• Tidak ada hasil yang ditemukan

Soil Quality Assessment for Vegetable Management Practice with KMnO4 Oxidizable Method

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Soil Quality Assessment for Vegetable Management Practice with KMnO4 Oxidizable Method"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

TEROKSIDASI KMnO4 (

POTASSIUM PERMANGANATE)

TISNA PRASETYO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Penilaian Kualitas

Tanah pada Produksi Tanaman Sayuran dengan Metode Karbon Teroksidasi

KMnO4 (Potassium Permanganate) adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Tisna Prasetyo

(3)

TISNA PRASETYO. Soil Quality Assessment for Vegetable Management Practice with KMnO4 Oxidizable Method. Under direction of ANAS

DINURROHMAN SUSILA, and SYAIFUL ANWAR.

A simple method of estimating biologically active soil organic carbon (SOC) can accelerate determination of soil quality related to soil organic matter (SOM) content. Changes in biologically active SOC can be used in evaluating the impact of vegetable management and other agricultural practices on soil quality. Regional estimates of SOC changes can only be obtained by analyzing very large number of samples over large areas due to the strong spatial variability in SOC contents. Visible and Near Infrared Spectroscopy (VNIRS) provides an alternative to chemical analyses. The benefits of this technique include a reduction of the sampling processing time, an increase of the number of samples that can be analyzed within time and budget constraints, hence an improvement of the detection of small changes in SOC stocks for a given area. This study report on a highly simplified method in which neutral dilute solutions of potassium permanganate (KMnO4) reacts with most of the active fractions of SOM,

changing the deep purple color of the solution to a light pink color. Pearson correlation was used to compare laboratory and field-kit protocol with other soil quality indicators. Results from the laboratory and field-kit protocols were nearly identical (r=0.99, R2=0.98), not significant t test, not different CV (range 10-14%), and not different coefficient of correlation.

(4)

TISNA PRASETYO. Penilaian Kualitas Tanah pada Produksi Tanaman Sayuran dengan Metode Karbon Teroksidasi KMnO4 (Potassium Permanganate).

Dibimbing oleh ANAS D SUSILA dan SYAIFUL ANWAR.

Teknologi produksi tanaman berkembang sangat pesat sehingga hasil produksi meningkat tajam, akan tetapi tidak semua manajemen produksi yang telah diterapkan akan berkorelasi positif dengan daya dukung lingkungan. Pada tanaman sayuran, selain permasalahan pupuk, pengolahan lahan pertanian yang intensif menyebabkan penurunan produktivitas lahan, pencucian hara, erosi yang tinggi juga menyebabkan penurunan produktivitas, pemadatan tanah, dan berkurangnya bahan organik tanah. Beberapa permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang sangat lama, diprediksikan kondisi lahan sayuran tersebut akan mengalami degradasi lahan atau tidak berkelanjutan.

Bahan organik tanah (BOT) merupakan salah satu indikator penting kualitas tanah. Karbon organik tanah (C) merupakan bagian yang dominan dalam BOT yaitu ± 58% berat, sehingga dapat digunakan sebagai interpretasi dalam penilaian kualitas tanah. Perubahan kecil pada C akibat perubahan pengolahan tanah dapat dinyatakan secara tepat dampaknya pada tanah dan mempengaruhi beberapa proses mikroba, degradasi lahan, dan erosi, sehingga berpengaruh terhadap kualitas tanah.

Metode terbaru yang dilakukan peneliti dalam penilaian kualitas tanah secara mudah dan cepat adalah dengan memperkirakan kandungan C aktif dengan metode C teroksidasi KMnO4 (potassium permanganate). Prinsip dasar metode ini

adalah dengan melihat peluruhan warna hasil konversi dari Mn7+ ke bentuk Mn2+ pada saat direaksikan dengan tanah. Kandungan C aktif dilihat dengan cara mengukur absorban larutan tersebut.

Penilaian kualitas tanah secara cepat dan mudah di lapang perlu dilakukan untuk meneliti pengaruh sistem budidaya sayuran yang dikembangkan oleh petani terhadap kandungan C, kualitas tanah, dan keberlanjutan sistem pertanian tersebut. Metode sederhana dan mudah dilakukan di lapang yang digunakan untuk memperkirakan kandungan C adalah metode karbon teroksidasi KMnO4.

Studi ini dilakukan dengan tujuan menerapkan metode karbon teroksidasi KMnO4 sebagai metode penilaian kualitas tanah pada berbagai manajemen

produksi sayuran dan mengevaluasi hubungan manajemen produksi dengan kandungan karbon organik tanah sebagai indikator kualitas tanah.

(5)

dalam tanah tersebut. Ketersedian bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti jenis komoditi tanaman sayuran, manajemen pengelolaan lahan, kelembaban, oksigen, pH tanah, hara, vegetasi, bahan induk tanah, dan topografi.

Hasil analisis kandungan C aktif di beberapa desa di Kecamatan Nanggung mempunyai sebaran yang luas antara 250 - 750 C mg kg-1. Sebaran yang luas ini digunakan untuk analisis korelasi dan regresi metode pengukuran C aktif. Hasil analisis korelasi Pearson pada menunjukkan kedua metode mempunyai hubungan yang signifikan pada taraf 5% (r = 0.99). Hasil analisis regresi didapat model Lab = 40.12 + 0.94 x field, dimana sebanyak 98% keragaman hasil pengukuran C aktif yang dikerjakan di laboratorium (C aktif-LAB) dapat dijelaskan dengan cara pengukuran C aktif yang dikerjakan di lapang (C aktif-FIELD). Tingkat hubungan yang erat (r=0.99) dan koefisien determinasi yang tinggi (R2=0.98) pada model tersebut merupakan salah satu indikator bahwa kedua metode tersebut mempunyai hasil pengukuran yang tidak berbeda.

(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang mendasar IPB

(7)

TEROKSIDASI KMnO4 (

POTASSIUM PERMANGANATE)

TISNA PRASETYO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Tisna Prasetyo, SP

NRP : A252074011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr Ir Anas D. Susila, MSi Dr Ir Syaiful Anwar, MSc Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga

atas karunia-Nya karya ilmiah dengan judul PPeenniillaaiiaann KKuuaalliittaass TTaannaahh ppaaddaa

P

Prroodduukkssii TTaannaammaann SSaayyuurraann ddeennggaann MMeettooddee KKaarrbboonn TTeerrookkssiiddaassii KKMMnnOO44

(

(PPoottaassssiiuumm PPeerrmmaannggaannaattee)) ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini

dilakukan pada bulan April - Juni 2009 di Kecamatan Nanggung, Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Anas D. Susila, MSi dan Dr

Ir Syaiful Anwar, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan

sumbang saran dan bimbingannya sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada United State Agency for

International Development (USAID) dan Sustainable Agriculture and Natural

Resources Management Collaborative Research Support Program

(SANREM-CRSP) atas pendanaan penelitian ini melalui program Agroforestry and

Sustainable Vegetable Production in Southeast Asia Watershed. Penulis juga

mengucapkan terimakasih kepada Dr Peter Motavali selaku soil quality cross-

cutting project advisor dan Ms. Bunjirtluk Jintaridth selaku mahasiswa Ph.D

Universitas Missouri atas partnership dalam penelitian ini. Ucapan terimakasih

juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, adik, serta seluruh keluarga, atas segala

doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur pada tanggal 25 September 1984

sebagai anak sulung dari pasangan Suratno dan Suwanti. Pendidikan sarjana

ditempuh di Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, lulus pada tahun

2006. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studi di Mayor Agronomi dan

Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana

diperoleh dari USAID melalui kerjasama SANREM-CRSP dengan IPB.

Penulis bekerja sebagai asisten lapang kegiatan kerjasama

SANREM-CRSP dengan IPB sejak tahun 2007 – 2009 di Kecamatan Nanggung, Bogor.

