• Tidak ada hasil yang ditemukan

Susut bobot setelah simulasi transportasi merupakan pengukuran bobot tomat sebelum dilakukan penilaian kerusakan dan penilaian kekerasan. Susut pada saat setelah simulasi transportasi lebih banyak disebabkan faktor metabolisme tomat yaitu respirasi, transpirasi dan proses hidrolisis pati menjadi komponen-komponen yang sederhana seperti glukosa dan yang akan terurai menjadi karbohidrat dan air oleh karena bereaksi dengan oksigen. Kandungan air pada buah akan berkurang segera setelah buah dipetik yang disebabkan proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dalam sel, baik stomata, lenti sel maupun retakan pada kutikula. Jika kerusakan mekanis yang terjadi pada permukaan pasca transportasi relatif besar, maka penguapan dan kehilangan air dapat terjadi lebih cepat dan sebaliknya. Kerusakan yang dialami buah mengakibatkan buah kehilangan pelindung alami yang dapat meminimalisir proses transpirasi, sehingga transpirasi berlangsung lebih cepat. Respirasi tomat dalam simulasi transportasi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya getaran mesin, gesekan antar tomat dan gesekan dengan wadah.

Mc. Gregor (1989) menyatakan selama transportasi produk dapat terkena dampak getaran mesin, penanganan kasar selama bongkar muat dan kehilangan kadar air yang dapat mempengaruhi penampakan fisik, tekstur dan nilai gizi tomat. Faktor lain yang juga mempengaruhi laju penurunan bobot buah tomat adalah suhu penyimpanan. Semakin tinggi suhu ruang penyimpanan maka akan semakin tinggi laju penurunan bobot buah. Faktor-faktor tersebut menjadi salah satu penyebab terjadinya susut atau kehilangan berat pada produk. Perubahan susut bobot penyimpanan pada masing-masing kemasan dengan kondisi jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 19 dan perbandingan kemasan dengan pelapis dalam dan bahan pengisi pada kondisi jalan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 20.

Luka memar Luka pecah Luka gores

24 Berdasarkan Gambar 19 dan 20, dapat diketahui bahwa selama penyimpanan, susut bobot terjadi pada semua perlakuan dan semakin meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Hal ini dikarenakan selama penyimpanan buah tomat mengalami respirasi dan transpirasi sehingga terjadi pengurangan kandungan air dan meningkatnya susut bobot buah tomat, karena tomat mengandung 92-93% air. Adanya perbedaan kelembaban relatif (RH) antara atmosfer internal buah dengan atmosfer di sekelilingnya menjadi penyebab meningkatnya susut bobot buah tomat. Uap air pindah secara langsung ke konsentrasi yang rendah melalui pori-pori di permukaan buah. Laju perpindahan uap air dipengaruhi oleh perbedaan tekanan uap air antara produk dan sekelilingnya yang disebabkan oleh temperatur dan RH. Kehilangan air ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif, kerusakan tekstur (kelunakan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lain seperti kelayuan dan pengerutan (Chakraverty dan Singh 2001 dalam Anwar 2005).

Pada analisis ragam (Lampiran 5) dan hasil uji lanjut untuk pada Tabel 8 dan Tabel 9, terlihat bahwa ada tidaknya lapisan dalam berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat. Bahan pengisi dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah tomat.

Tabel 8. Pengaruh lapisan dalam terhadap susut bobot buah tomat

Lapisan Dalam Susut Bobot Hari Ke- (%)

2 4 6

Tanpa pelapis dalam 1.9631b 3.7564b 5.9445b

Dengan pelapis dalam 2.6102a 5.1804a 7.2548ab

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

Tabel 9. Pengaruh bahan pengisi terhadap susut bobot buah tomat

Bahan Pengisi Susut Bobot Hari Ke- (%)

2 4 6

Cacahan koran 2.3268a 4.4775a 6.5646a

Daun pisang 2.2465a 4.4593a 6.6348a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Gambar 19. Perubahan susut bobot tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal

Gambar 19 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, susut bobot buah tomat semakin tinggi. Susut bobot tertinggi dialami kemasan dimana tomat dikemas dengan lapisan dalam dan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 Su su t b ob ot (% )

