkan dari kerusakan pada bagian (belahan) otak yang mengendalikan gerakan otot. Kerusakan ini dapat terjadi sebelum, selama atau segera setelah lahir.

Cerebral palsy hemiplegia adalah sindrome yang paling umum pada anak-anak yang lahir sebelum waktunya (premature) dan frekuensi kedua hanya untuk diplegia antara bayi premature.

2) Epidemiologi

Angka kejadian penderita cp di beberappa negara menurut beberapa peneliti ditemukan angka yang bervariasi, 1,3 dari 1000 kelahirandi Denmark, 5 dari 1000 anak di Amerika Serikat dan 7 dari 100.000 kelahiran di Amerika.

C. Anamnesis

1) Bagian tubuh sebelah kanan nya kaku

2) Anak sudah lahir saat usia 7 bulan di kandungan 3) Saat ini usia anak 6 bulan belum bisa tengkurap

D. Pemeriksaan 1) pemeriksaan penunjang : CT-scan 2) pemeriksaan objektif : asworth scale E. Penegakkan diagnosa

(15)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 7 1) Body structure : adanya spasme otot karna peningkatan tonus otot-otot pada

tubuh bagian dextra

2) Body function : adanya spastisitas karna lesi pada UMN 3) Activity limitation : belum bisa tengkurap dan duduk mandiri

4) Participation restriction : tidak bisa mengexplore lingkungan sekitar nya.

F. Rencana pelaksanaan

1) Tujuan :

mobilitas postural, kontrol gerak dan menanamkan pola gerak yang benar 2) Prinsip latihan :

meningkatkan kempuan fungsional pasien agar kondisinya tidak memburuk. 3) Edukasi :

mendukung latihan anak dalam proses treatment, disarankan untuk tidak terlalu memanjakan anak, mengulangi latihan yang dilakukkan di klinik untuk mengurangi spastisitas.

4) Kriteria rujukan : dari dokter

G. Prognosis non progresif

H. Sarana dan prasarana

1) Sarana : seperangkat mainan anak 2) Prasarana: ruang fisioterapi anak

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(16)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 8 3. CP Quadriplegi A. CP Quadriplegi  ICF: s1, b1  ICD: G80.0 B. Masalah Kesehatan  Pengertian

Cerebral palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi secara permanen tetapi tidak mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif pada salah satu lesi atau banyak lokasi pada otak yang immatur.

CP Quadriplegia adalah suatu bentuk klinis yang ditandai dengan tonus otot yang meninggi serta keempat anggota tubuh terasa kaku terutama pada lengan sehingga mengalami gangguan pada bagian motorik dan terlambatnya perkembangan anak.

 Populasi

Di Indonesia, 1-5 dari setiap 1.000 anak yang lahir hidup dengan kondisi CP. Sedangkan di USA, ada kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir hidup. Di USA perkiraan prevalensi yang sedang atau berat antara 1,5-2,5/1000 kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang.

C. Hasil Anamnesis (subjective)

Saat ini di usia yang sudah 4 tahun, anak hanya bisa miring kiri dan miring kanan, itu pun hanya bisa sesekali dan tidak bisa mempertahankannya terlalu lama. Anak lahir secara normal tetapi di usia 6 bulan, ibu menyadari bahwa perkembangan anak terlambat karena anak hanya bisa terlentang. Saat hamil ibu rajin kontrol ke bidan setiap satu bulan sekali dan diberikan vitamin untuk menambah kalsium serta tidak pernah mengalami trauma dan pendarahan.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Kognitif

- Komunikasi : Kurang - Emosi : Baik

(17)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 9 - Atensi : Kurang

- Motivasi : Kurang 2) Pemeriksaaan Reflek

Merupakan salah satu komponen penentu prognosis berjalan. Pemeriksaan reflek meliputi reflek ATNR, STNR, Neck righting, extensor thrust, moro, parachute dan foot placement.

- ATNR : + - STNR : - - Neck righting : - - extensor thrust : - - moro : + - parachute : - - foot pacement : - 3) Pemeriksaan Fungsi Gerak

- Head control inadekuat - Forearm support tidak bisa - Hand support tidak bisa - Trunk asimetris

- Sitting balance tidak ada 4) Asworth Scale - Upper Extremity :  Dekstra : 2  Sinistra : 2 - Lower Extremity :  Dekstra : 3  Sinistra : 3 E. Penegakkan Diagnosis

 Body structure and function

- Adanya spastik pada keempat anggota tubuh - Adanya reflek primitif

- Adanya head control inadekuat - Trunk asimetris

(18)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 10 - Posisi hip semifleksi, adduksi dan endorotasi

 Activity limitation

- Klien tidak mampu melakukan aktivitas fungsional sesuai dengan usianya, seperti berguling, merangkak, berdiri dan berjalan secara mandiri.

 Partisipation restriction

a) Klien mengalami hambatan dalam bermain dengan teman seusianya.

F. Rencana Penatalaksaan

 Tujuan

- Mencegah deformitas - Memperbaiki postur

- Meningkatkan keseimbangan

- Meningkatkan kualitas hidup anak CP

 Prinsip Terapi

- Memelihara ROM

- Meningkatkan kemampuan fungsional

 Konseling-Edukasi

a) Latihan stimulasi taktil dan propioseptif b) Latihan aktifitas fungsional

 Kriteria Rujukan a) Dokter

b) Fisioterapis

G. Prognosis

Klien tidak dapat sembuh tetapi gejala dapat berkurang dengan di terapi.

H. Sarana dan Prasarana

 Sarana : Matras, handuk, meja kecil, bola dan mainan

 Prasarana : Ruangan

Referensi

(19)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 11 Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(20)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 12 4. CP Athetoid

A. Cerebral Palsy Athetoid 1) Kode ICF : b7s1 2) Kode ICD : G80.3

B. Masalah Kesehatan 1) Pengertian

Cerebral palsy adalah lesi otak non progresif yang terjadi sebelum, selama, atau segera setelah lahir yang menyebabkan kelainan fungsi neuromuskuler berupa abnormalitas tonus otot, gangguan koordinasi gerak otot disertai ketidakmampuan dalam mengontrol postur dan keseimbangan tubuh.

Pada Cerebral Palsy Athetoid terjadi gerakan-gerakan tidak terkontrol (unvoluntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan-gerakan tersebut tidak dapat dicegah sehingga mengganggu anak dalam setiap kegiatannya. Gerakan otomatis tersebut terjadi pada tangan, kaki, mata, bibir dan kepala.