Selanjutnya penulis bekerja sebagai staf di University Farm IPB dan sebagai

(12)

i

Siklus Hara dan Siklus Karbon ... 6

Konsep Kualitas Tanah ... 7

Interview dengan petani ... 14

Penilaian Kualitas Tanah... 14

Pembuatan larutan stok ... 14

Pembuatan dan penentuan kurva standar ... 15

Pengambilan sampel tanah ... 15

Perbandingan warna larutan ... 16

Pencatatan absorban ... 16

Perbandingan Metode Pengukuran ... 20

Pengujian Metode Pengukuran ... 22

(13)

ii

Halaman 1 Perbedaan metode pengukuran C aktif di lapang

dan di laboratorium ... 20

2 Uji t pada dua metode pengukuran C aktif ... 22

3 Perbandingan koefisien keragaman pada dua metode pengukuran

C aktif ... 22

4 Perbandingan koefisien korelasi dua metode pengukuran C aktif

berdasarkan variabel analisis tanah ... 23

5 Kelompok manajemen produksi sayur yang dilakukan petani

di Kecamatan Nanggung ... 24

6 Kelas kualitas tanah berdasarkan warna larutan KMnO4 ... 25

7 Interpretasi kelas kualitas tanah berdasarkan desa, ketinggian,

dan jenis tanaman ... 24

(14)

iii

Halaman 1 Diagram alir kegiatan penelitian ... 14

2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah

di Kecamatan Nanggung ... 19

4 Hubungan ketinggian lokasi dengan peningkatan C aktif ... 28

3 Sebaran nilai C aktif menggunakan metode C aktif-FIELD

(15)

iv

Halaman 1 Jenis komoditi dan kelas kualitas tanah berdasarkan lokasi ... 41

2 Data iklim di Kecamatan Nanggung tahun 2008 ... 43

3 Hubungan antara kandungan C aktif tanah

dengan karakteristik sifat tanah yang lain ... 44

4 Hasil analisis tanah dan pengukuran C aktif di laboratorium tanah Universitas Missouri, analisis kerapatan jenis

di laboratorium IPB, dan pengukuran C aktif di lapang ... 45

5 Kurva standar KMnO4 ... 48

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Budidaya tanaman sayuran merupakan salah satu sistem pertanian yang

diusahakan secara intensif untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk.

Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen produksi

yaitu dengan penambahan input produksi, pemupukan, pengolahan tanah,

pengairan, dan pengapuran. Sebagian besar pengelolaan lahan yang diterapkan

petani saat ini sangat intensif seperti penambahan pupuk sintetis, pengolahan

tanah intensif, dan pemanfaatan lahan untuk sayuran secara terus menerus.

Pengelolaan ini dapat berdampak buruk terhadap kesuburan lahan, disisi lain

petani kurang memperhatikan perbaikan lahan budidaya sayuran baik dengan

penambahan bahan amelioran maupun bahan organik.

Teknologi produksi tanaman berkembang sangat pesat sehingga hasil

produksi meningkat tajam, akan tetapi tidak semua manajemen produksi yang

telah diterapkan akan berkorelasi positif dengan daya dukung lingkungan. Pada

tanaman sayuran, pengolahan lahan pertanian yang intensif menyebabkan

penurunan produktivitas lahan, pencucian hara, erosi yang tinggi, dan

berkurangnya bahan organik tanah (Russel et al. 2006; Nissen & Wander 2003).

Beberapa permasalahan tersebut apabila berlangsung dalam jangka waktu yang

sangat lama, diprediksikan kondisi lahan sayuran tersebut akan mengalami

degradasi lahan atau tidak berkelanjutan (Addiscot 2000).

Sistem pertanian berkelanjutan sangat erat kaitannya dengan kualitas tanah

sebagai tempat tumbuh tanaman. Doran dan Parkin (1994) menyatakan bahwa

kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai

batas ekosistem dalam mendukung produktivitas biologi, mempertahankan

kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan makhluk hidup. Secara umum,

terdapat tiga makna pokok dari definisi kualitas tanah yaitu produksi

berkelanjutan, artinya seberapa tinggi kemampuan tanah dalam meningkatkan

produksi dan tahan terhadap bahaya erosi. Makna ke dua yaitu peningkatan mutu

(17)

tanah, udara, penyakit dan kerusakan lingkungan sekitarnya. Makna ke tiga adalah

untuk kesehatan makhluk hidup.

Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis

indikator-indikator kualitas tanah. Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau

proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah

tersebut (NRCS USDA 2001). Menurut Sikora et al. (1996) bahan organik tanah

(BOT) merupakan salah satu indikator penting kualitas tanah. Karbon organik

tanah (C) merupakan bagian yang dominan dalam BOT yaitu ± 58% berat tanah,

sehingga dapat digunakan sebagai alat interpretasi dalam penilaian kualitas tanah.

Perubahan kecil pada C akibat perubahan pengolahan tanah dapat dinyatakan

secara tepat dampaknya pada tanah dan mempengaruhi beberapa proses mikroba,

degradasi lahan, dan erosi, sehingga berpengaruh terhadap kualitas tanah.

Siklus C menunjukkan bahwa hasil mineralisasi bahan organik dapat

terlepas kembali ke atmosfir dalam bentuk CO2 (Stevenson 1994). Karbon

organik tanah merupakan penyusun penting BOT sehingga terlepasnya C

mengakibatkan rendahnya kandungan BOT yang selanjutnya berdampak pada

rendahnya kesuburan tanah. Degradasi lahan pertanian akibat pengelolaan lahan

pertanian yang kurang baik merupakan salah satu penyebab tingginya laju

pelepasan C ke atmosfir. Untuk itu C digunakan sebagai indikator utama dalam

penentuan kualitas tanah karena peranan C yang sangat besar di bidang pertanian.

Perlengkapan penilaian kualitas tanah di lapang secara kualitatif telah

dikembangkan oleh USDA NRCS yaitu Soil Health Assessment Card dan secara

kuantitatif yaitu Soil Quality Test Kit (NRCS USDA 1998). Menurut Liebig et

al. (1996) dan Steven et al. (2008) beberapa perlengkapan di lapang tersebut tidak

dapat mengukur beberapa fraksi C aktif. Kandungan C total dapat ditentukan di

laboratorium dengan metode wet acid dicrhomate oxidation (Walkley & Black

1974), CO2 yang dilepas diukur dengan cara dry combustion (seperti LECO Corp.

CHN Analyzer). Beberapa studi menggunakan spectrometer dengan metode

oksidasi telah dilakukan di laboratorium untuk mengukur C aktif tanah dan

menunjukkan hasil yang relevan dalam pengukuran C aktif tanah (McCarty &

(18)

Metode terbaru yang dilakukan peneliti dalam penilaian kualitas tanah

secara mudah dan cepat adalah dengan memperkirakan kandungan C aktif dengan

metode C teroksidasi KMnO4 (potassium permanganate) (Weil et al. 2003).

Prinsip dasar metode ini adalah dengan melihat peluruhan warna hasil konversi

dari Mn7+ ke bentuk Mn2+ pada saat direaksikan dengan tanah. Kandungan C aktif dilihat dengan cara mengukur absorban larutan tersebut.

Perumusan Masalah

Permasalahan pertanian di kecamatan Nanggung yaitu tingginya erosi

lahan pertanian di Daerah Aliran Sungai (DAS), pengolahan lahan yang intensif

tanpa adanya perbaikan tanah oleh petani, dan pemanfaatan lahan hutan sebagai

sistem agroforestri yang tidak terkelola dengan baik. Beberapa permasalahan

tersebut diduga menyebabkan terjadi penurunan kesuburan lahan pertanian dan

kualitas tanah, akan tetapi indikator kesuburan yang menurun tersebut perlu

dibuktikan lebih jauh dengan diadakannya penelitian. Penilaian kualitas tanah

dengan menggunakan metode cepat belum pernah dilakukan di Kecamatan

Nanggung. Penilaian kualitas tanah secara cepat dan mudah di lapang perlu

dilakukan untuk melihat pengaruh sistem budidaya sayuran terhadap kandungan

C, kualitas tanah, dan keberlanjutan sistem pertanian tersebut. Metode sederhana

dan mudah dilakukan di lapang yang digunakan untuk memperkirakan kandungan

C adalah metode karbon teroksidasi KMnO4.

Tujuan Penelitian Studi ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menerapkan metode karbon teroksidasi KMnO4 sebagai metode penilaian

kualitas tanah pada berbagai manajemen produksi sayuran

2. Mengevaluasi hubungan manajemen produksi dengan kandungan karbon

(19)

Manfaat Penelitian Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Petugas pertanian mampu menggunakan metode penilaian kualitas tanah

yang cepat, mudah, dan sederhana di lapang

2. Peneliti mendapatkan data dan menyimpulkan dampak pengelolaan lahan

yang tidak tepat terhadap kualitas tanah pada lahan pertanian sayuran

3. Petani mengetahui dan mampu menerapkan perbaikan pengelolaan lahan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Produksi Tanaman

Kajian penting dalam ilmu agronomi untuk meningkatkan produksi

tanaman melalui beberapa strategi, yaitu perbaikan kualitas benih, rekayasa

genetika, aplikasi zat pengatur tumbuh, dan teknologi pemupukan. Selain

beberapa bidang ilmu tersebut, kegiatan agronomi lain yang masih diterapkan

untuk meningkatkan produksi seperti kegiatan pengolahan tanah, dan penambahan

bahan organik. Kemajuan teknologi untuk meningkatkan produksi tanaman harus

disinergikan dengan konservasi lingkungan tumbuh tanaman tersebut. Daya

dukung lingkungan sebagai penunjang tanaman harus tetap terjaga dengan baik

dan sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud (Andrews et al. 2004).