Lama Penyimpanan (Hari)

25 bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 9.91 % dan susut bobot terendah dialami oleh kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yaitu sebesar 8.05%. Dapat dilihat bahwa kemasan dengan tambahan perlakuan lapisan dalam mengalami susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan kemasan yang tidak mendapat perlakuan lapisan dalam. Hal ini menggambarkan bahwa lapisan dalam tidak dapat menekan susut bobot lebih baik dari pada kemasan yang tidak dilapisi lapisan dalam. Tingginya susut bobot pada kemasan dengan lapisan dalam menggambarkan tingkat kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut juga tinggi hal ini dikarenakan sekeliling dalam pada kemasan dilapisi oleh kertas semen sehingga tidak ada pertukaran udara yang masuk ke dalam kemasan dan menyebabkan buah tomat sulit berespirasi. Daun pisang kering mempunyai tekstur lebih kasar sehingga lebih banyak bagian buah yang rusak akibat gesekan dengan daun pisang kering sehingga tingkat kerusakan buah tomat pada kemasan ini lebih banyak.

Pada Gambar 20, selama penyimpanan, kemasan yang disimulasikan pada kondisi jalan buruk beraspal (amplitudo tinggi dan frekuensi rendah) menghasilkan susut bobot yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kondisi jalan luar kota (amplitudo rendah dan frekuensi tinggi). Walaupun jarak yang ditempuh oleh jalan luar kota dan jalan buruk beraspal hampir sama, tetap saja peran amplitudo dan frekuensi pada tiap kondisi jalan berpengaruh terhadap perubahan susut bobot. Pada kondisi jalan luar kota atau jalan buruk beraspal, kemasan dengan perlakuan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering mengalami susut bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan peti kayu dengan perlakuan lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran. Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat didalam kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang, mengalami kerusakan akibat gesekan dengan bahan pengisi sehingga tingkat kerusakan yang tinggi mengakibatkan buah kehilangan pelindung alaminya seperti lapisan lilin, maka kegiatan transpirasi dan kehilangan air berlangsung lebih cepat dan memacu susut bobot menjadi lebih tinggi.

Gambar 20. Perbandingan perubahan susut bobot selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal

Kitinoya dan Gorny (1999) menyatakan salah satu hal yang mempengaruhi kehilangan pasca panen adalah cara pengemasan dan bahan baku atau materi bahan kemasan. Susut berat atau kehilangan selama transportasi disebabkan oleh penanganan yang tidak memadai, selain itu karena kondisi jalan selama transportasi yang menyebabkan kerusakan produk. Kerusakan ini

0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 Su su t b ob ot (% )

Lama Penyimpanan (Hari)

A2B1 jalan luar kota A2B2 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan buruk (aspal)

26 tidak hanya menyebabkan terjadinya penurunan mutu produk tetapi juga kehilangan pembeli karena memperlambat ketersediaan barang sehingga berdampak langsung terhadap nilai ekonomis produk. Secara ekonomi, susut bobot sangat merugikan terutama bagi sayuran atau buah yang dijual berdasarkan beratnya.

D. Warna

Warna merupakan salah satu petunjuk kualitas bagian luar pada buah tomat karena dapat dilihat secara visual. Pada saat konsumen membeli buah tomat, konsumen hanya mungkin untuk mengevaluasi petunjuk kualitas bagian luar saja dan apabila warna dari sebuah komoditas buah tidak menarik atau tidak seperti seharusnya maka konsumen akan segan untuk mempertimbangkan rasa dan aromanya. Namun, warna yang hanya dilihat secara visual bersifat subjektif. Oleh karena itu diperlukan instrument agar diperoleh hasil warna yang objektif. Kartasapoetra (1994) menyatakan proses perubahan warna hasil tanaman merupakan proses yang berlangsung ke arah masaknya hasil tanaman tersebut, yang mana selama proses itu terjadi pembongkaran klorofil. Berkaitan dengan pembongkaran tersebut maka timbulah warna-warna lainnya yang menunjukkan tingkat masaknya hasil tanaman (buah) antara lain warna kuning, merah jambu, merah tua.