2) Epidemiologi

Di Amerika, prevalensi penderita Cerebral palsy dari yang ringan hingga yang berat berkisar antara 1,5 samapi 2,5 tiap 1000 kelahiran hidup. Sedangkan di Indonesia, prevalensi penderita Cerebral Palsy diperkirakan sekitar 1-5 per 1000 kelahiran hidup dengan laki-laki lebih banyak dari perempuan.

Menurut Pearson (1985),7 orang per 1000 kelahiran 25% anak cerebral palsy dengan berat badan lahir <2500 gram. Untuk di Swedia dituliskan 36,4% tipe hemiplegi; 41,5% tipe diplegi; 7,3% tipe quadriplegi; 10% tipe athetosis; dan 5% tipe ataxia.

Berbagai penelitian mendapatkan bahwa prevalensi Cerebral Palsy adalah sekitar 2 per 1000 kelahiran hidup.Selama beberapa waktu, angka ini tidak mengalami banyak perubahan, walaupun terdapat kemajuan dalam bidang obstetric dan perawatan perinatal.Tidak menurunnya angka tersebut sebagian disebabkan oleh peningkatan jumlah bayi berat lahir rendah, seperti yang ditunjukkan oleh data mengenai peningkatan prevalensi diplegia Spastic pada anak-anak tersebut.Proporsi berbagai jenis Cerebral Palsy bervariasi dari satu

(21)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 13 laporan ke laporan lainnya.Sekitar 70% memiliki tipe Spastic; 15% atetoid, 5% ataksia, dan sisanya tipe campuran.

C. Anamnesis

Pasien anak usia 5 tahun sampai saat ini belum bisa rolling, merangkak dan duduk tapi hanya bisa posisi duduk jika didudukkan dan harus disangga karena sering jatuh. Pasien dulu lahir secara prematur dengan berat badan <2500 gram. Ibu tidak pernah mengalami masalah saat masa kehamilan. Anak pernah operasi di kepala untuk pembersihan bakteri di otak.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

 Cek Kognitif a) Motivasi : cukup b) Atensi : kurang c) Emosi : cukup d) Komunikasi : kurang  Inspeksi

a) Poor neck control

b) Saat bergerak terlihat lambat

c) Adanya gerakan tidak terkendali dan menggeliat d) Sulit untuk memegang benda

 Palpasi

a) Tonus otot cenderung hypotone

E. Penegakkan Diagnosis

 Activity limitation

Adanya gangguan berguling, merangkak, duduk dan bermain

 Body structure and body function

 Poor neck control

 Involunter movement

 Participation restriction

Tidak dapat bermian dengan teman-temannya

(22)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 14 Adanya gangguan berguling, merangkak, duduk dan bermain akibat poor neck control dan involuntary movement sehingga tidak dapat bermain bersama teman-temannya.

F. Rencana Penatalaksanaan

 Tujuan

Meningkatkan kemampuan fungsional sesuai dengan usia pertumbuhan

 Prinsip Terapi

- Menambah pengalaman sensorik dan propioseptif - Meningkatkan kemampuan koordinasi otot penggerak

 Edukasi

Mengajarkan anak untuk latihan koordinasi dengan menggunakan mainan seperti cone

 Kriteria Rujukan Dokter Spesialis Saraf

G. Prognosis

Prognosis pada pasien CP tergantung dari jenis dan berat ringannya gejala motorik dan adanya keluhan lain seperti epilepsi, gangguan pengelihatan, pendengaran, bicara dan retardasi mental. Prognosis yang paling baik didapat jika derajat fungsionalnya ringan dan semakin berat prognosisnya apabila disertai gejala lainnya. Kondisi ringan bisa berjalan dengan menggunakan alat bantu.

H. Sarana dan Prasarana

 Sarana : bed/matras, handuk, mainan penunjang aktivitas

 Prasarana :Ruangan fisioterapi yang di desain seperti ruang bermain dan nyaman untuk melakukan intervensi bagi anak.

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

(23)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 15 Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.

Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(24)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 16 5. Cerebral Palsy Ataxia

A. Cerebral palsy ataxia 1) ICD-10 : G80.4 2) ICF : b7s1

B. Masalah kesehatan

 Definisi

'Cerebral' - otak.

'Palsy' - dapat berarti kelemahan atau kelumpuhan atau kurangnya kontrol otot.

Oleh karena itu cerebral palsy dapat diartikan sebagai gangguan kontrol otot yang dihasilkan dari beberapa kerusakan bagian otak yang non-progresif. Cerebral palsy dapat terjadi sebelum, sesaat, dan setelah proses melahirkan.

Sedangkan ataxia sendiri merupakan gangguan perkembangan otak yang khususnya terjadi di cerebellum sehingga menyebabkan adanya gangguan koordinasi dan keseimbangan.

Jadi, cerebral palsy ataxia adalah gangguan non-progresif pada otak khususnya cerebellum yang terjadi baik sebelum, sesaat, dan sesudah proses melahirkan yang menimbulkan inkoordinasi gerak dan kurangnya kontrol postural sehingga anak mengalami gangguan keseimbangan dan berjalan.

 Epidemiologi

Di Amerika Serikat sekitar dua sampai tiga anak dari setiap 1.000 memiliki Cerebral Palsy (studi Amerika Serikat telah menghasilkan tarif serendah 2,3 per 1.000 anak sampai setinggi 3,6 per 1.000 anak-anak). Sekitar 8.000 hingga 10.000 bayi dan balita yang didiagnosis per tahun dengan Cerebral Palsy. Dan untuk cerebral palsy ataxia prevalensinya sebesar 2,4% dari banyaknya kasus cerebral palsy.

Menurut Pearson (1985), 7 per 1000 populasi 1,3 per 1000 kelahiran 25% anak cerebral palsy dengan berat badan lahir <2500 gram. Untuk di Swedia dituliskan 36,4% tipe hemiplegi, 41,5% tipe diplegi, 7,3% tipe Quadriplegi, 10% tipe athetosis, 5 % tipe ataxic.

Di Indonesia, angka kejadian cerebral palsy belum dapat dikaji secara pasti. Namun dilaporkan beberapa Instansi Kesehatan di Indonesia sudah

(25)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 17 bisa mendata di antaranya, YPAC cabang Surakarta jumlah anak dengan kondisi cerebral palsy pada tahun 2001 berjumlah 313 anak, tahun 2002 berjumlah 242 anak, tahun 2003 berjumlah 265 anak, tahun 2004 berjumlah 239 anak, sedangkan tahun 2005 berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan desember adalah berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan desember yaitu berjumlah 198 anak.