Teknologi pertanian tanpa olah tanah merupakan hal yang jarang dilakukan

di daerah pertanian di Indonesia, biasanya hanya pada perkebunan skala besar.

Pada produk pertanian tanaman pangan dan sayuran, justru kegiatan pengolahan

tanah ini mendapat porsi yang besar. Pengolahan tanah yang terlalu intensif

menyebabkan erosi dan dampak negatif terhadap keseimbangan biologi lainnya.

Hasil penelitian Nissen dan Wander (2003) menunjukkan bahwa tanpa olah tanah

mengurangi kehilangan N lewat pencucian, meningkatkan kapasitas pengambilan

hara N. Hasil penelitian itu juga menambahkan bahwa aplikasi bahan organik

dapat meningkatkan kualitas tanah.

Rotasi tanaman mempunyai efek positif terhadap indikator kualitas tanah.

Total C organik merupakan indikator yang sangat sensitif, juga menunjukkan

perbedaan pengukuran dan penilaian yang signifikan pada lokasi dengan tingkat

rotasi tanaman yang berbeda (Karlen et al. 2006)

Ancaman degradasi fungsi tanah bisa terjadi seiring dengan kegiatan

pemupukan sintetis yang tidak terkendali. Hasil penelitian Russel et al. (2006)

menunjukkan bahwa penambahan pupuk N yang bersumber dari bahan sintetis

secara signifikan berpengaruh terhadap rendahnya pH tanah (0- 15cm kedalaman)

dan rendahnya pertukaran Ca, Mg, dan K serta kapasitas tukar kation pada sistem

(21)

Siklus Hara dan Siklus Karbon

Hubungan tanah, tanaman, hara dan air merupakan bagian yang paling

dinamis dalam ekosistem. Tanaman menyerap hara dan air dari dalam tanah untuk

dipergunakan dalamproses-proses metabolisme dalam tubuhnya. Sebaliknya

tanaman memberikan masukan bahan organik melalui serasah yang tertimbun di

permukaan tanah berupa daun dan ranting serta cabang yang rontok. Bagian akar

tanaman memberikan masukan bahan organik melalui akar-akar dan tudung akar

yang mati serta dari eksudasi akar. Bahan organik yang ada di permukaan tanah

ini dan bahan organik yang telah ada di dalam tanah selanjutnya akan mengalami

dekomposisi dan mineralisasi dan melepaskan hara tersedia ke dalam tanah.

Penyediaan hara secara terus menerus melibatkan juga masukan dari hasil

pelapukan mineral tanah, aktivitas biota, dan transformasi lain yang ada di biosfir,

lithosfir dan hidrosfir (Hairiah 2002).

Hara hasil mineralisasi dari bahan organik tanah (BOT), mineral tanah dan

dari pemupukan memasuki pool hara tersedia dalam tanah. Hara tersedia

selanjutnya dapat diserap oleh tanaman, atau mengalami imobilisasi karena

adanya khelat oleh bahan organik tanah atau mineral tanah. Hara tersedia yang

berada di dalam larutan tanah dapat terangkut oleh pergerakan air tanah keluar

dari jangkauan perakaran tanaman sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman.

Dengan kata lain hara tersebut telah mengalami pencucian (leaching). Beberapa

hara terutama dalam bentuk anion sangat lemah diikat oleh partikel liat dan

memiliki tingkat mobilitas tinggi (misalnya nitrat), sehingga hara ini mudah

mengalami pencucian. Beberapa hara dalam bentuk kation (misalnya kalium),

gerakannya sangat ditentukan oleh kapasitas pertukaran tanah (Hairiah 2002).

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan akhir-akhir ini, ada 3 proses

utama yang terlibat dalam siklus hara : 1) Fiksasi N dari udara: peningkatan

jumlahN hasil penambatan dari udara bila tanaman legume yang ditanam, 2)

Mineralisasi bahan organik: peningkatan jumlah hara dari hasil mineralisasi

serasah dan dari pohon yang telah mati, 3) Penyerapan ulang hara: peningkatan

jumlah serapan hara dari lapisan bawah oleh akar pepohonan yang menyebar

(22)

erosi dengan jalan memperlambat laju aliran permukaan dan meningkatkan air

infiltrasi karena adanya perbaikan porositas tanah (Hairiah 2002).

Sebagian besar CO2 di udara dipergunakan oleh tanaman selama

fotosintesis dan memasuki ekosistem melalui serasah tanaman yang jatuh dan

akumulasi C dalam biomasa (tajuk) tanaman. Separuh dari jumlah C yang diserap

dari udara bebas tersebut diangkut ke bagian akar berupa karbohidrat dan masuk

ke dalam tanah melaui akar-akar yang mati. Terdapat 3 pool utama pemasok C ke

dalam tanah yaitu: 1) tajuk tanaman pohon dan tanaman semusim yang masuk

sebagai serasah dan sisa panen; 2) akar tanaman, melalui akar-akar yang mati,

ujung-ujung akar, eksudasi akar dan respirasi akar; 3) biota. Serasah dan akar akar

mati yang masuk ke dalam tanah akan segera dirombak oleh biota heterotrop, dan

selanjutnya memasuki pool bahan organik tanah. Sedangkan kehilangan C dari

dalam tanah dapat melalui a) respirasi tanah, b) respirasi tanaman, c) terangkut

panen, d) dipergunakan oleh biota, e) erosi (Hairiah 2002).

Konsep Kualitas Tanah

The Soil Science Society of America (1984) mendefinisikan kualitas tanah

sebagai sifat yang melekat pada tanah yang diketahui dari karakteristik tanah atau

observasi langsung (seperti kepadatan, dan kesuburan). Kualitas tanah secara

sederhana difokuskan atau disamakan dengan produktivitas tanah. Beberapa sifat

fisik, kimia, dan biologi berinteraksi secara kompleks untuk menunjukkan

kemampuan potensial tanah pada produksi berkelanjutan. Integrasi dari faktor

faktor pemacu pertumbuhan yang menjadikan tanah produktif sering dimaksudkan

sebagai “kualitas tanah”. Tanah bertindak sebagai filter lingkungan akibat

kehilangan yang tidak diinginkan dari unsur unsur padat maupun gas dari udara

dan air. Walaupun tidak diketahui dengan baik, kualitas tanah juga merupakan

aturan penting untuk tanaman yang sehat dan kualitas gizi dari pangan yang

dihasilkan.

The Rodale Institute Research Center mensponsori workshop pada Juli

1991 untuk mendiskusikan sifat dari kualitas tanah dan apakah sifat tersebut akan

dikuantitatifkan dalam sebuah arti yang dapat diprediksikan efeknya dari proses

(23)

mengusulkan bahwa konsep kualitas tanah seharusnya diperluas dengan

memasukkan sifat kualitas lingkungan, kesehatan manusia dan hewan, keamanan

dan kualitas pangan. Kemudian pada akhirnya workshop menyimpulkan bahwa

kualitas tanah didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk berproduksi secara

aman dan hara yang dibutuhkan tanaman pada kondisi berkelanjutan dalam jangka

waktu yang lama, mampu meningkatkan kesehatan manusia dan hewan, tanpa

mengganggu sumberdaya alam atau merugikan lingkungan.

Menurut Doran dan Parkin (1994) kualitas tanah adalah kemampuan suatu

tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung

produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan

kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna

pokok dari definisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah

untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu

tanah diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara,

penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup. Doran

dan Parkin (1994) menambahkan bahwa dampak negatif dari ketidakmampuan

tanah dalam memenuhi fungsinya adalah terganggunya kualitas tanah. Kondisi

tersebut menyebabkan bertambah luasnya lahan kritis, menurunnya produktivitas

tanah, dan pencemaran lingkungan.

Kondisi fisik, kimia dan biologi tanah dijadikan indikator untuk

menentukan kualitas tanah (Sitompul & Setijono 1990; Karama et al. 1990).

Doran dan Parkin (1994) juga menambahkan bahwa secara umum indikator

kualitas tanah harus: 1) mengintegrasikan sifat kimia, fisika, dan biologi tanah, 2)

mudah diperoleh oleh para pengguna dan diaplikasikan pada berbagai kondisi

lapangan, 3) peka terhadap perubahan pengolahan tanah dan iklim, 4) dapat

diukur atau diprediksi di lapangan dan di laboratorium, dan 5) sedapat mungkin

tersedia dalam basis data tanah.