Pengukuran warna buah tomat setelah penggetaran dan selama penyimpanan dapat dilihat dari tingkat kecerahan (nilai L), tingkat kehijauan (nilai a), dan tingkat kekuningan (nilai b) dengan mengukur warna buah tomat setiap 2 hari sekali mulai dari hari ke-0 (setelah penggetaran) sampai penyimpanan hari ke- 6.

1. Nilai L

Nilai L menyatakan tingkat kecerahan suatu bahan dan merupakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Parameter L mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Perubahan nilai warna L pada buah tomat selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 21 dan 22. Berdasarkan Gambar 21, dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat kecerahan buah tomat menurun untuk semua perlakuan dari warna oranye (warna cerah) menjadi merah (warna gelap). Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat mengalami kerusakan selama penyimpanan.

Gambar 22 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yang disimulasikan pada kondisi jalan buruk beraspal menghasilkan kecerahan yang tinggi. Perbedaan simulasi transportasi antara jalan luar kota dan jalan buruk beraspal tidak memberikan dampak yang sangat terlihat terhadap perubahan warma nilai L. Penurunan nilai L yang terjadi pada buah tomat menandakan bahwa buah tomat mulai memasuki fase pelayuan yang ditandai dengan semakin kusamnya permukaan kulit pada buah tomat.

27 Gambar 21. Perubahan nilai warna L buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi

transportasi kondisi jalan buruk beraspal

Gambar 22. Perbandingan perubahan nilai warna L selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal

Pada analisis ragam (Lampiran 6) dan uji lanjut Tabel 10 dan Tabel 11 terlihat bahwa lapisan dalam tidak berpengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat, sedangkan bahan pengisi berpengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat. Interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kecerahan buah tomat.

Tabel 10. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai L) buah tomat

Lapisan Dalam Warna nilai L Hari Ke-

0 2 4 6

Tanpa pelapis dalam 45.775a 44.670a 43.327a 42.442a

Dengan pelapis dalam 45.590a 42.700a 43.293a 42.652a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

35.0 36.5 38.0 39.5 41.0 42.5 44.0 45.5 47.0 48.5 50.0 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i W ar na L

Lama Penyimpanan (Hari)

Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

30 35 40 45 50 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i w ar na L

Lama penyimpanan (Hari)

A2B1 jalan luar kota A2B2 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan buruk (aspal)

28 Tabel 11. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai L) buah tomat

Bahan Pengisi Warna nilai L Hari Ke-

0 2 4 6

Cacahan koran 44.070ab 41.738b 41.212b 40.473b

Daun pisang 47.295a 45.632a 45.408a 44.620a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%.

2. Nilai a

Perubahan warna dapat dijadikan petunjuk untuk melihat tingkat kematangan buah, tanda pertama kematangan umumnya ditandai dengan hilangnya warna hijau. Nilai a yang menunjukkan nilai negatif menyatakan warna buah pada tingkat kehijauan sedangkan nilai positif menunjukkan warna buah semakin merah.

Dari Gambar 23 dan Gambar 24 dapat terlihat nilai a untuk semua perlakuan meningkat sejalan dengan lamanya penyimpanan. Tingkat warna hijau buah tomat mengalami perubahan dari warna hijau kemerah-merahan (nilai a rendah atau negatif) menuju warna merah cerah (nilai a tinggi atau positif). Hal ini menunjukkan bahwa warna buah tomat bertambah merah sejalan dengan lama penyimpanan.

Sedangkan pada Gambar 24 dapat terlihat bahwa kemasan dengan bahan pengisi daun pisang kering yang disimulasikan pada keadaan jalan buruk beraspal dan jalan luar kota mengalami peningkatan warna nilai a yang besar dibandingkan dengan kemasan dengan bahan pengisi cacahan koran. Perbedaan simulasi transportasi dengan dua kondisi yaitu jalan luar kota dan jalan buruk beraspal tidak terlalu memperlihatkan perbedaan yang signifikan terhadap nilai warna a buah tomat selama masa penyimpanan.