C. Hasil anamnesis

Pasien anak usia 2 tahun 6 bulan sampai saat ini masih belum bisa duduk secara mandiri, hanya bisa posisi duduk jika didudukkan, dan harus dibantu untuk menyangga tubuhnya karena sering jatuh. Ibu khawatir dengan kondisi anak karena sampai usia 2 tahun ini anak belum bisa duduk dan sangat sulit untuk tengkurap ataupun saat ingin mengambil mainan. Pasien ini dahulu lahir premature dengan berat badan lahir <2500 gram. Ibu tidak mengalami masalah saat masa kehamilan. Anak pernah mengalami demam tinggi sampai kejang.

D. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

 Hasil pemeriksaan fisik a) Hypotonus

b) Gangguan koordinasi c) Gangguan keseimbangan

 Pemeriksaan kognitif a) Atensi kurang konsisten b) Emosi stabil c) Motivasi baik d) Komunikasi bisa  Pemeriksaan penunjang a) Rontgen b) EEG c) MRI E. Penegakan diagnosis

(26)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 18

 Activity Limitation

Adanya gangguan berguling, duduk, dan bermain

 Body Structure and body function a) Tremor pada ekstremitas b) pandangan tidak menentu c) inkoordinasi kerja otot

d) terdapat titubasi pada kepala e) poor neck control

f) spastis pada lower extremity

 Participation restriction

Tidak dapat berinteraksi dengan keluarga dengan baik

 Diagnosa berdasarkan ICF

Adanya gangguan berguling, duduk, dan bermain akibat tremor pada ekstremitas, pandangan tidak menentu, inkoordinasi kerja otot titubasi pada kepala, poor neck control, dan spastis pada lower extremity sehingga tidak dapat berinteraksi dengan keluarga dengan baik.

F. Rencana penatalaksanaan

 Tujuan

Meningkatkan kemampuan fungsional sesuai dengan usia pertumbuhan

 Prinsip terapi

a) Menambah pengalaman sensorik dan proprioseptif

b) Meningkatkan kemampuan koordinasi otot penggerak maupun stabilisator c) Meningkatkan keseimbangan

d) Meningkatkan postural tone sesuai kebutuhan

 Konseling-edukasi

- Lebih sering diajak untuk beraktivitas sesuai dengan kemampuan usia tumbuh kembangnya.

- Lebih sering untuk beraktivitas dengan berbagai posisi seperti tidur, duduk, berdiri, ataupun berjalan, sesuai dengan kemampuannya

(27)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 19 - Beri kesempatan anak untuk mencoba melakukan sesuatu sesuai

kemampuannya, jangan terlalu sering dibantu namun tetap dalam pengawasan.

 Kriteria rujukan

Dokter spesialis saraf

G. Prognosis

Terapi yang dilakukan pada pasien CP Ataxia akan memberikan perbaikan kemampuan fungsional bukan kesembuhan. Perbaikan kemampuan fungsional pasien bergantung pada kognitif pasien yang meliputi atensi, motivasi, dan emosi dan kemampuan pasien sebelum diterapi.

H. Sarana dan prasarana

 Sarana: bed/matras, mainan penunjang aktivitasnya, handuk.

 Prasarana: ruangan

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(28)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 20 6. Autism A. Autisme 1) ICF : 2) ICD-10 : F84.0 B. Masalah Kesehatan o Definisi:

Autism spectrum disorder (ASD) adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan dalam keterampilan sosial dan komunikasi , melakukan gerakan yang berulang-ulang, dan perilaku stereotip (Marko, 2015). Selain itu anak dengan autisme memiliki ganguan pada motorik kasar dan motorik halus sehingga kemampuan gerakannya di bawah anak normal pada umumnya, diukur dari koordinasi, keseimbangan, kekuatan, kelincahan, serta kemampuan gerak baik statis maupun dinamis (Assjari, 2011)

o Prevalensi:

Menurut Maulana dalam Jurnal Rahmawati, Di dunia jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat diberbagai penjuru. Menurut penyelidikan di Amerika, autisme terjadi pada 10 anak dari 10.000 kelahiran. Kemungkinan terjadinya empat kali lebih sering pada bayi laki-laki dibanding bayi perempuan. Statistik bulan Mei 2004 di Amerika menunjukkan, satu di antara 150 anak berusia di bawah 10 tahun atau sekitar 300.000 anak-anak memiliki gejala autis. Dengan perkiraan pertumbuhan sebesar 10-17 persen per tahun, para ahli meramalkan bahwa pada dekade yang akan datang di Amerika akan terdapat 4 juta penyandang autis. Autisme terjadi di belahan dunia manapun. Tidak peduli pada suku, ras, agama, maupun status sosial (Rahmawati, 2015).

Di Indonesia sendiri belum ada data pasti berapa jumlah penyandang autis saat ini, namun terjadi peningkatan setiap tahunnya. Ketua Yayasan Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan yang luar biasa. Bila sepuluh tahun yang lalu jumlah penyandang autisme di Indonesia diperkirakan 1 : 5000 anak, sekarang meningkat menjadi 1 : 500 anak (Rahmawati, 2015).

(29)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 21 C. Hasil Anamnesis

Anak sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Tidak merespon orang lain ketika sedang asyik bermain sendiri. Takut mencoba mainan yang bergerak seperti kuda-kudaan atau ayunan. Anak cenderung pendiam dan kemampuan aktivitas fisiknya di bawah anak normal pada umumnya. Kalau berjalan atau berlari terkadang seperti sempoyongan, arahnya tidak lurus. Kesulitan fokus untuk belajar. Bicaranya kurang jelas.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang 1) Hasil pemeriksaan fisik:

a) Autism Behavior Checklist

 Moderat score = 56 b) One leg standing test :

 < 30 detik = Ada gangguan keseimbangan c) Tes kognitif  Atensi  Motivasi  Emosi  Komunikasi d) Tes fungsional

 Kesulitan melakukan aktivitas secara mandiri 2) Pemeriksaan Penunjang :

a) CT-Scan b) MRI

E. Penegakan Diagnosis Fisioterapi

o Activity limitation:

Kesulitan fokus belajar, kesulitan bermain yang memerlukan aktivitas fisik berat, kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

o Body structure and function:

Gangguan perkembangan saraf otak

(30)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 22 Kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.

o Diagnosa berdasarkan ICF:

Adanya kesulitan belajar, bermain, dan beraktivitas sehari-hari secara mandiri karena adanya gangguan perkembangan saraf otak sehingga kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungannya.