Penilaian Kualitas Tanah

Teknik penilaian kualitas tanah adalah metode untuk menilai kondisi fisik,

kimia, dan biologi tanah apakah sesuai dan mempunyai daya dukung terhadap

(24)

kualitas tanah yaitu Soil Health Card, NRCS Soil Health Card Template, Soil

Quality Test Kit Guide, dan Lab Analysis. Keempat teknik penilaian kualitas

tanah tersebut mempunyai perbedaan penggunaan maupun hasilnya sehingga

perlu di integrasikan dengan Soil Quality Index (Olson et al.1996).

Penerapan studi kualitas tanah telah dilakukan di Selandia Baru dan

Amerika. Penerapan teknologi produksi pertanian konvensional berdampak

negatif terhadap fungsi tanah. Perbedaan aplikasi dosis pemupukan berpengaruh

besar terhadap kondisi tanah, sehingga perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh

pemupukan ini terhadap kualitas tanah. Pemupukan yang berlebih dapat

menyebabkan kerusakan terhadap lingkungan tanah sekitar. Pengolahan tanah

yang intensif dapat menyebabkan erosi lahan terutama pada tanah pertanian di

perbukitan (Wandera 1999; Lia & Lindstrom 2001; Sparling & Schipper 2002).

Bahan Organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang

sangat penting bagi ekosistem tanah, yaitu sebagai sumber (source) dan pengikat

(sink) hara dan sebagai substrat bagi mikroba tanah. Macam BOT dapat

diklasifikasikan ke dalam fraksi-fraksi berdasarkan ukuran, berat jenis, dan

sifat-sifat kimianya. Aktivitas mikroorganisme dan fauna tanah dapat membantu

terjadinya agregasi tanah sehingga dapat meningkatkan ketersediaan air tanah dan

mengurangi terjadinya erosi dalam skala luas. Telah banyak hasil penelitian yang

membuktikan bahwa pelapukan BO dapat mengikat /mengkhelat Al dan Mn oleh

asam-asam organik, sehingga dapat memperbaiki lingkungan pertumbuhan

perakaran tanaman terutama pada tanah-tanah masam. Hasil mineralisasi BO

dapat meningkatkan ketersediaan hara tanah dan nilai kapasitas tukar kation tanah

(KTK), sehingga kehilangan hara melalui proses pencucian dapat dikurangi

(Hairiah 2002).

Tanah-tanah pertanian di daerah tropik basah umumnya memiliki

kandungan bahan organik yang sangat rendah di lapisan atas. Pada tanah yang

masih tertutup vegetasi permanen (hutan), umumnya kadar bahan organik di

lapisan atas masih sangat tinggi. Perubahan hutan menjadi lahan pertanian

(25)

oleh beberapa alasan: 1) Pelapukan (dekomposisi) bahan organik berlangsung

sangat cepat, sebagai akibat tingginya suhu udara dan tanah serta curah hujan

yang tinggi; 2) Pengangkutan bahan organik keluar tanah bersama panen secara

besar-besaran tanpa diimbangi dengan pengembalian sisa-sisa panen dan

pemasukan dari luar, sehingga tanah kehilangan potensi masukan bahan organik

(Hairiah 2002).

Indikasi penurunan BOT diukur dari kadar C-total dan N-total sehingga

diperoleh nilai nisbah C/N, yang selanjutnya oleh model simulasi dapat dipakai

untuk menaksir ketersedian hara dari mineralisasi bahan organik. Namun

penelitian terakhir membuktikan bahwa kadar C-total bukan merupakan tolok

ukur yang akurat, karena hasil dari pengukuran tersebut diperoleh berbagai

macam BOT yang dibagi dalam beberapa kelompok menurut umur paruh dan

komposisinya. BOT lambat lapuk dan pasif (stabil) berada dalam tanah sejak

puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Kelompok ini meliputi

asam-asam organik dan bahan organik yang terjerap kuat oleh liat yang tidak tersedia

bagi tanaman dan biota. Penetapan kandungan C-total berdasarkan oksidasi basah

dengan metoda Walkey & Black adalah mengukur semua kelompok BOT baik

yang masih baru maupun yang sudah lama. Hasil penetapan itu tidak dapat

dipergunakan untuk studi dinamika BOT pada berbagai sistem pengelolaan lahan

karena hasilnya tidak akan menunjukkan perbedaan yang jelas. Untuk itu

diperlukan penetapan kandungan fraksi-fraksi BOT sebagai tolok ukur (Hairiah

2002).

Berdasarkan fungsinya, bahan organik tersusun dari komponen labil dan

stabil. Komponen labil terdiri dari bahan yang sangat cepat didekomposisi pada

awal proses mineralisasi dan akumulasi dari recalcitrant residue (residu yang

tahan terhadap pelapukan) yang merupakan sisa dari proses mineralisasi yang

terdahulu. Umur paruh atau turnover adalah waktu yang dibutuhkan untuk

mendekomposisi bahan organik sampai habis. Umur paruh dari fraksi labil dan

stabil ini bervariasi dari beberapa bulan saja sampai ribuan tahun. Hasil percobaan

isotop menunjukkan bahwa fraksi BOT dapat sangat stabil dalam tanah sampai

lebih dari 9.000 tahun. Sekitar 60-80 % BOT dalam tanah-tanah pada umumnya

(26)

Fraksi labil terdiri dari bahan yang mudah didekomposisi, dengan umur

berkisar dari beberapa hari sampai beberapa tahun. Komponen BOT labil terdiri

dari 3 kelompok: 1) Bahan yang paling labil adalah bagian seluler tanaman seperti

karbohidrat, asam amino, peptida, gula-amino, dan lipida; 2) Bahan yang agak

lambat didekomposisi seperti malam (waxes), lemak, resin, lignin dan

hemiselulosa; 3) Biomass dan bahan metabolis dari mikrobia (microbial biomass)

dan bahan residu recalcitrant lainnya. Fraksi labil berperanan sangat penting

dalam mempertahankan kesuburan tanah yaitu sebagai sumber hara tanaman

karena komposisi kimia bahan asalnya dan tingkat dekomposisinya yang cepat.

Biomasa mikrobia sangat penting dalam mempertahankan status BOT yang

berperanan sebagai source dan sink bagi ketersediaan hara karena daur hidupnya

relatif singkat (Hairiah 2002).

Faktor iklim makro yang menentukan kecepatan dekomposisi fraksi adalah

temperatur dan kelembaban tanah serta keseimbangan biomasa mikrobia. Di

daerah tropika basah yang memiliki resim temperatur isothermik atau

isohiperthermik dan ketersediaan air tanah yang beragam sangat menentukan

perkembangan populasi mikrobia tanah sehingga berpengaruh besar tehadap

kecepatan dekomposisi komponen labil BO (Hairiah 2002).

Salah satu indikator kualitas tanah adakah kandungan bahan organik tanah,

selain indikator lain seperti sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik

sebagai salah satu indikator yang perlu diperhatikan, karena sifatnya yang sangat

labil dan kandungannya berubah sangat cepat tergantung manajemen pengelolaan

tanah (Six et al. 1998; Cerri et al. 1998; Blair et al. 1998). Kandungan bahan

organik tanah sangat sedikit yaitu 1 – 5% dari berat total tanah mineral, namun

pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah sangat besar. Manfaat

bahan organik sudah teruji dalam memperbaiki kualitas tanah (Stevenson 1994).

Kandungan bahan organik tanah telah terbukti berperan sebagai kunci

utama dalam mengendalikan kualitas tanah baik secara fisik, kimia maupun

biologi. Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan

berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah,

memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan

(27)

mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan

erosi tanah (Oades 1989; Elliott 1986; Puget et al. 1995; Jastrow et al. 1996;

Heinonen 1985). Bahan organik mampu memperbaiki sifat kimia tanah seperti

menurunkan pH tanah, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk kelat

komplek, meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan sebagai sumber hara bagi

tanaman (Stevenson 1994; Tisdall & Oades 1982). Bahan organik juga mampu

memperbaiki sifat biologi tanah dengan mengikat butir-butir partikel membentuk

agregat dari benang hyphae terutama dari jamur micorhyza dan hasil eskresi

(28)

BAHAN DAN METODE

Metode Penelitian

Kecamatan Nanggung kabupaten Bogor merupakan area penelitian dalam program “Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in Southeast Asia Watershed” atas kerjasama Institut Pertanian Bogor dengan Sustainable

Agriculture and Natural Resources Management (SANREM), North Carolina and

Agricultural Technical (NCAT) University, dan World Agroforestry Centre –

ICRAF. Area ini dipilih karena mempunyai karakter ekologi, sosial, dan ekonomi

yang mencerminkan kondisi lingkungan pertanian tropika basah di Indonesia.

Selain itu sistem pertanian agroforestri dan sayuran juga banyak dikembangkan

oleh petani di daerah Nanggung, sehingga menarik untuk dijadikan area

penelitian.

