• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nama petani : ………. Usia : ………tahun

Jenis kelamin : L / P

(lingkari salah satu)

Alamat rumah : Kp……….……….….,Rt…….. Rw…….. Desa………... Kegiatan keseharian : ……….

Tingkat pendidikan : SD / SMP / SMA / S1/S2/S3

(lingkari salah satu)

Luas lahan total :………...m2 Luas lahan pertanian :………...m2 Luas lahan tadah hujan (%) : ……….. 2=……….% Luas lahan irigasi (%) : ……….. 2 =……….% Kepemilikan ternak : u ggas/do ba/sapi/kerbau/…………..

(lingkari salah satu)

Tanaman budidaya : ……….. Penjelasan secara singkat tipe tanah yang ada di lahan

Tipe tanah

Karakteristik tanah (warna, tekstur, drainase,

kesuburan)

Tanaman

Perubahan kualitas tanah selama 10

tahun terakhir?

Menurut anda apa yang dimaksud dengan kualitas tanah? (misal: apakah tanah ini bagus?)

………

Karakteristik apa saja yang dapat digunakan untuk melihat tanah tersebut mempunyai kualitas tanah yang bagus atau buruk? (Urutkan dari yang terpenting sampai yang tidak)

Menurut anda apa yang dimaksud dengan A. Perbaikan kualitas tanah

………..………

B. Penurunan kualitas tanah

………..………

Apakah anda pernah melakukan perbaikan lahan dalam 10 tahun terakhir ini?Alasannya kenapa?

………

Apakah anda mengetahui cara cara mengukur kualitas tanah?

………

Jika anda mengetahui, cara apa yang pernah anda pakai?

………

Jika terdapat alat untuk mengetahui kualitas tanah, apa pendapat anda: (lingkari salah satu a/b)

1. Pengguna

a. Petani bisa menggunakannya

b. Cukup petugas pertanian saja yang menggunakannya 2. Harga

a. Harganya mahal b. Harga bukan masalah 3. Bahan baku

a. Mudah didapat

b. Bukan pertimbangan utama 4. Hasil

a. Mudah dimengerti

b. Hanya dimengerti petugas 5. Waktu hasil

a. Diketahui dengan segera b. Lama tidak masalah 6. Tujuan

a. Memberi rekomendasi

b. Hanya memberi tahu bahwa tanah telah terdegradasi atau tidak 7. Training

a. Perlu adanya training untuk petani b. Tidak perlu training

8. Bahasa

a. Bahasa Indonesia / Sunda b. Bahasa Inggris

9. Jenis kelamin

a. Laki laki dan perempuan harus bisa menggunakan b. Tidak harus keduanya, mungkin hanya salah seorang saja

TISNA PRASETYO. Soil Quality Assessment for Vegetable Management Practice with KMnO4 Oxidizable Method. Under direction of ANAS

DINURROHMAN SUSILA, and SYAIFUL ANWAR.

A simple method of estimating biologically active soil organic carbon (SOC) can accelerate determination of soil quality related to soil organic matter (SOM) content. Changes in biologically active SOC can be used in evaluating the impact of vegetable management and other agricultural practices on soil quality. Regional estimates of SOC changes can only be obtained by analyzing very large number of samples over large areas due to the strong spatial variability in SOC contents. Visible and Near Infrared Spectroscopy (VNIRS) provides an alternative to chemical analyses. The benefits of this technique include a reduction of the sampling processing time, an increase of the number of samples that can be analyzed within time and budget constraints, hence an improvement of the detection of small changes in SOC stocks for a given area. This study report on a highly simplified method in which neutral dilute solutions of potassium permanganate (KMnO4) reacts with most of the active fractions of SOM,

changing the deep purple color of the solution to a light pink color. Pearson correlation was used to compare laboratory and field-kit protocol with other soil quality indicators. Results from the laboratory and field-kit protocols were nearly identical (r=0.99, R2=0.98), not significant t test, not different CV (range 10- 14%), and not different coefficient of correlation.

Key words: soil quality, active soil organic carbon, potassium permanganate, vegetable management practice.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya tanaman sayuran merupakan salah satu sistem pertanian yang diusahakan secara intensif untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk. Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen produksi yaitu dengan penambahan input produksi, pemupukan, pengolahan tanah, pengairan, dan pengapuran. Sebagian besar pengelolaan lahan yang diterapkan petani saat ini sangat intensif seperti penambahan pupuk sintetis, pengolahan tanah intensif, dan pemanfaatan lahan untuk sayuran secara terus menerus. Pengelolaan ini dapat berdampak buruk terhadap kesuburan lahan, disisi lain petani kurang memperhatikan perbaikan lahan budidaya sayuran baik dengan penambahan bahan amelioran maupun bahan organik.

Teknologi produksi tanaman berkembang sangat pesat sehingga hasil produksi meningkat tajam, akan tetapi tidak semua manajemen produksi yang telah diterapkan akan berkorelasi positif dengan daya dukung lingkungan. Pada tanaman sayuran, pengolahan lahan pertanian yang intensif menyebabkan penurunan produktivitas lahan, pencucian hara, erosi yang tinggi, dan berkurangnya bahan organik tanah (Russel et al. 2006; Nissen & Wander 2003). Beberapa permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama, diprediksikan kondisi lahan sayuran tersebut akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot 2000).

