• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multiple Sclerosis

Dalam dokumen Panduan Praktik Klinis Fisioterapi.pdf (Halaman 192-200)

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA

A. Multiple Sclerosis

 ICF : B410  ICD-10 : G35.0 B. Masalah Kesehatan  Definisi

Multiple Sclerosis merupakan suatu kelainan peradangan yang terjadi pada otak dan sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh banyak faktor, terutama focal lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi) dan berakibat pada kerusakan mielin dan akson.

Multiple sclerosis (MS) atau bisa juga disebut Diseminata encephalomyelitis adalah penyakit kronis pada sistem saraf pusat.Biasanya timbul dengan episodik neurologis defisit, yang, di dalam perjalanan penyakit selanjutnya, pasien cenderung untuk tidak sembuh sepenuhnya, dan meninggalkan sisa defisit neurologis yang semakin parah dan dapat menyebabkan cacat semakin parah.

 Epidemiologi

Di Eropa utara, Amerika Utara, dan Australasia, sekitar satu dari 1000 warga negara menderita sklerosis ganda, sementara di jazirah Arab, Asia, dan Amerika Selatan, persentasenya jauh lebih rendah. Di Afrika sub-Sahara, multiple sclerosis sangat jarang.Dengan beberapa pengecualian, ada gradasi utara-selatan di belahan bumi utara dan gradasi selatan-utara di belahan bumi selatan, dengan multiple sclerosis lebih jarang di sekitar khatulistiwa.Insiden multiple sclerosis di daerah beriklim sedang adalah empat sampai enam kasus baru per 100 000 orang per tahun dan prevalensi lebih besar dari 100 per 100 000.Multiple sclerosis sangat umum ditemukan di daerah Eropa Utara, Swiss, Rusia, utara Amerika Serikat, Kanada bagian selatan, Selandia Baru, dan barat daya Australia. Umur dan gender juga sering kali menjadi faktor resiko dari penyakit ini. Pada wanita terkena sekitar empat kali lebih sering dari pria.Serangan awal biasanya terjadi dalam dekade kedua atau ketiga, jarang pada anak atau orang dewasa yang lebih tua.

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 185 C. Hasil Anamnesis

Wanita dengan usia 35 tahun mengeluh kesemutan dan merasakan baal, penglihatan kabur, merasa lelah dan berat pada satu tungkai dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju dan pengontrolan kurang sekali.

D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Fisik - Inspeksi

Didapatkan pasien mengalami batuk dan peningkatan produksi sputum serta sesak napas.

- Palpasi

Didapatkan taktil fremitus seimbang pada kanan dan kiri - Perkusi

Didapatkan adanya suara resonan pada seluruh lapang paru - Auskultrasi

Didapatkan bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun.

 Pemeriksaan Penunjang : MRI

 Penegakan Diagnosis

- Activity Limitation : - Sulit berjalan

- Sulit mengontrol gerakan - Body Structure &Function : - spastik

- Kelemahan anggota gerak - Tremor

- Gangguan mobilisasi

- Participation Restriction : - Mengganggu aktivitas bekerja

- Diagnosis Fisioterapi : Sulit berjalan dan mengontrol gerakan karena adanya spastik dan kelemahan anggota gerak sehingga mengganggu aktivitas bekerja

E. Rencana Penatalaksanaan

 Tujuan : Memperbaiki aktivitas fungsional

 Prinsip Terapi : - Perbaikan fungsi koognitif - Peningkatan anggota gerak

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 186

 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis F. Prognosis

Rata-rata umur panjang dalam populasi dengan multiple sclerosis sangat sulit untuk memperkirakan karena itu bervariasi banyak dari pasien ke pasien.Rata-rata lamanya 25-35 setelah diagnosis multiple sclerosis.Beberapa penyebab paling umum kematian pada pasien multiple sclerosis adalah komplikasi sekunder yang dihasilkan dari imobilisasi, infeksi saluran kemih kronis, menelan dan bernafas.

G. Sarana dan Prasarana

 Sarana : Bed,

 Prasarana : Ruangan Terapi H. Referensi

Link H, Huang YM (2006). "Oligoclonal bands in multiple sclerosis cerebrospinal fluid: an update on methodology and clinical usefulness". J. Neuroimmunol.

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 187 15. ENSEFALITIS VIRAL A. Ensefalitis Viral  ICF : B415  ICD-10 : G 05 B. Masalah Kesehatan  Definisi

Ensefalitis Viral merupakan Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.

 Epidemiologi

Insiden ensefalitis pada anak-anak 0,5 : 100.00, berdasarkanpenelitian Kelly TA dkk diperoleh insiden ensefalitis lebih sering terjadi padaanak laki-laki usia <4 tahun dengan presentase kejadian 62,5 %. Sesuai pada kasus ini telah dilaporkan anak laki-laki usia 11 bulan. Berdasarkan JournalNeurosurgery Psychiatry dan Pedoman Pelayanan medis IDAI, manifestasi klinisyang menyertai ensefalitis adalah, demam tinggi, sakit kepala, depresi statusmental, tanda neurologis pada wajah, dengan tipe kejang umum atau fokal,penurunan kesadaran dan sering disertai leukositosis pada pemeriksaan darah.

Di indonesia Japanese B encephalitis telah banyak dilaporkan, baik secara klinis, serologis,maupun isolasi virus. Gejala ensefalitis tidak dipengaruhi oleh jenis kuman penyebab, karenasemua manifestasi penyakit yang ditimbulkan oleh berbagai kuman adalah sama. Hanyadapat dibedakan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.