Penelitian ini bersifat eksploratif untuk mengetahui kandungan C aktif

pada lahan budidaya tanaman sayuran di Kecamatan Nanggung, sehingga

rancangan penelitian dan pengumpulan data dilakukan dengan metode survei.

Kemudian berbagai variabel data dianalisis untuk dilihat keterkaitan antar

variabel.

Pengambilan sampel dilakukan pada lahan tanaman sayuran. Pengambilan

sampel dilakukan mengikuti kaidah random sampling, yaitu semua unsur atau unit

dalam populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Jumlah

sampel yang diperoleh didasarkan pada populasi yang tidak terbatas (infinit),

sehingga semakin banyak sampel yang didapat akan semakin baik dalam analisis

data.

Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap pengumpulan data yaitu;

interview dengan petani, penilaian kualitas tanah, dan pencatatan data kondisi

lahan maupun iklim secara umum. Kegiatan penelitian ini dapat dilihat lebih jelas

(29)

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Interview dengan petani

Tujuan kegiatan interview ini adalah untuk mengetahui sejarah lahan,

pengelolaan lahan sayuran yang diterapkan, komoditi yang pernah diusahakan

oleh petani. Form interview disajikan pada Lampiran.

Penilaian kualitas tanah

Pembuatan larutan stok

Metode yang digunakan ini merupakan metode yang dikembangkan oleh

(30)

dibuat dengan mencampurkan 1 M CaCl2 (pH 7.2) dengan 0.2 M KMnO4

kemudian larutan tersebut disesuaikan lagi hingga mencapai pH 7.2. Larutan

dengan pH yang disesuaikan ini penting untuk mempertahankan kestabilan larutan

stok selama 3-6 bulan. Larutan stok yang sudah disesuaikan pHnya disimpan pada

botol berwarna gelap.

Pembuatan dan penentuan kurva standar

Sebuah tabung gelas yang bersih diisi dengan air destilata, diseka bagian

luar tabung dengan tisu, ditempatkan pada colorimeter (generic 550 nm Hach® Company, Boulder, CO) dengan baik, ditutup rapat, kemudian ditekan tombol ‘zero’. Setelah beberapa detik, LED seharusnya terbaca „0.00‟. Tabung gelas tersebut dilepas dari colorimeter.

Pada tabung sentrifuge ditambahkan 45 ml air destilata. Kemudian dengan

menggunakan pipet khusus, ditambahkan 0.50 ml 0.005 M KMnO4 larutan standar

(stok) pada tabung sentrifuge tersebut. Pipet dibersihkan dengan larutan yang

diencerkan selama beberapa waktu untuk memastikan bahwa semua larutan tidak

membekas. Kemudian ditambahkan air destilata sampai tanda tera 50 ml, ditutup

rapat dan dikocok sehingga tercampur.

Pada tabung gelas dituang 15 ml larutan standar, bagian luar tabung diseka

dengan tisu, ditempatkan pada colorimeter dengan baik, ditutup rapat, kemudian

ditekan tombol ‘read’. Nilai absorban yang tercantum dicatat. Tahap ini diulangi

dengan menggunakan 0.50 ml 0.01 M dan 0.02 M larutan standar KMnO4.

Absorban dicatat pada setiap larutan standar. Sebuah kurva standar dibangun pada

diagram kartesius dengan nilai absorban pada x-axis dan konsentrasi larutan

standar KMnO4 pada y-axis.

Pengambilan sampel tanah

Waktu pengambilan sampel tanah yang paling baik adalah pada saat akhir

masa panen atau pergantian musim tanam, karena tanah masih dalam keadaan

stabil belum tekena gangguan olah tanah untuk musim tanam berikutnya. Akan

tetapi apabila selama masa perawatan tanaman tidak dilakukan olah tanah lagi,

(31)

diambil sebanyak 500 g sedalam 15 cm secara komposit pada tiap bedeng

tanaman sayuran. Titik pengambilan sampel tanah tiap bedeng dilakukan

mengikuti huruf M atau W. Setiap lokasi diambil tiga sampel dan dilakukan

pemetaan lokasi sampel menggunakan GPS (Magellan® TritonTM 2000).

Sampel tanah yang diambil dalam keadaan lembab atau basah perlu

dikeringkan. Sampel tanah diremahkan secara perlahan dan diratakan tipis pada

selembar kertas hitam untuk dikering anginkan selama 15 menit, lebih baik

dikeringkan di bawah sinar matahari langsung. Sampel tanah tersebut dibolak

balikkan sebanyak dua atau tiga kali sampai kering angin.

Perbandingan warna larutan

Pada tabung sentrifuge dituang 2.0 ml 0.2 M KMnO4 dengan pipet khusus,

dan ditambahkan air destilata sampai tanda tera 20 ml, kemudian ditambahkan

satu sendok sampel tanah kering (± 5 g) pada tabung tersebut dan ditutup rapat.

Tabung sentrifuge dikocok dengan cepat (±100 kocokan / menit) selama 2

menit, kemudian tabung diletakkan pada rak selama 5-10 menit untuk

membiarkan tanah mengendap pada dasar tabung. Tabung harus terhindar dari

sinar matahari langsung. Tanah dalam tabung akan menggumpal dan mengendap

karena bereaksi dengan CaCl2. Bagian luar tabung dibersihkan dengan tisu.

Penilaian kualitas tanah berdasarkan warna dapat dilakukan dengan

membandingkan warna larutan dalam tabung sentrifuge dengan warna pada color

chart. Warna larutan ungu menunjukkan kandungan C dalam tanah sedikit,

sedangkan warna ungu yang sudah berubah menjadi merah muda menunjukkan

kandungan C dalam tanah tersebut tinggi. Kandungan C yang tingi menunjukkan

kualitas tanah yang baik.

Pencatatan absorban

Larutan hasil reaksi tanah dengan KMnO4 diambil pada bagian atas

sedalam 1 cm sebanyak 0.50 ml dengan pipet khusus, dimasukkan ke dalam

tabung sentrifuge yang lain dan ditambahkan air destilata sampai tanda tera 50 ml,

kemudian ditutup dan dikocok. Sebanyak 15 ml larutan yang encer ini dituang

(32)

pada colorimeter dengan baik, dan ditutup rapat, kemudian ditekan ‘read’. Nilai

absorban yang tercantum dari larutan sampel tersebut dicatat.

Penghitungan absorban

Peluruhan dari warna ungu (gelap) KMnO4 ke warna kuning (terang)

adalah sebanding dengan jumlah C teroksidasi dalam tanah tersebut. Dengan kata

lain, perubahan warna KMnO4 yang baik menunjukkan tingginya jumlah C

teroksidasi, dan dibuktikan dengan nilai absorban yang rendah. Jumlah C

teroksidasi dapat dihitung dengan asumsi yang dilakukan Blair et al. (1995)

dimana 1 mol MnO4 digunakan (reduksi dari Mn7+ ke Mn2+) pada proses oksidasi

0.75 mol (9000 mg) C, yaitu dengan model:

C aktif (mg kg-1) = [0.02 mol/ℓ – (a+b x absorban)] x (9000 mg karbon/mol) x (0.02 ℓ larutan/0.005 kg tanah)

Dimana 0.02 mol/ ℓ adalah konsentrasi larutan awal, a adalah intersep dan b adalah gradien kurva standar, 9000 adalah mg (0.75 mol) C teroksidasi oleh 1 mol

MnO4- yang berubah dari Mn7+ ke Mn2+, 0.02 ℓ adalah volume larutan KMnO4

yang direaksikan, dan 0.005 adalah kg tanah yang digunakan.

Sampel tanah yang sama dikirim ke laboratorium tanah Universitas

Missouri, Columbia untuk dianalisis kandungan C aktifnya menggunakan metode

C teroksidasi KMnO4 dan diukur absorbannya dengan spectrophotometer (Bosch

and Lomb 2500) yang di set pada 550 nm. Data yang diperoleh juga merupakan

sebagai bagian dari disertasi mahasiswa Departemen Ilmu Tanah Universitas

Missouri.

Kondisi lahan dan iklim

Data kondisi lahan digunakan untuk mengetahui karakteristik lahan

penelitian. Data yang diperlukan meliputi tipe tanah, bahaya erosi, topografi dan

kemiringan lereng, serta ketinggian setiap lokasi sampel. Sifat fisik, kimia,

maupun biologi juga diukur dengan menggunakan metode Soil Quality Test Kit

(USDA 1998) meliputi, kerapatan jenis, electrical conductivity (EC), pH, dan

(33)

Potensi erosi dapat diketahui dengan melihat gejala erosi (erosi alur dan

erosi parit), perubahan warna tanah yang memucat sebagai tanda adanya erosi

lembar, serta pemunculan tanah bawah (tanah induk) atau muncul akar tanaman.