Sistem pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kualitas tanah sebagai tempat tumbuh tanaman. Doran dan Parkin (1994) menyatakan bahwa kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem dalam mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan makhluk hidup. Secara umum, terdapat tiga makna pokok dari definisi kualitas tanah yaitu produksi berkelanjutan, artinya seberapa tinggi kemampuan tanah dalam meningkatkan produksi dan tahan terhadap bahaya erosi. Makna ke dua yaitu peningkatan mutu lingkungan, artinya tanah diharapkan mampu dalam mengurangi pencemaran air

tanah, udara, penyakit dan kerusakan lingkungan sekitarnya. Makna ke tiga adalah untuk kesehatan makhluk hidup.

Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator- indikator kualitas tanah. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah tersebut (NRCS USDA 2001). Menurut Sikora et al. (1996) bahan organik tanah (BOT) merupakan salah satu indikator penting kualitas tanah. Karbon organik tanah (C) merupakan bagian yang dominan dalam BOT yaitu ± 58% berat tanah, sehingga dapat digunakan sebagai alat interpretasi dalam penilaian kualitas tanah. Perubahan kecil pada C akibat perubahan pengolahan tanah dapat dinyatakan secara tepat dampaknya pada tanah dan mempengaruhi beberapa proses mikroba, degradasi lahan, dan erosi, sehingga berpengaruh terhadap kualitas tanah.

Siklus C menunjukkan bahwa hasil mineralisasi bahan organik dapat terlepas kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2 (Stevenson 1994). Karbon

organik tanah merupakan penyusun penting BOT sehingga terlepasnya C mengakibatkan rendahnya kandungan BOT yang selanjutnya berdampak pada rendahnya kesuburan tanah. Degradasi lahan pertanian akibat pengelolaan lahan pertanian yang kurang baik merupakan salah satu penyebab tingginya laju pelepasan C ke atmosfir. Untuk itu C digunakan sebagai indikator utama dalam penentuan kualitas tanah karena peranan C yang sangat besar di bidang pertanian. Perlengkapan penilaian kualitas tanah di lapang secara kualitatif telah dikembangkan oleh USDA NRCS yaitu Soil Health Assessment Card dan secara kuantitatif yaitu Soil Quality Test Kit (NRCS USDA 1998). Menurut Liebig et al. (1996) dan Steven et al. (2008) beberapa perlengkapan di lapang tersebut tidak dapat mengukur beberapa fraksi C aktif. Kandungan C total dapat ditentukan di laboratorium dengan metode wet acid dicrhomate oxidation (Walkley & Black 1974), CO2 yang dilepas diukur dengan cara dry combustion (seperti LECO Corp.

CHN Analyzer). Beberapa studi menggunakan spectrometer dengan metode oksidasi telah dilakukan di laboratorium untuk mengukur C aktif tanah dan menunjukkan hasil yang relevan dalam pengukuran C aktif tanah (McCarty & Reeves. 2001; McCarty et al. 2002; Martin et al. 2002).

Metode terbaru yang dilakukan peneliti dalam penilaian kualitas tanah secara mudah dan cepat adalah dengan memperkirakan kandungan C aktif dengan metode C teroksidasi KMnO4 (potassium permanganate) (Weil et al. 2003).

Prinsip dasar metode ini adalah dengan melihat peluruhan warna hasil konversi dari Mn7+ ke bentuk Mn2+ pada saat direaksikan dengan tanah. Kandungan C aktif dilihat dengan cara mengukur absorban larutan tersebut.

Perumusan Masalah

Permasalahan pertanian di kecamatan Nanggung yaitu tingginya erosi lahan pertanian di Daerah Aliran Sungai (DAS), pengolahan lahan yang intensif tanpa adanya perbaikan tanah oleh petani, dan pemanfaatan lahan hutan sebagai sistem agroforestri yang tidak terkelola dengan baik. Beberapa permasalahan tersebut diduga menyebabkan terjadi penurunan kesuburan lahan pertanian dan kualitas tanah, akan tetapi indikator kesuburan yang menurun tersebut perlu dibuktikan lebih jauh dengan diadakannya penelitian. Penilaian kualitas tanah dengan menggunakan metode cepat belum pernah dilakukan di Kecamatan Nanggung. Penilaian kualitas tanah secara cepat dan mudah di lapang perlu dilakukan untuk melihat pengaruh sistem budidaya sayuran terhadap kandungan C, kualitas tanah, dan keberlanjutan sistem pertanian tersebut. Metode sederhana dan mudah dilakukan di lapang yang digunakan untuk memperkirakan kandungan C adalah metode karbon teroksidasi KMnO4.

Tujuan Penelitian Studi ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menerapkan metode karbon teroksidasi KMnO4 sebagai metode penilaian

kualitas tanah pada berbagai manajemen produksi sayuran

2. Mengevaluasi hubungan manajemen produksi dengan kandungan karbon aktif tanah sabagai indikator kualitas tanah

Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Petugas pertanian mampu menggunakan metode penilaian kualitas tanah yang cepat, mudah, dan sederhana di lapang

2. Peneliti mendapatkan data dan menyimpulkan dampak pengelolaan lahan yang tidak tepat terhadap kualitas tanah pada lahan pertanian sayuran 3. Petani mengetahui dan mampu menerapkan perbaikan pengelolaan lahan

Dokumen terkait