F. Rencana Penatalaksanaan

o Tujuan:

a) Anak dapat berjalan dan berlari dengan seimbang b) Anak berani untuk bermain mainan yang bergerak

seperti ayunan

c) Kognisi pada anak meningkat

d) Meningkatkan kemandirian anak dalam

beraktivitas sehari-hari.

o Prinsip terapi:

a) Melatih sensomotorik anak lewat permainan yang disesuaikan dengan usia anak untuk meningkatkan kemampuan motorik, keseimbangan, stabilisasi, dan koordinasi gerak.

b) Melatih kemampuan atensi, konsentrasi, pemahaman, dan memori pada anak.

o Konseling-edukasi :

Latihan dapat dilakukan di rumah oleh orang tua. Perhatian orang tua sangat diperlukan demi peningkatan kemampuan anak. Ajak anak untuk berkomunikasi dan ajak anakbermain di luar rumah untuk melatih adaptasi serta latihan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitar.

o Kriteria rujukan :

Rujukan dari dokter anak

G. Prognosis

Bisa mandiri jika ditangani sedini mungkin

H. Sarana dan prasarana

(31)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 23

 Matras

 Handuk

 Balance pad

 Papan titian

 Mainan yang dapat melatih kognisi

o Prasarana:

 Ruang latihan

 Taman bermain

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(32)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 24 7. Down Syndrom A. Down Syndrome 1) ICF : b7s7 2) ICD-10 : Q90 B. Masalah Kesehatan  Definisi

Down syndrome atau trisomy 21 adalah kelainan yang menyebabkan penderita mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya (lambat bicara, duduk, dan jalan), kecacatan (bentuk kepala datar, hidung pesek, dll) dan kelemahan fisik (mudah lelah dan sakit) serta memiliki IQ yang relative rendah dibandingkan dengan orang normal pada umumnya (25-70). Kelainan ini diakibatkan kromosom 21 berjumlah 3 (pada orang normal 2).

 Epidemiologi Down Syndrome

Down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik, seperti terlambat berdiri dan berlari. Hasil Observasi. Kondisi dan Perkembangan Anak Down Syndrome tahun 2013 mengatakan bahwa 73% dari anak-anak DS baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24 bulan. Dalam 17 tahun terakhir ini jumlah kelahiran down syndrome meningkat cukup pesat dengan perbandingan 1:700 dari kelahiran hidup(Clinic for Children). Saat ini jumlahnya masih belum diketahui pasti Diseluruh dunia jumlah mencapai 8.000.000 kasus. Sedangkan di Indonesia diperkirakan ada lebih dari 300.000 kasus (3.75%).

C. Hasil Anamnesis

1) Riwayat kelahiran karena ibu hamil di usia tua

2) Tidak mengalami kesulitan dalam aktivitas secara fisik namun biasanya mengalami gangguan berpikir dan kognisi

3) Cenderung hipersensitif karena mengalami gangguan taktil dan proprioceptif 4) Memiliki riwayat keluarga Down Syndrome (keturunan)

(33)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 25 D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang

:

1) Hasil Pemeriksaan Fisik :

o Kognitif

o Koordinasi

o Sensorik dan motorik

o Tonus otot

o LGS

o Fungsi gerak

2) Pemeriksaan Penunjang :

a) Ultrasonography (USG) untuk mengetahui kemungkinan ada kelainan pada bayi yang akan lahir, biasanya dilakukan saat usia kandungan memasuki 11-20 minggu.

b) Percutaneus Umbilical Blood Sampling (PUBS) untuk evaluasi terhadap fetus.

E. Penegakan Diagnosis Fisioterapi 1) Activity limitation:

Gangguan merangkak, duduk dan berjalan 2) Body structure and function:

Hipersensitif dan hipotonus pada UE dan LE 3) Participation restriction:

Aktivitas sehari-hari terganggu 4) Diagnosa berdasarkan ICF:

Adanya gangguan merangkak, duduk, berdiri dan berjalan yang disebabkan hipersensitiv dan hipotonus pada UE dan LE sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

F. Rencana Penatalaksanaan 1) Tujuan :

a) Untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan fungsional yang memungkinkan

(34)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 26 b) Untuk meningkatkan perkembangan si anak, kemampuan koordinasi,

kemampuan kognitif 2) Prinsip Terapi :

a) Klien mampu merangkak, duduk, berdiri dan berjalan dengan pola normal

3) Edukasi :

a) Latih duduk ke berdiri

b) Latih merambat dalam posisi berdiri

c) Ajak bermain ke pantai untuk merangsang taktil dan proprioceptif 4) Kriteria Rujukan :

a) Dari Dokter

G. Prognosis: Bisa mandiri

H. Sarana dan Prasarana

1) Sarana :

a) Ruang Fisioterapi 2) Prasarana :

a) Matras, b) Handuk,

c) Alat-alat yang akan dibutuhkan beserta mainan

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(35)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 27 8. Congenital Talipes Equines Varus (CTEV)

A. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV) 1) Kode ICF : b7s7

2) Kode ICD-10 : Q66.0

B. Masalah Kesehatan

 Definisi :

CTEV adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi adduksi, supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular, dan cuboid terrotasi ke arah medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen dan tendon yang dimana terjadi:

- Plantar flexi talocranialis karena M. Tibialis Anterior yang lemah.

- Inversi ankle karena M. Peroneus Longus, M. Peroneus Brevis dan M. Peroneus Tertius yang lemah

- Adduksi subtalar dan midtarsal.

 Prevalensi :

Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.

C. Hasil Anamnesis

1) Kelainan bentuk pada ankle yang cenderung ke arah dalam (inversi) 2) Memakai splint

3) Ada riwayat keluarga yang mengalami hal serupa

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang 1) Hasil Pemeriksaan Fisik

a) The Pirani Scoring System

Untuk identifikasi tingkatkeparahan dan memantau perkembangankasus CTEV selama koreksi dilakukan.Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing3 dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot,kategori terbagi menjadi tonjolan posterior/posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptinessof the heel (EH), dan derajat dorsofl

(36)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 28 eksi /degree of dorsifl exion (DF). Sedangkan untukkategori midfoot, terbagi menjadi kelengkunganbatas lateral/curvature of the lateral border(CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC)dan terpajannya kepala lateral talus/uncoveringof the lateral head of the talus (LHT). b) Curvature of the lateral border of the foot (CLB)

Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak melengkung menandakan terdapat kontraktur medial. Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di bagian lateral kaki. Skor

 0 : Batas lateral kaki tampak lurus, mulai dari tumit sampai ke kepala metatarsal ke lima.