Potensi erosi juga dapat dilihat dengan membandingkan elevasi muka tanah

sebelum dan sesudah pengamatan, sehingga ketinggian erosi dapat ditentukan.

Pengukuran besarnya erosi dilakukan dengan menampung tanah dan air

pada wadah khusus. Petak lahan dengan ukuran 1 x 1 m sekelilingnya dibatasi

dengan seng selebar kurang lebih 30 cm, bagian seng yang ditanam dalam tanah

sedalam 20 cm, sehingga yang diatas permukaan muka tanah setinggi 10 cm.

Salah satu sisi dibiarkan tidak dipasang seng dan diberi pengarah pada wadah

penampung. Jumlah tanah yang masuk ke dalam wadah tersebut diukur sebagai

variabel penghitungan potensi erosi yang terjadi.

Data iklim diperlukan untuk mengetahui keadaan iklim secara umum di

daerah penelitian. Data iklim yang diamati di lapangan yaitu curah hujan,

presipitasi, dan rata rata temperatur.

Analisis Data

Data kandungan C aktif dalam tanah dikalibrasi untuk mengetahui

sebarannya. Program statistik SPSS 11.5 digunakan untuk analisis data statistika

deskriptif, korelasi, regresi, dan uji t.

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui kondisi umum manajemen

produksi yang dilakukan petani sekaligus untuk mengetahui sebaran data. Analisis

korelasi digunakan untuk mengetahui kuatnya tingkat keeratan hubungan antara

dua atau lebih variabel pengamatan. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui

hubungan sebab akibat antar variabel pengamatan.

Perbandingan metode penilaian kualitas tanah antara di lapang dengan di

laboratorium digunakan analisis regresi, korelasi, dilanjutkan pengujian

menggunakan uji t, perbandingan koefisien keragaman, dan perbandingan

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Lokasi studi tersebar luas di sembilan desa di Kecamatan Nanggung

(06033’ - 06043’ S dan 106029’ - 106044’ E), berada pada ketinggian 286 - 1578 m dpl, dengan topografi perbukitan, beriklim tropika basah, dengan suhu rata - rata

per bulan 25.7 oC, kelembaban rata - rata per bulan 83%, dan jumlah curah hujan per tahun 3600 mm. Sebagian besar tanah di lokasi studi termasuk Ultisol dengan

pH bervariasi 3.9 - 6.4 dan KTK 15.3 - 33.8 meq 100g-1.

Tipe penggunaan lahan yang digunakan untuk studi adalah lahan dengan

vegetasi tanaman sayuran. Jumlah sampel sebanyak 45 tersebar di sembilan desa

di Kecamatan Nanggung yaitu Desa Hambaro, Kalong Liud, Pangkaljaya,

Bantarkaret, Sukaluyu, Parakan Muncang, Nanggung, Malasari, dan Curugbitung.

Peta sebaran sampel dapat dilihat pada Gambar 2. Desa Malasari merupakan satu

satunya desa di Kecamatan Nanggung yang berada di ketinggian diatas 1000 m

dpl. Aktifitas petani sayur di Desa Malasari sangat tinggi, berbeda dengan

aktifitas penduduk desa lain yang rata-rata sebagai petani padi atau pekebun

tanaman tahunan.

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan

(35)

Perbandingan Metode Pengukuran

Tujuan penting studi ini adalah membandingkan efektifitas metode

pengukuran C aktif yang dilakukan di lapang (C aktif-FIELD) dengan metode

pengukuran C aktif yang dilakukan di laboratorium (C aktif-LAB). Perbedaan

langkah pengerjaan kedua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan metode pengukuran C aktif di lapang dan di laboratorium

Variabel Laboratorium Lapang

1. Pipet gelas berkualitas 1. Pipet plastik

D. Pengocokan larutan

Pengukuran di laboratorium dilakukan di Universitas Missouri

menggunakan perlengkapan laboratorium lengkap, canggih, mahal, dan

menghasilkan data yang akurat. Pengukuran di lapang membutuhkan

perlengkapan yang sedikit, murah, lebih simpel, dan lebih cepat mendapatkan

hasil pengamatan. Apabila hasil pengukuran C aktif yang di lapang tidak berbeda

nyata dengan di laboratorium, maka dapat disimpulkan keakuratan metode yang

dikerjakan di lapang tidak berbeda dengan yang dikerjakan di laboratorium.

(36)

regresi, kemudian diuji dengan uji t, perbandingan koefisien korelasi, dan

perbandingan koefisien keragaman.

Hasil analisis kandungan C aktif di beberapa desa di Kecamatan Nanggung

mempunyai sebaran yang luas antara 250 - 750 C mg kg-1.Sebaran yang luas ini digunakan untuk analisis korelasi dan regresi metode pengukuran C aktif. Hasil

analisis korelasi Pearson pada Tabel Lampiran 3 menunjukkan kedua metode

mempunyai hubungan yang signifikan pada taraf 5% (r = 0.99). Hasil analisis

regresi pada Gambar 3, didapat model Lab = 40.12 + 0.94 x field, dimana

sebanyak 98% keragaman hasil pengukuran C aktif yang dikerjakan di

laboratorium (C aktif-LAB) dapat dijelaskan dengan cara pengukuran C aktif

yang dikerjakan di lapang (C aktif-FIELD). Tingkat hubungan yang erat (r=0.99)

dan koefisien determinasi yang tinggi (R2=0.98) pada model tersebut merupakan salah satu indikator bahwa kedua metode tersebut mempunyai hasil pengukuran

yang tidak berbeda.

(37)

Pengujian Metode Pengukuran

Pengujian kesesuaian model regresi dapat dilakukan dengan uji t.

Pengujian ini dapat dijadikan sebagai gambaran ada atau tidaknya perbedaan hasil

pengukuran C aktif oleh kedua metode. Hasil uji t pada Tabel 2 menunjukkan

kedua metode pengukuran C aktif mempunyai nilai signifikansi lebih besar dari

0.05, artinya tidak ada perbedaan metode yang signifikan antara pengukuran di

lapang dan di laboratorium pada taraf 5%.

Tabel 2 Uji t pada dua metode pengukuran C aktif

Metode N Rata rata Std. D t Sig.

C aktif-FIELD 45 486.78 130.86 24.9 1.324

C aktif-LAB 45 493.87 125.88 26.9 5.900

Pengujian kesesuaian model regresi juga dilakukan dengan cara

membandingkan koefisien keragaman (KK) kedua metode. Nilai koefisien

keragaman menunjukkan seberapa jauh keragaman data yang terdapat dalam

populasi. Kedua metode mempunyai nilai KK yang tidak jauh berbeda pada

variabel penambahan pupuk kandang sampai 10 ton ha-1 (Tabel 3).

Tabel 3 Perbandingan koefisien keragaman pada dua metode pengukuran C aktif

Penambahan pupuk

kandang (ton ha-1)

C aktif-FIELD C aktif-LAB

Rata - rata KK Rata - rata KK

(mg kg-1) (%) (mg kg-1) (%) < 5 (ton ha-1) 318.3 10.6 341.5 10.1 5 – 10 (ton ha-1) 457.9 14.8 465.7 14.8 > 10 (ton ha-1) 626.4 9.1 628.8 8.1

Analisis perbandingan koefisien korelasi (r) juga dilakukan untuk melihat

ada atau tidaknya perbedaan kedua metode pengukuran C aktif. Koefisien

korelasi merupakan nilai yang menunjukkan tingkat keeratan hubungan linier

(38)

independen. Apabila hasil perbandingan nilai koefisien korelasi kedua metode

pengukuran C aktif tidak berbeda, maka dapat diartikan kedua metode tersebut

mempunyai tingkat keeratan hubungan linier yang tinggi dengan variable

independen yang diujikan. Nilai koefisien korelasi pada Tabel 4 menunjukkan

hasil perbandingan yang relatif tidak berbeda pada variabel independen bahan

organik, kerapatan jenis, P tersedia, dan N total.

Tabel 4 Perbandingan koefisien korelasi dua metode pengukuran C aktif

berdasarkan variabel analisis tanah

Berdasarkan analisis korelasi, analisis regresi, uji t, perbandingan koefisien

keragaman, dan perbandingan koefisien korelasi dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat perbedaan pada penggunaan kedua metode tersebut.

Manajemen Produksi Tanaman Sayuran

Hasil survei menunjukkan sebanyak 84% lahan yang digunakan untuk

produksi sayur merupakan lahan tadah hujan dengan sistem pola tanam tahunan.

Secara umum topografi lahan sayur di Kecamatan Nanggung merupakan

perbukitan dengan kemiringan kurang dari 450, kecuali di Desa Hambaro, Kalongliud, dan Nanggung yang merupakan dataran rendah.