C. Hasil Anamnesis

Seorang anak dengan usia 11 bulan mengalami kejang dan demam. Sebelumnya ketika umur 7 bulan pernah mengalami demam tinggi dan kejang 2 kali dalam 24 jam, kejang hanya pada tangan dan kaki kiri.Anak juga mengalami penurunan kesadaran.Beberapa hari sebelum kejang, anak mengalami batuk dan pilek.

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 188 D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Fisik - Vital Sign

o Heart Rate : 120 kali/menit o Respiratory Rate : 46 kali/menit

o Suhu : 37,5ºC

- Koginitif

Komunikasi : Cukup baik Atensi : Cukup baik Motivasi : Cukup baik Emosi : Cukup baik Problem solving : Kurang

 Pemeriksaan Penunjang : -

 Penegakan Diagnosis

- Activity Limitation : - Sulit makan

- Body Structure &Function : - epilepsi - Demam - Participation Restriction : - Sulit bermain

 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam makan karena adanya epilepsy dan demam sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bermain.

E. Rencana Penatalaksanaan

 Tujuan : Mengembalikan keceriannya

 Prinsip Terapi : - Mencegah kejang

- Mencegah demam tinggi

 Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang

 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf F. Prognosis

Mortalitas pada ensefalitis viral non herpes bervariasi dari sangat rendah (misalnya ensefalitis EBV) sampai sangat tinggi (misalnya ensefalitis Eastern equine). Ensefalitis rabis juga berakibat fatal. Mortalitas pada HSE yang tidak diterapi berkisar 70% dan kurang dari 3% yang dapat kembali normal.Pada analisis retrospektif pasien dengan HSE, hanya 16% pasien yang tidak diterapi dapat bertahan hidup.Diagnosis

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 189 dini dengan acuclovir menurunkan mortalitas hingga 20 – 30%. Pada pasien yang mendapat terapi acyclovir dalam penelitian NINAID-CASG, 26 dari 32 (81%) pasien dapat bertahan hidup dan disabilitas neurologi yang serius melibatkan hampir separuh pasien yang bertahan. Pasien tua dengan tingkat kesadaran yang rendah (GCS 6 atau kurang) memiliki prognosis yang paling buruk. Pasien muda (usia 30 atau kurang) dengan fungsi neurologis yang baik pada permulaan terapi acyclovir memiliki prognosis yang baik (hampir 100% bertahan hidup dan lebih dari 60% memiliki sedikit atau tanpa gejala sisa). Hiperperfusi unilateral persisten pada SPECT juga memiliki prognosis yang jelek.

G. Sarana dan Prasarana

 Sarana : Bed, Nebulizer

 Prasarana : Ruangan Terapi, Toilet H. Referensi

Pudjiaji AH, Hegar Badriul, Handryastuti S, dkk. Ensefalitis

dalam:Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI.2010. 67-69

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 190 16. Tetanus A. Tetanus  ICF : B420  ICD-10 : A 35 B. Masalah Kesehatan  Definisi

Tetanus merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksinyang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid).Penyakit sistem saraf yang berlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiper refleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan.

 Epidemiologi

Pada tahun 2007.Filipina dan Indonesia mencatatkan jumlah kasus tetanus neonatorum tertinggi di antara 8 negara ASEAN dengan kasus terjadi di Indonesia dan 121 kasus terjadi di Filipina.Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk, angka tertinggi kasus tetanus neonatorum terjadi di Kamboja.Indonesia menduduki urutan ke-5 sebanyak 175 kasus dengan angka kematian.

C. Hasil Anamnesis

Seorang laki-laki dengan usia17 tahun pasien mengeluh susah membuka mulut,klien mengeluh mual dan badannya terasa lemas. Keluarga pasien mengatakan dua hari sebelum masuk rumah sakit klien jatuh dari sepedamotor dan menabrak gerobak bakso kemudian pasien terluka di daerah dagukarena besi gerobak bakso dan luka bercampur dengan pasir tanah. Keluarga pasien mengatakan satu hari sebelum masuk rumah sakit klien susah membuka mulut, kaku, nyeri leher dan punggung. D. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Fisik - Vital Sign

- Blood Preasue : 110/70 mmHg o Heart Rate : 72 kali/menit o Respiratory Rate : 24 kali/menit

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 191

 Pemeriksaan sistem pencernaan

Terdapat reflek menelan dan mengunyah walau tidak optimal karena kekakuanotot, tidak ada pembesaran tonsil, warna kulit pada abdomen rata, bentukabdomen datar dan teraba lembut, tidak terdapat distensi abdomen, terdapat mual dan bising usus 6 x/menit terpasang selang NGT.

 Pemeriksaan Penunjang : EKG

 Penegakan Diagnosis

- Activity Limitation : - Sulit menelan

- Body Structure &Function : - Hipotonus - Spasme otot - Nyeri - Kejang - Participation Restriction :

 Diagnosis Fisioterapi : Kesulitan dalam makan karena adanya epilepsy dan demam sehingga mengganggu aktivitasnya dalam bermain.

E. Rencana Penatalaksanaan

 Tujuan : Mengembalikan aktivitasnya

 Prinsip Terapi : - Mencegah kejang

- Mencegah demam tinggi

 Edukasi : Menghindari hal hal yang menyebabkan kejang

 Kriteria Rujukan : Dokter spesialis saraf

F. Prognosis

Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%.Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik.Jika gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan menjadi buruk.

G. Sarana dan Prasarana

 Sarana : Bed, Nebulizer

Panduan Praktik Klinis Fisioterapi | 192 H. Referensi

Atkinson, William (2012). Tetanus Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases.Public Health Foundation.

Ajayi, E, Obimakinde, O. (2011). "Cephalic tetanus following tooth extraction in a Nigerian woman". J Neurosci Rural Pract

Dalam dokumen Panduan Praktik Klinis Fisioterapi.pdf (Halaman 192-200)

Dokumen terkait