 0.5 : Batas lateral nampak menjauhi garis lurus tersebut. Batas lateral yang tampak melengkung ringan (lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal)

 1 : Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas (kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid)

c) Medial crease of the foot (MC)

Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan memperlihatkan garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat menandakan adanya kontraktur di daerah medial. Pegang kaki dan tarik dengan lembut saat memeriksa. Lihatlah pada lengkung batas medial kaki.

Skor

 0 : Terlihat garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak mengubah kontur lengkung medial tersebut

 0.5 : Satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur lengkung medial

 1 : Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi kontur batas medial kaki

d) Posterior crease of the ankle (PC)

Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan memperlihatkan lipatan kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit

(37)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 29 yang lebih dalam menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa. Pemeriksa melihat ke tumit pasien.

Skor

 0 : Terlihat adanya garis-garis halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat meregang saat kaki dalam posisi dorsofleksi.

 0.5 : Satu atau dua lipatan kulit yang dalam. Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari tumit

 1 : Ditemukan lipatan kulit yang dalam di daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit

e) Lateral part of the Head of the Talus (LHT)

Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemeriksa dapat meraba kepala talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang navikular akan turun menutupi kepala talus, membuatnya menjadi lebih sulit teraba, dan akhirnya sama sekali tidak dapat teraba. Tanda “turunnya tulang navikular menutupi kepala talus” adalah ukuran besarnya kontraktur di daerah medial.

2) Hasil Pemeriksaan Penunjang a) CT-Scan

b) Rontgen

E. Penegakan Diagnosis Fisioterapi 1) Activity limitation:

Gangguan berdiri dan berjalan 2) Body structure and function:

Deformitas pada ankle 3) Participation restriction:

Aktifitas sehari-hari terganggu 4) Diagnosa berdasarkan ICF:

Gangguan saat berdiri dan berjalan karena deformitas pada ankle yang menyebabkan aktifitas sehari-hari terganggu.

(38)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 30 1) Tujuan

a) Agar bisa berdiri dengan posisi kaki yang normal b) Agar bisa berjalan dengan posisi kaki yang normal 2) Prinsip Terapi

- Mencegah deformitas pada ankle - Menambah ROM pada ankle

- Menambah kekuatan dari otot tungkai 3) Konseling dan Edukasi

a) Mencegah gerakan inversi dan merubahnya ke arah eversi b) Memposisikan ankle pada posisi yang benar

c) Memberi tahanan pada ankle supaya ankle selalu dalam posisi yang benar

4) Kriteria Rujukan

a) Dari Dokter Orthopedi

G. Prognosis

Prognosis akan baik jika ditangan dengan operasi reposisi

H. Sarana dan Prasarana 1) Sarana

a) Matras b) Handuk c) Mainan

b) Prasarana

a) Satu ruang terapi yang didesign seperti ruang bermain

Refrensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(39)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 31 9. ongenital Hip Dislocation (CHD)

A. Congenital Dislocation of Hip (CDH) 1) ICF : b7s7

2) ICD-10 : Q65 (Congenital Deformities of Hip)

B. Masalah kesehatan 1) Pengertian

CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam bahasa Indonesia adalah Dislokasi Panggul Kongenital, mempunyai istilah lain yang lebih baru yaitu DDH (Developmental Displacement of the Hip).

DDH merupakan kelainan kongenital dimana terjadi dislokasi pada panggul karena acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat seharusnya.

DDH mencakup subluksasi, dislokasi dan displasia (kegagalan pertumbuhan tulang acetabulum dan proximal femur). Dislokasi panggul adalah femoral head berada diluar dari acetabulum tetapi masih didalam kapsul. Subluksasi panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga atas dan masih bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil pada posisi fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul ekstensi dan adduksi. Saat panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan tulang femoral head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan menyebabkan displasia.

2) Epidemiologi

Insidensi dari Developmental Displacement pada panggul, adalah satu dalam seribu kelahiran. Lebih dari setengahnya mengalami kelainan bilateral. Pada bayi perempuan delapan kali lebih sering ditemukan mengalami kelainan ini dari pada bayi laki-laki. Lebih sering ditemukan pada bayi dengan riwayat keluarga positif dan riwayat kelahiran sungsang. Insiden meningkat pada kebiasaan membedong bayi yang menyebabkan panggul dalam posisi ekstensi dan asuksi. Mendekati garis tengah tubuh. Barlow melakukan studi bahwa lebih dari 60% dari instabilitas panggul menjadi stabil dalam waktu satu minggu, 88% menjadi stabil pada usia dua bulan dan 12% dengan instabilitas menetap. (Jurnal Skala Husada, 2012)

(40)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 32 C. Hasil Anamnesis

1) Jarang diketahui oleh orang tua secara dini, sehingga banyak pasien datang dengan usia 1 tahun ke atas.

2) Kelainan berjalan (tidak seimbang atau seperti pincang) 3) Bayi mengalami keterlambatan perkembangan

4) Kaki bayi sedikit pasif

5) Kaki yang mengalami gangguan pendek sebelah 6) Lipatan paha kanan dan kiri berbeda

7) Anak seperti menyeret kaki ketika mulai merangkak 8) Kelahiran bayi sungsang

9) Ibu biasa membedong bayi

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 1) Pemeriksaan Fisik

a) Tes Barlow

Suatu manuver yang bertujuan untuk menguji DDH dengan usaha mengeluarkan kaput femur dari acetabulum dengan melakukan adduksi kaki bayi dan ibu jari pemeriksa diletakkan dilipatan paha. Positif bila saat mengeluarkan kaput femur, teraba kaputnya oleh ibu jari pemeriksa dan ada bunyi 'klik'.

b) Tes Ortolani

Suatu manuver uji DDH dengan memasukkan kaput femur ke acetabulum dengan melakukan abduksi pada kaki bayi (gerakan ke lateral). Positif bila:

 Ada bunyi klik saat trokanter mayor ditekan ke dalam dan terasa caput yang tadi keluar saat tes Barlow masuk ke acetabulum.

 Sudut abduksi < 60 derajat (suspek DDH). Normalnya, sudut abduksi = 65 sampai 80 derajat.

c) Tanda Galeazzi

Fleksikan femur, dekatkan antara yang kiri dan kanan, lihat apakah lututnya sama panjang atau tidak. Positif bila tidak sama panjang.