Luas kepemilikan lahan setiap petani di Kecamatan Nanggung rata-rata

3500 m2 dengan luas tanah yang bisa diolah secara intensif rata-rata 2500 m2. Jenis sayur yang sering dibudidayakan oleh petani yaitu; sawi, bawang daun,

buncis, cabai, terong, tomat, katuk, jagung, kacang panjang, timun, dan kubis.

Berdasarkan hasil survei, sebagian besar petani sayur di Kecamatan

Nanggung melakukan manajemen produksi olah tanah minimal dengan cangkul,

garpu, dan kored. Penggunaan mesin pertanian untuk olah tanah intensif di lahan

(39)

berupa lahan terbuka dengan tipe penanaman monokultur dan tumpangsari,

sedangkan lahan agroforestri hanya di beberapa lokasi. Tipe lahan agroforestri

yang sering dijumpai sebagai lahan tanaman sayur adalah lahan agroforestri

dengan tutupan ringan sampai sedang. Persentase kelompok manajemen produksi

yang dilakukan petani di Kecamatan Nanggung dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kelompok manajemen produksi sayur yang dilakukan petani di

Kecamatan Nanggung

Manajemen Produksi Petani (%) (n=45)

1. Intensitas olah tanah a. Minimal 53.3

b. Intensif 46.7

2. Tipe lahan a. Agroforestri 22.2

b. Monokultur 77.8

3. Penambahan kompos a. Tanpa kompos 80

b. Kompos 20

4. Penambahan pupuk sintetis

a. Tanpa pupuk sintetis 15.6

b. Pupuk sintetis 84.4

Kecamatan Nanggung. Sebagian besar petani menyatakan pupuk kandang yang

ditambahkan rata-rata 1 karung untuk setiap 20 m2, sehingga apabila berat setiap karung ±20 kg, maka hasil konversi jumlah pupuk kandang yang ditambahkan

petani sebanyak 5-10 ton ha-1.

Manajemen produksi lain yang dilakukan petani adalah penambahan

pupuk kimia sintetis. Hampir semua petani menambahkan pupuk kimia sintetis,

akan tetapi teknik aplikasi pemupukan dan dosis yang digunakan kurang tepat.

Petani hanya menaburkan sejumlah pupuk di sekeliling tanaman tanpa dihitung

jumlahnya dan tanpa ditutup tanah, hal ini dapat berdampak tidak efisiennya

kegiatan pemupukan tersebut. Pupuk yang tidak ditutup tanah akan cepat sekali

(40)

Penambahan kompos ke lahan jarang dilakukan petani. Hasil wawancara

didapat informasi bahwa sebaian besar petani mengetahui mekanisme pembuatan

dan fungsi kompos, akan tetapi sedikit yang menerapkan teknologi pengomposan

tersebut.

Penilaian Kualitas Tanah

Penilaian kualitas tanah secara kualitatif dapat dilakukan dengan metode

perbandingan warna larutan. Perubahan warna larutan KMnO4 ketika direaksikan

dengan tanah menunjukkan telah terjadi reaksi oksidasi antara KMnO4 dengan

fraksi C aktif sebagai bahan penyusun bahan organik. Oksidasi yang tinggi

menyebabkan peluruhan warna larutan dari ungu gelap menjadi merah muda

terang. Islam (2008) mengklasifikasikan kelas kualitas tanah berdasarkan

perbedaan warna larutan. Setiap warna mempunyai skala pengukuran bahan

organik, apabila diasumsikan kandungan C aktif dalam bahan organik sebanyak

58% dan bobot tanah per hektar 2.106 kg, maka hasil konversi pengukuran C aktif diperoleh skala pengukuran sesuai Tabel 6.

Tabel 6 Kelas kualitas tanah berdasarkan warna larutan KMnO4

Indikator Kelas Kualitas Tanah

Sangat jelek Jelek Bagus Sangat bagus

Warna larutan Ungu tua Ungu muda Ungu merah Merah muda

C aktif (mg kg-1) < 130 130 - 260 260 - 520 > 520

Hasil studi ini dapat diketahui secara umum sebaran kelas kualitas tanah di

Kecamatan Nanggung. Setiap petani menerapkan manajemen produksi yang

berbeda, hal ini menyebabkan data yang diperoleh tidak secara tepat mewakili

kelompok manajemen produksi tersebut, sehingga penentuan kelas kualitas tanah

berdasarkan dampak manajemen produksi sangat sulit dilakukan. Kelas kualitas

tanah setiap lokasi disajikan di Tabel Lampiran 1.

Hasil reaksi sampel tanah yang diambil dari Desa Malasari secara umum

berwarna merah muda sampai berwarna keruh air, apabila diinterpretasikan pada

skala kelas kualitas tanah, maka sampel tanah Desa Malasari memiliki kelas

(41)

sampel secara kuantitatif bertujuan untuk mengukur kandungan C aktif dalam

tanah tersebut.

Tabel 7 Interpretasi kelas kualitas tanah berdasarkan desa, ketinggian, dan jenis

tanaman

Pangkaljaya 326 313 jagung, kc panjang bagus

P Muncang 337 385 cabai, jagung, kc panjang bagus

Nanggung 477 358 buncis, cabai, jagung,

terong, timun, tomat bagus

dalam tanah tersebut. Ketersedian bahan organik dalam tanah dipengaruhi oleh

banyak faktor seperti jenis komoditi tanaman sayuran, manajemen pengelolaan

lahan, kelembaban, oksigen, pH tanah, hara, vegetasi, bahan induk tanah, dan

topografi.

Jenis komoditi tanaman sayuran berpengaruh terhadap manajemen

pengolahan lahan. Tanaman sayuran daun dan bawang memerlukan pengolahan

lahan lebih intensif dibanding tanaman sayuran buah atau polong. Produksi

sayuran yang intensif mempunyai kecenderungan input pupuk kandang yang

tinggi, hal ini menyebabkan hasil analisis kandungan bahan organik dalam tanah

tinggi, akan tetapi intensitas pengelolaan lahan yang tinggi dapat berdampak

(42)

Manajemen produksi tanaman yang tepat untuk mengurangi kehilangan

bahan organik adalah dengan mengatur pola dan rotasi tanam. Pola tumpangsari

maupun agroforestri mampu menahan laju kehilangan bahan organik tanah,

sedangkan rotasi tanam yang tepat mampu mengoptimalkan kembali sifat fisik,

kimia, dan biologi tanah. Jenis komoditi tanaman sayuran yang sering ditanam

petani di setiap lokasi disajikan di Tabel Lampiran 1.

Manajemen pengelolaan lahan yang mampu menahan hilangnya bahan

organik tanah adalah dengan mengurangi potensi erosi (Liebig et al. 1996).

Langkah ini dapat dilakukan dengan membuat bedengan berlawanan arah dengan

aliran air, tidak melakukan aktifitas produksi sayuran di lahan dengan tingkat

topografi curam, pemakaian mulsa pada setiap bedeng, penanaman tanaman

penutup tanah, serta penanaman tanaman penahan bedeng di sisi kanan dan kiri

bedeng.

Tingginya kandungan bahan organik dalam tanah juga dipengaruhi oleh

meningkatnya laju dekomposisi bahan organik secara aerob oleh mikroba tanah.

Aktifitas mikroba tanah akan meningkat pada kondisi tanah lembab, tanah tidak

tergenang air (aerob), suhu tinggi, serta tersedianya hara N dalam tanah.

Tingginya kandungan bahan organik juga ditentukan oleh jenis tanahnya. Tanah

liat akan mampu mengikat bahan organik lebih stabil dibanding tanah berpasir.

Kondisi lingkungan daerah Nanggung yang beriklim tropika basah serta intensitas

petir yang tinggi sebagai sumber N udara sangat memungkinkan terjadinya

aktifitas dekomposisi bahan organik yang tinggi. Data pengamatan iklim disajikan

di Tabel Lampiran 2.

Penelitian ini juga mendapatkan hubungan antara kandungan bahan

organik dengan ketinggian lokasi (Gambar 4). Terdapat kecenderungan data

bahwa semakin tinggi lokasi, maka aktifitas pertanian tanaman sayuran semakin

meningkat. Kondisi ini kemudian diimbangi dengan penambahan pupuk kandang,

sehingga kandungan bahan organik meningkat, hal ini ditunjukkan oleh nilai C

aktif yang tinggi.

Hubungan antara kandungan C aktif tanah dengan karakteristik sifat tanah

yang lain disajikan pada Tabel Lampiran 3. Hasil analisis korelasi Pearson

(43)

total, N total, dan ketinggian, sedangkan hubungan negatif terjadi antara C aktif

dengan kerapatan jenis.

Gambar 4 Hubungan ketinggian lokasi dengan peningkatan C aktif.