Pada analisis ragam (Lampiran 7) dan hasil uji lanjut pada Tabel 12 dan Tabel 13 terlihat bahwa lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna a selama masa penyimpanan. Interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai warna a pada buah tomat selama masa penyimpanan. Dikarenakan interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a (tingkat kehijauan) buah tomat, maka dilakukan uji lanjut terhadap kemasan yang berpengaruh terhadap peningkatan nilai a buah tomat selama penyimpanan yang disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa kemasan dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering memberikan pengaruh nyata terhadap buah tomat setelah penggetaran dan selama penyimpanan.

Tabel 12. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai a) buah tomat

Lapisan Dalam Warna nilai a Hari Ke-

0 2 4 6

Tanpa pelapis dalam 12.207a 16.308a 17.870a 18.660a

Dengan pelapis dalam 5.743a 12.998a 14.397a 15.913a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Tabel 13. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai a) buah tomat

Bahan Pengisi Warna nilai a Hari Ke-

0 2 4 6

Cacahan koran 9.828a 16.542a 18.413a 19.930a

Daun pisang 8.122a 12.765a 13.853a 14.643a

29 Tabel 14. Pengaruh kemasan terhadap warna (nilai a) buah tomat

Perlakuan Warna Nilai a Hari ke-

0 2 4 6

A1B1 6.963bc 13.127ab 15.130a 17.693ab

A1B2 17.450a 19.490a 20.610a 19.627a

A2B1 12.693ab 19.957a 21.697a 22.167a

A2B2 -1.207c 6.040b 7.097b 9.600b Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Gambar 23. Perbandingan perubahan nilai warna a buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal

Gambar 24. Perbandingan perubahan nilai warna a selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal

-5 0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i W ar na a

Lama Penyimpanan Hari

Kontrol A1B1 A1B2 A2B1 A2B2

-5 0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i w ar na a

Lama penyimpanan (Hari)

A2B1 jalan luar kota A2B2 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan buruk (aspal)

30 Kartasapoetra (1994) menyatakan bahwa perubahan warna pada buah merupakan hasil pembongkaran klorofil akibat adanya pengaruh perubahan kimiawi dan fisiologis. Hobson dan Greasson (1993) menyatakan bahwa pigmen untuk buah tomat didominasi oleh karoten dan likopen, akumulasi likopen selama ripening akan menghambat biosintesa karoten. Dengan demikian maka buah akan terlihat berwarna merah.

3. Nilai b

Nilai b menyatakan tingkatan warna biru – kuning dengan penjelasan nilai b negatif untuk warna biru dan nilai b positif untuk warna kuning.

Berdasarkan Gambar 25 dan Gambar 26 dapat diketahui bahwa tingkat warna nilai b pada tiap kemasan cenderung mengalami penurunan yaitu perubahan dari warna kuning (nilai positif) menuju warna biru (nilai negatif). Hal ini menunjukkan bahwa buah tomat mengalami pematangan menuju pembusukkan. Pada Gambar 26 terlihat bahwa nilai warna b tertinggi dialami oleh buah tomat dengan bahan pengisi cacahan koran yang disimulasikan pada kondisi jalan luar kota sedangkan nilai warna b terendah dialami oleh buah tomat dengan bahan pengisi daun pisang kering pada simulasi kondisi jalan buruk beraspal. Kondisi jalan luar kota dan buruk beraspal tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan terhadap perubahan warna nilai b buah tomat selama masa penyimpanan. Pada analisis ragam (Lampiran 8) dan hasil uji lanjut pada Tabel 15 dan Tabel 16 terlihat bahwa lapisan dalam, bahan pengisi dan interaksi antara lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai warna b selama masa penyimpanan buah tomat. Gambar 27 menunjukkan kisaran warna buah tomat setelah penggetaran dan pada penyimpanan hari ke-6.