(41)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 33 Anak berdiri 1 kaki secara bergantian. Saat berdiri pada kaki yang DDH (+), akan terlihat. Otot panggul abduktor (menjauhi garis tubuh). Normalnya, otot panggul akan mempertahankan posisinya tetap lurus. 2) Pemeriksaan Penunjang :

a) Rontgen : Terlihat miring yang berlebihan pada bagian asetabulum yang mengalami penulangan, ini merupakan indikasi dari dysplasia pada acetabulum, pergeseran ke atas dan ke samping dari femoral head. (Jurnal Skala Husada, 2012)

E. Penegakan Diagnosis 1) Activity Limitation

Tidak dapat berjalan seimbang

2) Body Function & Structure Impairment

Acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat seharusnya (dislokasi)

3) Participation Restriction

Adanya gangguan saat bermain dengan teman sebayanya 4) Diagnosa Fisioterapi

Tidak dapat berjalan seimbang akibat dislokasi acetabulum dan caput femur sehingga terdapat gangguan saat bermain dengan teman sebayanya.

F. Rencana penatalaksanaan 1) Tujuan

Berjalan dengan normal dan seimbang 2) Prinsip terapi

Prinsip umum terapi adalah mengembalikan panggul ke posisi semula dan mempertahankan posisi stabil hingga komponen dari panggul membaik dan panggul stabil dalam posisi menopang berat tubuh.

3) Konseling – edukasi

Perhatikan posisi kaki anak, posisi abduksi atau rotasi internal yang dipaksa (posisi katak), harus dihindari. Panggul dipertahankan pada posisi stabil yaitu fleksi sedikit abduksi, disebut juga posisi manusia oleh hip spica cast.

4) Kriteria rujukan

(42)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 34 G. Prognosis

Kondisi membaik

H. Sarana dan prasarana 1) Sarana :

2) Penggunaan traksi beberapa waktu, kemudian alat-alat operasi Prasarana :

Ruang Fisioterapi

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(43)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 35 10.Genu Valgus A. Genu Valgus 1) ICD : M21.06 2) ICF : s7b7 B. Masalah Kesehatan 1) Definisi Genu Valgus

Genu berasal dari Bahasa Latin yang berarti “lutut” dan valgus yang berarti mengarah keluar. Genu valgus (knock-lutut) adalah kelainan kaki bagian bawah umum yang biasanya terjadi pada balita, prasekolah dan usia awal sekolah. Dalam genu valgus, ekstremitas bawah berbalik ke dalam, menyebabkan munculnya lutut menjadi menyentuh sementara pergelangan kaki tetap terpisah. Seringkali orang tua mungkin telah memperhatikan lutut membungkuk (genu varum) ketika anak mulai berjalan, tetapi pada usia 3 tahun, anak telah berkembang dan lutut sudah mulai membentuk normal. Genu valgus yang paling parah pada usia 2-3 tahun tapi kemudian biasanya sembuh sendiri pada usia 7-8.

2) Epidemiologi Genu Valgus

Genu valgus ringan dapat dilihat pada anak-anak dari usia 2 sampai 5 tahun di mana anak-anak memiliki sudut genu valgus hingga 20 derajat. Genu valgus jarang memburuk setelah usia 7-8 tahun & seharusnya tidak lebih buruk daripada 12 derajat, jarak intermalleolar harus <8 cm. Kondisi ini bisa progresif atau memburuk dengan usia, terutama jika penyebabnya adalah penyakit, seperti riketsia.

C. Anamnesis

Sejak lahir, sang anak memiliki kelainan bentuk kaki. Awalnya orang tua pasien mengira seiring berjalannya usia, kaki anak akan berkembang dan mengarah ke normal. Akan tetapi setelah 3 tahun, kaki anak tidak mengalami perbaikan dan justru semakin memburuk. Akhirnya orang tua pasien membawa anaknya ke dokter dan dilakukan pemeriksaan MRI dan CT-Scan, lalu hasil diagnosa dari dokter adalah sang anak memiliki genu valgus yang idiopatik.

(44)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 36 Dokter menyarankan agar anak diberikan brace agar pola kaki tidak semakin memburuk dan menyarankan agar anak dibawa ke Fisioterapi.

D. Pemeriksaan

1) Pemeriksaan Anamnesis

a) Posisi kaki yang abnormal yaitu menjauhi garis tengah tubuh b) Pola jalan yang abnormal

c) Jarak antar malleolus 10 cm 2) Pemeriksaan penunjang

a) Setelah dilakukan MRI dan CT-Scan, terlihat bentuk kaki yang abnormal dan membentuk huruf X

E. Penegakan Diagnosa 1) Activity limitation

Kesulitan berjalan

2) Body structure and function Deformitas tibiofemoral 3) Participation restriction

Tidak bisa bermain bersama teman-temannya 4) Diagnosa

Kesulitan berjalan akibat adanya deformitas tibiofemoral sehingga pasien tidak bisa bermain bersama teman-temannya.

F. Rencana Penatalaksanaan 1) Tujuan

Mengembalikan pola berjalan normal. 2) Prinsip terapi

1) Butterfly stretch yaitu dengan duduk menyila dan lutut di stretch

2) Pasien posisi pronasi dengan bola padat berbentuk lonjong diletakkan di paha, lalu pasien melakukan roll up and down dengan dibantu oleh fisioterapis.

3) Edukasi

a) Menyarankan kepada keluarga pasien menggunakan brace pada pasien untuk mengurangi derajat kemiringan pada knee.

(45)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 37 b) Kriteria Rujukan : Dari Dokter

G. Prognosis

Prognosa terkoreksi apabila ditangani secepat mungkin.

G. Sarana dan Prasarana

1) Prasarana : Ruang Fisioterapi 2) Sarana

a) Matras

b) Bantal padat berbentuk lonjong c) Meja

d) Kursi

Referensi:

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(46)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 38 11. GENU VARUM A. Genu Varum  Kode ICF : b7s7  Kode ICD : M.21 B. Masalah Kesehatan 1) Pengertian Kasus

Genu varum adalah deformitas pada bagian proximal tibia yang menyebabkan kaki anak membentuk busur (Presentation, Diagnosis, & Tests, 2012). Pada dasarnya genu varum merupakan pertumbuhan normal pada anak-anak. Yang dimana pada umur 10- 14 bulan anak-anak biasanya mengalami genu varum pada awal masa anak akan memulai ambulasi sampai umur 20- 24 bulan, walaupun dengan sudut mencapai 30° ini akan dapat diperbaiki oleh perkembangan fisiologi normalnya . Karena setelah mengalami genu varum , anak-anak akan mengalami genu valgum sampai dengan umur 6 atau 7 tahun hingga sampai akhirnya akan horizontal kakinya. Genu varum yang abnormal ketika anak mencapai umur lebih dari 24 bulan dan tidak ada perubahan pada kakinya, atau tetap mengalami genu varum.