Menurut Weil et al. (2003) fraksi C aktif atau C organik terdiri atas

biomasa mikrobia, karbohidrat mudah larut, respirasi basal, dan respirasi substrat.

Hubungan yang positif antara fraksi C aktif dengan C total menunjukkan

keterkaitan bahwa fraksi C aktif merupakan salah satu penyusun C total.

Komponen penyusun C total lain berasal dari C anorganik.

Hubungan negatif antara C aktif dengan kerapatan jenis menunjukkan

bahwa semakin halus partikel tanah maka kandungan bahan organik dalam tanah

meningkat, hal ini ditunjukkan oleh nilai C aktif yang tinggi. Manajemen

pengolahan lahan yang mampu mengupayakan partikel tanah menjadi lebih halus

mempunyai peran dalam peningkatan proses dekomposisi bahan organik.

Manajemen pengolahan lahan tersebut perlu diimbangi dengan mekanisme

pengendalian dalam mengurangi dampak erosi yang ditimbulkan.

Penelitian survei ini tidak mengumpulkan data hasil produksi sayuran,

sehingga indikator kesuburan berupa data C/N rasio tanah. Tidak ada korelasi

(44)

(1994) C/N rasio tanah berada dalam keadaan konstan pada kisaran nilai 10-12.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata rata C/N rasio 9.6, sedangkan

kandungan C aktif terus meningkat, artinya fraksi C aktif terus mengalami proses

dekomposisi dan mineralisasi sampai tahap keseimbangan. Oleh karena itu dalam

manajemen produksi sayur penambahan bahan organik harus diikuti penambahan

N, selain itu juga perlu memperhatikan kandungan C/N rasio bahan organik yang

ditambahkan.

Persepsi Petani terhadap Penilaian Kualitas Tanah

Hasil wawancara dapat diperoleh informasi tentang pengetahuan dan

tingkat pendidikan yang diraih petani. Sebanyak 82% petani berpendidikan di

level sekolah dasar, sehingga pengetahuan dasar tentang kualitas tanah masih

sangat minim. Persepsi petani terhadap metode dan penilaian kualitas tanah dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persepsi petani terhadap penilaian kualitas tanah

Pertanyaan yang

2. Warna tanah hitam / gelap 3. Mempengaruhi produksi tanaman

4. Terjaga konservasi tanah, tingkat erosi rendah

(45)

Definisi kualitas tanah yang baik menurut petani adalah tanah yang subur

dan berwarna hitam atau gelap, selain itu tanah yang baik akan menghasilkan

hasil panen yang tinggi. Salah satu petani mengatakan bahwa kualitas tanah yang

baik juga disebabkan cara mengelola lahan dilakukan dengan baik, tidak

menyebabkan erosi dan selalu menjaga keseimbangan lingkungan sehingga

konservasi tetap terjaga. Karakteristik kualitas tanah dilihat dari warna tanah,

apabila warna tanah gelap maka tanah tersebut mempunyai kualitas tanah yang

bagus. Tekstur tanah yang gembur juga merupakan karakteristik tanah yang baik.

Sebanyak 51.1% petani tidak pernah melakukan perbaikan tanah selama

10 tahun terakhir. Sangat sedikit petani yang mengetahui teknik untuk

memperbaiki kualitas tanah di lahannya, sebagian besar hanya menambah pupuk

kandang sebelum penanaman. Perbaikan kualitas tanah dapat dilakukan dengan

cara meminimalkan olah tanah, penanaman tanaman penutup tanah, rotasi

tanaman yang baik, membuat lajur bedengan sesuai konservasi, mengurangi

dampak bahan kimia sintetis, menambahkan limbah tanaman pada lahan sebagai

kompos.

Harapan petani terhadap metode penilaian kualitas tanah adalah: 1)Tidak

hanya petugas PPL, tapi petani juga harus bisa menggunakan alat; 2) Harga

murah; 3) Bahan & alat mudah didapat; 4) Hasil mudah dimengerti; 5) Hasil

penilaian cepat diketahui; 6) Bertujuan untuk memberi rekomendasi; 7) Petani

perlu pelatihan untuk menggunakan alat; 8) Bahasa Indonesia / Sunda bisa

dimengerti petani; 9) Baik petani laki laki / perempuan berhak untuk belajar

penilaian kualitas tanah.

Pengetahuan tentang konsep kualitas tanah, cara memperbaiki kualitas

tanah, jenis manajemen produksi yang dapat menurunkan kualitas tanah, dan cara

menjaga perputaran rantai karbon belum sepenuhnya diketahui oleh petani,

sehingga penyampaian informasi terkait kualitas tanah dapat dilakukan oleh

(46)

KESIMPULAN

Indikator penilaian kualitas tanah yang paling mudah dilakukan dan

mewakili indikator kualitas tanah lain adalah dengan mengetahui kandungan C

aktif tanah. Keakuratan data metode analisis karbon teroksidasi KMnO4 yang

dilakukan di lapang tidak berbeda dengan metode yang dilakukan di lab yang

mempunyai alat lebih advance (r=0.99, R2=0.98). Metode tersebut juga mampu menginterpretasi peluruhan warna larutan sebagai indikator kelas kualitas tanah,

sehingga penilaian kualitas tanah dapat dilakukan secara cepat di lapang.

Manajemen produksi tanaman sayuran yang meningkatkan kualitas tanah

adalah manajemen pengelolaan lahan yang mampu mempertahankan dan

meningkatkan ketersediaan bahan organik dalam, dan berimplikasi pada

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Addiscott TM. 2000. Tillage, mineralization and leaching. Soil Till Rec 53:163 -

165.

Alimi T, Ajewole OC, Olubode-Awosola OO, Idowu EO. 2006. Economic

rationale of commercial organic fertilizer technology in vegetable

production in Osun State of Nigeria. J App Hort 8(2): 159-164

Andrews SS et al. 2002. On-farm assessment of soil quality in California's central

valley. Agron J 94:12-23

Andrews SS, Karlen DL, Cambardella CA. 2004. The soil management

assessment framework: a quantitative soil quality evaluation method. Soil

Sci Soc Am J 68:1945-1962.

Blair GJ et al. 1998. Soil carbon change resulting from sugarcane trash

management at two locations in Queensland, Australia and in North-East

Brazil. Aus J Soil Re 36: 871 – 881.

Blair GJ et al. 2001. The development of the KMnO4 oxidation technique to

determine labile carbon in soil and its use in a carbon management index. Di

dalam: Assessment Methods for Soil Carbon. Lewis Publishers, Boca Raton,

FL. hlm 23-337.

Brejda J J, Karlen DL, Smith JL, Allan DL. 2000. Identification of regional soil

quality factors and indicators in Northern Mississippi loess hills and Palouse

prairie. Soil Sci Soc Am J 64:2125-2135.

Carter MR. 2002. Soil quality for sustainable land management organic matter

and aggregation interactions that maintain soil functions. Agron J 94:38-47.

Cerri CC, Volkoff B, Andreaux F. 1991. Nature and behavior of organic matter in

soils under natural forest, and after deforestation, burning and cultivation,

near Manaus. For Ecol Man 38:247 – 257.

Doran JW, Parkin TB. 1994. Defining and assessing soil quality. Di dalam:

Gambar

Gambar 1  Diagram alir kegiatan penelitian.
Gambar 2  Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan
Tabel 1 Perbedaan metode pengukuran C aktif di lapang dan di laboratorium
Gambar 3  Sebaran nilai C aktif menggunakan metode C aktif-FIELD dan C aktif-
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat

PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN DENGAN MODEL ALTMAN’S Z-SCORE, POLA ARUS KAS, DAN MODEL SPRINGATE (STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI

Adapun salah satu konten yang kini sudah dapat kita masukkan dalam sebuah website adalah konten 3D, dengan menggunakan plugin tertentu, user dapat menikmati konten 3D tanpa perlu

‫الكلمات األساسية ‪ :‬وسائل ستريف ستورى ‪ ،Strip Story‬نتيجة التالميذ‬ ‫أسئلة هلذا البحث‪ :‬كيف نتيجة التالميذ يف التعلّم مادة اللغة

Adapun yang akan dibahas dalam penelitian yang dilakukan adalah Bagaimana proses menentukan kriteria-kriteria penilaian pendukung kredit KPR pada Bank,

Dari sejumlah ikan yang dipelihara, diperoleh 4 ekor yang memi- liki diameter paling maksimum dengan kisaran 1,6-2,6 mm dan telah dilakukan pemijahan.. Terhadap induk yang

Hal ini sesuai dengan teori bahwa AV terjadi pada pria dengan kisaran umur 16-19 tahun (Wasitaatmadja, 2011) karena pada laki-laki umur 16-19 tahun adalah waktu