Gambar 25. Perubahan nilai warna b buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal

20 22 24 26 28 30 32 34 36 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i w ar na b

Lama Penyimpanan (Hari)

31 Gambar 26. Perbandingan perubahan nilai warna b selama penyimpanan pasca simulasi

transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal Tabel 15. Pengaruh lapisan dalam terhadap warna (nilai b) buah tomat

Lapisan Dalam Warna nilai b Hari Ke-

0 2 4 6

Tanpa pelapis dalam 30.318a 30.458a 30.490a 28.467a

Dengan pelapis dalam 29.408a 28.452a 28.620a 28.295a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Tabel 16. Pengaruh bahan pengisi terhadap warna (nilai b) buah tomat

Bahan Pengisi Warna nilai b Hari Ke-

0 2 4 6

Cacahan koran 29.217a 28.397 a 28.880a 27.400a

Daun pisang 30.510a 30.513a 30.230a 29.362a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Gambar 27. Kisaran warna buah tomat pada diagram warna 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 7 N ila i w ar na b

Lama penyimpanan (Hari)

A2B1 jalan luar kota A2B2 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan buruk (aspal)

Warna buah tomat H-0

32

E. Kekerasan

Salah satu perubahan fisiologis pada buah selama penyimpanan adalah kekerasan. Tingkat kekerasan yang berubah disebabkan karena komposisi dinding sel yang berubah (Winarno, 2002). Tingkat kekerasan yang rendah ditunjukkan oleh angka hasil pengukuran yang kecil dan sebaliknya.

Dapat dilihat pada Gambar 28 dan Gambar 29 bahwa kekerasan buah tomat selama penyimpanan mengalami penurunan. Begitu pula pada perbedaan kondisi jalan antara jalan luar kota dan jalan buruk beraspal, tingkat kekerasan buah tomat mengalami penurunan pada setiap kemasan. Kekerasan buah tomat semakin menurun sejalan dengan bertambahnya lama penyimpanan karena buah semakin masak, yaitu dari rata-rata 4.9 N pada hari pertama menjadi 3.43 N pada hari ke enam. Perubahan kekerasan dari hari kehari selama pengamatan, menghasilkan nilai yang fluktuatif. Hal ini dikarenakan pengujian nilai kekerasan yang dilakukan menggunakan buah yang tidak sama namun menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda. Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada hari terakhir masa penyimpanan (hari ke- 6) nilai kekerasan terbesar dimiliki oleh buah tomat yang diberi perlakuan lapisan dalam.

Gambar 28. Perubahan kekerasan tomat selama penyimpanan pasca simulasi transportasi kondisi jalan buruk beraspal

Pada Gambar 29, kemasan yang disimulasikan dengan kondisi jalan buruk beraspal memiliki tingkat kekerasan yang lebih rendah dibandingkan dengan kemasan yang disimulasikan dengan jalan luar kota, hal ini menandakan bahwa kerusakan yang terjadi pada kondisi jalan buruk beraspal sangat tinggi sehingga mempengaruhi tingkat kekerasan buah tomat pasca simulasi transportasi dan selama penyimpanan.

Menurut Pantastico (1989), peningkatan dan penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan penguapan air. Tingkat kekerasan bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat dan kandungan pati yang terdapat pada bahan. Proses respirasi menjadi lebih cepat akibat terlukanya kulit buah tomat sehingga mempercepat proses respirasi yang membutuhkan air dan air tersebut diambil dari sel, sehingga menyebabkan pengurangan air dari sel.

2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 0 1 2 3 4 5 6 7 Ke ke ra sa n (N )

Lama Penyimpanan (Hari)

33 Pada waktu buah menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat yang larut meningkat sedang jumlah zat pektat seluruhnya menurun, akibat akan melemahnya dinding sel sehingga ketegaran buah akan berkurang. Selanjutnya dikemukakan (Winarno dan Aman, 1981) bahwa dalam proses pengembangan dan pematangan, tekanan turgor sel selalu berubah. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan oleh perubahan dinding sel, dan perubahan tersebut akan mempengaruhi firmness dari buah.

Gambar 29. Perbandingan perubahan kekerasan selama penyimpanan pasca simulasi transportasi antara kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal

Pengujian dengan analisis ragam (Lampiran 9) dan hasil uji lanjut pada Tabel 17 dan Tabel 18 terlihat bahwa lapisan dalam dan bahan pengisi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan tomat pada hari ke-0 sampai hari ke-6 dan interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan.