2) Prevalensinya

Prevalensi genu varum akibat kondisi pertambahan usia sangat sedikit. Prevalensi banyak terjadi karena adanya patologis lainnya seperti tibia vara (Blount), rakhitis dan dysplasia skeletal. Oleh karena itu genu varum banyak ditemukan pada Negara dengan kekurangan gizi dan akses medis yang terbatas.

(47)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 39 Pasien dengan genu varum biasanya terjadi karena kebiasaan anak yang akhirnya membentuk kaki menjadi genu varum seperti duduk dan tidur yang banyak mempertemukan kedua telapak kaki ataupun terjadi karena riwayat kehamilan dan melahirkan. Pasien dengan genu varum akan mengeluhkan nyeri pada lutut, mudah jatuh saat berjalan.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Fisik

a) Ukur tinggi badan dan berat badan

b) Cek posisi dan ukuran panggul, lutut dan kaki sesuai dengan umurnya c) Cek alignment pada kaki

d) Cek kesimetrisan kaki pada posisi frontal dan sagital e) Cek stabilitas ligament pada knee ( Valgus dan varus test) f) Gait analysis (Trendelenburg‟s Sign)

g) Ukur panjang intracondylar pada kaki, pada genu varum jarak kurang dari 6cm

h) Ukur Mechanical Axis Deviation (MAD) , dapat diukur dari titik tengah femoral head dan titik tengah lutut. Pada genu varum MAD berada di titik tengah dari lutut.

i) ROM Hip, Knee dan ankle 2) Pemeriksaan Penunjang

- X-ray - CT-Scan E. Diagnosis

1) Body Structure

Adanya misalignment pada kaki 2) Body Function

Pasien mengalami nyeri pada bagian lutut bagian luar 3) Activity Limitation

Pasien mengalami kesulitan berjalan 4) Participation Restriction

Pasien mengalami kesulitan melakukan aktifitas olahraga sepak bola

(48)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 40 Pasien mengalami nyeri dan kesulitan berjalan akibat ketidaksimetrisan pada kaki sehingga pasien mengalami gangguan dalam melakukan aktifitas olahraga seperti sepak bola.

F. Rencana Penatalaksanaan 1) Tujuan

a) Memperbaiki pola jalan pasien

b) Mengurangi nyeri yang disebabkan karena asimetris pada kaki 2) Prinsip Terapi

Memperbaiki alignment kaki pasien 3) Konseling-Edukasi

a) Edukasi keluarga pasien agar anak tidak tidur dan duduk dengan posisi kaki rotasi kearah luar (eksternal rotasi)

b) Edukasi keluarga pasien perkembangan dari kaki normal pada anak c) Kriteria Rujukan

Pasien memerlukan rujukan ke dokter bila :

 Abnormal endocrine (Ricket)

 Terdapat penyakit lainnya yang menyebabkan genu varum

 Progressive

 Jika metaphyseal/diaphseal lebih dari 15°

G. Prognosis

Sembuh dnegan baik jika dapat dideteksi dan ditangani secara dini

H. Sarana dan Prasarana

1) Sarana = Bed/ Matras, handuk , parallel bar untuk anak , KAFO 2) Prasarana = Ruang Fisioterapi yang didesain untuk anak-anak

Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

(49)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 41 Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(50)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 42 12. ANKLE VALGUS A. Ankle Valgus 1) Kode ICF : b710-b729, s75029 2) Kode ICD-9 : 754.60 B. Masalah Kesehatan  Pengertian

Kelainan yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, eversi dari tungkai, abduksi dari kaki depan, dan rotasi lateral dari tibia. Ankle valgus biasa disebut juga talipes valgus. Talipes berasal dari kata Talus yang berarti ankle (mata kaki) dan Pes yang berarti adanya kelainan pada kaki, dan valgus menunjukan karakterisktik pergelangan kaki yang membengkok ke luar.

 Prevalensi

Belum terdapat data prevalensi ankle valgus

C. Hasil Anamnesis (subjektif)

X berusia 3 tahun. Saat lahir, X dalam keadaan sungsang. Ada kelainan bentuk pada kedua ankle. Kedua ankle membengkok ke arah luar dan pada telapak kaki tidak ditemukan adanya cekungan, sehingga menyebabkan tungkai kaki berbentuk “x”. Hal ini menyebabkan adanya gangguan pola berjalan ketika X mulai tumbuh. X tidak pernah menggunakan alat bantu untuk kedua anklenya.

D. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang 1) Pemeriksaan fisik : a) Inspeksi :  Adanya flatfoot  Ankle eversi  Ankle valgus  Knee valgus

(51)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 43 b) Palpasi :

Adanya kontraktur pada ankle c) ROM :

 Pemeriksaan ankle pada posisi netral :

o Ankle Dorsiflexion 150 o Eversion 150

d) Gait Analysis :

 Ganguan pola berjalan

2) Pemeriksaan penunjang :

E. Penegakkan Diagnosis :

Gangguan pola berjalan dan keterbatasan ROM ankle karena ankle valgus sehingga menyebabkan anak kesulitan bermain dengan temannya

(52)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 44 F. Rencana Penatalaksanaan :

a. Tujuan : memperbaiki pola berjalan normal

b. Prinsip : menambah dan memperbaiki ROM, mencegah kontraktur ankle agar tidak semakin parah

c. Konseling-edukasi : menyarankan untuk menggunakan footwear dan orangtua diedukasikan untuk melakukan stretching ringan pada ankle.

d. Kriteria rujukan : jika sudah mengalami kontraktur disarankan untuk mendatangi dokter ortoped dan melakukan operasi

G. Prognosis :

Prognosis baik apabila segera dilakukan operasi untuk memperbaiki ankle yang mengalami kontraktur

H. Sarana dan prasarana : a. Sarana : a) Matras b) Handuk c) Mainan b. Prasarana : Ruangan terapi Referensi

Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(53)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 45 13. TORTIKOLIS A. Torticollis  ICD : M43.6  ICF : b7350 B. Masalah Kesehatan 1) Definisi Torticollis

Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana kepala miring kesisi yang terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan, yang disebabkan oleh pemendekan otot sternokleidomastoideus (Tandiyo, 2012).

2) Epidemiologi Torticollis

Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan kanada dilaporkan bahwa kasus post traumatik terjadi sekitar 10%-20%, sisanya idiopatik. Wanita memiliki angka kejadian 2 kali dibandingkan pria. Congenital muscular torticollis muncul pada kelahiran awal sekitar 0,4%.

C. Anamnesis

 Posisi kepala pada satu sisi dengan dagu mengarah pada sisi yang berlawanan

 Kekakuan pada otot-otot leher

 Trauma lokal pada jaringan leher sebelum atau saat persalinan saat letak kepala sungsang

 Persalinan dengan forceps

 Bengkak di sisi leher

 Kesulitan dalam menggerakan dan memiringkan kepala

D. Penegakan Diagnosa

Adanya keterbatasan LGS cervical akibat pemendekan dan spasme otot sternocleidomastoideus, dan spasme otot trapezius yang mengganggu aktivitas pasien

(54)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 46 E. Pemeriksaan

1) Pemeriksaan Penunjang

a) EMG : adanya kontraksi otot yang persisten pada otot leher termasuk m.sternocleidomastoideus, m.splenius capitus dan m.trapezius b) MRI/CT-Scan cervical vertebrae : harus dilakukan bila ada nyeri pada

leher

c) Pemeriksaan fungsi tiroid : hal ini harus dilakukan karena dapat saja terjadi perubahan pada tiroid yaitu hipertiroidisme. Beberapa pasien dapat saja memperlihatkan keadaan eutiroid.

2) Pemeriksaan Objektif

Palpasi otot sternocleidomastoideus, pengukuran ROM leher, PFGD (pasif, aktif, isometrik)

F. Rencana Penatalaksanaan

3) Tujuan :Meningkatkan LGS cervical

4) Prinsip Terapi :Mengurangi spasme otot trapezius dan otot sternocleidomastoideus

5) Edukasi :Pasif stretching dan relax passive movement 6) Kriteria Rujukan :Dari Dokter

G. Prognosis:

1) Prognosis tortikolis tergantung pada kelainan yang mendasarinya. Sebagian besar kasus tortikolis didapat (acquired) penyakit yang hilang sendiri (self-limited) dalam waktu 2 minggu.

2) Tortikolis spasmodik idiopatik (IST) secara bertahap dapat berkembang berbulan-bulan dan bahkan seumur hidup

H. Sarana dan Prasarana

1) Sarana : Ultrasound, TENS 2) Prasarana : Ruang Fisioterapi

Referensi

(55)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 47 Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin. 2012

Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994. Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.

Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD. 2001.

(56)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 48 14. SKOLIOSIS A. Skoliosis  ICD : M.41 B. Masalah Kesehatan : 1) Pengertian kasus :

Suatu kelainan perubahan bentuk tiga dimensi yang abnormal pada tulang belakang. Skoliosis juga ditandai dengan adanya lengkungan pada tulang vertebra di bidang frontal yang juga sering disertai dengan rotasi vertebra pada bidang transversal dan hypokyphosis pada bidang sagital. 2) Prevalensi

Prevalensi pada skoliosis jenis idiopatik tergantung pada kurva vertebra dan jenis kelamin dari pasienya, namun pada perempuan memiliki kurva yang lebih parah dari pada laki-laki. Jenis skoliosis idiopatik terbagi menjadi tiga yaitu, infantile skoliosis, juvenile skoliosis dan adolescent skoliosis. Adolescent skoliosis terjadi pada rentan usia 11-18 tahun dan telah terhitung tepatnya 90% dari idiopatic skoliosis.

C. Hasil Anamnesis:

1) Nyeri otot Lokal pada sisi kanan pungung disertai nyeri pinggang di sisi kiri 2) Nyeri local pada ligament

D. Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan penunjang

 Inspeksi :

- Shoulder kanan lebih tinggi dari yang kiri - Terdapat lengkungan pada vertebra - Hip kiri lebih tinggi dari pada hip lainya.

- Terdapat arm space yang tidak sama pada sisi kiri dan kanan

 Adam Foreward bend test :

Terdapat tonjolan pada permukaan punggung sisi kanan dan pinggang sisi kiri

(57)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 49 Ditemukan kurva 10 derajat setelah dilakukan cobb angle dari hasil pemeriksaan penunjung foto rontgent.

 Scoliometer :

Skoliometer digunakan untuk mengukur kesimetrisan dari trunk dan axial trunk rotation: pemeriksaan dilakukan pada tiga area:

- Upper Thoracic(T3-T4) : 10 drajat

- Main thoracic (T5-T12 ) : 5 drajat

- Thoraco lumbal area : 10 drajat

E. Penegakan Diagnosis

 Body structure: spine,

 Body function : sensasi nyeri pada punggung

 Activity limitation: hambatan bermain

 Participation Retstriction: tidak dapat mengikuti kegiatan lomba di sekolah

 Diagnosa: adanya keterbatasan bermain akibat adanya nyeri punggung pada vertebra karna skolisosis sehingga mengakibatkan anak tidak dapat mengikuti kegiatan lomba di sekolah.

F. Rencana Penatalaksanaan:  Tujuan a) Autocorrection 3D b) Coordination c) Equilibrium d) Ergonomy

e) Muscular endurance/ strength f) Neuromotorial control of the spine g) Increase of ROM

h) Respiratory capacity/ education i) Side-shift

j) Stabilisation

(58)

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 50 Konservatif 3 dimensi Scroth Method : Curve specific exercises dan correction breathing techniques . berfungsi untuk mengurangi rotasi dan kurva yang salah dari spine pada bidang sagital dan sambil mengelongasi spine.

P

ada kasus skoliosis ke kanan( fungsional 3-pola kurvanya terlihat ke kiri ) exercise yang dilakukan adalah power scroth (kanan). Correction bidang sagital.Pasien membutuhkan focus mengenai membangun kembali spinal simetri. Pendekatan posisi saat latihan adalah menggunakan pendekatan tahanan fungsional dan structural. Scroth therapy menggunakan prinsip over correction. Basic correction juga menggunakan bantuan cermin yang diletakan depan pasien. Pada latihan tersebut Postur akan membutuhkan konsentration dan koordinasi , dengan menerapkan correction breathing serta membutuhkan adaptasi dari muscle length dan muscle tension.

 Konseling/edukasi

Pasien di edukasi untuk konsisten mengikuti program latihan karena hal ini akan memberikan hasil yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan therapinya.

 Kriteria rujukan Dari rumah sakit

G. Prognosis.

Referensi

Dokumen terkait