Tabel 17 . Pengaruh lapisan dalam terhadap kekerasan buah tomat

Lapisan Dalam Kekerasan Hari Ke- (N)

0 2 4 6

Tanpa pelapis dalam 4.7858a 4.1125a 3.8133a 3.4083a

Dengan pelapis dalam 4.7850a 3.8583a 3.9233a 3.5533a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Tabel 18. Pengaruh bahan pengisi terhadap kekerasan buah tomat

Bahan Pengisi Kekerasan Hari Ke- (N)

0 2 4 6

Cacahan koran 4.6475a 3.9492a 3.8992a 3.4283a

Daun pisang 4.9196a 4.0217a 3.8375a 3.5333a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

Pengujian kekerasan dilakukan karena dapat menjadi indikasi terjadinya kerusakan pada buah tomat, dimana jika semakin menurun nilai tekan buah tomat menandakan buah tomat semakin mengalami kerusakan. Menurut Pantastico (1989) ketegangan disebabkan oleh tekanan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 Ke ke ra sa n (N )

Lama Penyimpanan (Hari)

A2B1 jalan luar kota A2B2 jalan luar kota A2B1 jalan buruk (aspal) A2B2 jalan buruk (aspal)

34 isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif pada vakuola, permeabilitas protoplasma, dan elastisitas dinding sel. Buah-buahan akan kehilangan airnya karena proses transpirasi dan respirasi setelah pemanenan, sehingga tekanan turgornya menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditi tersebut menjadi lunak. Air sel yang menguap membuat sel menciut sehingga ruangan antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan.

Spencer (1965) dalam Muchtadi (1992) menyatakan penurunan kekerasan pada buah tomat terjadi akibat terjadinya depolimerisasi karbohidrat dan zat pektin penyusun dinding sel sehingga akan melemahkan dinding sel dan ikatan kohesi antar sel sehingga viskositas sel menurun dan tekstur tomat menjadi lunak.

F. Total Padatan Terlarut

Kandungan gula pada buah akan meningkat sejalan dengan proses pematangan dan menurun seiring dengan lama penyimpanan buah. Kandungan total padatan terlarut dapat menunjukkan derajat kematangan serta menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut (Sjaifullah, 1996).

Perubahan total padatan terlarut selama masa penyimpanan disajikan pada Gambar 30. Perbandingan total padatan terlarut antara kemasan yang disimulasikan dengan kondisi jalan luar kota dan jalan buruk beraspal dapat dilihat pada Gambar 31.

Berdasarkan Gambar 30 dapat diketahui selama penyimpanan, buah tomat menunjukkan peningkatan total padatan terlarut pada semua jenis perlakuan. Peningkatan total padatan terlarut paling besar dialami kemasan peti kayu dengan lapisan dalam dan bahan pengisi daun pisang kering. Hal ini sama halnya dengan dengan parameter kerusakan mekanis, kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh kemasan A2B2.

Tingginya tingkat kerusakan mekanis memacu laju respirasi lebih tinggi. Laju respirasi membutuhkan energi yang didapatkan dari perombakan zat-zat gula melalui proses oksidasi sehingga mengakibatkan tingginya tingkat total padatan terlarut. Sedangkan peningkatan total padatan terlarut paling rendah dialami kemasan peti kayu tanpa lapisan dalam dan bahan pengisi cacahan koran. Peningkatan TPT sampai hari keempat seiring dengan peningkatan laju respirasi dimana laju respirasi meningkat pada saat proses pematangan menjelang pemasakan, kemudian laju respirasi menurun kembali. Hal ini menunjukkan bahwa selama penyimpanan, tetap berlangsung proses pemasakan buah, sehingga respirasi berjalan dan pati terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana. Setelah hari ke-4 kadar gula reduksi menurun perlahan-lahan karena mengalami fase lewat matang. Penurunan ini disebabkan karena gula-gula yang terbentuk dipecah lagi dan digunakan untuk respirasi lanjutan hingga buah menjadi busuk

35 Gambar 30. Perubahan total padatan terlarut buah tomat selama penyimpanan pasca simulasi

transportasi kondisi jalan buruk beraspal

Gambar 31 menunjukkan bahwa kemasan yang disimulasikan pada kondisi jalan luar kota

Dokumen terkait